Oleh: Wastu Adi Mulyono
Setelah membuka-buka tesis dan laporan penelitian berkaitan dengan dokumentasi keperawatan, ternyata permasalahan dokumentasi keperawatan tidak hanya di Indonesia. Kompleksitas masalah tersebut dapat berupa permasalah dokumentasi itu sendiri juga dapat berupa faktor yang lain. Faktor dokumentasi sendiri dapat berupa struktur, kontinuitas, kesederhanaan maupun bentuk format itu sendiri. Faktor lain yang berpengaruh berkaitan dengan organisasi, sistem kerja maupun perawat itu sendiri.
Dokumentasi keperawatan diakui sangat penting baik oleh perawat itu sendiri maupun oleh rumah sakit. Perawat mengakui bahwa dokumentasi penting untuk perkembangan profesional. Rumah sakit berkepentingan dengan akreditasi, karena dokumentasi keperawatan merupakan salah satu indikator mutu rumah sakit.
Yang mengherankan sejak penelitian tahun 1998 sampai dengan tahun 2006, permasalahan di Indonesia masih berkutat pada kelengkapan dokumentasi. Pendokumentasian secara digital/elektronik dan adanya sistem informasi keperawatan, meskipun diakui sangat bermanfaat bagi keperawatan tetapi masih juga belum menjawab tantangan tersebut. Beberapa masalah yang sering dilaporkan adalah beban kerja dan intensitas pekerjaan yang menghalangi perawat dalam mendokumentasikan.
Bahkan pendokumentasian elektronik dimana rumusan diagnosis dan rencana sudah terstandarisi memperoleh penilaian kritis dari sebagian perawat itu sendiri. Pembelajaran dokumentasi keperawatan di kampus dan praktik di lapangan dengan dokumen terstandar menurut mereka dapat menurunkan kemampuan kritis perawat dalam mengidentifikasi permasalahan keperawatan. Benar atau salah pendapat tersebut perlu suatu penelitian untuk menjawab dan itu yang akan sedang diteliti oleh teman saya.
Saya sendiri lebih mengamati pada proses pembangkitan internal motivasi pembuat dokument itu sendiri. Motivasi yang berasal dari dalam dan tidak terpengaruh oleh imbalan dan beban kerja yang selama ini menjadi alasan klasik di seluruh Indonesia. Situasi yang mungkin tidak akan pernah terpecahkan, karena dunia keperawatan seperti sebuah anomali. Ketika banyak perawat nganggur, mereka dibayar dengan harga murah, tetapi anehnya ketika jumlah perawat sedikit, imbalan yang diterima mereka juga tidak mengikuti hukum ekonomi dimana harga tinggi jika kebutuhan tinggi. Anomali.
Kembali ke topik motivasi internal, menurut pengamatan saya, merupakan suatu penyakit kronis. Saya telah merasakan adanya gejala ini sejak lama. Mahasiswa sungguh memiliki keengganan tinggi dalam menulis, belajar, apalagi jika berkaitan dengan penelusuran literatur. Malas bukan main. Kesadaran ini semakin jelas setelah saya menjalani sendiri pendidikan lanjutan, kita sangat sibuk dengan berbagai urusan yang sebenarnya juga kita buat sendiri. Proses buang-buang waktu yang selalu terjadi setiap hari. Ini kondisi yang sangat demotivasional.
Penelurusan liteatur menjadi sangat membosankan ketika prasarana yang kita harapkan berjalan baik mengalami banyak gangguan, sehingga kita frustrasi dengan jaringan internet yang tidak lancar. Belum lagi ditambah akses ke database harus berbayar, syukur di FIK kita bisa akses proquest secara remote. Tapi tetap saja selalu ada faktor penghambat, misalnya password expired sementara informasi baru belum ada.
Kondisi ini membuat saya berpikir, mungkinkah suatu fasilitasi terhadap penelusuran sumber ilmiah bagi perawat praktisi yang "sangat sibuk" dapat membangkitkan motivasi internal. Membangkitkan kesadaran paling mendalam tentang keharusan mendokumentasikan dan manfaat universal yang diakibatkannya.Sebuah akibat yang akan membuat semua praktik keperawatan berbasis pada fakta dan obyektif. Suatu Evidence Base Practice perawat. Mimpi apa ya?
Ah ini mungkin juga perlu penelitian. Ya sudah tak telusuri lagi saja. Semoga saja ada relawan yang dapat menambahkan informasi berkaitan kepada saya.