Sabtu, 06 Juni 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GGK (GAGAL GINJAL KRONIS)

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)/Gagal ginjal kronik (GGK)
A. PENGERTIAN

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
• Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
• Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
• Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

G. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal

H. PATHWAY

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.


J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI


PERITONITIS

Penyulit ini jarang dijumpai apabila terapi segeradiberikan, akan tetapi nisa ditemukan pada pasien infeksi pascasesio sesareaapabila terjadi nekrosis dan terlepasnya insisi, dan juga bias terjadi karenameluasnya endometritis. Tetapi juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforotis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwaabses pada sellusitis pelvika mengeluarkan nanahnya

Jumat, 05 Juni 2009

PROSEDUR PENATALAKSANAAN DEKOMPENSATIO CORDIS

PROSEDUR PENATALAKSANAAN DEKOMPENSATIO CORDIS

Definisi
Decompensatio cordis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh suatu kelainan jantung dan dapat dikenali dari respon hemodinamik, renal, neural, dan hormonal yang karakteristik.
Batasan gagal jantung yang lebih sederhana lagi adalah : gagal jantung adalah disfungsi ventrikel kiri yang disertai gejala ( simptomatik ).

PATOFISIOLOGI

Sindrom gagal jantung dapat dibagi dalam 2 komponen :
1. Gagal miokardium ( myocardial failure ), yang ditandai oleh menurunnya kontraktilitas.
2. Respon sistemik terhadap menurunnya fungsi miokardium,
(a) meningkatnya aktivasi sistem simpatetik,
(b) aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan stimulasi pelepasan vasopressin
(c) vasokonstriksi arteria renalis.
  • Gagal jantung baik kanan ataupun kiri dapat disebabkan oleh beban kerja ( beban tekanan atau beban volume ) yang berlebihan, gangguan pada otot jantungnya sendiri, ataupun oleh gabungan kelainan otot dan beban lebih.
  • Beban volume ( preload ) disebabkan oleh kelainan yang menuntut ventrikel memompa darah lebih banyak semenit ( tirotoksikosis, anemia, regurgitasi mitral, dan regurgitasi aorta ).
  • Beban tekanan ( afterload ) disebabkan oleh kelainan yang meningkatkan tahanan terhadap pengaliran darah ke luar jantung ( hipertensi sistemik, stenosis aorta ).
  • Kelainan atau gangguan fungsi miokard dapat disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas dan oleh hilangnya jaringan kontraktil ( infark miokard ).
  • - Dalam menghadapi beban lebih, jantung menjawab ( berkompensasi ) seperti bila jantung menghadapi latihan fisik. Akan tetapi bila beban lebih yang dihadapi berkelanjutan maka mekanisme kompensasi akan melampaui batas dan ini menimbulkan keadaan yang merugikan. Manifestasi klinis gagal jantung adalah manifestasi mekanisme kompensasi.

Mekanisme kompensasi
Intrinsik
  • Mekanisme Frank-Starling
  • Hipertrofi miokard
  • Perubahan bentuk ventrikel

Neuro-endokrin
  • Respon adrenergik khrono-inotropik
  • Respon renin-angiotensin-aldosteron
  • Vasokonstriksi
  • Retensi cairan
  • Redistribusi aliran darah
  • Vasokonstriksi berlebihan menurunkan curah jantung,meningkatkan afterload dan kerja mekanis ventrikel kiri,memperberat disfungsi ventrikel.
  • Meskipun hipertrofi pada awalnya bermanfaat,tetapi cenderung memperlambat pengisian saat diastolik dan memberi predisposis iskemia subendokardium. Miosit yang hipertrofi lebih mudah kelelahan dan digantikan jaringan fibrosis.
  • Takhikardia yang berlebihan mengurangi masa diastol
  • dan menurunkam curah jantung lagi pula takhikardia
  • meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan
  • menambah iskemia miokad.
  • Kadar katekolamin yang tinggi disamping menambah afterload, juga toksik pada miokardium yang fungsinya sudah menurun.

ETIOLOGI
Sindrom klinis gagal jantung merupakan babak akhir fungsi ventrikel yang merosot akibat berbagai penyakit jantung.
Gagal jantung bukan suatu diagnosa. Untuk dapat memberi terapi yang tepat perlu diketahui kausa/etiologi gagal jantung.
Di Eropa dan Amerika Utara penyebab utama gagal jantung adalah iskemia akibat penyakit arteria koronaria ( 70% ).
Kausa sindrom klinis gagal jantung umumnya adalah disfungsi ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kanan murni jarang, dapat terjadi akibat hipertensi pulmonal kronis, emboli paru masif.

Kausa gagal jantung kiri :
Penyakit miokardium : penyakit arteri koronaria, hipertensi, kardiomiopati, miokarditis.
Penyakit katup.
Penyakit jantung kongenital.
Penyakit perikardium.
Aritmia : takiaritmia, bradiaritmia.
Obat-obatan dengan efek inotropik negatif.
Anemia/hipoksia.

Kausa gagal jantung kanan :
Gagal jantung kiri.
Penyakit paru.

FAKTOR PENCETUS
Aritmia, infeksi emboli paru, kehamilan, anemia, konsumsi garam yang berlebihan dan kegiatan fisik yang berlebih. Dalam menangani gagal jantung sangat penting untuk mencari kemungkinan adanya faktor pencetus yang menumpang.

