• home

ASUHAN KEPERAWATAN

  • HOME
  • DOWNLOAD ASUHAN KEPERAWATAN
  • Cara Mendapatkan Password
Tampilkan postingan dengan label Askep Maternitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Askep Maternitas. Tampilkan semua postingan

Jumat, 25 Februari 2011

Hidramnion

di 21.02 Label: Askep Maternitas
Hidramnion atau poli hidramnion adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi dari batas normal. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah sebanyak antara 1-2 liter, sedangkan kasus hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter. Hidramnion ini adalah kebalikan dari oligo hidramnion yaitu kekurangan air ketuban.

Hidramnion derajat ringan sampai sedang yaitu 2 sampai 3 liter, relative sering dijumpai. Karena cairan sulit dikumpulkan dan diukur secara lengkap, diagnosis biasanya ditegakkan secara klinis dan dikonvirmasi dengan perkiraan sonografik. Frekuensi deagnosis cukup bervariasi dengan pemeriksa yang berbeda.


KAUSA HIDRAMNION
Derajat hidramnion serta prognosisnya berkaitan dengan penyebabnya. Banyak laporan yang mengalami bias signifikan karena berasal dari pengamatan terhadap wanita-wanita yang dirujuk untuk menjalani evaluasi ultrasonografi terarah. Penelitian-penelitian lainnya berbasis populaso, tetepi mungkin masih belum mencerminkan insidensi yang sebenarnya kecuali apabila dilakukan penapisan ultrasonografi secara universal. Bagaimanapun hidramnion yang jelas adalah patologis yang sering berkaitan dengan malformasi janin, sebagai contoh, hidramnion terdapat pada sekitar separuh kasus anensefalus dan atresia esophagus. Secara spesifik, pada hamper separuh kasus hidramnion sedang dan berat, ditemukan adanya anomaly janin. Satu temuan yang cukup menarik adalah bahwa sebagian besar ganguan perinatal terjadi pada wanita nondiabetik yang mengalami hidarmnion.


PATOGENESIS
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich dkk. 1979; Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini hampir pasti secara bermakana mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada kasusu hidramnion epitel emnion sering dianggap sebagai sumberutama cairan amnion belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion atau perubahan kimiawi pada cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin yidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esophagus. Pros ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970) mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasusu hidramnion berat, janin menelan cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak.

Pada kasus anensefalus dan spina bifida, factor etiologinya mungkin adalah meningkatnya transudasi cairan dari meningen yang terpajan ke dalam rongga amnion. Penjelasan lain yang mungkin pada anensefalus, apabila tidak terjadi gangguan menelan, adalah peningkatan berkemih akibat stimulasi pusat-pusat di serebrospinal yang tidak terlindungi atau berkurangnya efek antidiuretik akibat gangguan sekresi arginin vasopresin. Hal yang sebaliknya telah dijelaskan, bahwa kelainan janin yang menyebabkan anuria hampir selalu menyebabkan oligohidramnion.

Pada hidramnion yang terjadi pada kahamilan monozigot, diajurkan hipotesis bahwa salah satu janin merampas sebagian besar sirkulasi bersama dan mengalami hipertrofi jantung, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan keluaran urin. Naeye dan Blanc (1972) menemukan pelebaran tubulus ginjal, pembesaran kandung kemih, dan peningkatan keluaran urin pada masa neonatus dini, yang mengisyaratkan bahwa hidramnion disebabkan oleh peningkatan produksi urin janin. Sebaliknya, donor dari pasangan transfuse transplsenta parabiotik mengalami penciutan tubulus ginjal disertai oligohidramnion.
Hidramnion yangs erring terjadi pada diabetes ibu selama hamil trimester ketiga masih belum dapat diterangakan. Salah satu penjelasannaya adalah bahwa hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan diuresis osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikenik terakhir. Yasuhi dkk. (1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetic yang puasa dibandingkan dengan control nondiabetik. Yang menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetic.


GEJALA
Gejala utama yang menyertai hidramnion terjadi semata-mata akibat factor mekanis dan terutama disebabkan oleh tekanan di dalam dan disekitar uterus yang mengalami overdistensi terhadap organ-organ di dekatnya. Apabila peregangannya berlebih, ibu dapat mengalami dispnea dan, pada kasus ekstrim, mungkin hanya dapat bernafas apabila dalam posisi tegak. Sering terjadi edema akibat penekanan system vena besar oleh uterus yang sangat besar, terutama di ekstremitas bawah, vulva, dan dinding abdomen. Walaupun jarang, dapat terjadi oliguria berat akibat obstruksi ureter oleh uterus yang sangat besar.
Pada hidramnion kronik, penimbunan cairan berlangsung secara berhadap dan wanita yang bersangkutan mungkin mentoleransi distensi abdomen yang berlebihan tanpa banyak mengakami rasa tidak nyaman. Namun, pada hidramnion akut, distensi dapat menyebabkan gangguan yang cukup serius dan mengancam. Hidramnion akut cenderung muncul pada kahamilan dini dibandingkan dengan bentuk kronik, pada minggu ke 16 sampai 20, dan dapat dengan cepat membesar uterus yang hipertonik sehingga ukurannya menjadi sangat besar. Biasanya hidramnion akut menyebabkan persalinan sebelum usia gestasi 28 minggu, atau gejala dapat menjadi sedemikian parah sehingga harus dilakukan intervensi. Pada sebagian kasus hidramnion kronik, beberapa pada hidramnion akut, tekanan air ketuban tida terlalu tinggi dibandingkan dengan pada kehamilan normal.


DIAGNOSIS
Gambaran klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai kesulitan dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan dalam mendenar denyut jantung janin. Pada kasus berat, dinding uterus dapat sedemikain tegang sehingga bagian-bagian janin tidak mungkin diraba.
Perbedaan antara hidramnion, asites atau kista ovarium yang biasanya mudah dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan amnion dalam jumlah besar hampir selalu mudah diketahui sebagai ruang bebas-echo yang sangat besar di antara janin dan dinding uterus atau plasenta . kadang-kadang mungkin dijumpai kelinan, atau anomaly saluran cerna.


HASIL KEHAMILAN
Secara umum, semakin berat derajat hidramnion, semakin tinggi akngka kemntian perinatal. Prognosis untuk bayi pada kehamilan denagn hidramnion berat adalah buruk. Bahkan apabila sonografi dan sinar-X memperlihatkan janin yang tampak normal, prognosis masih dubia, karena melformasi janin dan kelinan kromosom sering dijumpai. Furman dkk. (2000) melaporkan peningkatan bermakana hasil perinatal yang merugikan apabila hidramnion disertai dengan hambatan pertumbuhan janin. Mortalitas perinatal semakin meningkat pada pelahiran preterm, bahkan apabila janinnya normal. Eritroblastosis, kesulitan-kesulitan yan dihadapi oleh bayi dari ibu diabetic, prolaps tali pusat saat selaput ketuban pecah, dan solusio plasenta sewaktu ukuran uterus berkurang secara cepat, semakin memperburuk hasil.

Penyulit tersering pada ibu yang disebabkan oleh hidramnion dalah solusio plasenta, disfungsi uterus, dan perdarahan postpartum. Pemisahan dini plasenta yang luas kadang-kadang terjadi setelah air ketuban keluar dalam jumlah besar kerena berkurangnya luas bagian uterus di bawah plasenta. Disfunfsi uterus dan perdarahan postpartum terjadi akibat atonia uterus karena overdistensi. Kelianan presentasi janin dan intervensi operasi juga lebih sering terjadi.


PENATALAKSANAAN
Hidramnion derajat ringan jarang memerlukan terapi. Bahkan yang derajat sedang dengan sedikit gangguan biasanya depat ditangani tanpa intervensi sampai terjadi persalinan atau sampai selaput ketuban pecah spontan. Apabila terjadi dispnea atau nyeri abdomen, atau pabila rawat jalan sulit, pesian perlu dirawat inap. Tirah baring jarang berpengaruh, dan pemberian diuretika serta pembatasan air dan garam juga biasanya kurang efektif. Baru-baru ini diakukan terapi indometasin untuk hidramnion simtopatik.


OLIGOHIDRAMNION
Pada kasus-kasus yang jarang volume air ketuban dapat turun di bawah batas normal dan kadang-kadang menyusut sehingga hanya beberapa ml cairan kental. Penyebab keadaan ini belum belum sepenuhnya dipahami. Secara umum, oligohidramnion yang timbul pada awal kehamilan jarang dan sering memiliki prognosis buruk. Akibat berkurangnya cairan, risiko kopresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada semua persalinan, tetapi terutama pada kehamilan pastterm.
Read More

Minggu, 06 Februari 2011

Askep Mola Hidatidosa

di 01.44 Label: Askep Maternitas
A. Pengertian
Molahidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuhberganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairansehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut jugahamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villuskorialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggalakan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dantumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buahanggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).

Mola hidatidosaadalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kistayang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati danmola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlahbesar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 :104).



B. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
  1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.
  2. Imunoselektif dari tropoblast.
  3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
  4. Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)




C. Patofisiologi

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
  1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.

  2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
  • Teori missed abortion

    Mudigahmati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarahdarah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi danakhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.


  • Teori neoplasma dari Park

    Sel-seltrofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimanaterjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbulgelembung.


  • Studi dari Hertig

    Studi dariHertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibatakumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embriokomplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yangterus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblastberproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

  • (Silvia, Wilson, 2000 : 467)



D. Tanda dan Gejala

Tandadan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaanbiasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besardari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikutiperdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materiseperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasimola :
  1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
  2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
  3. Gejala– gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BByang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulitlembab.
  4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan padakaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapatprotein pada air seni).



E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
  1. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu).
  2. Ultrasonografi(USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalankantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakanmaupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan didalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilanyang normal.
  3. Foto roentgen dada.

F. Penatalaksanaan Medis

Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
  1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.

  2. PemeriksaanUSG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumberdaya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokuspada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teraturatau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpusuteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak adajanin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasatHanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.

  3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.

  4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).

  5. Lakukanpengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan diatas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan padapasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringanmola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IUoksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes permenit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat danefektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bilasumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 setagar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteriselesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi ataukrisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi.Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemiaberat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasimenunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atauinvasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterussecara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasiendianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih inginanak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.




Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mola Hidatidosa


A. Pengkajian

Pengkajianadalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanyasehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
  1. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.

  2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.

  3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
    • Riwayatkesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakitatau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklushaid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
    • Riwayat kesehatan masa lalu
    • Riwayatpembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebutberlangsung.
  4. Riwayat penyakit yang pernah dialami: Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, danpenyakit-penyakit lainnya.

  5. Riwayat kesehatan keluarga :Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapatdiidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yangterdapat dalam keluarga.

  6. Riwayat kesehatan reproduksi :Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifatdarah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopauseterjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.

  7. Riwayatkehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klienmulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatananaknya.

  8. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.

  9. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.

  10. Polaaktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baiksebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan Fisik :
  • Inspeksi
    Inspeksiadalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas padapenglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.

    Hal yang diinspeksi antara lain :

    Mengobservasikulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadapdrainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasatubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanyaketerbatasan fifik, dan seterusnya.
  • Palpasi

    Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
    • Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dantekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
    • Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
    • Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.
  • Perkusi

    Perkusiadalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaantubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringanyang ada dibawahnya.
    • Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
    • Menggunakanpalu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan padakaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dindingperut atau tidak.
  • Auskultasi

    Auskultasiadalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop denganmenggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar :mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyijantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
    (Johnson & Taylor, 2005 : 39)


B. Diagnosa Keperawatan
  1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

  2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

  3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.

  4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

  5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan


B. Intervensi

DIAGNOSA I

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :
  • Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
  • Ekspresi wajah tenang
  • TTV dalam batas normal

Intervensi :
  • Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
    Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat.

  • Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
    Rasional: Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salahsatu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.

  • Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
    Rasional: Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dandistraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehinggadapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.

  • Beri posisi yang nyaman
    Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.

  • Kolaborasi pemberian analgetik
    Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.


DIAGNOSA II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri

Kriteria Hasil :
  • Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
  • Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi :
  • Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
    Rasional: Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawatdiri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
    Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
    Rasional: Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikankekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhikebutuhannya.

  • Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.

  • Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.


DIAGNOSA III

Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu

Kriteria Hasil :
  • Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.
  • Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi :
  • Kaji pola tidur
    Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya.

  • Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
    Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

  • Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
    Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.

  • Batasi jumlah penjaga klien
    Rasional: Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangandapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.

  • Memberlakukan jam besuk
    Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

  • Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
    Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.


DIAGNOSA IV

Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas

Kriteria Hasil :
  • Tanda-tanda vital dalam batas normal
  • Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :
  • Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
    Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.

  • Pantau suhu lingkungan
    Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.

  • Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
    Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

  • Berikan kompres hangat
    Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.

  • Kolaborasi pemberian obat antipiretik
    Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.


DIAGNOSA V

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :
  • Ekspresi wajah tenang
  • Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi :
  • Kaji tingkat kecemasan klien
    Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.

  • Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
    Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.

  • Mendengarkan keluhan klien dengan empati
    Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.

  • Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
    Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.

  • Beri dorongan spiritual/support
    Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.


Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta

Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta

Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta

Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta

Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta
Read More

Rabu, 19 Januari 2011

Askep Kanker Serviks

di 16.58 Label: Askep Maternitas
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).

II. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda
2. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.


III. Klasifikasi pertumbuhan sel akan kankers serviks

-Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.

2. Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.

3. Stadium karsionoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.

4. Stadium karsinoma invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.

5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.

Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.
Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.


-Markroskopis
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.


V. Gejala Klinis

1. Perdarahan
Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebeluma ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau.


V. Pemeriksaan diagnostik

1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali
5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.


VI. Klasifikasi klinis
· Stage 0: Ca.Pre invasif
· Stage I: Ca. Terbatas pada serviks
· Stage Ia ; Disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara histopatologis
· Stage Ib : Semua kasus lainnya dari stage I
· Stage II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
· Stage III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
· Stage IIIB : Sudah mengenai organ-organ lain.


VII. Terapi

1. Irradiasi
· Dapat dipakai untuk semua stadium
· Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
· Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Dosis
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
3. Komplikasi irradiasi
· Kerentanan kandungan kencing
· Diarrhea
· Perdarahan rectal
· Fistula vesico atau rectovaginalis
4. Operasi
· Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II
· Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal
5. Kombinasi
· Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
6. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.



I. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian
-Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang
-Data pasien :
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
-Keluhan utama : pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai keputihan menyerupai air.
-Riwayat penyakit sekarang :
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
-Riwayat penyakit sebelumnya :
Data yang perlu dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang menderita kanker.
Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
Ca. Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene terutama kebersihan dari saluran urogenital.
Data khusus:
1. Riwayat kebidanan ; paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang
2. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) berhubungan dengan perdarahn intraservikal
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu makan
3. Gangguan rasa nyama (nyeri) berhubungan dengan proses desakan pada jaringan intra servikal
4. Cemas berhubungan dengan terdiagnose Ca serviks sekunder akibat kurangnya pengetahuan tentang Ca. Serviks dan pengobatannya.
5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan dalam penampilan terhadap pemberian sitostatika.

3. Perencanaan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) berhubungan dengan perdarahan masif intra cervikal
Tujuan :
Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik :
Kriteria hasil :
a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang
b. Konjunctiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ektremitas hangat
e. Hb 11-15 gr %
d. Tanda vital 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C, RR : 18 - 24 X/mnt.
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
- Cek Hb
- Cek golongan darah
- Beri O2 jika diperlukan
- Pemasangan vaginal tampon.
- Therapi IV

2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
Tujuan :
- Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan berat badan
- Porsi makan yang disediakan habis.
- Keluhan mual dan muntah kurang
Intervensi :
- Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
- Berika makan TKTP
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Jaga lingkungan pada saat makan
- Pasang NGT jika perlu
- Beri Nutrisi parenteral jika perlu.

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses desakan pada jaringan intra servikal
Tujuan
- Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
Kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
- Intensitas nyeri berkurangnya
- Ekpresi muka dan tubuh rileks
Intervensi :
- Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
- Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri.
- Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri

4. Cemas yang berhubungan dengan terdiagnose kanker serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, penanganan dan prognosenya.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya.
Kriteria hasil :
- Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
- Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien.
- Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah komplikasi.
- Sumber-sumber koping teridentifikasi
- Ansietas berkurang
- Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.
Tindakan :
- Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.
- Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya.
- Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif).
- Tunjukkan adanya harapan
- Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik

5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil
Kriteria hasil :
- Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
- Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat.
- Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif.
- Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.
Intervensi :
- Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif.
- Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.
- Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang penyakitnya.
- Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal, peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan moral.
- Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan masa depan.
- Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling secara profesional.
Read More

Senin, 13 Desember 2010

Askep Mioma Uteri

di 09.50 Label: Askep Maternitas

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mioma uteri neoplasma jinak yang dalam kepustakaan ginekologi terkenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterinenfibroid. Mioma uteri umumnya terjadi pada usia reproduksi yaitu yaitu pada usia lebih dari 35 tahun ( Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 281 ).

Adapun dampak bila mioma uteri tidak diangkat yaitu terjadi pertumbuhan leimiosarkoma,nekrosis dan infeksi. Untuk mencegah agar tidak terjadi dampak-dampak yang lebih parah maka ada beberapa cara pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah terapi operatif yaitu dengan histerektomitotal abdominal ( Prawirohardjo, Sarwono 1994 ;287 ).

Histerektomi Total Abdominalis dengan atau tanpa salphingektomi adalah salah satu operasi ginekoogi yang paling sering dilakukan sehingga hal ini menjadi salah satu tindakan standar bagi ahli bedah ginekologi yang berpraktek.Meskipun klien telah mengalami pembedahan bukan berarti masalah sudah teratasi, tapi akan timbul dampak-dampak akibat pembedahan antara lain perubahan sirklus hormon, menopause dini , timbul masalah koitus, peningkatan insien opsteoporosis, adanya nyeri, lebihlamadalam mendapatkan kembali fungsi usus, kesulitan miksi. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang tepat untuk mengurangi rasa sakit pada klien, mencegah komplikasi setelah operasi dan menolong penyembuhan dalam fungsi-fungsi yang normal.


TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus yang disebut juga leiomioma uteri atau uterine fibroid. Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus uteri. Yangada pada serviks uteri hanya di temukan dalam 3 % sedangkan pada korpus uteri 97 % mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri terjadi sebelum menarche (prawirohardjo, sarwono 1994 ; 281 ).

B. Etiologi
Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschultz yang mengutarakan bahwa terjadi mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang, terus menerus oleh estrogen (Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 282 ).

C. Lokalisasi Mioma Uteri
1. Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus.
2. Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh kearah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu.
3. Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh kearah luar dan menonjol pada permukaan uterus.

D. Komplikasi
1. Pertumbuhan lemiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2. Torsi (putaran tangkai )
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada mioma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

E. Cara Penanganan Mioma Uteri
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan.

Adapun cara penanganan pada mioma uteri yang peru diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal.

Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy ( TAH-BSO )

TAH – BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus,serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignant neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis ( Tucker, Susan Martin, 1998 ; 606 ).

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa TAH-BSO adalah suatu tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding perut untuk mengangkat uterus, serviks,kedua tuba falopii dan ovarium pada malignant neoplastic diseas, leymiomas dan chronic endometriosis.



ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data, pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes RI, 1991 ).

1. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :
Usia :
a. Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
b. Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
c. Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.

2. Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah :
-Lokasi nyeri :
-Intensitas nyeri
-Waktu dan durasi
-Kwalitas nyeri.

3. Riwayat Reproduksi
-Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
-Hamil dan Persalinan
1) Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar.
2) Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.

4. Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan.

Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.

5. Status Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.

6. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.

7. Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.

8. Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.

B. Pengelompokan Data
Analisa data adalah mengkaitkan, menghubungkan data yang telah diperoleh dengan teori, prinsip yang relevan guna mengetahui masalah keperawatan klien (Depkes RI 1991 ; 14 )


B. Diagnose Keperawatan
1) Gangguan Rsa nyaman (nyeri ) berhubungan dengankerusakan jaringan otot dan system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah neyeringai.
2) Gangguan eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
3) Gangguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual .
4) Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi yang kurang benar.


C. Perencanaan
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan, criteria hasil, rencana tindakan atau intervensi dan rasional tindakan (Depkes RI 1991 ; 20 ).

Intervensi keperawatan pada diagnose Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengankerusakan jaringan otot an system saraf. :
1) Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.
2) Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.
3) Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk membayangkan sesuatu.Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
4) Motivasi klien untuk mobilisasi didni setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan.
5) Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.
6) Observasi efek analgetik (narkotik )
7) Obervasi tanda vital : nadi ,tensi,pernafasan.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan gangguan eleminasi miksi (retensi urine) berhubungan dengantrauma mekanis, manipulasipembedahan, oedema jaringan setempat, hemaloma, kelemahan sensori dan kelumpuhan saraf.
1) Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine
2) Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
3) Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
4) Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan daerah pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk )
5) Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.
6) Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat obat untuk melancarkan urine.
7) Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Ganguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
1) Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi
2) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
3) Libatkan klien dalam perawatannya
4) Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.
5) Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
6) Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya perawatan luka dan mandi.
7) Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk membicarakan keluhan-keluhannya.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Kurangnya pengetahuan tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas, menopause, therapy hormon dan perawatan selanjutnya berhubungan denganterbatasnya imformasi.
1) Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyi kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk puli, mengguanakan anatesi yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi.
2) Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat
3) Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
4) Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi
5) Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
6) Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi
7) Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
· Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan dosis renda, dengan sirklus penggunaannya adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama dua hari begitu seterusnya sampai umur menopause.
· Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu memberikan rasa sehatdan mengurangi resiko osteoporosis
· Jelaskan resiko penggunaan therapy
· Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan sikap ( depresi ), tan da troboplebitis, retensi cairan berlebihan, kulit kuning,rasa mual/muntah, pusing dan sakit kepala,rambut rontok, gangguan penglihatan,benjolan pada payudara.


D. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perwujudan ari rencana tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatanini dapat dilaksanakan oleh klien sendiri, oleh perawat secara mandiri maupun bekerjasama engan tim kesehatan lainnya. (Depkes RI 1991 ; 28 )


E. Evaluasi.
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan, sedang tujuan evaluasi itu sendiri adalah menentukan kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan menilai keberhasilan dari rencana keperawatan atau asuhan keperawatan ( Depkes RI 1991 ; 31 )
Adapun evaluasi yang di harapkan pada klien dengan Post TAH-BSO adalah sebagai berikut :
1. Rasa nyama klien terpenuhi
2. Pola eliminasi miksi dan defekasi kembali normal
3. Klien menunjukkan respon adaptif
4. Pengetahuan klien mengenai keadaan dirinya bertambah
5. Pola nafas klien kembali efektif
6. Klien mengerti mengenai adanya perubahan seksualitas.


DAFTAR PUSTAKA
-Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
-Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
-Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta
-Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei 2001
…………….2001. Diktat Kuliah Ilmu Keperawatan Maternitas TA : 2000/01 PSIK.FK. Unair, Surabaya
-Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta.
Read More

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST PARTUM HARI KEDUA DENGAN RIWAYAT HAEMORRHAGE POST PARTUM ( HPP )

di 09.29 Label: Askep Maternitas

A. Pengertian
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP. Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.

B. Klasifikasi perdarahan.
· Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan.
· Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.

C. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
· Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.
3. Gangguan mekanisme pembekuan darah.
· Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

D. Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :
1. Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2. Atonia Uterus
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.

E. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

F. Gambaran klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda
1a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek 
  b. Perdarahan segera setelah bayi lahir
2.a Darah segar mengalir segera setelah anak lahir 
   b Uterus berkontraksi dan keras
   c Plasenta lengkap 
3.a Plasenta belum lahir setelah 30 menit
   b Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras 
4.a  Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
   b Perdarahan segera 
5.a Uterus tidak teraba 
       b  Lumen vagina terisi massa
Penyulit
1.a Syok
   b Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar
2.a  Pucat 
   b Lemah 
   c Mengigil
3.a  Tali pusat putus 
      b. Inversio uteri 
      c. Perdarahan lanjutan
4.a Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang 
5. Neurogenik syok, pucat dan limbung
 Diagnosa penyebab
1. Atonia uteri
2. Robekan jalan lahir
3. Retensio plasenta
4.  Tertinggalnya sebagian plasenta
5. Inversio uteri







G. Penatalaksanaan 
1. Penatalaksanaan umum 
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal 
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman 
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat 
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi 
e. Atasi syok jika terjadi syok 
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri
uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ). 
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir h. Bila
perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah. 
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk 
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya. 

2. Penatalaksanaan khusus 
a. Atonia uteri 
- Kenali dan tegakan kerja atonia uteri 
- Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus 
- Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir 
- Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan : 
-- Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke
fasilitas kesehata rujukan. 
-- Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen
dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium. 
-- Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan
posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan
menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.

b. Retensio plasenta dengan separasi parsial 
- Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. 
- Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi
terkontrol tali pusat. 
- Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal. 
- Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan
halus. 
- Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia. 
- Lakukan transfusi darah bila diperlukan. 
- Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ). 

c. Plasenta inkaserata 
- Tentukan diagnosis kerja 
- Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan
infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus
oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang
mungkin timbul. 
- Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. 
- Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas. 
- Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum 
- Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas. 
- Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit
sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut. 
- Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral 
- Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar
perlahan-lahan. 

d. Ruptur uteri 
- Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi 
- Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar
harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan 
- Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi
uterus 
- Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi 
- Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen 
- Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi. 

e. Sisa plasenta 
- Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan 
- Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis 
- Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila
serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuret. 
- Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari. 

f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina 
- Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan 
- Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik 
- Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap  
-Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal  
-Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi
pada rektum, sebagai berikut :  
-Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan  
-Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan
benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan
klem dan jahit dengan benang no 2/0.  
-Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau
kromik 2/0 ) secara jelujur.  
-Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler  
-Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi. 

g. Robekan serviks  
-Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi
spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.  
-Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera
lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio  
-Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit 
-Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska
tindakan  
-Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi  
-Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi
darah 

H. Pengkajian 
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun 
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin,
kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang. 
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia,
bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep,
chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III. 
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi 
5. Pengkajian fisik : 
- Tanda vital : 
· Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg) 
· Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit) 
· Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit ) 
· Suhu : Normal/ meningkat 
· Kesadaran : Normal / turun  
-Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi 
- Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang  
-Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )  
-Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang 
I. Diagnosa Keperawatan 
1. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam 
2. Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam 
3. Cemas/ketakutan s/d perubahan keadaan atau ancaman kematian 
4. Resiko infeksi s/d perdarahan 
5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan. 

J. Rencana tindakan keperawatan 
1. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam 
tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan 
Rencana tindakan : 
a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang 
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak
dan organ lain. 
b. Monitor tanda vital 
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat 
c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit 
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal 
d. Evaluasi kandung kencing 
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus 
e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis. 
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan
diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri 
f. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum 
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang
lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom 
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa
mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.  
g. Berikan infus atau cairan intravena 
R/ Cairan intravena mencegah terjadinya shock 
h. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri ) 
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan 
i. Berikan antibiotik 
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada subinvolusio 
j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu ) 
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh. 

2. Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam 
tujuan : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal 
Rencana keperawatan : 
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit 
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital 
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit 
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang
sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin 
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI 
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI 
4. Tindakan kolaborasi : 
v Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia
jaringan ) 
v Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan ). 

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian 
tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas
berkurang atau hilang. 
Rencana tindakan : 
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan 
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya 
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar ) 
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis 
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung 
R/ Memberikan dukungan emosi 
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan 
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui 
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya 
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas 
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien 
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat. 

4. Potensial infeksi sehubungan dengan perdarahan 
tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal ) 
Rencana tindakan : 
1. Catat perubahan tanda vital 
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi 
2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri panggul 
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi 
3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea 
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan 
4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran kencing 
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan 
5. Tindakan kolaborasi 
· Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan ) 
· Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ). 


K. Evaluasi 
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil : 
· Tanda vital dalam batas normal : 
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg 
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit 
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit 
d. Suhu : 36 – 37 oc 
· Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl

 Gas darah dalam batas normal 
· Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang
dilakukan 
· Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan
emosinya 
· Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari 
· Klien tidak merasa nyeri 
· Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya


Sumber Pustaka : 
-Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company,
Pholadelpia. 
-Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA. 
-Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia. 
-Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta. 
-RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya 
-Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung. 
-Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni,Bandung.
Read More
Postingan Lama Beranda
Lihat versi seluler
Langganan: Postingan ( Atom )
 photo banner300x250-biru.gif

Blog Archive

  • 2016 (1)
    • 09/18 - 09/25 (1)
      • PENGETAHUAN IBU TENTANG BIANG KERINGAT PADA BAYI 0...
  • 2015 (10)
    • 10/11 - 10/18 (1)
    • 09/13 - 09/20 (1)
    • 09/06 - 09/13 (1)
    • 07/05 - 07/12 (1)
    • 05/17 - 05/24 (6)
  • 2014 (1)
    • 04/13 - 04/20 (1)
  • 2012 (770)
    • 02/19 - 02/26 (5)
    • 02/12 - 02/19 (10)
    • 02/05 - 02/12 (4)
    • 01/29 - 02/05 (27)
    • 01/22 - 01/29 (88)
    • 01/15 - 01/22 (101)
    • 01/08 - 01/15 (169)
    • 01/01 - 01/08 (366)
  • 2011 (4477)
    • 12/25 - 01/01 (336)
    • 12/18 - 12/25 (62)
    • 12/11 - 12/18 (70)
    • 12/04 - 12/11 (77)
    • 11/27 - 12/04 (40)
    • 11/20 - 11/27 (67)
    • 11/13 - 11/20 (198)
    • 11/06 - 11/13 (187)
    • 10/30 - 11/06 (340)
    • 10/23 - 10/30 (32)
    • 10/16 - 10/23 (109)
    • 10/09 - 10/16 (80)
    • 08/14 - 08/21 (75)
    • 08/07 - 08/14 (81)
    • 07/31 - 08/07 (82)
    • 07/24 - 07/31 (65)
    • 07/17 - 07/24 (91)
    • 07/10 - 07/17 (47)
    • 07/03 - 07/10 (44)
    • 06/26 - 07/03 (53)
    • 06/19 - 06/26 (59)
    • 06/12 - 06/19 (47)
    • 06/05 - 06/12 (65)
    • 05/29 - 06/05 (63)
    • 05/22 - 05/29 (77)
    • 05/15 - 05/22 (115)
    • 05/08 - 05/15 (65)
    • 05/01 - 05/08 (104)
    • 04/24 - 05/01 (45)
    • 04/17 - 04/24 (70)
    • 04/10 - 04/17 (134)
    • 04/03 - 04/10 (72)
    • 03/27 - 04/03 (18)
    • 03/20 - 03/27 (47)
    • 03/13 - 03/20 (68)
    • 03/06 - 03/13 (40)
    • 02/27 - 03/06 (56)
    • 02/20 - 02/27 (77)
    • 02/13 - 02/20 (76)
    • 02/06 - 02/13 (198)
    • 01/30 - 02/06 (194)
    • 01/23 - 01/30 (132)
    • 01/16 - 01/23 (196)
    • 01/09 - 01/16 (202)
    • 01/02 - 01/09 (121)
  • 2010 (2535)
    • 12/26 - 01/02 (156)
    • 12/19 - 12/26 (65)
    • 12/12 - 12/19 (73)
    • 12/05 - 12/12 (84)
    • 11/28 - 12/05 (80)
    • 11/21 - 11/28 (68)
    • 11/14 - 11/21 (63)
    • 11/07 - 11/14 (50)
    • 10/31 - 11/07 (50)
    • 10/24 - 10/31 (36)
    • 10/17 - 10/24 (58)
    • 10/10 - 10/17 (35)
    • 10/03 - 10/10 (31)
    • 09/26 - 10/03 (21)
    • 09/19 - 09/26 (26)
    • 09/12 - 09/19 (55)
    • 09/05 - 09/12 (65)
    • 08/29 - 09/05 (33)
    • 08/22 - 08/29 (70)
    • 08/15 - 08/22 (45)
    • 08/08 - 08/15 (35)
    • 08/01 - 08/08 (37)
    • 07/25 - 08/01 (27)
    • 07/18 - 07/25 (19)
    • 07/11 - 07/18 (30)
    • 07/04 - 07/11 (56)
    • 06/27 - 07/04 (28)
    • 06/20 - 06/27 (22)
    • 06/13 - 06/20 (30)
    • 06/06 - 06/13 (21)
    • 05/30 - 06/06 (5)
    • 05/16 - 05/23 (6)
    • 05/09 - 05/16 (29)
    • 05/02 - 05/09 (59)
    • 04/25 - 05/02 (28)
    • 04/18 - 04/25 (38)
    • 04/11 - 04/18 (70)
    • 04/04 - 04/11 (59)
    • 03/28 - 04/04 (65)
    • 03/21 - 03/28 (89)
    • 03/14 - 03/21 (218)
    • 03/07 - 03/14 (95)
    • 02/28 - 03/07 (135)
    • 02/21 - 02/28 (102)
    • 01/03 - 01/10 (68)
  • 2009 (1652)
    • 12/27 - 01/03 (36)
    • 12/20 - 12/27 (22)
    • 12/13 - 12/20 (100)
    • 12/06 - 12/13 (45)
    • 11/29 - 12/06 (24)
    • 11/22 - 11/29 (22)
    • 11/15 - 11/22 (19)
    • 11/08 - 11/15 (28)
    • 11/01 - 11/08 (11)
    • 10/25 - 11/01 (17)
    • 10/18 - 10/25 (38)
    • 10/11 - 10/18 (33)
    • 10/04 - 10/11 (15)
    • 09/27 - 10/04 (21)
    • 09/20 - 09/27 (7)
    • 09/13 - 09/20 (84)
    • 09/06 - 09/13 (35)
    • 08/30 - 09/06 (48)
    • 08/23 - 08/30 (118)
    • 08/16 - 08/23 (26)
    • 08/09 - 08/16 (34)
    • 08/02 - 08/09 (35)
    • 07/26 - 08/02 (31)
    • 07/19 - 07/26 (14)
    • 07/12 - 07/19 (16)
    • 07/05 - 07/12 (28)
    • 06/28 - 07/05 (26)
    • 06/21 - 06/28 (76)
    • 06/14 - 06/21 (26)
    • 06/07 - 06/14 (21)
    • 05/31 - 06/07 (43)
    • 05/24 - 05/31 (38)
    • 05/17 - 05/24 (26)
    • 05/10 - 05/17 (52)
    • 05/03 - 05/10 (15)
    • 04/26 - 05/03 (38)
    • 04/19 - 04/26 (32)
    • 04/12 - 04/19 (22)
    • 04/05 - 04/12 (20)
    • 03/29 - 04/05 (40)
    • 03/22 - 03/29 (43)
    • 03/15 - 03/22 (18)
    • 03/08 - 03/15 (14)
    • 03/01 - 03/08 (22)
    • 02/22 - 03/01 (12)
    • 02/15 - 02/22 (9)
    • 02/08 - 02/15 (11)
    • 02/01 - 02/08 (19)
    • 01/25 - 02/01 (37)
    • 01/18 - 01/25 (21)
    • 01/11 - 01/18 (33)
    • 01/04 - 01/11 (31)
  • 2008 (700)
    • 12/28 - 01/04 (13)
    • 12/21 - 12/28 (9)
    • 12/14 - 12/21 (57)
    • 12/07 - 12/14 (5)
    • 11/30 - 12/07 (18)
    • 11/23 - 11/30 (33)
    • 11/16 - 11/23 (31)
    • 11/09 - 11/16 (23)
    • 11/02 - 11/09 (18)
    • 10/26 - 11/02 (11)
    • 10/19 - 10/26 (15)
    • 10/12 - 10/19 (13)
    • 10/05 - 10/12 (25)
    • 09/28 - 10/05 (2)
    • 09/21 - 09/28 (14)
    • 09/14 - 09/21 (19)
    • 09/07 - 09/14 (43)
    • 08/31 - 09/07 (3)
    • 08/24 - 08/31 (33)
    • 08/17 - 08/24 (65)
    • 08/10 - 08/17 (4)
    • 08/03 - 08/10 (26)
    • 07/27 - 08/03 (6)
    • 07/20 - 07/27 (19)
    • 07/13 - 07/20 (18)
    • 07/06 - 07/13 (60)
    • 06/29 - 07/06 (53)
    • 06/22 - 06/29 (49)
    • 06/15 - 06/22 (11)
    • 06/08 - 06/15 (4)

Popular Posts

  • ASKEP NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM
    ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
  • Hubungan Usia Terhadap Perdarahan Post Partum Di RSUD
    KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
  • PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
    PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
  • PATHWAY HEMATEMESIS MELENA
    Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
  • PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS
    PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
  • Ikterus
    DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
  • Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence)
    Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
  • Materi Kesehatan: Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ)
     Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ) PERBANDINGAN AKURASI TAKSIRAN BERAT BADAN JANIN MENGGUNAKAN RUMUS JOHNSON TOHSACH DENGAN MODIFIKASI RUMUS...
  • Diagnosa Keperawatan Aktual
    Konsep Dasar Diagnosa Keperawatan Aktual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu aspek yang terpenting dalam proses kepera...
  • PATHWAY COMBUSTIO
    Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...

Statistik

© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates