Jumat, 21 November 2008

Cuci Otak 2

Kuliah yang paling menguras pemikiran saya adalah sains keperawatan. Setiap minggu dicecar dengan tugas dan penelusuran literatur. Berbekal bahasa Inggris pas-pasan (nearly fluent)menyusun makalah dengan bahasa dan istilah level tinggi (menurut kami). What did tutor comment them?

Saya hargai Anda telah bekerja keras untuk menyusun paper ini. Presentasi Anda sangat baik. Penjelasan anda dalam makalah juga menggunakan sumber-sumber up to date dari internet maupun buku-buku textboo. Saluut.

Sudah kami pahami, setiap pembelajar pasti tahu bahwa statement seperti itu adalah suatu bentuk reinforcement positif. Sebagai orang sehat, kami juga senang mendapat pujian. Tapi kami juga tahu, bahwa pasti statemen itu ada paradoksnya (saya juga tidak tahu penggunaan kata ini tepat atau tidak).

Dan seperti yang telah kami pikirkan. Statemen berikutnya adalah suatu penilaian jujur dari beliau. Kalau sudah mengutip X dan Y dan Z, selanjutnya apa? What next?Menurut penilaian jujur saya, tulisan ini masih belum menunjukkan kelas Anda!

Nah apa pula ini. Kelas apa yang dimaksud?

Anda sudah S2 bukan? Anda sudah mampu melakukan analisis bahkan meta analisi. Jadi lakukan sesuatu dari yang Anda baca. Jangan disalin langsung semuanya. Informasi yang telah Anda dapatkan itu rumuskan sesuatu menurut penilaian Anda?

Woooooo, kami hampir serentak ber "wooo" ria. Ini, yang disebut kelas. Kami pun serentak tertawa, mentertawai kebodohan seorang calon Master. Berhari-hari kami bekerja menelusuri literatur yang tidak gratis tentunya. Mengutip sumber-sumber, menyusun kutipan-kutipan (menyalin) menjadi paragraf yang bersambungan kemudian berdiskusi dengan alot, hanya menghasilkan suat karya yang tidak berkelas.

Marah? Jelas tidak. Kami semua pembelajar. Belajar harus totalitas. Artinya harus sanggup menerima apapun yang ingin dipelajari meskipun kadang bertolak belakang dengan kebiasaan kita setiap hari. Membalik balik memori, membongkar, kemudian menata kembali dengan perekat-perekat yang lebih baik.

Saya lebih suka menggunakan kata cuci otak. Untuk dapat menerima informasi dengan baik, otak kita harus dicuci. Semua harus bersih dari prasangka. Biarkanlah informasi mengalir dan membentuk sedimentasi baru dalam memori kita.

Hampir tujuh tahun saya meyakini, logika berpikir yang saya anut. Memahami dasar dasar sains keperawatan, filosofi, paradigma, model konseptual, grand theory, middle range theory, sampai dengan practical theory. Menalar korelasi semua konsep yang ada, selanjutnya mensintesis hal-hal baru. Sungguh sangat menantang emotional stability.

Sains keperawatan memang merupakan basis praktik keperawatan profesional. Perawat praktisi sebaiknya mengenal hal ini dengan baik. Aplikasi teori-teori ini dalam praktik sesungguhnya sangat mungkin. Hanya saja pengetahuan kita yang terbatas membuat kita dibodohi oleh kecemasan. Lebih tragis lagi, dosen-dosen yang mengajar sains keperawatan di level bawah juga tidak memahami pentingnya teori ini. Jadinya ya seperti inilah kita perawat Indonesia.

Barangkali kita memang harus kembali ke titik nol (CUCI OTAK). Menguras apa yang telah kita ingat. Mendiskusikan kembali apa yang kita peroleh. Mengurai sekecil-kecilnya. Tidak pernah malu mengakui kita bodoh. Betul-betul kita refleksikan kembali melalu tutor-tutor yang sudah senior dan mempraktikkan ilmu ini. Akhirnya kita dapat menyusun lagi serpihan-serpihan tadi menjadi mozaik pengetahuan sains keperawatan mutakhir yang sahih.

Kami juga mengajak para praktisi keperawatan untuk dapat menghadiri seminar kami tentang aplikasi teori-teori ini dalam praktik. Tunggu saja kabar berikutnya.