KRITERIA DIAGNOSA
Gagal jantung kiri :
Salah satu dari kriteria di bawah ini :
  1. Radiologik terdapat pembesaran ventrikel kiri yang mendadak.
  2. S3 atau gallop sumasi di daerah ventrikel kiri tanpa disertai regurgitasi mitral.
  3. Manifestasi kongesti paru atau edema paru disertai pembesaran ventrikel kiri.

Gagal jantung kanan :
Salah satu dari kriteria di bawah ini :
  1. Radiologik terdapat pembesaran ventrikel kanan yang mendadak.
  2. S3 atau gallop sumasi di daerah ventrikel kanan yang intensitasnya meningkat pada inspirasi.
  3. Manifestasi kongesti sistemik disertai pembesaran ventrikel kanan.

GEJALA KLINIS
Keluhan ( simptom )
Simptom biasanya merupakan gejala pertama gagal jantung. Simptom seringkali dikeluhkan sebelum gejala fisik yang tegas muncul ( karena itu pengambilan anamnesa yang teliti merupakan tindakan yang penting dalam mendeteksi gagal jantung dini atau ringan. Simptom yang sugestif gagal jantung sering menjadi stimulus untuk memulai suatu “diagnostic workup” untuk mengevaluasi ada tidaknya gagal jantung.).

Simptom gagal jantung
Simptom “backward failure”
  1. Dyspnea : sering tetapi non spesifik, awalnya terjadi saat exercise
  2. Orthopnea : sering dan cukup spesifik. Terdapat pula pada penderita paru
  3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea : sering dan sangat spesifik
  4. Edema paru : dekompensasi akut.

Simptom “forward failure”
Exertional fatique : sering tetapi non spesifik
Kelemahan umum : sering tetapi non spesifik

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik adalah salah satu kunci untuk menetapkan diagnosa dan kuantifikasi derajat gagal jantung, disamping itu dengan pemeriksaan fisik dapat menentukan kausa atau etiologi gagal jantung.

- Gagal Jantung Kiri
  • Left ventrikular lift
  • S3
  • S4
  • Rales paru
  • Efusi pleura
  • Cheyne-Stokes
  • Pulsus alternans
  • Takikardia
  • Kongesti vena sistemik

- Gagal Jantung Kanan
  • Right ventrikular heave
  • S3
  • Bendungan vena jugularis
  • P2 menguat ( bila kausa gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri )
  • Edema pretibial & pergelangan kaki
  • Hidrotoraks
  • Edema pergelangan kaki & hepatomegali

KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Gagal jantung diklasifikasi berdasarkan beratnya keluhan dan kapasitas latihan. Meskipun klasifikasi ini tidak tepat benar akan tetapi klinis bermanfaat, terutama untuk mengevaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah klasifikasi dari NYHA.

New York Heart Association Classification 1964
Class I
Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan sesak napas atau kelelahan
Class II
Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari aktivitas fisik. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas sehari-hari menimbulkan sesak napas atau kelelahan.
Class III
Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktivitas fisik yang nyata.Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan sesak napas atau kelelahan.
Class IV
Penderita penyakit jantung yang tak mampu melakukan setiap aktivitas fisik tanpa menimbulkan keluhan. Gejala-gejala gagal jantung bahkan mungkin sudah nampak saat istirahat. Setiap aktivitas fisik akan menambah beratnya keluhan.



5.PROSEDUR
PENATALAKSANAAN :
Yang ideal adalah koreksi terhadap penyakit yang mendasari, akan tetapi sering tindakan ini tidak dapat dilaksanakan.

Tujuan terapi gagal jantung
Primer :
Meningkatkan kualitas hidup
Meningkatkan harapan hidup.

Subsider :
Mengurangi keluhan
Meningkatkan kapasitas latihan
Mengurangi aktivasi neuroendokrine
Memperbaiki hemodinamik
Mengurangi aritmia
Mengurangi aktivasi neuroendokrin.

Pendekatan Pada Penderita Gagal Jantung Kongestif :
  1. Tentukan dan koreksi terhadap penyakit yang mendasari.
  2. Mengendalikan faktor-faktor pencetus atau penyulit.
  3. Tentukan derajat gagal jantung.
  4. Mengurangi beban jantung ( mengurangi aktivitas fisik dan berat badan ).
  5. Memperbaiki kontraktilitas ( fungsi ) miokard.
  6. Koreksi terhadap retensi garam dan air.
  7. Evaluasi apakah ada kemungkinan dilakukan koreksi bedah
  8. Terapi medikal :
  • Kurangi beban jantung
  • Restriksi konsumsi garam
  • Restriksi air
  • Diuretika
  • Vasodilator/inhibitor ACE

Terapi gagal jantung terdiri atas :
1. Terapi spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung ( revaskularisasi pada PJK, penggantian katup untuk penyakit katup yang berat ).
2. Terapi non spesifik terhadap sindroma klinis gagal jantung.

Dasar-dasar terapi Gagal Jantung Kongestif
Masalah
Terapi

Preload meningkat

Restriksi garam, diuretika, venodilator

Curah jantung rendah, tahanan vaskuler sistemik meningkat

Arteriolar dilator/inhibitor ACE

Kontraktilitas menurun

Obat inotropik positif

Frekwensi denyut jantung cepat

Fibrilasi atrial

Takikardia sinus

Tingkatkan blok Atrio-Ventrikuler

Perbaiki kemampuan ventrikel kiri



Sediaan digitalis

Nama Sediaan

Dosis Digitalisasi

Dosis Pemeliharaan

Mulai bekerja

Lama bekerja

1. Digoxin (Lanoxin) 0,25 mg/tablet

1,5 – 3 mg, diselesaikan dalam 3 – 4 hari

0,125 – 0,5 ml/hari

4 – 6 jam

2 – 6 hari

2. Deslanoside (Cedilanid-D) 0,4 mg/ampul 2 ml.

1,6 mg, diselesaikan dalam 24 jam

0,2 – 0,4 mg/hari

1 – 2 jam

3 – 6 hari


Sediaan Diuretika

Jenis Diuretik

Kemasan
Dosis Awal

Dosis Pemeliharaan

DIURETIKA RINGAN

1. Hidroklorotiazid (HCT)

2. Klortalidon (Hygroton)

POTASSIUM SPARING DIURETICS

Spironolakton (Aldactone)

DIURETIKA KUAT

Furosemide (Lasix, Impugan, Naclex, dll)


25 dan 50 mg/tab.


50 mg/tablet



25 dan 100 mg/tab.




20 mg/ampul 2 ml


25 – 50 mg/hari


50 mg/hari



75 mg/hari




20 – 80 mg/hari


25 – 50 mg/hari


25 – 50 mg/hari



25 – 100 mg/hari




0 –40 mg/hari


Sediaan Vasodilator

Jenis Vasodilator Arterial

Kemasan
Dosis
Efek samping

1. Kaptopril (Capoten)

25, 50, dan 100 mg/tablet

Dimulai dengan dosis 6,25 – 12,5 mg ditingkatkan sampai 70 – 100 mg/hari, diberikan 1 jam sebelum makan, dibagi dalam 3 dosis.

§ Gangguan pengecapan.

§ Gatal-gatal.

§ Neutropenia.

§ Proteinuria.

2. Nifedipin (Adalat)

10 mg/tablet

30 – 60 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis.

§ Muka merah (flushing).

§ Nyeri kepala.

§ Berdebar.

3. Prazosin (Minipress)

1 dan 2 mg/tablet

Dimulai dengan dosis kecil 0,5 – 1 mg pada malam hari, ditingkatkan secara bertahap sampai 6 – 12 mg/hr.

§ First-dose syncope.

§ Berdebar

§ Mengantuk.

§ Lemah badan.

§ Hidung buntu.

4. Hidralazine (Apresoline)

25 dan 50 mg/1 tab.

100 – 200 mg/hari dibagi dalam 3 – 4 dosis.

§ Nyeri kepala.

§ Berdebar dan angina.

§ Hipotensi postural.

§ SLE.

5. Sodium –Nitropruside (Nipride)

50 mg serbuk/vial, diencerkan dengan 500 ml D5 = 100 Ug/ml :

harus dengan infusion pump.

Botol dan selang infus harus dibungkus dengan aluminium foil untuk menghindari cahaya.

Harus larutan baru.

0,5 – 5 Ug/kg/menit atau 0,005 – 0,05 ml/kg/menit rata-rata 3 U gr/kg/menit atau 0,03 ml/kg/menit.

§ Mual, muntah.

§ Nyeri kepala.

§ Hipotensi.

§ Hindari ekstravasasi

§ Hati-hati pada gangguan hati atau ginjal.

VENOUS

Isosorbid dinitrat (Cedocard, Isordil, Isorbid, Vascardine)

5 dan 10 mg/tablet

30 – 60 mg/hari, dibagi dalam 3 – 4 dosis.

§ Nyeri kepala.

§ Hipotensi postural.


REFERENSI
  1. Braunwald E. Pathophysiology, Clinical aspects and management of heart failure in heart disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine. 4th ed. Engena Braunwald. WB Saunders Comp. Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo, 1992, pp. 393 – 519.
  2. Cardiac Failure in Clinical Cardiology. 4th ed. Maurice Sokolow, Malcolm B. Mc Illory. Lange Medical Publication/ Los Altos, California, 1986, pp. 287 – 323.
  3. 3. Schlant RC, Sounenblick. Pathophysiology of heart failure in the heart. Ed.J. Willes Hurst, Schlant RC. 7th ed. Mc. Graw Hill Information Services Company 1990, pp. 387 – 417.
  4. Spaun JF, Hurst JW. The recognition and management of heart failure. In The Heart, Ed. Jl. Willes Hurst, Schlant. RC 7th ed. Mc Graw Hill Information Services Company 1990, pp. 418 – 441.

ASUHAN KEPERAWATAN DEKOMPENSASI KORDIS

ASUHAN KEPERAWATAN DECOMPENSASI CORDIS

I. Pengertian
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price ,1995).
II.Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).

III.Patofisiologi
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:
1. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari
2. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta angina
3. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya merasa sehat jika beristirahat.
4. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dapat dilihat pada gambar DI LINK INI

Konsep Asuhan Keperawatan
A.Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
2. Sirkulasi
Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
3. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik,
4. Makanan/Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.
5. Neurosensoris
Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
Tanda: Kelemahan
6. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.
7. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda: Menunjukan kurang informasi.

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos dada
- Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung
hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.
- Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium
kiri dan pembesaran ventrikel kanan.
2. EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
3. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.

Kemungkinan diagnosa keperawatan
1.Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan atrium dan kongesti vena.
S: Mengeluh sesak, kelelahan, keletihan.
O: Perubahan EKG/disritmia, kulit dingin dan basah, cyanosis, kulit pucat dan lembab, oliguri atau anuria.
2. Resiko tinggi kelebihan volume cairan: edema berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonalis dan perpindahan cairan ke ekstra vaskuler.
S: Mengeluh badan terasa berat dan kemeng.
O: Odema.
3.Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran arteri vena dengan keterlibatan katup mitral.
S: Mengeluh lemah, cepat capek.
O: Kulit dingin, cyanosis, kapiler reffil > 3 detik.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membram kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil.
S: Mengeluh sesak nafas, batuk kering, tidak produktif dan kelelahan.
O: Oedema pada ektremitas bawah, akral dingin, cyanosis.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan demand oksigen.
S: Mengeluh sesak nafas, dispneu pada saat aktivitas.
O: Keluar keringat dingin, nyeri dada, fibrilasi arterial.
6. Resiko tinggi nyeri berhubungan dengan iskhemi jaringan miokard.
7. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan status metabolik.
8. Cemas berhubungan dengan penurunan status kesehatan dan situasi krisis.
S: Mengelah tidak bisa tidur dan istirahat.
O: Wajah nampak tegang, takikardi.
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi tentang penyakit katup jantung.
10.Gangguan pola nafas berhubungan peningkatan tekanan CO2.
S: Mengeluh sesak nafas.
O: Takipneu.
11.Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pengeluaran keringat berlebihan.
S: Mengeluh badan basah
O: Gelisah, sering mengelap badan.
12.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake, mual dan anoreksia.
S: Mengeluh mual, tidak nafsu makan.
O: Makan hanya beberapa sendok, sediaan tidak habis.
13.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
14.Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan penurunan intake fiber dan penurunan bising usus.
15.Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan dispneu.
16.Resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
17.Resiko gangguan sensorik-motorik berhubungan dengan hipoksemia.
18.Resiko terjadinya gagal ginjal akut berhubungan dengan penurunan aliran darah pada ginjal.
19.Resiko terjadinya kontraktur berhubungan pembatasan gerak, kelemahan.
20.Resiko injury berhubungan pusing dan kelemahan.

Diagnose dan Tindakan keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil.
Tujuan : Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat, PH darah normal, PO2 80-100 mmHg, PCO2 35-45 mm Hg, HCO3 –3 – 1,2
TINDAKAN
1. Kaji kerja pernafasan ( frekwensi, irama , bunyi dan dalamnya )
2. Berikan tambahan O2 6 lt/mnt
3. Pantau saturasi (oksimetri) PH, BE, HCO3 (dengan BGA)
4. Koreksi kesimbangan asam basa
5. Beri posisi yang memudahkan klien meningkatkan ekpansi paru.(semi fowler)
6. Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam
7. Lakukan balance cairan
8. Batasi intake cairan
9. Eavluasi kongesti paru lewat radiografi
10.Kolaborasi :
- RL 500 cc/24 jam
- Digoxin 1-0-0
- Furosemid 2-1-0
RASIONAL
• Untuk mengetahui tingkat efektivitas fungsi pertukaran gas.
• Untu meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
• Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas.
• Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan.
• Meningkatkan ekpansi paru
• Kongesti yang berat akan memperburuk proses perukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
• Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat meguranngi timbulnya odem sehingga dapat mecegah ganggunpertukaran gas.Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.

2.Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan atrium dan kongesti vena.
Tujuan perawatan : Stabilitas hemodinamik dapat dipertahanakan dengan kriteria : (TD > 90 /60 ), Frekwensi jantung normal,

TINDAKAN
1. Pertahankan pasien untuk tirah baring
2. Ukur parameter hemodinamik
3. Pantau EKG terutama frekwensi dan irama.
4. Pantau bunyi jantung S-3 dan S-4
5. Periksa BGA dan saO2
6. Pertahankan akses IV
7. Batasi Natrium dan air
8. Kolaborasi :
- ISDN 3 X1 tab
- Spironelaton 50 –0-0
RASIONAL
• Mengurangi beban jantung
• Untuk mengetahui perfusi darah di organ vital dan untuk mengetahui PCWP, CVP sebagai indikator peningkatan beban kerj a jantung
• Untuk mengetahui jika terjadi penurunan kontraktilitas yang dapat mempengaruhi curah jantung.
• Untuk mengetahui tingkat gangguan pengisisna sistole ataupun diastole
• Untuk mengetahui perfusi jaringan di perifer
• Untuk maintenance jika sewaktu terjadi kegawatan vaskuler.
• Mencegah peningkatan beban jantung
• Meningkatkan perfisu ke jaringan
• Kalium sebagai salah satu komponen terjadinya konduksi yang dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot jantung.

b. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Tujuan: Kulit hangat dan kering klien memperlihatkan perbaikan status mental
TINDAKAN
1. Kaji status mental klien secara teratur
2. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis secara teratur.
3. Kaji kualitas peristaltik k/p pasang sonde
4. Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas
5. Ukur tanda vital, periksa lab : Hb, Ht, BUN, Sc, BGA sesuai peasanan.
RASIONAL
• Mengetahui derajat hipoksia pada otak
• Mengetahui derajat hipsemia dan peningkatan tahanan perifer
• Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran cerna. serta dampak penurunan elektrolit.
• Sebagai dampak gagal jantung, kanan jika berat akan ditemuka adanya tanda kongesti
• Untuk mengetahui keadekuatan fungsi dan vaskulrasisai sescara keseluruhan. Jika terjadi dekompensasi ditambah komlikasi Hb rendah, Ht tinggi akan memeperberat gangguan perfusi. Gangguan perfusi yang berat (PCO2 tinggi) akan mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga ginjal dapat mengalami gangguan fungsi yang dapat dimonitir dari peningkatan kadar BUN, Sc.


c. Kelebihan volume cairan b.d kongesti vaskuler pulmonalis dan perpindahan cairan ke ekstra vaskuler.
Tujuan : haluaran urin adekuat akan dipertahankan dengan diuretika ( > 30 ml /jam ), tanda-tanda odem paru atau ascites tidak ada
TINDAKAN
1. Kaji tekanan darah
2. Kaji distensi vena jugularis
3. Timbang BB
4. Beri posisi yang membantu drainage ektremitas, lakukan latihan gerak fasif,
5. Evaluasi kadar Na. Klien, Hb dan Ht.
RASIOANAL
• Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
• Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
• Kelebihan BB dapat diketahui dari peningkatan BB yang ekstrim akibat terjadiny penimbunan cairan ekstra seluler.
• Meningkatkan venus return dan mendorong berkurangnya edema perifer.
• Dampak dari peningkatan volume cairan akan terjadi hemodelusi sehingga Hb turun, Ht turun.

d. Resiko tinggi intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplay dan demand oksigen.
Tujuan : Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala – gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
TINDAKAN
1. Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.
2. Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien
3. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
4. Evaluasi tanda vital saat kemajuan akitivitas terjadi
5. Berikan waktu istirahat diatara waktu aktivitas
6. Pertahankan penambahan O2 sesuai pesanan
7. Selama aktivitas kaji EKG, dispnoe, sianosis, kerja nafas dan frekwensi nafas serta keluhan subyektif.
8. Berikan diet sesuai peasanan (pembatasan air dan Na ).
RASIONAL
• Untuk mengurangi beban jantung.
• Untuk meningkatkan venus return
• Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venus return.
• Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.
• Untuk mendapatkan cukup waktu qresolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
• Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan
• Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
• Untuk mencegah retensi cairan dan odem akibat penurunan kontraktilitas jantung.

e. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi b.d nafsu makan menurun dan intake kurang.
Tujuan : Setelah di rawat selama 3 hari klien mau makan, porsi makanan yang disediakan habis.
PERENCANAAN
1. Jelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan dengan kondisi klien saat ini.
2. Anjurkan agar klien makan –makanan yang disediakan di RS.
3. Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diit TKTPRG
RASIONAL
- Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti aturan.
- Untuk menghindari makanan yang justeru dapat menggaggu proses penyembuhan klien.
- Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat perbaikan kondisi serta mengurangi beban kerja jantung.

f. Cemas b.d hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit serta penanganan yang akan didapatkan.
Tujuan : Setelah di rawat kecemasan berkurang
Kriteria : Tidur 6-8 jam/hari, gelisah hilang, klien kooperatif dengan petugas dan tindakan yang diprogramkan.
TINDAKAN
Senin, 28 Januari 2002 - Lakukan pendekatan dan komunikasi.
1. Berikan penjelasan tentang penyakit, penyebab serta penanganan yang akan dilakukan.
2. Tanyakan keluhan dan masalah psikologis yang dirasakan klien saat ini.
3. Kolaborasi
- Activan 2 X 1
RASIONAL
- Untuk membina saling percaya
- Untuk memberikan jaminan kepastian tentang, langkah-langkah tindakan yang akan diberikan sehingga klien dan keluarga lebih pasti.
- Untuk dapat menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi klien sehingga dapat mengurangi beban psikologis klien.
- Sebagai anti cemas

DAFTAR PUSTAKA
Tabrani, (1998), Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung
Guyton, (1991), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta
Barbara Engram, (1995), Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta
Dongoes M.E, Marry F, Alice G (1997) Nursing Care Plans, F.A davis Company, Philadelphia.
Carpennito L.J (1997), Nursing Diagnosis, JB. Lippincot, New York
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik, Penerbit EGC, Jakarta.
Price Sylvia A ( 1993) , Patofisiologi, Penerbit EGC, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN INFARK MYOCARD ACUT

PENGERTIAN: Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.Fisiologi Sirkulasi Koroner:LMCA memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium kiri. RCA memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan.Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh RCA daripada LMCA. (cabang

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ANGINA PECTORIS

PENGERTIAN: Angina Pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat didada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnyaETIOLOGI: Angina Pectoris disebabkan oleh karena berkurangnya

Bahaya Energy Drinks

Kandungan utama minuman yang juga disebut "smart drink" ini adalah kafein. Bila diminum dalam takaran normal bagi orang yang sehat, tidak jadi masalah. Namun, bagi mereka yang berisiko mengidap penyakit jantung, minuman jenis ini sebaiknya tidak dikonsumsi. Mengapa?

Mengandung Kafein

Ya, sekarang banyak sekali beredar di pasaran beraneka merek jenis minuman yang di Barat orang menyebutnya sebagai energy drinks. Ada juga yang menjulukinya "smart drinks" karena bikin yang meminumnya merasa lebih cerdas (baca: segar).

Mengapa bikin segar? Karena minuman tersebut mengandung kopi (caffeine), selain taurine, gula, dan suplemen vitamin. Buat orang sehat, minum kopi selain menyegarkan, tentu tidak membahayakan kesehatan, asal porsinya tidak berlebihan.

Rata-rata energy drinks mengandung kafein dan taurine 100 mg. Takaran kopi dosis itu masih dalam batas tidak membahayakan. Seperti minuman keras, kopi bukan barang berbahaya jika diminum secukupnya. Selain menyegarkan, kopi juga ada sisi manfaatnya. Ia sekelompok dengan teh dan cola.

Yang perlu diwaspadai bila kopi dikonsumsi mereka yang sudah mengidap penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), atau yang berisiko memasuki kelompok penyakit itu, yaitu yang memiliki orangtua, saudara kandung dengan penyakit itu, atau kencing manis, kegemukan, perokok, dan stres berat.

Pilih penyegar lain

Walaupun belum mengidap jantung dan atau darah tinggi, baru sekadar berisiko terkena penyakit itu pun sebaiknya menjauhkan diri dari kopi, apalagi alkohol dan sejenisnya. Mengapa?

Karena kopi, seperti juga alkohol, akan meninggikan tekanan darah, selain berpotensi mengacaukan detak jantung. Bila sudah mengidap kedua penyakit itu, minum kopi jelas buruk akibatnya, sehingga sebaiknya dijauhi.

Awal bulan April ini seorang dokter dari Henry Ford Hospital Detroit, AS, Dr. James S.Kalus, mengingatkan bahaya energy drinks yang berisi kopi, kendati hanya 100 mg saja. Apalagi bila lebih dari itu, sebaiknya tidak dikonsumsi. Dalam 500 mililiter energy drinks rata-rata terkandung 100 mg kafein, takaran tertinggi agar efeknya tidak berbalik jadi buruk.

Saran saya, hentikan kebiasaan itu. Rasa segar bisa diperoleh dengan cara lain yang lebih menyehatkan, antara lain berjalan kaki tergopoh-gopoh rutin setiap hari 40-45 menit. Kafein benar memberikan sensasi segar karena menderaskan aliran darah dengan memacu degup jantung, dan tekanan darah dibuat meninggi.

Untuk mencapai kondisi itu sebetulnya dapat dengan bergiat fisik. Orang yang tidak terbiasa beraktivitas fisik merasa lebih segar dipacu oleh kimiawi kafein dalam kopi. Kopi selain menyegarkan, sekali lagi, kafein yang dikandungnya menyimpan bahaya. Serangan jantung sehabis minum energy drinks bisa saja tercetus bila bakat untuk itu sudah ada di badan sejak lama. Salam.

Oleh:
Dr. Handrawan Nadesul
Dokter Umum

Sumber: Senior

Kamis, 04 Juni 2009

Terapi/Pengobatan alternatif nyeri/sakit punggung; Acupuncture, Obat herbal dan pijat

Apabila anda mengalami nyeri/sakit punggung, anda mempunyai beberapa pilihan bentuk pengobatan, termasuk pengobatan alternatif. Dokter anda mungkin memberikan saran pengobatan seperti acupuncture, herbal terapi atau pijat/massage sebagai bagian dari rencana, pilihan dan tambahan pengobatan sakit punggung. Beberapa pilihan tersebut disebut “alternative” karena pilihan yang disebutkan diatas adalah suatu alternatif untuk pengobatan tradisional (traditioanl medicine), yang secara umum pengobatan medis diartikan sebagai medication/obat-obatan, injeksi/suntik/injection dan bedah/surgery.

Banyak pasien mengatakan bahwa pengobatan alternatif bisa membantu meringankan nyeri punggung, mungkin anda juga ingin mencoba beberapa pengobatan alternatif berikut ini:

Acupuncture atau Acupressure.

Pengobatan alternatif ini dikembangkan di cina. Para praktisi Acupuncture atau Acupressure percaya bahwa kita mempunyai kekuatan energi yang disebut Chi ( juga bisa dieja dengan kata Qi, tapi kedua bentuk tersebut dinyatakan “CHEE”). Pada saat kekuatan Chi ini terblok/terhalangi, maka dalam tubuh anda dapat berkembang penyakit-penyakit fisik, seperti nyeri/sakit punggung. Oleh sebab itu, anda perlu membebaskan saluran-saluran Chi dalam tubuh anda. Acupuncture dan acupressure berfungsi mengembalikan, memperbaharui, memperbaiki kesehatan dan aliran energetic dari Chi.

Acupuncture menggunakan jarum-jarum yang sangat bagus, dan para praktisi Acupuncture memasukkan jarum-jarum tersebut kedalam titik-titik yang tepat dalam bagian meridian tubuh-tempat persisnya ditentukan oleh dimana terjadinya gejala. Jarum-jarum, tanpa kandungan obat medis, tertinggal didalam selama 20-40 menit. Penelitian menunjukkan bahwa masuknya jarum-jarum menyebabkan tubuh anda mengeluarkan bahan-bahan kimia neuron (neurochemicals) tertentu, seperti endorphins, dan hal itu membantu dalam proses penyembuhan.

Acupressure bekerja atau berfungsi hampir sama dengan prinsip kerja dan fungsi acupuncture, bedanya adalah para praktisi acupressure menggunakan ibu jari, jari-jari, dan siku-siku mereka untuk mencapai titik-titik Chi yang spesifik dalam tubuh anda.

Obat herbal.

Sebelum anda mencoba pengobatan dengan obat herbal dalam bentuk apapun, lakukan penelitian atau pengamatan dan konsultasikan dengan dokter tentang obat herbal yang anda amati. Mungkin terdapat efek-efek samping yang tidak anda perhatikan dan ketahui, suatu contoh misalnya suatu bentuk obat herbal dapat mengganggu atau bertentangan dengan obat-obat yang anda konsumsi dari resep dokter.

Beberapa pengobatan herbal yang mungkin bisa anda coba dan pertimbangkan untuk penyembuhan nyeri/sakit punggung antara lain:
  1. Krim/ Cream Capsaicin:

  2. Capsaicin adalah terbuar dari lada/merica-cabe yang mana panas, dan dapat juga untuk mengurangi nyeri. Obat herbal ini hanya mengurangi nyeri secara temporer, sehingga anda perlu selalu menggunakannya kembali saat dibutuhkan, mungkin bisa 4-5 kali penggunaan tiap harinya. Mungkin memerlukan waktu beberapa minggu bagi penderita untuk merasakan efek pengurangan nyeri yang signifikan dari obat herbal capsaicin cream, jadi hanya karena obat ini tidak segera bekerja, jangan menyerah untuk menggunakannya.

  3. Devil's Claw

  4. Devil's Claw berasal dari afrika utara, dimana obat ini telah digunakan selama berabad-abad untuk mengobati demam, arthritis, dan gangguan gastrointestinal atau saluran pencernaan. Saat ini, Devil's Claw digunakan untuk kondisi-kondisi yang menyebabkan inflamasi/peradangan dan nyeri, seperti osteoarthritis. Anda dapat meminum obat ini dalam bentuk kapsul.

  5. White Willow Bark

  6. Di eropa White willow menjadi pemrakarsa berkembangnya aspirin. Apabila anda tidak ingin meminumnya dalam bentuk synthetic (aspirin dapat mengiritasi perut), gunakan bentuk White Willow Bark. White Willow Bark digunakan pada kondisi-kondisi yang menyebabkan nyeri atau inflamasi, seperti osteoarthritis. Obat herbal ini dapat juga mengurangi nyeri pada sakit punggung akut.
Pijat

Sebuah survey pada awal tahun 2008 di Spine University menunjukkan bahwa pasien-pasien nyeri/sakit punggung merasa sangat puas dengan pijat/massage sebagai suatu pilihan pengobatan nyeri punggung (rating kepuasan pasien tertinggi kedua). Dengan mempertimbangkan bahwa banyak kasus nyeri punggung yang disebabkan karena terlalu banyak beban dan ketegangan otot, massage/pijat merupakan kabat yang baik dan pilihan pengobatan yang bermanfaat. Pijat dapat membantu membebaskan ketegangan/kekauan otot dan mengurangi inflamasi otot dan nyeri.

Seminar Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN

Seminar Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas/Community Mental Health Nursing (CMH) RS Grhasia Propinsi DIY Sabtu 20 Juni 2009
Logo Rumah sakit Grhasia

LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa masyarakat telah menjadi bagian dari masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Berbagai masalah multi-dimensional yang masih dan akan terus dihadapi masyarakat menyangkut masalah ekonomi, bencana alam, wabah penyakit merupakan factor pencetus terjadinya masalah pada kesehatan jiwa masyarakat Indonesia. Masalah kesehatan jiwa di masyarakat dampaknya sangat luas dan kompleks. Meskipun secara tidak langsung menyebabkan kematian, namun akan mengakibatkan si penderita gangguan jiwa menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga dan lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Pelayanan keperawatan jiwa selama ini berfokus pada pelayanan di rumah sakit, dimana pelayanan tersebut dapat dikatakan bersifat pasif yaitu menunggu masyarakat yang datang ke rumah sakit. Pelayanan berbasis rumah sakit tidak dapat menjangkau masyarakat yang sehat dan yang berisiko sehingga masyarakat menjadi rentan terhadap masalah/gangguan kesehatan jiwa.


Visi Rumah Sakit Grhasia adalah “ Menuju Rumah Sakit Unggulan Khusus Pelayanan Psikiatri dan Napza di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah Pada Tahun 2008”. Salah satu upaya untuk mencapai visi tersebut adalah mewujudkan peningkatan pelayanan kesehatan jiwa melalui Tri Upaya Bina Jiwa yang bermutu, meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sejalan dengan paradigma sehat yang dicanangkan Departemen Kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif dan berorientasi pada upaya pencegahan (preventif) dan promotif maka penanganan masalah kesehatan jiwa telah tergeser dari hospital base menjadi community base psychiatric services. Melalui pelaksanaan program-program yang dimiliki unit kesehatan jiwa masyarakat, RS Grhasia telah turut berkontribusi dalam mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas.
Pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas merupakan strategi yang terbaik untuk dapat mencapai masyarakat yang sehat tetap sehat, yang berisiko dapat dicegah agar tidak terjadi gangguan, dan yang mengalami gangguan menjadi sembuh dan produktif kembali.
Perawat yang bertugas di rumah sakit jiwa merupakan sumber daya kesehatan yang vital karena sangat berperan dalam upaya peningkatan mutu kesehatan jiwa masyarakat. Namun untuk bisa memberikan pelayanan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat perlu adanya kerjasama lintas sektoral termasuk melibatkan peran serta masyarakat itu sendiri karena sumber daya masyarakat merupakan aspek yang paling vital untuk melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat.
Agar perawat dapat berperan secara optimal dalam pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas ini, diperlukan pengetahuan dasar tentang konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Untuk itu PPNI komisariat RS Grhasia akan menyelenggarakan seminar sehari dengan tema : 
"Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas".


TUJUAN
1. Umum
Meningkatkan pengetahuan perawat tentang keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
2. Khusus
a. Memahami konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
b. Memahami pengorganisasian sumber daya kesehatan
c. Memahami pengorganisasian sumber daya masyarakat


JUMLAH PESERTA
Peserta seminar adalah perawat RS pemerintah/swasta, puskesmas, institusi pendidikan, mahasiswa keperawatan. Jumlah peserta Terbatas 100 orang


WAKTU DAN TEMPAT PENDAFTARAN
Pendaftaran dimulai tanggal 1 Juni 2009 sampai dengan Jumat 19 Juni 2009
Contact person pendaftaran :
  • Yunita 0274-6914346
  • Puji Hastuti 085228390165
  • Tyas 0274-6638005
WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Seminar akan diselenggarakan pada :
Hari / tanggal: Sabtu / 20 Juni 2009
Jam : 08.30 – 13.00 WIB
Tempat : RS Grhasia Provinsi DIYJl. Kaliurang Km 17, Pakem, Sleman, Yogyakarta.

NARA SUMBER
Pembicara dalam seminar ini adalah :
1. Maryono Sedyowinarso, S.Kp. M.Kes
2. Puji Sutarjo, S.Kep. Ns
3. Akrim Wasniyati, S.Kep. Ns

PROSEDUR PENATALAKSANAAN SHOCK ANAFILACTIC



PROSEDUR PENATALAKSANAAN
SHOCK ANAFILAKTIK


1. Definisi
Shock anaphylactic adalah suatu syndroma klinis yang ditandai dengan adanya hipotensi, tacycardia, kulit yang dingin, pucat basah, hiperventilasi, perubahan status mental, penurunan produksi urine yang diakibatkan oleh reaksi anafilaksis
2.Prosedur
PERSIAPAN
- Alat :
 Tensimeter
 Disposable spuit
 Kanula vena
 Infusion set
 Tabung oksigen beserta regulator dan flowmeter
 Nasal prong atau masker beserta slang
 Ambu bag

- Obat ;
 Adrenaline
 Obat-obat simpatomimetik seperti : Ephedrine, Dopamin
 Anti histamin : Delladryl
 Corticosteroid
 Cairan kristaloid : RL, PZ
 Cairan koloid : Dextran, Expafusin

- Petugas :
 Kewaspadaan yang tinggi
 Pengetahuan tenyang mekanisme shock anafilaksis
dan farmakologi obat-obat yang digunakan
 Ketrampilan untuk :
 Melakukan penyuntikan intra vena, sub lingual,
transtracheal
 Melakukan resusitasi




PENATALAKSANAAN
1. Baringkan penderita dalam posisi shock yakni tidur terlentang dengan tungkai lebih tinggi dari kepala pada alas yang keras
2. Bebaskan jalan nafas
3. Tentukan penyebab dan lokasi masuknya bahan alergen
4. Bila masuk melalui ekstremitas pasang torniquette
5. Berikan Adrenalin 1 : 1000 sebanyak 0,25 ml sub cutane
6. Monitor pernafasan dan hemodinamika
7. Berikan suplemen oksigen
8. Untuk kasus yang sedang berikan Adrenalin 1 : 1000 sebanyak 0,25 ml intra muskuler
9. Bila berat berikan Adrenalin 1 : 100- sebanyak 2,5 – 5 ml intra vena
10.Bila vena colaps berikan Adrenalin sub lingual atau trans tracheal
11.Berikan Aminophillin 5 – 6 mg/ kg BB Iv bolus diikuti 0,4 – 0,9 mg/kg BB/ menit per drip ini untuk bronchospasme yang persisten
12.Berikan cairan infus dengan berpedoman pada kadar hematokrit
13.Monitor hemodinamika dan pernafasan
14.Bila tidak membaik rujuk ke intitusi yang lebih tinggi


CATATAN
Rumus Hematocrit adalah :

Hct : RBCV / TBV : RBCV /( PV + RBCV )

Dimana :
Hct : hematocrit TBV : total blood volume
RBCV : red blood cell volume PV : plasma volume

3.Referensi
a.Prosedur Tetap Standar Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1996.
b.Bambang Wahyuprayitno. Shock Anafilaktik. Kumpulan Makalah Pelatihan PPGD bagi Dokter. Surabaya. 1996.