Sabtu, 30 Mei 2009

Waktu Peregangan/Melenturkan

Peregangan atau Stretching adalah kunci ketiga dari program olahraga yang seimbang. Otot-otot cenderung memendek dan melemah seiring dengan usia/penuaan. Lebih pendek, serat otot lebih kaku yang membuat anda lebih mungkin mengalami cedera, nyeri punggung dan tegang. Selain itu, sekresi yang berfungsi melumasi otot yang menjaga otot-otot bergerak secara efektif pada saat anda muda mengering ketika anda sudah tua.

Namun berolahraga secara teratur yang memisahkan dan meregangkan serat-serat elastis sekitar daerah otot-otot dan tendon anda dapat menetralkan proses tersebut. Sebagai tambahan, peningkatan aliran darah ke otot-otot yang digunakan untuk olahraga membantu menjaga otot-otot lebih lentur. Dan streching dapat memperbaiki bentuk tubuh dan keseimbangan anda. Pada akhirnya, dengan peregangan yang baik, benar dan tepat, gerakan menjadi lebih mudah pada semua rentang gerakan, menghasilkan pencapaian olahraga yang lebih baik dan maksimal.

Otot-otot yang hangat lebih tidak mungkin untuk mengalami cedera dengan peregangan daripada otot-otot yang dingin, maka inilah waktu terbaik melakukan peregangan setelah melakukan pemanasan 5-10 menit, selama itu anda bisa berjalan-jalan atau berdansa sampai beberapa lagu sambil mendengarkan radio. Peregangan juga baik dan dapat anda lakukan setelah mandi air hangat atau pada bagian waktu pendinginan setelah berolahraga.

Aktifitas-aktifitas seperti yoga dan pilates menggabungkan peregangan dengan relaksasi dan meningkatkan keseimbangan. Untuk mencapai efek akhir dari peregangan, anda perlu melakukan peregangan tiap hari atau sedikitnya beberapa kali dalam seminggu setelah otot-otot anda secara penuh terhangatkan.

Pada awalnya, tahan setiap peregangan sekitar 10-15 detik . ketika anda merasa menjadi lebih fleksibel/luwes/lentur, cobalah menahan peregangan selama 30 detik. Pastikan untuk melakukan tiap peregangan dengan benar untuk menghindari cedera.


Sumber: Harvard Health Publications Special Health Report, Exercise: A Program You Can Live With.

KUMPULAN ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HIPERTENSI


HIPERTENSI

1. Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997).


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)


DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

A. Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman, 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS


Diabetes Mellitus

Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DIARE


Diare

A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer, A.1999, 501).


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL


GAGAL GINJAL

Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI


Hakusinasi

Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.


Selanjutnya KLIK DI SINI







ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPEREMESIS GRAVIDARUM


HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).
Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998).


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINUSITIS


Sinusitis

A. Pengertian
Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus.


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS


SIROSIS HEPATIS

1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TETANUS NEONATORUM


Tetanus Neonatorum

A. PENGERTIAN
Tetanus berasal dari kata tetanos (Yunani) yang berarti peregangan.
Tetanus Neonatorum :
Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejang–kejang (WHO, 1989).
Kejang yang sering di jumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih Ngastijah, 1997).


Selanjutnya KLIK DI SINI




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHOID


TYPHOID

A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).


Selanjutnya KLIK DI SINI



INFO MILIST (MAILING LIST)

Bagi yang ingin bergabung dan ingin mendapatkan kiriman e-mail posting blog secara otomatis segera bergabung di yahoogroups blog ini, kirim e-mail kosong ke: perawat_pinrang-subscribe@yahoogroups.comSelanjutnya klin JOIN pada Notifikasi yang dikirim oleh Admin Perawat_pinrang melalui e-mail anda.Selamat Bergabung

Kamis, 28 Mei 2009

Pentingnya Pemanasan Sebelum Berolahraga

Pemanasan (warming Up ) sebaiknya menjadi bagian dari setiap kali melakukan aktifitas olahraga, dengan pemanasan akan menyiapakn tubuh kita agar lebih beraktifitas dengan intensif dan efektif.

Sebuah lembaga pendidikan dari amerika serikat - The American Academy of Orthopaedic Surgeons memberikan saran, dan informasi tambahan tentang pemanasan sebelum beraktifitas olahraga.
  1. Pemanasan pada otot-otot menjadikan suhu tubuh kita naik, darah mengalir dan irama pernafasan juga meningkat.
  2. Dengan pemanasan dapat membantu latihan olahraga yang kita lakukan menjadi lebih efektif.
  3. Jika anda baru saja memulai berolahraga, anda sebaiknya melakukan pemanasan dengan durasi waktu yang lebih lama daripada mereka yang sudah berolahraga secara rutin.
  4. Peregangan merupakan cara yang baik untuk memanaskan otot secara perlahan.
  5. Olahraga aerobik ringan pada tempat yang santai/teduh adalah cara yang aman untuk memulai berolahraga.

Asuhan Keperawatan Pada Diare

Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang, dimana diare adalah penyebab penting kekurangan gizi. Ini disebabkan karena adanya anoreksia pada penderita diare sehingga dia makan lebih sedikit daripada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan berkurang padahal kebutuhan sari makanan meningkat selama adanya infeksi. Penyebab kematian utama karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya.
Definisi Diare BAB lebih dari tiga dengan konsistensi cair (WHO, 1992)
Jenis-jenis diare
Diare sebagai epidemiologi didefinisikan sebagai keluarnya tinja yang lunak dan cair tiga kali atau lebih dalam sehari. Secara klinik dibedakan 3 macam sindroma diare, yang masing-masing mencerminkan patogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam pengobatannya,

Diare cair akut
Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak / cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang dapat mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terpenting pada anak-anak : Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholera, Salmonella, E. coli, rotavirus.
Disentri
Adalah diare yang disertai darah dalam tinja, akibatnya antara lain : anoreksia, penurunan berat badan secara cepat, perusakan mukosa usus karena bakteri invasive. Penyebab utama adalah Shigella, penyebab lainnya Salmonella, C. jejuni.
Diare Persisten
Adalah diare yang mula-mula bersifat akut tapi berlangsung selama 14 hari. Episode ini dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi. Volume tinja dalam jumlah banyak sehingga ada resiko dehidrasi. Penyebab : E. coli, Shigella dan Cryptosporidium. Diare persisten berbeda dengan diare kronik, yakni diare intermitten (hilang-timbul), atau yang berlangsung lama dengan penyebab non infeksi, seperti penyakit sensitive terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun.
Epidemiologi
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan, minuman yang tercemar tinja atau yang kontak langsung dengan tinja penderita.
  • Perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya diare; Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan, Menggunakan botol susu yang tercemar, Menyimpan makanan masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama, Menggunakan air minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, Tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan, Tidak membuang tinja secara benar.
  • Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare; Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, Kurang gizi, Campak, Imunodefisiensi / imunosupressif.
  • Umur Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden paling banyak 6 – 10 bulan (pada masa pemberian makanan pendamping).
  • Variasi musiman Variasi pola musim diare dapat terjadi melalui letak geografi. Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus (rotavirus) puncaknya pada musim dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan. 
  • Infeksi asimtomatik kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan proporsi ini meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukkan imunitas aktif.
Prinsip utama pengobatan diare
  1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya/penyebabnya.
  2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada gizi.
  3. Antibiotik/anti parasit tidak boleh digunakann secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk kebanyakan kasus termasuk diare berat, diare dengan panas kecuali :  pada disentri yang harus diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella, Suspek kolera dengan dehidrasi berat,  Diare persisten, bila diketemukan tropozoit atau kista G lamblia atau tropozoit E. histolitika di tinja atau cairan usus, atau bila bakteri patogen ditemukan dalam kultur tinja.
Terapi rehidrasi, Bertujuan untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat.
Terapi rehidrasi oral:
  • Cairan oralit (cairan rehidrasi oral)  Oralit adalah campuran gula dan garam. Rasio glukosa vs natrium paling tidak 1 : 1. Untuk terapi diare di rumah ibu diberi oralit untuk pemakaian 2 hari. Bila memberikan oralit satu kantong harus diberikan sekaligus dan larutan oralit yang tidak digunakan dalam 24 jam harus dibuang. Bila diare terus berlangsung sedangkan oralit sudah habis harus memberikan cairan rumah tangga atau membawa kembali anaknya ke sarana kesehatan untuk pengobatan.
  • Cairan rumah tangga,  Meskipun komposisinya tidak seberat oralit untuk mengobati dehidrasi, cairan larutan seperti sup, air biasa, minuman yoghurt mungkin lebih praktis untuk rehidrasi oral mencegah dehidrasi. Cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada anak pada saat mulai diare dengan tujuan memberi lebih banyak cairan dari biasanya. Ada beberapa cairan yang tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare termasuk sari buah manis yang diperdagangkan, pencahar, stimulansia seperti kopi.
Kriteria cairan rumah tangga yang diberikan pada penderita diare :
  1. Aman bila diberikan dalam jumlah banyak. Teh yang sangat manis, soft drink dan minuman buah komersial yang manis harus dihindarkan karena menyebabkan diare osmotik, memperberat dehidrasi.
  2. Mudah menyiapkan.
  3. Dapat diterima oleh penderita.
  4. Efektif.
Upaya rehidrasi oral tidak tepat untuk :
  • Pengobatan awal dehidrasi berat, karena cairan harus diganti dengan cepat.
  • Penderita ileus paratikus dan perut kembung.
  • Penderita yang tidak dapat minum.
Upaya rehidrasi oral tidak efektif untuk :
  • Penderita dengan pengeluaran tinja yang sangat banyak dan cepat (lebih dari 15 ml/kgBB/jam) serta penderita tidak dapat minum cairan dengan jumlah yang cukup untuk mengganti kehilangannya.
  • Penderita dengan muntah berat dan berulang-ulang.
  • Penderita malabsorbsi glukosa; penderita seperti itu larutan oralit menyebabkan volume tinja meningkat nyata dan tinja mengandung glukosa jumlah besar.
Makanan pada terapi diare
ASI, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya. Anak umur 6 bulan atau lebih harus diberikan makanan lunak/setengah padat. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam atau berikan anak makanan sebanyak dia mau. Pemberian makanan sedikit – sedikit namun sering lebih dapat diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare berhenti, teruskan pemberian makanan satu kali lebih banyak daripada biasanya selama 2 minggu menggunakan makanan yang mengandung banyak gizi.
Obat anti diare
Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare meliputi anti motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin, attapulgit, smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis). Antimuntah termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada anak di bawah 5 tahun.
Antibiotika juga tidak boleh diberikan secara rutin kecuali untuk penderita disentri / kolera. Penggunaan yang berlebihan anti diare, anti muntah, antibiotika, anti protozoa menghambat pemberian oralit atau menghambat pertolongan ke sarana kesehatan. Hal ini juga menghamburkan uang.
Tanda-tanda memburuknya diare, Ibu harus membawa anaknya ke sarana kesehatan jika :
  • tinja cair keluar amat sering.
  • muntah berulang.
  • rasa haus yang meningkat.
  • tidak dapat makan dan minum seperti biasanya.
Diare yang terkait dengan penyakit lain
  1. Diare yang terkait dengan campak. Insiden meningkat pada waktu terkena campak, selama 4 minggu setelah timbulnya penyakit dan kemungkinan sampai 6 bulan sesudah episode campak. Diare yang berhubungan dengan campak seringkali berat dan lama. Karenanya imunisasi campak merupakan cara yang penting untuk mencegah diare dan kematian yang berhubungan dengan diare.
  2. Diare dengan panas  Sering terjadi pada diare yang disebabkan karena rotavirus atau bakteri invasif, seperti shigella, campylobacter atau salmonella. Panas mungkin menyertai dehidrasi dan menghilang selama rehidrasi. Panas pada penderita diare mungkin pula tanda infeksi lain seperti pneumonia, malaria. Namun begitu, tidaklah tepat memberi antibiotik pada anak penderita diare hanya karena panas. Bila suhu badan anak 39oC atau lebih anak harus diobati dengan paracetamol untuk menurunkan suhu badannya atau bila panas sangat tinggi dengan mengompres kepala dan perutnya dengan air hangat.
Penyebab penurunan gizi selama diare
1. Berkurangnya masukan makanan, Merupakan akibat dari :
a. Anoreksia yang terutama terlihat pada anak disentri.
b. Muntah.
c. Menghentikan makanan karena kepercayaan tradisional untuk mengistirahatkan usus.
d. Memberikan makanan dengan nilai gizi kurang, seperti sup yang diencerkan.
2. Berkurangnya penyerapan zat makanan, Disebabkan karena :
a. Kerusakan epitel absorbsi yang mengurangi luas permukaan usus.
b. Defisiensi disakarida karena kegagalan produksi enzim oleh mikrovili yang rusak.
c. Berkurangnya konsentrasi asam empedu yang diperlukan untuk absorbsi lemak.
d. Transit makanan melalui usus yang sangat cepat menyebabkan tidak cukup waktu untuk pencernaan dan absorbsi.
3. Meningkatnya kebutuhan zat makanan, Kebutuhan zat makanan meningkat karena :
a. Kebutuhan metabolik karena panas.
b. Kebutuhan untuk memperbaiki epitel usus.
c. Kebutuhan mengganti kehilangan protein serum melalui mukosa usus yang rusak seperti pada disentri.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin  muncul pada Asuhan Keperawatan Diare
  1. Kurangnya volume cairan
  2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
  3. Risiko kerusakan integritas kulit

asuhan keperawatan ppok

BAB I

KONSEP DASAR


  1. PENDAHULUAN
    Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.











BAB II

TINJAUAN TEORI


  1. DEFINISI
    Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)‏. Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam copd adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah “Chronic obstructive airway disease ” dan “ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)”


  1. ANATOMI DAN FISIOLOGI










Anatomi fisiologi Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) : Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Puimo dekstra superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus supe­rior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru. Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):

        1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru.

        2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan, juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk rneminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.

Pembuluh darah pada paru, Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sam­pai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.

Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :

  1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,

  2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter.

Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter), Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16-18 x/menit, Anak-anak kira-kira : 24x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut.


  1. KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:

  1. Bronkitis kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :

    1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.

    2. Alergi

    3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.

Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu :

  1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

  2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.

  3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

  4. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Patofisiologi
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.

Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :

  1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan meningkatkan produksi mukus.

  2. Mukus lebih kental

  3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, “mucocilliary defence” dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

  1. Emfisema paru

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai “overinflation”.

Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :

    1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.

    2. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.

    3. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X ray.

    4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.

Tipe emfisema

Terdapat tiga tipe dari emfisema :

  1. Emfisema Centriolobular Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa.

  2. Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok.

  3. Emfisema Paraseptal Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.

  1. Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.

  1. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.


  1. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

  1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

  2. Polusi udara

  3. Infeksi peru berulang

  4. Umur

  5. Jenis kelamin

  6. Ras

  7. Defisiensi alfa-1 antitripsin

  8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.


  1. PATOFISIOLOGI/PATHWAY

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).












Pathway Penyakit paru Obstruksi Kronik

Hipertensi pulmonal

Kompensasi kardiovaskular






  1. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

        1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).

        2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

  1. Kelemahan badan

  2. Batuk

  3. Sesak napas

  4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

  5. Mengi atau wheeze

  6. Ekspirasi yang memanjang

  7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.

  8. Penggunaan otot bantu pernapasan

  9. Suara napas melemah

  10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

  11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.


  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan radiologis

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

  2. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

  1. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

  2. Corakan paru yang bertambah.

  1. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

  1. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

  1. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

  1. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

  2. Laboratorium darah lengkap


  1. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

  1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

  2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

  3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

  1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.

  2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

  3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

  4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.

  5. Pengobatan simtomatik.

  6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

  7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

  8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

    1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

    2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.

    3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.

    4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

  1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

  2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

  1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
    Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

  2. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2

  3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

  4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

  1. Terapi jangka panjang di lakukan :

  1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
    b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari f
    ungsi faal paru.
    c. Fisioterapi

  2. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

  3. Mukolitik dan ekspektoran

  4. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

  5. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :

    • Ø Fisioterapi

    • Ø Rehabilitasi psikis

    • Ø Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482)]


  1. KOMPLIKASI COPD

  1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

  1. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.



  1. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

  1. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

  1. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.

  1. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.



















BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK


Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif baik bio, psiko, sosial dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai evaluasi.

  1. Pengkajian

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit:

  1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?

  2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?

  3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

  4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

  5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

  6. Riwayat merokok?

  7. Obat yang dipakai setiap hari?

  8. Obat yang dipakai pada serangan akut?

  9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:

  1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

  2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?

  3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

  4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?

  5. Barrel chest?

  6. Apakah tampak sianosis?

  7. Apakah ada batuk?

  8. Apakah ada edema perifer?

  9. Apakah vena leher tampak membesar?

  10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

  11. Bagaimana status sensorium pasien?

  12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?



  1. Hasil pemeriksaan diagnosis seperti :

  1. Chest X-Ray :

dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)

  1. Pemeriksaan Fungsi Paru :

dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.

  1. TLC :

meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema.

  1. Kapasitas Inspirasi :

menurun pada emfisema

  1. FEV1/FVC :

ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.

  1. ABGs :

menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).

  1. Bronchogram :

dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)

  1. Darah Komplit :

peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).

  1. Kimia Darah :

alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer.

  1. Sputum Kultur :

untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.

  1. ECG :

deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)

  1. Exercise ECG, Stress Test :

menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

Palpasi:

  1. Palpasi pengurangan pengembangan dada?

  2. Adakah fremitus taktil menurun?

Perkusi:

  1. Adakah hiperesonansi pada perkusi?

  2. Diafragma bergerak hanya sedikit?

Auskultasi:

  1. Adakah suara wheezing yang nyaring?

  2. Adakah suara ronkhi?

  3. Vokal fremitus nomal atau menurun?


  1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

  2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

  3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

  4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.

  5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

  6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.

  7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

  8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

  9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.

  10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.

Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:

  1. Gagal/insufisiensi pernapasan

  2. Hipoksemia

  3. Atelektasis

  4. Pneumonia

  5. Pneumotoraks

  6. Hipertensi paru

  7. Gagal jantung kanan


  1. Intervensi Keperawatan

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

Tujuan:

Pencapaian bersihan jalan napas klien

Intervensi keperawatan:

    1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.

    2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.

    3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB

    4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.

    5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.

    6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.

    7. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.

    8. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.

  1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

Tujuan:

Perbaikan pola pernapasan klien

Intervensi:

    1. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.

    2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.

    3. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

  1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

Tujuan:

Perbaikan dalam pertukaran gas

Intervensi keperawatan:

  1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .

  2. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.

  3. Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.

  4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.

  5. Pantau pemberian oksigen.

  1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.

Tujuan:

Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.

Intervensi keperawatan:

    1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.

    2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.

    3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.

    4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.

    5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.

    6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.

    7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.

    8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.

    9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

  1. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.

Tujuan:

Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Intervensi keperawatan:

    1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

    2. Auskultasi bunyi usus

    3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.

    4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.

    5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.

    6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.

    7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

  1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.

Tujuan:

Kebutuhan tidur terpenuhi

Intervensi keperawatan:

    1. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.

    2. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.

    3. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.

    4. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.

    5. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

  1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan:

Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri

Intervensi:

    1. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.

    2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.

    3. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

  1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

Tujuan:

Klien tidak terjadi kecemasan

Intervensi keperawatan:

    1. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.

    2. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.

    3. Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.



  1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.

Tujuan:

Pencapaian tingkat koping yang optimal.

Intervensi keperawatan:

    1. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada pasien.

    2. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala

    3. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.

    4. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.

    5. Tingkatkan harga diri klien.

    6. Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.

  1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.

Tujuan:

Klien meningkat pengetahuannya.

Intervensi keperawatan:

    1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.

    2. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.













DAFTAR PUSTAKA


      1. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.

      2. Horrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page : 1491-1493.

      3. G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312.

      4. Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page : 954,990-993.

      5. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.

      6. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984, page : 346-379.

      7. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta

      8. 20003, hal :1347-1353.

      9. Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page: 157.

      10. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 480-482.

      11. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

      12. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.

      13. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI

      14. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC

      15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI

      16. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

      17. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

      18. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC