• home

ASUHAN KEPERAWATAN

  • HOME
  • DOWNLOAD ASUHAN KEPERAWATAN
  • Cara Mendapatkan Password

Kamis, 26 Agustus 2010

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKLETAL

di 16.10 Label: adventure1331 , ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKLETAL
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo)
dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh
yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik
(gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang -tulang yang
memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisiAnatomi Sistem Muskuloskeletal

Definisi

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo)
dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh
yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik
(gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang -tulang yang
memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi.

1. Kerangka tubuh
Sistem muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh.

2. Proteksi
Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).

3. Ambulasi & Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat.

4. Hemopoesis

Berperan dalam pembentukan sel darah pada red marrow.



5. Deposit Mineral

Tulang mengandung 99 % kalsium & 90 % fosfor tubuh.



Pertumbuhan Tulang

Tulang mencapai kematangannya setelah pubertas dan pertumbuhan seimbang
hanya sampai usia 35 tahun.Berikutnya mengalam i percepatan reabsorpsi sehingga
terjadi penurunan massa tulang sehingga pada usila menjadi rentan terhadap
injury. Pertumbuhan dipengaruhi hormon & mineral.

Penyusun Tulang

Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan
osteoklast serta matriks tulang. Matriks tulang mengandung unsur organik terutama
kalsium dan fosfor.

Struktur Tulang

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa (jaringan
berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaring an padat). Permukaan luar
tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan ikat (endosteum)
melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.

Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang merupakan
pusat osifikasi. Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum
mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan
pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot -otot rangka
(skelet) ke tulang dan berperan dal am memberikan nutrisi, pertumbuhan dan
reparasi tulang rusak.

Pars kompakta teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit
rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium
Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang manusia
dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak -anak maupun
bayi.Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat -
serat sehingga lebih lentur.
Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tul ang kaki dan tulang tangan.

Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang berongga seperti spon (busa).
Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel -sel darah.
Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabeku la.

Secara Mikroskopis tulang terdiri dari :

1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan ²lempengan yang
mengandung sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke
osteon).









Bentuk Tulang



Sistem skelet disusun oleh tulang -tulang yang berjumlah 206 buah.Berdasarkan



bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :



1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar,

contohnya os humerus dan os femur.









2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa carpi.













3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg u kurannya lebar, contoh: os

scapula.

4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.

5. Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contoh: os maxilla.

















































Tulang Rawan (Kartilago)

Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yg d isebut kondrosit. Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dgn substansi dasar seperti gel (berupa proteoglikans) yg basofilik. Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh menjadi tulang (keras).

Jenis Tulang Rawan

1. Hialin Cartilago : matriks mengandung seran kolagen; jenis yg paling banyak

dijumpai.

2. Elastic Cartilago : serupa dg tl rawan hialin tetapi lebih banyak serat elastin

yang mengumpul pada dinding lakuna yang mengelilingi kondrosit

3. Fibrokartilago: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur menyatu

dengan tulang rawan hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan.



Sendi (Artikulatio)

Sendi merupakan persambungan antar tulang yang menjadikan tulang menjadi fleksibel dalam pergerakan.



Jenis Sendi

Berdasarkan pergerakannya sendi dibagi menjadi :

1. Synarthroses

Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau bahkan tidak dapat bergeak sama sekali. Sendi ini dijumpai pada tulang tengkorak dimana lempeng -lempeng tulang tengkorak disambungkan oleh eleme n fibrosa.

2. Amphiarthroses

Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Jaringan berupa diskus fibrocartilage yang lebar dan pipih menghubungkan antara dua tulang. Umumnya bagian tulang yang berada pada sisi persendian dilapisi oleh tulang rawan hiali n dan struktur keseluruhan berada dalam kapsul.Beberapa contoh sendi ini adalah: sendi vertebra, dan simfisis pubis.

3. Diarthroses

Sendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada sendi –sendi ekstremitas. Dijumpai adanya celah sendi, rawa n sendi yang licin dan membran sinovium serta kapsul sendi.

Sedangkan berdasarkan strukturnya sendi dibagi menjadi :

1. Sendi Fibrosa

Sendi fibrosa dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa;

(1) Sutura diantara tulang tulang te ngkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari
suatu membran interoseus atau suatu ligamen di antara tulang. Sendi ini
mempunyai pergerakan yang terbatas.



2. Sendi Kartilago/tulang rawan



Ruang antar sendinya diisi oleh tulang rawan dan disokong oleh liga men dan hanya
dapat sedikit bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa yaitu sinkondrosis adalah
sendi sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Sendi sendi
kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang tulang
tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang dan selapis tipis
rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contoh sendi kartilago adalah
simfisis pubis dan sendi sendi pada tulang punggung.



3. Sendi Sinovial/sinovial joint

Sendi ini dilengkapi oleh kartilago yang melicinkan permukaan sendi, kapsul sendi
(kantung sendi), membran sinovial (bagian dalam kapsul), cairan sinovial yang
berfungsi sebagai pelumas dan ligamen yang berfungsi memperkuat kapsul sendi.
Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau
berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml).



Otot (Muskulus)

Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia
menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk menggerakkan
rangka. Ada 3 jenis otot yaitu otot jantung, otot polos dan otot rangka.

Otot Rangka

Otot rangka bekerja secara volunter (secara sadar atas perintah dari otak),
bergaris melintang, bercorak dan berinti banyak di bagian perifer. Secara anatomis
terdiri dari jaringan konektif dan sel kontraktil.

FungsiOtot Rangka

1. Menghasilkan gerakan rangka tubuh.
2. Mempertahankan sikap & posisi tubuh.
3. Menyokong jaringan lunak.
4. Menunjukkan pin tu masuk & keluar saluran dalam sistem tubuh.
5. Mempertahankan suhu tubuh dengan pembentukan kalor saat kontraksi.

Struktur Otot Rangka

Setiap otot dilapisi jaringan konektif yang disebut epimisium. Otot rangka disusun
oleh fasikula yang merupakan berk as otot yang terdiri dari beberapa sel otot.
Setiap fasikula dilapisi jaringan konektif yang disebut perimisium dan setiap sel
otot dipisahkan oleh endomisium.

Organisasi otot rangka terdiri dari :

1. Otot
2. Fasikula
3. Serabut Otot
4. Miofibril
5. Miofilamen

Secara mikroskopis sel otot rangka terdiri dari :

1. Sarkolema (membran sel serabut otot)

2. Miofibril (mengandung filamen aktin dan miosin)

3. Sarkoplasma (cairan intrasel berisi kalsium, magnesium, phosfat, protein & enzim.
4. Retikulum Sarkoplasma (tempat penyimpanan kalsium)
5. Tubulus T (sistem tubulus pada serabut otot)


DAFTAR PUSTAKA



http://www.scribd.com/doc/20426405/ANATOMI-MUSKULOSKELETAL

http://bina-husada.blogspot.com/2008/06/sistem-muskuloskeletal.html

Read More

abses paru

di 16.02 Label: abses paru , adventure1331
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan meliputi aspek biologi, Psikologi, sosial dan spiritual yang bersifat kompfrehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat, sakit maupun siklus manusia untuk mencapai derajat kesehatan optimal (Gaffar, 2006).

Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal perelu dilakukan pencegahan dan penanggulangan penyakit , termasuk tuberkulosis . (Junaidi, P. 2008 : 210)

Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .

Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob.
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru.


B. Tujuan Penulisan

Secara umum laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan “Abses Paru”.



BAB II

KONSEP DASAR


A. Defenisi

Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .

Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.

Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob.
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Waktu perawatan di RS yang lama

2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi

3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika.

4. Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.

5. Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai penyegaran teori yang sudah ada.


B. Etiologi

1. Infeksi karena aspirasi dari saluran napas. Mikroorganisme penyebab dapat berasal dari bermacam-macam basil dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk aerob dan aerob seperti Streptokokus, spiroketa, dll)

2. Obstruksi mekanik atau fungsional bronki (tumor, benda asing atau stenosis bronkial)

3. Nekrotisasi pneumonia,Tuberkulosis, embolisme paru atau trauma dada



PASIEN YANG BERISIKO:

1. Dengan kerusakan reflek batuk dan tidak mampu menutup glotis

2. Yang mengalami kesulitan mengunyah

3. Dengan kerusakan kesadaran karena anestesi, gangguan saraf pusat (kejang, stroke)

4. Dengan selang nasogastrik

5. Dengan pneumonia

TEMPAT ABSES

Berhubungan dengan pengumpulan akibat gaya gravitasi yang ditentukan oleh posisi klien pada waktu terjadinya aspirasi.
Dalam keadaan berbaring menuju ke subsegmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior. Abses timbul bila organisme yang masuk ke paru bersama-sama dengan material yang terhirup yang akan membuntu sal.napas dengan akibat timbulnya atelektasis dengan infeksi. bila yang masuk basil saja maka akan timbul pneumonia.


C. Patofisiologis

1. PATHOLOGI

Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis.

Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema.

2. PATHOFISIOLOGI

Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut :

a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.

b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.

c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.

Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.

d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.

Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.

D. Gambaran Klinis

1. Gejala klinis :

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:

a. Panas badan

Dijumpai berkisar 70% – 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.

b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).

c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.

- 50% kasus Nyeri dada

- 25% kasus Batuk darah

d. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.

Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

2. Gambaran Radiologis

Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau 2 – 20 cm.ftunggal dengan ukuran

Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).

3. Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5)

a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left

b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :

1. Medika Mentosa

Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.

Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.

Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.

2. Drainage

Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru.

Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.

3. Bedah

Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.

b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi

c. Infeksi paru yang berulang

d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

BAB III

TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

1. Biodata

Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat

2. Keluhan utama

Kaji adanya batuk dan sesak nafas pada klien

3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
Riwayat kesehatan sekarang

Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti batuk dan sesak nafas.

Riwayat kesehatan masa lalu

Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.Riwayat penyakit yang perna dialami

Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.


Riwayat kesehatan keluarga

Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.



4. Pola aktivitas sehari-hari

Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.



5. Pemeriksaan fisik, meliputi :

Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu.

Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya

Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.

Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus

Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor

Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal

Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya

Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi

Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.

Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.

Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear

6. Data lain-lain

Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.

7. Data psikososial

Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.

8. Status sosio-ekonomi

Kaji masalah finansial klien

9. Data spiritual

Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelestasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, tebal, edema bronkial.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk / produksi spuntum, dispnea, kelemahan, anoreksia, ketidak cukupan sumber keuangan, ditandai dengan berat badan dibawah 10% - 20% ideal untuk bentuk tubuh dan berat, melaporkan kurang tertarik pada makanan, gangguan sensasi pengecap, tonus otot buruk.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenal kondisi, aturan tindakan dan pencegahan, berhubungan dengan kurang terpajan pada/salah interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi yang dda ditandai dengan permintaan informasi, menunjukkan kesalahan konsep tentang status kesehatan, kurang atau tak akurat mengikuti instruksi/prilaku, menunjukkan atau memperlihatkan perasaan terancam.

C. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelestasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, tebal, edema bronkial.
Tujuan : Tidak terjadinya kerusakan pertukaran gas
K/H : Penurunan dispnea
Intervensi:
- Kaji dispnea, takipnea, tak normal / menurunya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan
- Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kukus
- Dorong untuk bernafas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
- Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
- Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasionalisasi :
- Efek pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distres pernafasan
- Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jaringan
- Membuat tahanan melawan udara, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan /menurunkan nafas pendek
- Dapat menurunkan konsumsi/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dan menurunkan beratnya gejala
- Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunya permukaan alveolar paru.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk / produksi spuntum, dispnea, kelemahan, anoreksia, ketidak cukupan sumber keuangan, ditandai dengan berat badan dibawah 10% - 20% ideal untuk bentuk tubuh dan berat, melaporkan kurang tertarik pada makanan, gangguan sensasi pengecap, tonus otot buruk.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi
K/H :
- Nafsu makan meningkat
- Berat badan bertambah
- Tonus otot baik
Intervensi :
- Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, riwayat mual/muntah atau diare
- Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik
- Berikan perawatan mulit sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
- Dorong makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
- Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasionalisasi :
- Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat
- Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan
- Menurunkan rasa tak enak karena sisa spuntum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah
- Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan-makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster
- Memberikan bantuan dalam perencanaan diet yang nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dari diet.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenal kondisi, aturan tindakan dan pencegahan, berhubungan dengan kurang terpajan pada/salah interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi yang dda ditandai dengan permintaan informasi, menunjukkan kesalahan konsep tentang status kesehatan, kurang atau tak akurat mengikuti instruksi/prilaku, menunjukkan atau memperlihatkan perasaan terancam.
Tujuan : Klien mengetahui/mengerti kondisi dan penyakitnya
K/H : Klien tahu mengenal kondisi tindakan dan pencegahan
Intervensi :
- Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh : tingkat takut, masalah, kelemahan, tingkat partisipasi
- Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat
- Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan takut/masalah, jawab pertanyaan secara nyata, catat lamanya penggunaan penyangkal
- Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama. Kaji potensial interaksi dengan obat/substansi lain.
Rasionalisasi :
- Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu
- Informasu tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi, pengulangan menguatkan belajar
- Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas ketidakadekuatan keuangan / penyangkalan lama dapat mempengaruhi komping dengan / manajemen tugas untuk meningkatkan / mempertahankan kesehatan
- Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.


D. Pelaksanaan
Proses implementasi / pelaksanaan merupakan langkah keempat yang dilaksanakan sesuai yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Pada pelaksanaan rencana tindakan terdapat jenis tindakan yaitu tindakan mandiri dan kolaborasi.


E. Evaluasi
Evaluasi dalah bagian terakhir dari proses keperawatan sesuai tahap proses keperawatan (diagnosa, tujuan, intervensi) harus di evaluasi. Kemungkinan hasil yang dapat terjadi dari hasil evaluasi adalah :
- Masalah pasien dapat teratasi sebagian
- Masalah pasien sama sekali tidak dapat teratasi
- Kemungkinan timbul masalah baru

BAB IV
P E N U T U P

A. Kesimpulan

Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi.

Diagnosa yang mungkin muncul adalah : Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelestasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, tebal, edema bronkial, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk / produksi spuntum, dispnea, kelemahan, anoreksia, ketidak cukupan sumber keuangan dan Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenal kondisi, aturan tindakan dan pencegahan, berhubungan dengan kurang terpajan pada/salah interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi.

B. Saran
Saran – saran yang ingin disampaikan penulisan adalah :
- Dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien sebaiknya dibuat rencana tindakan sesuai dengan prioritas masalah yang akan diatasi terlebih dahulu agar masalah pasien dapat teratasi dengan baik.
- Dalam merawat pasien diperlukan adanya kerjasama yang baik antara keluarga dengan perawat dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari pasien, seperti : makan, minum, mandi, eliminasi, dll, karena dengan adanya hubungan yang baik akan lebih mudah perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA


Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 2006, 136 – 41.



Carpenito L. S, Diagnosa keperawata, Edisi 6, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008



Doenges E. Marilynn, Pedoman Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 3, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.



Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid I, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta, 2009.
Read More

aborsi - otonomi - eutanasia

di 15.55 Label: aborsi - otonomi - eutanasia , adventure1331
Aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan ituAbortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan.

Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.Indonesia, namun terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis (Gunawan, 2000).

B. Aborsi ditinjau dari Tiga Sudut Pandang

Aborsi tetap menjadi masalah kontroversial, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga sudut pandang hukum dan agama. Artikel berikut ini bertujuan untuk mengupas masalah aborsi ditinjau dari ketiga sudut pandang tersebut serta perkembangan terakhir dalam rangka mewujudkan aborsi aman di Indonesia.

1. Sudut pandang kesehatan

Dalam beberapa kepustakaan, terminologi yang paling sering digunakan untuk hal ini adalah keguguran (miscarriage). Sedangkan abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Istilah yang sering digunakan untuk peristiwa ini adalah aborsi, pengguguran, atau abortus provokatus. Dalam artikel ini istilah yang digunakan dalam konteks ini adalah aborsi. Aborsi biasanya dilakukan atas indikasi medis yang berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada ibu, misalnya tuberkulosis paru berat, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, hipertensi, penyakit hati menahun (JNPK-KR, 1999).

Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis (Gunawan, 2000). Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan mu-dahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan (Wijono, 2000).

Held dan Adriaansz sebagaimana dikutip dari Wijono (2000), mengemukakan hasil meta analisis tentang kelompok risiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan aborsi tidak aman berdasarkan persentasenya, yaitu:

1) kelompok unmet need dan kegagalan kontrasepsi (48%);

2) kelompok remaja (27%);

3) kelompok praktisi seks komersial;

4) kelompok korban perkosaan, incest dan perbudakan seksual (9%).


2. Sudut pandang hukum

Menurut Sumapraja dalam Simposium Masalah Aborsi di Indonesia yang diadakan di Jakarta pada tanggal 1 April 2000
menyatakan adanya terjadinya kontradiksi dari isi Undang-undang No. 23/1992 pasal 15 ayat 1 sebagai berikut : "Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya* dapat dilakukan tindakan medis tertentu**."

Hal yang dapat dijelaskan dari isi Undang-undang tersebut adalah : kalimat untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya merupakan pernyataan cacat hukum karena kalimat tersebut sepertinya menjelaskan bahwa pengguguran kandungan diartikan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janinnya. Padahal, pengguguran kandungan tidak pernah diartikan sebagai upaya untuk menyelamatkan janin, malah sebaliknya.

**) penjelasan Pasal 15: "Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dasar hukum tindakan aborsi yang cacat hukum dan tidak jelas itu menjadikan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan aborsi rentan di mata hukum.

3. Sudut pandang agama

Ada berbagai pendapat ulama Islam mengenai masalah aborsi ini. Sebagian berpendapat bahwa aborsi yang dilakukan sebelum 120 hari hukumnya haram dan sebagian lagi berpendapat boleh. Batasan 120 hari dipakai sebagai tolok ukur boleh-tidaknya aborsi dilakukan mengingat sebelum 120 hari janin belum ditiupkan ruhnya yang berarti belum bernyawa. Dari ulama yang berpendapat boleh beralasan jika setelah didiagnosis oleh dokter ahli kebidanan dan kandungan ternyata apabila kehamilan diteruskan maka akan membahayakan keselamatan ibu, maka aborsi diperbolehkan. Bahkan bisa menjadi wajib jika memang tidak ada alternatif lain selain aborsi. Dengan demikian, apabila dari sudut pandang agama saja aborsi diperbolehkan dengan alasan kuat seperti indikasi medis, maka sudah sepatutnyalah apabila landasan hukum aborsi diperkuat sehingga tidak ada keraguan dan kecemasan pada tenaga kesehatan yang berkompeten melakukannya.


4. Upaya yang dilakukan saat ini

Berbagai upaya telah dicoba untuk dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Forum Kesehatan Perempuan (FKP) yang terdiri dari aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), praktisi hukum, peneliti senior, pengurus/anggota organisasi profesi adalah dengan mengadakan pertemuan intens yang bertujuan akhir untuk mengamandemen Undang-undang Ke-sehatan Nomor 23 tahun 1992 pasal 15. Sementara itu untuk mencapai tujuan akhir tersebut, upaya saat ini difokuskan untuk menyusun Surat Keputusan Menteri Kesehatan (SK Menkes) tentang batasan pelayanan aborsi yang aman dengan memasukkan kriteria, yaitu antara lain:

1) usia kandungan dibawah 12 minggu

2) di rumah sakit yang ditunjuk

3) oleh dokter yang bersertifikat

4) konseling pra dan pasca aborsi

5) biaya yang terjangkau

Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:

1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.

2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.

3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.

4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.

5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.

6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.

Tahapan-tahapan aborsi spontan dibagi menjadi:

1. Aborsi iminens, yaitu adanya tanda-tanda perdarahan yang mengancam adanya aborsi, di mana janin sendiri belum terlepas dari rahim. Keadaan seperti masih dapat diselamatkan dengan pemberian obat hormonal serta istirahat total.

2. Aborsi insipiens, yaitu aborsi yang sedang berlangsung, di mana terjadi perdarahan yang banyak disertai janin yang terlepas dari rahim. Jenis seperti ini biasanya janin sudah tidak dapat lagi diselamatkan.

3. Aborsi inkomplitus, yaitu sudah terjadi pembukaan rahim, janin sudah terlepas & keluar dari dalam rahim namun masih ada sisa plasenta yang menempel dalam rahim, & menimbulkan perdahan yang banyak sebelum akhirnya plasenta benar-benar keluar dari rahim. Pengobatannya harus dilakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta ini.

4. Aborsi komplitus, yaitu aborsi di mana janin & plasenta sudah keluar secara lengkap dari dalam rahim, walaupun masih ada sisa-sisa perdarahan yang kadang masih memerlukan tindakan kuretase untuk membersihkannya.

Tahapan-tahapan aborsi buatan dibagi menjadi:

1. Aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) adalah pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat-syarat medis & cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan, biasanya karena alasan medis untuk menyelamatkan nyawa/mengobati ibu.
2. Aborsi provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati ibu, dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak memenuhi syarat & cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan. Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.

Di Indonesia adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi & penyebabnya dapat dilihat pada: -KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 348:

Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347:

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.

Pasal 348:

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.

UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.

UU Kesehatan, pasal 15 ayat 1&2:

(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.

b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan untuk itu & dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.

d. Pada sarana kesehatan tertentu.

Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:

(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang, karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan & norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.

(2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil & janinnya terancam bahaya maut.
Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian & kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan & penyakit kandungan.
Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.

Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga & peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut & telah ditunjuk pemerintah.

2. OTONOMI PASIEN

A. Berikanlah hak otonomi pasien, respect patientto autonomi hak-hak pasien. Pasien berhak tahu penyakit yang diidapnya dia berhak tahu apa yg akan dilakukan dan berapa lama diperkirakan perawatan atau berapa pembayaran yang harus dikeluarkannya dan obat-obat apa yang akan di makannuya dan untuk apa. Maka dokter harus menjelaskan sejelas - jelasnya kemudian sebagai seorang dokter harus mampu memberikan alternatif terhadap cara pengatasan penyakitnya.

Lalu kalau ada yang harus diputuskan maka kepututan harus berada ditangan pasien setelah dokter menerangkan alternatif- lternatif.Pasien dialah yang memutuskan apakah akan dirawat atau akan dioperasi atau melahirkan dengan normal.



B. Benefetion to patient memandang dan memutuskan sesuatu berdasarkan keuntungan dan kepentingan pasien. Kalau memang harus dirawat dia di rawat tapi jika baginya berobat jalan yg menguntungkan maka lakukan rawat jalan. Kalau memang harus di operasi maka lakukan operasi tapi jika baginya melahirkan nomal arahkan pasien pada persalinan normal,tinjau dari segi kepentingan dan keuntungan pasien, termasuk keuangannya.



C. Non malafation tak melakukan tindakan mal praktek yang membuat pasien lebih sakit,tidak melakukakan tindakan yang berlebihan yang membuat pasien lebih sakit.Sakit badannya dan juga sakit kantongnya.



D. Justify keadilan pemerataan, tidak membedakan pelayanan apakah dia kelas 3 atau dia pasien VIP pelayanan dan tindakannya harus sama. Dalam melaksanakan tugas,tidak terpengaruh oleh, bangsa, agama dan kepentingan sosial.



3. EUTANASIA

A. Defenisi

Eutanasia adalah praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.

Aturan hukum mengenai masalah ini sangat berbeda-beda di seluruh dunia dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya dan tersedianya perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, tindakan ini dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.



B. Pembagian Euthanasia

1. Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya

Ditinjau dari sudut maknanya maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu eutanasia pasif, eutanasia agresif dan eutanasia non agresi.

a. Eutanasia agresif atau suatu tindakan eutanasia aktif yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan seperti misalnya pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien.

b. Eutanasia non agresif atau kadang juga disebut autoeuthanasia (eutanasia otomatis)yang termasuk kategori eutanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sipasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Autoeutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek eutanasia pasif atas permintaan.

c. Eutanasia pasif juga bisa dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif dimana tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada eutanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit.

Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis, maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang atau keputusasaan keluargan karena ketidak sanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Ini biasanya terjadi pada keluarga pasien yang tidak mungkin untuk membayar biaya pengobatannya, dan pihak rumah sakit akan meminta untuk dibuat "pernyataan pulang paksa". Bila meninggal pun pasien diharapkan mati secara alamiah. Ini sebagai upaya defensif medis.



2. Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin

Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

* Eutanasia diluar kemauan pasien yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.

* Eutanasia secara tidak sukarela. Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien. Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.

* Eutanasia secara sukarela dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.


3. Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan

Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :

* Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
* Eutanasia hewan
* Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa:

Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.

Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya menyatakan bahwa :

Eutanasia atau pembunuhan tanpa penderitaan hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:

Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”



Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.”



Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”


Pasal 345: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”


Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun”

Masalah euthanasia dapat menyangkut dua aturan hukum, yakni pasal 338 & 344 KUHP. Dalam hal ini terdapat apa yang disebut ‘concursus idealis’ yang diatur dalam pasal 63 KUHP, yang menyebutkan bahwa:

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2) Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.

Pasal 63 (2) KUHP ini mengandung asas ‘lex specialis derogat legi generalis’, yaitu peraturan yang khusus akan mengalahkan peraturan yang sifatnya umum.
Aspek Hak Azasi

Hak azasi manusia (HAM) selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai, & sebagainya. Tapi tidak tercantum jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran HAM, terbukti dari aspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam pelaksanaan euthanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak untuk hidup layak & sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi dari segala penderitaan yang hebat.


Aspek Ilmu Pengetahuan

Iptekdok dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara iptekdok hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapat kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam habisnya keuangan.

Aspek Agama

Kelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan & bukan hak manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan kata lain, meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang menguasai dirinya sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas dirinya. Ada aturan-aturan tertentu yang harus kita patuhi & kita imani sebagai aturan Tuhan.
Read More

An alternative to using an estate agent to sell your property

Tidak ada komentar : di 09.47 Label: Buku
Traditionally, anyone with a house to sell in the U.K. would use an Estate Agent. As they were ranked 2nd in a Radio 4 poll of "least respected workers" (M.P.'s were 1st!), for many people they are seen as a necessary evil.

A small minority of people manage to sell their house privately by doing their own advertising and putting up their own For Sale board, but as their property does not appear in the Estate Agent's press adverts or websites, this is very much a hit and miss affair.

Even when a sale is secured, the legal system in England & Wales means that until contracts are exchanged – typically many weeks later – the sale can fall through. In fact one in three agreed sales do not complete, meaning that the sale process has to start all over again.

For anyone relocating or emigrating this is frustrating and annoying as plans have to be put on hold. For people with financial difficulties or in danger of having their house repossessed, it can be very serious indeed.

A realistic alternative to Estate Agents

At last there is an alternative to using an Estate Agent. Using a specialist property-buying company offers the speed and certainty lacking if selling on the open market through an Estate Agent.

Companies like A Quick Sale (http://www.aquicksale.co.uk ) are now offering a service that more and more people see as a better alternative than waiting and hoping for an elusive buyer. They will normally make an offer to buy a property within a few days, completing at a date to suit you, so that people can move on with their lives.

So, what's the catch? Well, the main one is that they will be looking to buy the property at a reduction from the open market value. How much of a reduction often depends on the type and size of property but is likely to be at least 10%.
The other thing to watch out for is that some of these companies charge an upfront valuation fee of several hundred pounds. Whilst this is usually refundable if you go ahead and sell to them, it is quite possible that their offer on your property will be unacceptable to you, leaving you out of pocket!

Questions to ask

If the speed and certainty of selling to a property-buying company appeals to you, what do you need to look out for?
Probably the first question to ask is – will it cost me anything to get an offer on my property? A national house buying company featured on Watchdog last year after many complaints fro people who had paid a valuation fee and then offered much less than their property was worth.
(see http://www.bbc.co.uk/watchdog/reports/home/home_20051122_2.shtml)

You wouldn't expect to pay an Estate Agent for a valuation, so why pay these companies?

The next question most people need answering is – can I rely on this company? Can they fit around me? These companies should be asking you about your timescales and deadlines and tailoring a solution around these. Look carefully at their literature and website to see if they are flexible and offer a range of solutions. It is also a good idea to ask them for examples or testimonials from previous customers.

So, if you have a property to sell, before you call an Estate Agent, it might be worth checking out a couple of these companies who can offer you a quick sale.

Disclaimer:
All information contained in this article, is for general information purposes only and should not be construed as advice under the Financial Services Act 1986.

You are strongly advised to take appropriate professional and legal advice before entering into any binding contracts. 
Read More

Alat Mendeteksi Autisme dari Suara

di 09.22 Label: Info Kesehatan Umum
Autisme pada anak dapat dideteksi dengan cara menganalisa suara mereka. Anak-anak penyandang autisme mengucapkan kata-kata dengan cara yang berbeda dibandingkan anak-anak normal. Hal inilah yang kemudian dijadikan modal bagi para ahli untuk menciptakan suatu alat khusus untuk mendiagnosa autisme lewat analisa suara.Alat ini berupa perekam kecil yang muat pada saku baju anak. Pada alat ini
Read More

Pemanfaatan Obat Tradisional dalam Praktik Kesehatan Akan Ditingkatkan

di 02.02 Label: Berita Terkini Kesehatan

foto

Pohon Temu Lawak. TEMPO/ Suyatmin

TEMPO Interaktif, Karanganyar – Obat-obatan tradisional sudah sejak lama digunakan sebagai penyembuh untuk berbagai penyakit. Hanya, penggunaannya secara luas berada di bawah bayang-bayang obat-obatan modern. Karena itu, hingga kini belum banyak digunakan dalam praktik pelayanan kesehatan. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui jika obat tradisional belum menjadi salah satu pilihan di bidang penyembuhan kesehatan.

Hal itu disebabkan minimnya penelitian tentang khasiat tanaman obat untuk dijadikan obat tradisional. “Sehingga saya berharap kehadiran Balai Besar ini dapat mendorong pemanfaatan obat tradisional di masyarakat,” katanya kepada wartawan, seusai peresmian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di Tawangmangu, Karanganyar, Rabu (25/8).

Balai besar bertujuan untuk meneliti tanaman obat, untuk dikembangkan ke arah produksi. “Sifatnya memang masih penelitian dan pengembangan. Belum produksi. Kalau sudah menemukan formulanya, baru dibuat dalam skala kecil dan ditawarkan ke pabrik,” ujarnya.

Tidak hanya itu, nantinya di tiap pusat kesehatan masyarakat disediakan pojok jamu dan terserah pasien untuk memilih pengobatan yang cocok. Pengembangan obat tradisional juga didukung dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengobat Tradisional yang mengatur penggunaannya dalam praktik pelayanan kesehatan. “Saat ini konsepnya sudah ada. Kami melibatkan tenaga ahli dari UI (Universitas Indonesia), ITB (Institut Teknologi Bandung), UGM (Universitas Gadjah Mada), dan UNS (Universitas Sebelas Maret),” jelasnya.

Bupati Karanganyar Rina Iriani mengaku sudah mengembangkan klaster biofarmaka di 6 kecamatan, yaitu Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, Kerjo, Mojogedang, dan Ngargoyoso. “Tanaman obat yang ditanam seperti kunyit, kencur, dan jahe,” ujarnya, yang turut menghadiri peresmian. Hasilnya kemudian ditawarkan ke perusahaan jamu skala besar seperti Sido Muncul untuk kunyit.

Dia juga sudah meminta tiap keluarga untuk menanam tanaman obat di pekarangan rumahnya. Tiap poliklinik desa atau puskesmas juga diminta menjual obat tradisional. “Sekarang ini kami memiliki 9.200 kader kesehatan di 177 desa/kelurahan. Salah satu tugasnya sosialisasi tentang penggunaan obat tradisional,” terangnya.

Menteri Endang mengatakan targetnya dalam setahun mampu meneliti minimal dua tanaman obat dan menghasilkan 5 formula obat tradisional. Di Balai Besar sendiri terdapat 1.100 jenis tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan menjadi obat tradisional.

UKKY PRIMARTANTYO


Read more: http://www.bebenantonio.com/2010/08/pemanfaatan-obat-tradisional-dalam.html#ixzz0xe6yuEn5
Read More

Belajar dari Klinik Gizi Buruk Losari

di 01.44 Label: Berita Terkini Kesehatan
PERCEPATAN pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) dirasa sangat mendesak, terutama untuk sektor kesehatan. Dari hasil Pertemuan Regional Penyusunan Rencana Aksi Daerah dalam Percepatan Pencapaian Target MDGs di Surabaya Juli 2010, dilaporkan beberapa keberhasilan sektor kesehatan.

Pencapaian itu antara lain prevalensi anak balita dengan berat badan di bawah normal berkurang hampir setengahnya dari 31% pada tahun 1989 menjadi 18,4% pada tahun 2007.

Walaupun sebenarnya harus lebih bekerja keras lagi karena target tahun 2010 ini sebesar 15,5%. Penanganan terhadap gizi buruk pada bayi dan balita menjadi sangat penting, mengingat kontribusi status gizi buruk memungkinkan terjadinya kematian pada bayi dan balita.

Penurunan angka kematian bayi dan balita juga merupakan target MDGs sasaran keempat. Target angka kematian anak di bawah umur lima tahun yang harus dicapai pada tahun 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Sebuah perjuangan yang cukup berat mengingat pencapaian angka kematian anak tersebut baru 44 per 1.000 kelahiran hidup pada 2007.

Mendongkrak target MDGs bukanlah hal gampang, dibutuhkan pemimpin yang mengedepankan kerja kreasi bukan birokrasi. Tidak mudah memang menumbuhkan jenis kepemimpinan seperti ini, yang mampu menerobos kebuntuan birokrasi. Di sisi lain harus pandai memilih program apa saja yang mampu mendongkrak target tersebut.

Sekadar contoh, belajarlah dari Puskesmas Losari Kabupaten Brebes yang berhasil mengembangkan klinik gizi buruk. Pahitnya berita mengenai nasi aking yang dikonsumsi warga binaannya dan ditemukannya anak dengan gizi buruk, membuat dokter Liliana sebagai pimpinan puskesmas, mesti berpikir keras untuk menuntaskan permasalahan ini.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, maka pimpinan beserta staf puskesmas memutuskan untuk menggagas dibentuknya klinik gizi buruk. Tidak ada dana operasional sepeser pun ketika program dimulai, April 2008. Dana dihimpun melalui oegawai puskesmas dengan menyisihkan sedikit pendapatan mereka ketika menerima berbagai macam insentif, seperti gaji ke-13, tunjangan penghasilan, ataupun dari pengunjung puskesmas.

Disediakan kotak untuk menampung dana tersebut. Dalam perjalanannya, sempat kotak berisi uang tersebut ’’digondol maling’’, sebuah romantika perjuangan pun mewarnai perjalanan keberhasilan program ini.
Dibantu Karyawan Klinik gizi buruk dibuka tiap Jumat dan Sabtu. Bayi dan balita diperiksa secara rutin seminggu sekali, kemudian diberi makanan tambahan berupa susu, bubur susu, ataupun biskuit. Ibu hamil yang kekurangan energi kronis (KEK), yang akan berpengaruh terhadap status gizi bayinya, tiap bulan diperiksa kadar haemoglobin (hb) dan tiap minggu diberi susu.

Penemuan kasus gizi buruk dilakukan oleh bidan yang tersebar di desa yang berada di wilayah kerja puskesmas. Tidak jarang tokoh masyarakat ataupun warga setempat melaporkan. Terkadang bagi warga yang berhasil menemukan kasus gizi buruk, diberikan insentif sekadarnya. Tidak semua kasus gizi buruk dapat tertangani dengan baik. Pada April 2009 kasus gizi buruk yang meninggal tercatat dua balita, sedangkan Februari 2010 meninggal satu balita.

Sampai saat ini, klinik gizi buruk di Puskesmas Losari Kabupaten Brebes masih mengandalkan uluran tangan karyawan untuk menyisihkan sebagian pendapatannya ataupun pengunjung puskesmas.

Padahal, klinik ini mempunyai prospek yang menjanjikan, paling tidak sudah beberapa daerah dari luar Brebes yang berkunjung untuk mengadopsi bagaimana caranya menangani kasus gizi buruk di luar mainstream yang telah digariskan dari atas. Diperlukan komitmen yang jelas dari berbagai pihak untuk memajukan klinik ini sehingga mampu mendorong tumbuhnya terobosan baru sebagai bentuk rencana aksi daerah dalam mempercepat target MDGs.

Permasalahan yang lain, kita tidak terbiasa mengapresiasi dan menghargai terhadap kerja kreatif seperti ini. Kita terpola lebih asyik mengerjakan hal-hal yang bersifat rutin. Harus sesuai birokrasi, tidak berani berbeda menangani masalah. Terbukti, pekerjaan rutin yang kita lakukan selama ini, tidak menghasilkan apa-apa.

’’Lesson learn’’ klinik gizi buruk di Puskesmas Losari itu mampu membuktikan bahwa biaya yang murah melalui program yang sangat sederhana pun mampu mengatasi masalah tanpa harus menunggu bantuan konsultan yang mahal itu dan kucuran dana dari negara asing sekali pun. Saat ini, berkreasi menjadi sangat penting mengingat, boleh jadi rutinitas akan membunuh ide-ide cemerlang kita. (10)

— Awaluddin Abdussalam, peserta Lokakarya Program Percepatan Pencapaian MDG4-Reach di Bandung, Kasi Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Brebes.

Read more: http://www.bebenantonio.com/2010/08/belajar-dari-klinik-gizi-buruk-losari.html#ixzz0xe33IAVt
Read More
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Lihat versi seluler
Langganan: Postingan ( Atom )
 photo banner300x250-biru.gif

Blog Archive

  • 2016 (1)
    • 09/18 - 09/25 (1)
      • PENGETAHUAN IBU TENTANG BIANG KERINGAT PADA BAYI 0...
  • 2015 (10)
    • 10/11 - 10/18 (1)
    • 09/13 - 09/20 (1)
    • 09/06 - 09/13 (1)
    • 07/05 - 07/12 (1)
    • 05/17 - 05/24 (6)
  • 2014 (1)
    • 04/13 - 04/20 (1)
  • 2012 (770)
    • 02/19 - 02/26 (5)
    • 02/12 - 02/19 (10)
    • 02/05 - 02/12 (4)
    • 01/29 - 02/05 (27)
    • 01/22 - 01/29 (88)
    • 01/15 - 01/22 (101)
    • 01/08 - 01/15 (169)
    • 01/01 - 01/08 (366)
  • 2011 (4477)
    • 12/25 - 01/01 (336)
    • 12/18 - 12/25 (62)
    • 12/11 - 12/18 (70)
    • 12/04 - 12/11 (77)
    • 11/27 - 12/04 (40)
    • 11/20 - 11/27 (67)
    • 11/13 - 11/20 (198)
    • 11/06 - 11/13 (187)
    • 10/30 - 11/06 (340)
    • 10/23 - 10/30 (32)
    • 10/16 - 10/23 (109)
    • 10/09 - 10/16 (80)
    • 08/14 - 08/21 (75)
    • 08/07 - 08/14 (81)
    • 07/31 - 08/07 (82)
    • 07/24 - 07/31 (65)
    • 07/17 - 07/24 (91)
    • 07/10 - 07/17 (47)
    • 07/03 - 07/10 (44)
    • 06/26 - 07/03 (53)
    • 06/19 - 06/26 (59)
    • 06/12 - 06/19 (47)
    • 06/05 - 06/12 (65)
    • 05/29 - 06/05 (63)
    • 05/22 - 05/29 (77)
    • 05/15 - 05/22 (115)
    • 05/08 - 05/15 (65)
    • 05/01 - 05/08 (104)
    • 04/24 - 05/01 (45)
    • 04/17 - 04/24 (70)
    • 04/10 - 04/17 (134)
    • 04/03 - 04/10 (72)
    • 03/27 - 04/03 (18)
    • 03/20 - 03/27 (47)
    • 03/13 - 03/20 (68)
    • 03/06 - 03/13 (40)
    • 02/27 - 03/06 (56)
    • 02/20 - 02/27 (77)
    • 02/13 - 02/20 (76)
    • 02/06 - 02/13 (198)
    • 01/30 - 02/06 (194)
    • 01/23 - 01/30 (132)
    • 01/16 - 01/23 (196)
    • 01/09 - 01/16 (202)
    • 01/02 - 01/09 (121)
  • 2010 (2535)
    • 12/26 - 01/02 (156)
    • 12/19 - 12/26 (65)
    • 12/12 - 12/19 (73)
    • 12/05 - 12/12 (84)
    • 11/28 - 12/05 (80)
    • 11/21 - 11/28 (68)
    • 11/14 - 11/21 (63)
    • 11/07 - 11/14 (50)
    • 10/31 - 11/07 (50)
    • 10/24 - 10/31 (36)
    • 10/17 - 10/24 (58)
    • 10/10 - 10/17 (35)
    • 10/03 - 10/10 (31)
    • 09/26 - 10/03 (21)
    • 09/19 - 09/26 (26)
    • 09/12 - 09/19 (55)
    • 09/05 - 09/12 (65)
    • 08/29 - 09/05 (33)
    • 08/22 - 08/29 (70)
    • 08/15 - 08/22 (45)
    • 08/08 - 08/15 (35)
    • 08/01 - 08/08 (37)
    • 07/25 - 08/01 (27)
    • 07/18 - 07/25 (19)
    • 07/11 - 07/18 (30)
    • 07/04 - 07/11 (56)
    • 06/27 - 07/04 (28)
    • 06/20 - 06/27 (22)
    • 06/13 - 06/20 (30)
    • 06/06 - 06/13 (21)
    • 05/30 - 06/06 (5)
    • 05/16 - 05/23 (6)
    • 05/09 - 05/16 (29)
    • 05/02 - 05/09 (59)
    • 04/25 - 05/02 (28)
    • 04/18 - 04/25 (38)
    • 04/11 - 04/18 (70)
    • 04/04 - 04/11 (59)
    • 03/28 - 04/04 (65)
    • 03/21 - 03/28 (89)
    • 03/14 - 03/21 (218)
    • 03/07 - 03/14 (95)
    • 02/28 - 03/07 (135)
    • 02/21 - 02/28 (102)
    • 01/03 - 01/10 (68)
  • 2009 (1652)
    • 12/27 - 01/03 (36)
    • 12/20 - 12/27 (22)
    • 12/13 - 12/20 (100)
    • 12/06 - 12/13 (45)
    • 11/29 - 12/06 (24)
    • 11/22 - 11/29 (22)
    • 11/15 - 11/22 (19)
    • 11/08 - 11/15 (28)
    • 11/01 - 11/08 (11)
    • 10/25 - 11/01 (17)
    • 10/18 - 10/25 (38)
    • 10/11 - 10/18 (33)
    • 10/04 - 10/11 (15)
    • 09/27 - 10/04 (21)
    • 09/20 - 09/27 (7)
    • 09/13 - 09/20 (84)
    • 09/06 - 09/13 (35)
    • 08/30 - 09/06 (48)
    • 08/23 - 08/30 (118)
    • 08/16 - 08/23 (26)
    • 08/09 - 08/16 (34)
    • 08/02 - 08/09 (35)
    • 07/26 - 08/02 (31)
    • 07/19 - 07/26 (14)
    • 07/12 - 07/19 (16)
    • 07/05 - 07/12 (28)
    • 06/28 - 07/05 (26)
    • 06/21 - 06/28 (76)
    • 06/14 - 06/21 (26)
    • 06/07 - 06/14 (21)
    • 05/31 - 06/07 (43)
    • 05/24 - 05/31 (38)
    • 05/17 - 05/24 (26)
    • 05/10 - 05/17 (52)
    • 05/03 - 05/10 (15)
    • 04/26 - 05/03 (38)
    • 04/19 - 04/26 (32)
    • 04/12 - 04/19 (22)
    • 04/05 - 04/12 (20)
    • 03/29 - 04/05 (40)
    • 03/22 - 03/29 (43)
    • 03/15 - 03/22 (18)
    • 03/08 - 03/15 (14)
    • 03/01 - 03/08 (22)
    • 02/22 - 03/01 (12)
    • 02/15 - 02/22 (9)
    • 02/08 - 02/15 (11)
    • 02/01 - 02/08 (19)
    • 01/25 - 02/01 (37)
    • 01/18 - 01/25 (21)
    • 01/11 - 01/18 (33)
    • 01/04 - 01/11 (31)
  • 2008 (700)
    • 12/28 - 01/04 (13)
    • 12/21 - 12/28 (9)
    • 12/14 - 12/21 (57)
    • 12/07 - 12/14 (5)
    • 11/30 - 12/07 (18)
    • 11/23 - 11/30 (33)
    • 11/16 - 11/23 (31)
    • 11/09 - 11/16 (23)
    • 11/02 - 11/09 (18)
    • 10/26 - 11/02 (11)
    • 10/19 - 10/26 (15)
    • 10/12 - 10/19 (13)
    • 10/05 - 10/12 (25)
    • 09/28 - 10/05 (2)
    • 09/21 - 09/28 (14)
    • 09/14 - 09/21 (19)
    • 09/07 - 09/14 (43)
    • 08/31 - 09/07 (3)
    • 08/24 - 08/31 (33)
    • 08/17 - 08/24 (65)
    • 08/10 - 08/17 (4)
    • 08/03 - 08/10 (26)
    • 07/27 - 08/03 (6)
    • 07/20 - 07/27 (19)
    • 07/13 - 07/20 (18)
    • 07/06 - 07/13 (60)
    • 06/29 - 07/06 (53)
    • 06/22 - 06/29 (49)
    • 06/15 - 06/22 (11)
    • 06/08 - 06/15 (4)

Popular Posts

  • ASKEP NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM
    ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
  • Hubungan Usia Terhadap Perdarahan Post Partum Di RSUD
    KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
  • PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
    PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
  • PATHWAY HEMATEMESIS MELENA
    Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
  • PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS
    PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
  • Ikterus
    DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
  • Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence)
    Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
  • Materi Kesehatan: Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ)
     Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ) PERBANDINGAN AKURASI TAKSIRAN BERAT BADAN JANIN MENGGUNAKAN RUMUS JOHNSON TOHSACH DENGAN MODIFIKASI RUMUS...
  • Diagnosa Keperawatan Aktual
    Konsep Dasar Diagnosa Keperawatan Aktual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu aspek yang terpenting dalam proses kepera...
  • PATHWAY COMBUSTIO
    Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...

Statistik

© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates