Senin, 28 Februari 2011
Tali Pusat Menumbung

- Sectio caesaria, merupakan pilihan selama bayinya cukup bulan dan dalam keadaan baik. Nasib bayi pada section caesaria jauh lebih baik dibanding kelahiran dengan cara lain. Bahaya untuk ibu juga sangat kurang dibanding dengan melahirkan bayi secara paksa pada pembukaan yang belum lengkap. Sementara dilakukan persiapan operasi diadakan usaha-usaha untuk mengurangi kompresi tali pusat seperti tersebut diatas.
- Reposisi tali pusat dapat dicoba jika tidak dapat dikerjakan section caesarea. Tali pusat dibawah ke atas kedalam uterus, sedangkan bagian terendah janin di dorong ke bawah masuk panggul kemudian di tahan kadang-kadang reposisi tali pusat berhasil tetapi umumnya kita kehilangan banyak waktu yang berharga pada waktu melakukan.
- Jika usaha ini tidak berhasil, pasien di pertahankan dalam posisi trendelenburg dengan harapan tali pusat tidak tertekan sehingga bayi tetap dapat hidup sampai pembukaan menjadi cukup lebar untuk memungkinkan lahirnya bayi.
- Dilatasi serviks secara manual, insisi serviks dan cara-cara lain untuk memaksakan pembukaan serviks tidak akan pernah diterima. Keberhasilannya kecil sedangkan resiko untuk ibu besar.
Selasa, 04 Januari 2011
Asuhan Kebidanan dengan Episiotomi

- Episitomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki, lebih sedikit pendarahan, penyembuhan lebih baik dan jarang dispareuni.Episitomi ini dapat menyebabkan ruptur totalis.
- Episitomi mediolateral merupakan jenis insisi yang banyak dilakukan karena lebih aman.
- Episiotomi lateral, tidak dianjurkan lagi karena hanya dapat menimbulkan sedikit relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak dan sukar direparasi.
- Meningkatkan jumlah darah yang hilang dan resiko hematoma
- Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebaih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi
- Meningkatkan risiko infeksi (terutama jika prosedur PI diabaikan) (APN, Revisi 2007)
- Pertimbangkan indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa episitomi tersebut penting untuk keselamatan dan kenyaman ibu dan bayi
- Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia dan dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
- Gunakan teknik aseptic atau antiseptic setiap saat, cuci tangan dan pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
- Jelaskan pada ibu menapa ia memerlukan episiotomi dan diskusikan prosedur denagn ibu. Berikan alasan rasional pada ibu.(APN, Revisi 2007)
- Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu klien untuk merasa rileks
- Hisap 10ml larutan lidokain 1% tanpa epinefrin ke dalam tabung suntik steril ukuran 10ml (tabung suntik lebih besar boleh digunakan jika diperlukan). Jika lidokain 1% tidak tersedia, larutkan 1 bagian lidokain 2% dengan 1 bagian cairan garam fisologis atau air distilasi steril, sebagai contoh larutan 5ml lidokain dalam 5ml cairan garam fisiologis atau air steril
- Pastikan bahwa tabung suntik memiliki jarum ukuran 22 dan panjang 4cm (jarum yang lebih panjang boleh digunakan jika diperlukan)
- Letakkan dua jari kedalam vagina diantara kepala bayi dan perineum
- Masukkan jarum ditengah fourchette dan arahkan jarum sepanjang tempat yang akan diepisiotomi
- Aspirasi (tarik batang penghisap) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di dalam pembuluh darah.jika darah masuk kedalam tabung suntik jangan suntikkan lidokain, tarik jarum tersebut keluar. Ubah posisi jarum dan tusukkan kembali. Alasan:ibu bisa mengalami kejang dan bisa terjadi kematian, jika lidokain disuntikan kedalam pembuluh darah
- Tarik jarum perlahan sambil menyuntikan maksimal 10ml lidokain
- Tarik jarum bila sudah kembali ketitik asal jarum suntik ditusukkan kulit melembung karena anestesi bisa terlihat dan dipalpasi pada perineum disepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi.(APN, Revisi 2007)
- Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat dan 3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi.alasannya: melakukan episiotomi akan menyebabkan perdarahan , jangan melakukannya terlalu dini
- Masukkan dua jari kedalam vagina diantara kepala bayi dan perineum, kedua jari agak diregangkan dan diberikan sedikit tekanan lembut kearah luar pada perineum.Alasannya: hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi
- Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Tempatkan gunting di tengah-tengah fourchette posterior dan gunting mengarah kesudut yang diinginkan untuk melakukan episiotomi mediolateral (jika bukan kidal, episiotomi mediolateral yang dilakukan disisi kiri lebih mudah dijahit). Pastikan untuk melakukan palpasi atau mengidentifikasi sfinter ani eksterna dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping untuk menghindari sfingter
- Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua guntingan yang mantap. Hindari mengunting jaringan sedikit-sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhan lebih lama.
- Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm kedalam vagina
- Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan dilapisi kain atau kasa steril diantara kontraksi untuk membantu mengurangi pendarahan
- Kendalikan kepala, bahu dan bahan bayi untuk mencegah perluasan episiotomi
- Setelah bayi dan plasenta lahir,periksa dengan hati-hati apakah episiotomi,perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan episiotomiatau laserasi tambahan
- Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditempat tidur atau meja.topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam posisi litotomi.
- Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.
- Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perieum bisa dilihat dengan jelas
- Gunakan teknik aseptic pda saat memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan anestesi local dan menjahit luka.
- Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir
- pakai sarung desinfeksi tingkat tinggi atau steril
- Dengan menggunakan teknik aseptic, persiapkan peralatan dan bahan-bahan desinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan.
- duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
- gunakan kain atau kasa desinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.
- periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap.pastikan bahwa laserasi atau sayatan perineum hanya merupakan 1 atau 2 jika laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih lanjut untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat 3 atau 4. Masukkan jari yang besarung tangan kedalam anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka ibu mengalami laserasi derajat 3 atau 4 dan harus dirujuk segera.
- ganti sarung tangan dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril yang baru setelah melakukan pemeriksaan rectum.
- berikan anestesi local.
- siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat tidak pipih) dan benang.gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
- tempatkan jarum pada pemenang jarum pada sudut 900, jepit dan jepit jarum tersebut.
- cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika ada terkontaminasi atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
- pastikan dan bahan-bahan yang digunakan sudah didesinfeksi tingkat tinggi.
- setelah memberikan anestesi local dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah dianestesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas menentukan batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
- buat jahitan pertama kurang lebih 1cm diatas ujung laserasi dibagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.
- tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah cincin hymen.
- tepat sebelum cincin hymen, masukkan jarum kedalam mukosa vagina lalu kebawah cincin hymen sampai jarum berada dibawah laserasi. Periksa kebagian antara jarum diperineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum kepuncak luka.
- teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak tiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas kedalam otot, mungkin perlu satu atau dua lapisan jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.
- setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua.Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan.
- tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin hymen.
- ikat benang dengan membuat simpul didalam vagina.potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek , simpul akan longgar dan laserasi akan membuka.
- ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa taau peralatan yang tertinggal didalam.
- dengan lembut masukkan jari paling kecil kedam anus, raba apa ada jahitan pada rectum. Jika teraba ada jahitan ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pascapersalinan, jika penyembuhan belum sempurna, segera rujuk.
- cuci genetalia dengan lembut dengan sabun dan air desinfeksi tingkat tinggi. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman .
- nasehati ibu untuk
Senin, 22 November 2010
Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Ibu dalam Masa Persalinan
Pengertian Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri) yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 1998: 157).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin+uri), yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. (Mochtar, 1998:91)
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. ( Sarwono, 2005 : 181 )
B. Bentuk Persalinan
1. Persalinan spontan, bila persalinan berlangsung dengan tenaga sendiri.
2. Persalinan buatan, bila persalinan denagn rangsangan sehingga terdapat kekuatan untuk persalinan.
3. Persalinan anjuran
yang paling ideal sudah tentu persalinan spontan karena tidak memerlukan bantuan apapun dan mempunyai trauma persalinan yang paling ringan sehingga kualitas sumber daya manusia dapat terjamin. (Manuaba, 2002 :138)
C. Beberapa Istilah yang Ada Hubungannya dengan Partus
1. Menurut cara Persalinan
a. Partus biasa ( normal )disebut juga partus spontan, adalah proses lahirnya bayi pada LBK dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Partus luar biasa ( abnormal ) ialah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat atau melalui dinding perut dengan operasi caesarea
2. Menurut tua ( umur ) kehamilan :
a. Abortus ( keguguran )adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup ( viable )- berat janin di bawah 1000gr- tua kehamilan di bawah 28 minggu.
b. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-38 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur berat janin antara 1000-2500gr.
c. Partus maturus atau aterm ( cukup bulan ) adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu, janin matur berat badan diatas 2500gr.
d. Partus post maturus ( serotinus ) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang di taksir, janin disebut post matur.
e. Partus presipatatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas becak dan sebagainya.
f. Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya disproporsi sefalopelvik.
Pembagian menurut buku lama adalah :
a. Abortus ialah penghentian atau pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan 16 minggu atau sebelum plasentasi selesai.
b. Partus imaturus adalah penghentian kehamilan sebelum janin viable atau berat janin kurang dari 1000gr atau kehmailan di bawah 28 minggu.
3. Gravida dan para
a. Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil.
b. Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya.
c. Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya.
d. Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable.
e. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya.
f. Multipara atau pleuripara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa kali( sampai 5 kali ).
g. Grande multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup atau mati.
( Mochtar, 1998 : 91-92 )
D. Sebab – sebab yang menimbulkan persalinan
Sebab-sebab terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara lain dikemukakan faktor-faktor hormonal, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi.
Teori penurunan hormon : 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
1. Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
2. Teori distensi rahim : rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenter.
3. Teori iritasi nekanik : dibelakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan di tekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.
4. Induksi partus ( Induction of labour ), partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan :
a) Gagang laminaria : beberapa laminaria dimasukkan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang fleksus frankenhauser.
b) Amniotomi : pemecahan ketuban
c) Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan per infus. ( Mochtar, 1998 : 93 )
E. Terjadinya permulaan persalinan
Dengan turunnya hormon progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontraksi. Kontraksi otot rahim menyebabkan :
1. Turunnya kepala, masuk pintu atas panggul, terutama pada primigravida minggu ke -36 dapat menimbulkan sesak bagian bawah, di atas simpisis pubis dan sering ingin kencing karena kandung kemih tertekan kepala.
2. Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.
3. Terjadi perasaan sakit di daerah pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya fleksus frankenhuser yang terletak sekitar serviks ( tanda persalinan palsu-false labour
4. Terjadi pengeluaran lendir, dimana lendir penutup serviks dilepaskan.
5. Terjadi perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot rahim.
( Manuaba, 1998 : 160 )
F. Tahapan Persalinan
Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu :
Kala I : waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm
Kala II : kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir
Kala III : waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri
Kala IV : mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam
1. Kala I ( Kala Pembukaan )
In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloody show), karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement).
Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka
Kala pembukaan dibagi 2 fase, yaitu :
a. Fase laten : di mana pembukaan serviks berlangsung lambat ; sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam.
b. Fase aktif : berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase :
1) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm
2) Periode dilatasi maksimal (steady) : selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm
3) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap
Dalam buku-buku, proses membukanya serviks disebut dengan berbagai istilah : melembek (softening), menipis (thinned out), oblitrasi (obliterated), mendatar dan tertarik ke atas (effaced and taken up) dan membuka (dilatation)
Fase-fase yang dikemukakan di atas dijumpai pada primigravida. Bedanya dengan multigravida ialah :
Primi Multi
Serviks mendatar (effacement) Mendatar dan membuka
Dulu baru dilatasi bisa bersamaan
Berlangsung 13-14 jam berlangsung 6-7 jam
2. Kala II (kala pengeluaran janin)
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karenan tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi : 1 ½ - 2 jam, pada multi ½ - 1 jam
3. Kala III (kala pengeluaran uri)
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-1 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dana akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruhb proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc
4. Kala IV
Adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum.
Lamanya persalinan pada primi dan multi adalah :
Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam
Kala II 1 jam ½ jam
Kala III ½ jam ¼ jam
Lama persalinan 14 ½ jam 7 ¾ jam
G. Tujuan Asuhan Persalinan
Tujuan asuhan persalinan normal yaitu mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal.
H. Tanda-tanda persalinan
Gejala persalinan sebagai berikut :
1. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek.
2. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu :
a. Pengeluaran lendir
b. Lendir bercampur darah
3. Dapat disertai ketuban pecah
4. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks :
a. Perlunakan serviks
b. Pendataran serviks
c. Terjadi pembukaan serviks
Faktor-faktor penting dalam persalinan adalah :
1. Power
a. His ( kontraksi rahim )
b. Kontraksi otot dinding rahim
1) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
2) Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum
2. Pasanger
Janin dan plasenta
Passage
Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang.
Pada waktu partus akan terjadi perubahan-perubahan pada uterus, serviks, vagian dan dasar panggul. ( Manuaba, 1998 : 160 )
Minggu, 14 November 2010
ADAPTASI FISIK DAN PSIKIS POST PARTUM
Selasa, 02 November 2010
ASKEB Bayi Baru Lahir
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan adekuat.
a. Kelainan yang terjadi pada kelahiran cunam/vakum biasanya disebabkan oleh tarikan atau tahanan dinding jalan lahir terhadap kepala bayi.
1. Kelainan Perifer
1) Molding
2) Kaput suksedanum
3) Sefalhematum
4) Perdarahan subaponeurosis
5) Kerusakan saraf perifer
6) Trauma pada kulit
7) Perdarahan subkojungtiva
8) Perdarahan retina
2. Kelainan Sentral
1) Iritasi sentral
2) Perdarahan/gangguan sirkulasi otak
3. Keluhan dengan seksio sesarea
4. Kelainan presentasi bokong
5. Kelahiran presentasi muka
6. Kelahiran letak lintang
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi lahir dengan trauma lahir.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami trauma kelahiran pada bayi baru lahir khususnya
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian baik secara subyektif maupun obyektif pada bayi baru lahir dengan trauma lahir
3. Mahasiswa mampu membuat analisa data dan mengidentifikasi perlunya segera untuk melakukan kolaborasi maupun rujukan ke instalasi yang lebih tinggi
4. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan trauma kelahiran khususnya.
5. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir sesuai dengan rencana yang telah diuraikan.
6. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi dan hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
1.3 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan metode ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode studi pustaka melalui referensi-referensi yang ada di perpustakaan kampus maupun rumah sakit.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Menguraikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teori
Menguraikan konsep dasar bayi baru lahir dengan trauma lahir meliputi definisi, etiologi, gambara klinis, prognosis, penanganan pasien dan penyulit yang diderita pasien.
BAB III : Tinjauan Kasus
Berisi tentang pengkajian data subyektif dan obyektif, analisa data, assesment/diagnosa, planning, implementasi, serta evaluasi.
BAB IV : Penutup
Berisi tentang kesimpulan dari tinjauan teori dan tinjauan kasus, serta saran dan untuk makalah asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Trauma atau Cedera Kelahiran
Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran (IKA, Jilid I).
Luka yang terjadi pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian. Perlakukan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlakuaan kelahiran sendiri dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai Asfiksia. Trauma lahir mungkin masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli yang terlatih.
Angka kejadian trauma lahir pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan banyak kemajuan dalam bidang obstetri, khususnya pertimbangan seksio sesarea atau indikasi adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi. Cara kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma lahir. Angka kejadian trauma lahir yang mempunyai arti secara klinis berkisar antara 2 sampai 7 per seribu kelahiran hidup. Berapa faktor risiko yang dapat menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah makrosomia, malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi sefala pelvik, kelahiran dengan tindakan persalinan lama, persalinan presipitatus, bayi kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya faktor manusia penolong persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat hubungannya dengan cara lahir bayi tersebut atau phantom yang dilakukan penolong persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan demikian cara lahir tertentu umumnya mempunyai predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula. Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal pula trauma lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan per intraventrikuler dalam otak.
2.1.1 Perlakuan Pada Susunan Syaraf
2.1.1.1 Paralis Pleksus Brakialis
Brachial Palsy ada 2 jenis, yakni :
a. Paralisis Erb-Duchene
Kerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus biokialis menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks biseps dan moro. Lengan berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah dalam pranasi, dan telapak tangan ke dorsal. Pada trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma.
Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.
Secara klinis di samping gejala kelumpuhan Erb akan terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas.
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.
b. Paralisis Klumpke
Kerusakan cabang-cabang C8 – Ih1 pleksus brakialis menyebabkan kelemahan lengan otot-otot fleksus pergelangan, maka bayi tidak dapat mengepal.
Penyebabnya adalah tarikan yang kuat daerah leher pada kelahiran bayi menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis. Sering dijumpai pada letak sungsang atau pada letak kepala bila terjadi distosia bahu.
Secara klinis terlihat refleks pegang menjadi negatif, telapak tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap positif. Jika serabut simpatis ikut terkena, maka akan terlihat simdrom HORNER yang ditandai antara lain oleh adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus, dan hilangnya keringat di daerah kepala dan muka homolateral dari trauma lahir tersebut.
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan memasang bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang selanjutnya diusahakan program latihan.
c. Paralisis Nervus Frenikus
Trauma lahir saraf frenikus terjadi akibat kerusakan serabut saraf C3, 4, 5 yang merupakan salah satu gugusan saraf dalam pleksus brakialis. Serabut saraf frenikus berfungsi menginervasi otot diafragma, sehingga pada gangguan radiologik, yang menunjukkan adanya elevasi diafragma yang sakit serta pergeseran mediastinum dan jantung ke arah yang berlawanan. Pada pemeriksaan fluoroskopi, disamping terlihat diafragma yang sakit lebih tinggi dari yang sehat, terlihat pula gerakan paradoksimal atau seesawmovements pada kedua hemidiafragma. Gambaran yang akan tampak adalah waktu inspirasi diafragma yang sehat bergerak ke bawah, sedang diafragma yang sakit bergerak ke atas, gambaran sebaliknya tampak pada waktu ekspirasi. Pada pemeriksaan fluoroskopi terlihat mediastinum bergeser ke posisi normal pada waktu inspirasi.
Pengobatan ditujukan untuk memperbaiki keadaan umum bayi. Bayi diletakkan miring ke bagian yang sakit, disamping diberikan terapi O2. Pemberian cairan Intra Vena pada hari-hari pertama dapat dipertimbangkan bila keadaan bayi kurang baik atau dikhawatirkan terjadinya asidosis. Jika keadaan umum telah membaik, pemberian minum per oral dapat dipertimbangkan. Pada kasus demikian perlu pengawasan cermat kemungkinan pneumonia hipostatik akibat gangguan fungsi diafragma pada bagian yang sakit. Pemberian antibiotik sangat dianjurkan bila gangguan pernafasan terlihat berat atau kelumpuhan saraf frenikus bersifat bilateral, maka dapat dipertimbangkan penggunaan ventilator. Penggunaan pacu elektrik diafragma dapat digunakan dianjurkan bila sarana memungkinkan serta kontraksi otot diafragma cukup baik. Tindakan bedah dapat dilakukan bila saat nafas sangat berat atau sesak nafas bertambah berat walaupun telah dilakukan pengobatan konservatif yang memadai. Walupun bayi tidak menunjukkan gejala sesak berat tetapi pada pemeriksaan radiologi, 3 – 4 bulan kemudian fungsi hemidiafragma yang sakit tidak menunjukkan kemajuan yang berarti, maka perlu dipikirkan terhadap kemungkinan tindakan bedah.
d. Kerusakan Medulla Spinalis
Gejala tergantung bagian mana dari medulla spinalis yang rusak, dijumpai gangguan pernafasan, kelumpuhan kedua tungkai dan retensiourin. Hal ini dapat terjadi letak sungsang, presentasi muka dan dahi, atau pada distosia persalinan, disebabkan tarikan, hiperfleksi, atau hiperekstensi yang berlebihan. Penanganan dengan berkonsutasi pada bagian Neurologi.
e. Paralisis Pita Suara
Terjadi kerusakan pada cabang lain n. vagus menyebabkan gangguan suara (afonia), stridor inspirasi, atau sindroma gangguan pernafasan. Hal ini disebabkan tarikan, hiperfleksi atau hiperekstensi yang berlebihan di daerah leher sewaktu persalinan. Kelainan ini dapat menghilang sendiri setelah 4 – 6 minggu tetapi pada yang berat memerlukan penanganan khusus seperti trakeostomi.
2.1.2 Fraktur (Patah Tulang)
a. Fraktur Tulang Tengkorak
Jarang terjadi karena tulang tengkorak bayi masih cukup lentur dan adanya daya molase pada sutura tulang tengkorak. Trauma ini biasanya ditemukan pada kesukaran melahirkan kepala bayi yang mengakibatkan terjadinya tekanan yang keras pada kepala bayi oleh tulang pervis ibu. Kemungkinan lain terjadinya trauma ini adalah pada kelahiran cunam yang disebabkan oleh jepitan keras umumnya berupa fraktur linier atau fraktur depresi, fraktur basis kranu jarang terjadi.
Pada fraktur linier, secara klinis biasanya disertai adanya hematoma sefal didaerah tersebut. Umumnya tingkah laku bayi terlihat normal saja kecuali bila fraktur linier ini disertai perdarahan ke arah subdural atau subarachnoid. Diagnosa fraktur atau fisura linier tanpa komplikasi tidak memerlukan tindakan khusus, tetapi pemeriksaan ulang radiologik perlu memerlukan 4 – 6 minggu kemudian untuk meyakinkan telah terjadinya penutupan fraktur linier tersebut, di samping untuk mengetahui secara dini kemungkinan terjadinya kista leptomeningeal di bawah tempat fraktur. Prognosis fraktur linier baik, biasanya akan sembuh sedini dalam beberapa minggu. Bila terjadi komplikasi seperti kista. Pengobatan oleh bidang bedah syaraf harus dilakukan sedini mungkin.
Fraktur depresi secara klini jelas terlihat teraba adanya lekukan pada atap tulang tengkorak bayi. Trauma lahir ini lebih sering ditemukan pada kelahiran dengan cunam. Fraktur depresi yang kecil tanpa komplikasi atau tanpa gejala neurologik biasanya akan sembuh sendiri tanpa tindakan, tetapi memerlukan observasi yang terliti. Pada lekukan yang tidak terlalu lebar tanpa gejala neurologik, beberapa cara sederhana dapat dilakukan untuk mengangkat lekukan tersebut, seperti teknik penekanan pinggir fraktur atau dengan pemakaian pompa susu ibu sebagai alat vakum pada lekukan tersebut. Pada fraktur depresi yang besar, apalagi jika disertai adanya trauma intrakranial dan gejala kelainan neurologik, perlu dilakukan intervensi bedah syaraf untuk mengangkat lekukan tulang guna mencegah kerusakan korteks serebri akibat penekanan lekukan tulang. Prognosis fraktur depresi umumnya baik bila tindakan pengobatan yang perlu dapat segera dilaksanakan.
b. Fraktur Tulang Klavikula
Fraktur tulang klavikula merupakan trauma lahir pada tulang yang tersering ditemukan dibandingkan dengan trauma tulang lainnya. Trauma ini ditemukan pada kelahiran letak kepala yang mengalami kesukaran pada waktu melahirkan bahu, atau sering pula ditemukan pada waktu melahirkan bahu atau sering juga terjadi pada lahir letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur freenstick, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi suatu fraktur total, fraktur ini ditemukan 1 – 2 minggu kemudian setelah teraba adanya pembentukan kalus.
1. Gejala Klinis
Yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan adanya trauma lahir klavikula jenis greenstick adalah :
1) Gerakan tangan kanan-kiri tidak sama
2) Refleks moro asimotris
3) Bayi menangis pada perabaan tulang klavikula
4) Gerakan pasif tangan yang sakit disertai riwayat persalinan yang sukar.
2. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula
1) Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat pembentukan kalus.
2) Lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi 600 dan fleksi pergelangan siku 900.
3) Umumnya dalam waktu 7 – 10 hari rasa sakit telah berkurang dan pembentukan kalus telah terjadi.
c. Fraktur Tulang Humerus
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.
1. Gejala Klinis
1) Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
2) Refleks moro asimetris
3) Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa sakit
4) Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
Letak fraktur umumnya di daerah diafisi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
2. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang humerus
1) Imobilisasi selama 2 – 4 minggu dengan fiksasi bidai
2) Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang tindih ringan dengan deformitas, umumnya akan baik.
3) Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang yang fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal
d. Fraktur Tulang Femur
Umumnya fraktur pada kelahiran sungsang dengan kesukaran melahirkan kaki. Letak fraktur dapat terjadi di daerah epifisis, batang tulang leher tulang femur.
1. Gejala Klinis
1) Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan adanya gerakan kaki yang berkurang dan asimetris.
2) Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan krepitasi pada tulang femur.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
2. Pengobatan fraktur tulang femur
1) Imobilisasi tungkai bawah dengan jalan fiksasi yang diikuti oleh program latihan
2) Dirujuk ke bagian bedah tulang
2.1.3 Perlakuan Jaringan Lunak Bayi Baru Lahir
1. Kaput Suksedaneum
Kaput suksedaneum merupakan benjolan yang difus dikepala terletak pada prosentasi kepala pada waktu bayi lahir.
Kelainan ini timbul akibat tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan sirkulasi-kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstra vasa.
Gambaran klinisnya, benjolan kaput berisi cairan serum dan sering bercampur sedkit darah. Secara klinis benjolan ditemukan di daerah presentasi lahir, pada perabaan teraba benjolan lunak, berbatas tidak tegas, tidak berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan.
Kaput suksedaneum dapat terlihat segera setelah bayi lahir dan akan hilang sendiri dalam waktu dua sampai tiga hari umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus.
2. Sefalohematoma
Sefalohematoma merupakan suatu perdarahan subperiostal tulang tengkorak berbatas tegas pada tulang yang bersangkutan dan tidak melewati sutura.
Sefalohematoma timbul pada persalinan dengan tindakan seperti tarikan vakum atau cunam, bahkan dapat pula terjadi pada kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi. Akibatnya timbul timbunan darah di daerah subperiost yang dari luar terlihat sebagian benjolan.
Secara klinis benjolan Sefalohematoma benbentuk benjolan difus, berbatas tegas, tidak melampaui sutura karena periost tulang berakhir di sutura. Pada perabaan teraba adanya fluktuasi karena merupakan suatu timbunan darah yang letaknya dirongga subperiost yang terjadi ini sifatnya perlahan-lahan benjolan timbul biasanya baru tampak jelas beberapa jam setelah bayi lahir (umur 6 – 8 jam) dan dapat membesar sampai hari kedua atau ketiga. Sefalohematoma biasanya tampak di daerah tulang perietal, kadang-kadang ditemukan ditulang frontal. Benjolan hematoma sefal dapat bersifat soliter atau multipel.
Sefalohematoma pada umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus. Biasanya mengalami resolusi sendiri dalam 2 – 8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Sefalohematoma jarang menimbulkan perdarahan masif yang memerlukan transfusi, kecuali pada bayi yang mempunyai gangguan pembekuan. Pemeriksaan radiologik pada hematoma sefal hanya dilakukan jika ditemukan adanya gejala susunan saraf pusat atau pada hematoma sefal yang terlalu besar disertai dengan adanya riwayat kelahiran kepala yang sukar dengan atau tanpa tarikan cunam yang sulit ataupun kurang sempurna.
3. Perdarahan Subafoneurosis
Perdarahan subafoneurosis merupakan perdarahan masif dalam jaringan lunak di bawah lapisan aponeurosis epikranial. Trauma lahir ini sering disebut pula sebagai “hematoma sefal subaponeurosis”.
Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh vena emisaria. Perdarahan timbul secara perlahan dan mengisi ruang jaringan yang luas, sehingga benjolan trauma lahir ini biasanya baru terlihat setelah 24 jam sampai hari kedua pasca lahir. Pada perdarahan yang cepat dan luas, benjolan dapat teraba 12 jam setelah bayi lahir. Pada umumnya bayi lahir dengan letak kepala yang tidak normal atau kelahiran dengan tindakan misalnya tarikan vakum berat.
Pada benjolan yang luas perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan sistem pembekuan. Bayi perlu mendapat vitamin K. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan yang luas. Dalam keadaan ini mungkin dapat timbul renjatan akibat perdarahan. Pengobatan dalam keadaan ini berupa pemberian transfusi darah. Komplikasi lain adalah kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia akibat resorpsi timbunan darah.
4. Trauma Muskulus Sternokleido-Mastoideus
Adalah suatu hematoma (tumor yang dijumpai pada otot sternokleidomastoideus). Trauma ini sering disebut pula sebagai “tortikolis” otot leher.
Diduga trauma terjadi akibat robeknya sarung otot sternokleido-mastoideus. Perobekan ini menimbulkan hematoma, yang bila dibiarkan akan diikuti pembentukan jaringan fibrin dan akhirnya akan menjadi jaringan sisa. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa dasar kelainan ini telah dijumpai sejak kehidupan intrauterin sebagai gangguan pertumbuhan otot tersebut atau pengaruh posisi fetus intrauterin.
Secara klinis, umumnya benjolan baru terlihat 10 – 14 hari setelah kelahiran bayi. Benjolan terletak kira-kira dipertengahan otot sternokleido-mastoideus. Pada perabaan teraba benjolan berkonsistensi keras dengan garis tengah 1 – 2 cm, berbatas tegas, sukar digerakkan dan tidak menunjukkan adanya radang. Benjolan akan membesar dalam waktu 2 – 4 minggu kemudian. Akibatnya posisi kepala bayi akan terlihat miring ke arah bagian yang sakit, sedangkan dagu menengadah dan berputar ke arah yang berlawanan dari bagian yang sakit.
Pengobatannya dilakukan sedini mungkin dengan latihan fisioterapi. Tujuan latihan ini adalah untuk meregangkan kembali otot yang sakit agar tidak terlanjur memendek. Dengan pengobatan konservatif yang dilakukan dini dan teratur, benjolan akan hilang dalam 2 – 3 bulan.
5. Perdarahan Subkunjungtiva
Adalah salah satu trauma lahir dibola mata yang dapat dilihat dari luar adalah perdarahan subkunjungtiva.
Hal ini terjadi akibat dari persalinan kala II lama atau akibat dari lilitan talipusat yang erat di daerah leher.
Perdarahan ini ditandai dengan bercak merah di daerah konjungtiva, bulbi. Perdarahan dapat dijumpai pada kelahiran spontan letak kepala, walupun akan lebih sering terlihat pada kelahiran letak muka, atau letak dahi.
Pengobatan khusus umumnya tidak diperlukan. Bercak merah didaerah sklera ini umumnya akan hilang sendiri dalam waktu 1 – 2 minggu. Pada waktu proses penyembuhan, bercak tersebut akan mengalami absorpsi dan akan berubah warna menjadi jingga dan kuning. Bila perdarahan sub konjungtiva cukup besar dan dalam riwayat kelahiran bayi ditemukan kesukaran dalam mengeluarkan kepala, maka perlu dipikirkan pula kemungkinan adanya perdarahan yang lebih dalam di bola mata.
6. Nekrosis Jaringan Lemak Subkutis
Trauma lahir ini akan lebih banyak ditemukan pada bayi besar yang mengalami kesukaran pada waktu kelahirannya serta banyak mengalami manipulasi. Trauma ini dapat terlihat pula pada daerah yang mengalami tekanan keras dijaringan kulit dan subkutis, misalnya oleh daun cunam.
Adanya iskemia lokal yang disertai hipoksia atau keadaan hipotensi akan mempermudah kemungkinan terjadinya jenis trauma lahir tersebut.
Gejala klinis ditandai dengan adanya benjolan yang mengeras dijaringan kulit dan subkutis, berbatas tegas dengan permukaan kulit yang berwarna kemerahan. Benjolan pada minggu pertama, tetapi dapat pula sampai minggu ke enam. Lokasi benjolan sering ditemukan ditempat beralaskan keras seperti didaerah pipi, punggung leher, pantat, atau ekstremitas atas dan bawah.
Trauma lahir ini tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya akan hilang sendiri dalam enam sampai delapan minggu.
7. Eritema, Petekie dan Ekumosis
Eritemia sering terlihat pada bayi yang mengalami disproporsi sefola-peink. Trauma ini terlihat di daerah presentasi kelahiran. Di daerah tersebut kulit berwarna merah. Trauma jenis ini dapat ditemukan pula pada kelahiran dengan cunam, terlihat kulit berwarna merah di daerah yang mengalami jepitan daun cunam.
Petekie terlihat sebagai bercak merah kecil-kecil dipermukaan kulit. Kejadian ini disebabkan adanya gangguan aliran darah perifer akibat suatu bendungan. Pada kejadian ini, disamping petekie sering terlihat pula seluruh muka bayi menjadi biru yang memberi kesan seolah-olah bayi mengalami sianosis yang disebut sebagai “Sianosis traumatik”.
Ekimosis merupakan trauma lahir berbentuk perdarahan yang lebih luas dibawah permukaan kulit. Kejadian ini dapat ditemukan di daerah didaerah labia mayora, pantat atau skrotum pada lahir sungsang letak kaki atau pada lahir bayi dengan kaki atau tangan menumbang, maka jenis trauma lahir hematoma ini sering dijumpai didaerah ekstremitas yang menumbang.
Pada hematoma dan ekimosis yang cukup luas perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya penurunan kadar hemoglobin, khususnya pada bayi kurang bulan atau pada bayi akibat absorpsi sel darah merah di daerah trauma lahir tersebut.
Beberapa jenis kaput suksedameum sesuai
presentasi dan posisi kepala
Sefolohematoma ganda (perdarahan subperiostal)
DAFTAR PUSTAKAbook-032
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologis. Jakarta : EGC.
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta EGC.
Markum, A.H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Minggu, 21 Maret 2010
Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Kardiovaskuler
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.
Referensi
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 85-86).
Kuliahbidan. 2008. Perubahan dalam Masa Nifas. kuliahbidan.wordpress.com/2008/09/19/perubahan-dalam-masa-nifas/ diunduh 6 Feb 2010, 02:25 PM.
scribd.com/doc/16287636/ASUHAN-KEPERAWATAN-MATERNITAS
diunduh 12 Feb 2010, 04:30 PM.
scribd.com/doc/17226035/Post-Partum-Oke diunduh 8 Feb 2010, 11:46 PM.
scribd.com/doc/24817163/Postpartum-Normal diunduh 12 Feb 2010, 04:46 PM.
Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Kardiovaskuler
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.
Referensi
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 85-86).
Kuliahbidan. 2008. Perubahan dalam Masa Nifas. kuliahbidan.wordpress.com/2008/09/19/perubahan-dalam-masa-nifas/ diunduh 6 Feb 2010, 02:25 PM.
scribd.com/doc/16287636/ASUHAN-KEPERAWATAN-MATERNITAS
diunduh 12 Feb 2010, 04:30 PM.
scribd.com/doc/17226035/Post-Partum-Oke diunduh 8 Feb 2010, 11:46 PM.
scribd.com/doc/24817163/Postpartum-Normal diunduh 12 Feb 2010, 04:46 PM.
Jumat, 12 Maret 2010
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU HAMIL NORMAL
S (subject)
I. Pengkajian Data
Tanggal : 13 April 2008
Tempat : BPS Bidan Asti
Waktu : JAM BERAPA?
DATA SUBJEKTIF
1. Biodata Istri
Nama : Ny. Rita
Umur : 23 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jln. Ki Ageng Selo No.15 Purwokerto
Suku Bangsa : Jawa
Biodata Suami
Nama : Tn. Zainal
Umur : 25 Tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam
Alamat : Jln. Ki Ageng Selo No.15 Purwokerto
Suku Bangsa : Jawa
2. Alasan datang ingin memeriksakan kehamilan
3. Riwayat perkawinan : kawin 1x selama 1 tahun
4. Riwayat Medis :
A. Masa lalu : belum pernah dirawat di rumah sakit, belum pernah menderita penyakit menular/menahun seperti kencing manis, tekanan darah tinggi, asma, dll.
B. Sekarang : tidak sedang menderita sakit tertentu
C. Keluarga : Tidak ada yang menderita penyakit
5. Riwayat Obstetri :
a. Menarche umur 14 tahun
b. Lama haid 7 hari ( volume normal ), ganti pembalut 2x sehari ( teratur tiap bulan, tidak ada keluhan ).
c. HPHT : 11 Desember 2007
HPL : 18 Desember 2008
6. Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu : ibu belum pernah hamil ( - )
7. Riwayat kehamilan sekarang :
Ibu umur 23 tahun G1PoAo hamil………..ANC 1 x TTo
Hcg ( + ) 11 Januari 2008 keluhan mual muntah setiap pagi tidak lebih dari 5x. tidak mengkonsumsi jamu.
8. Riwayat kontrasepsi : belum pernah menggunakan alat kontrasepsi ( - )
9. Pola kebiasaan
a. Nutrisi : tidak ada gangguan
Makan : selama 1 minggu kurang nafsu
Makan 1-2 2x sehari porsi kecil
Minum : 9 gelas/hari
b. Eliminasi : BAB 1 X/hari, BAK 4-5X/hari
c. Aktivitas : pekerjaan rumah tangga biasa
d. Istirahat : Ibu tidur malam 8 jam/hari
e. Kebersihan : mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari, keramas 2x/minggu
10. Persepsi dan Konsep Diri
- Suami dan keluarga sangat mengharapkan kehamilan ini
- Aadat istiadat tidak ada yang menentang kehamilan
- Ibu tidak mengetahui tentang kehamilan dan perawatan kehamilan
11. Psikologi : Ibu merasa nyaman dengan kehamilannya
O ( object )
Data Objektif
1. Keadaa umum : baik, sadar
TB : 160 cm
BB sebelum : 48 kg BB sesudah : 48 kg
Lingkar lengan :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37 oC
2. Status present
Kepala : normal, simetris
Rambut : hitam, lurus, bersih
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikhterik
Hidung : bersih,……………..
Telinga : …………………
Mulut : bibir lembab,
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe / vena jugularis
Dada : tidak ada retraksi dinding dada
Abdomen : pinggang tidak ada nyeri lepas ………..
Genetalia : bersih, keputihan, darah, varises
Kaki : ……………
Reaksi patella :
3. Status Obstetri
Inspeksi :
Palpasi :
A ( Assasement )
II. Intepretasi Data
Diagnosis :
Dasar :
a) Anamesa
Ny. Rita menyatakan umur 23 tahun, primigravida, belum pernah abortus, HPHT 11 Januari 2007.
b) Tes Urine
Hasil tes urine positif ( + )
c) Palpasi
LI : TFU ½ dari simphisis phubis ke pusat, teraba bokong
LII : Punggung kanan
LIII : Teraba kepala
LIV : Belum masuk PAP
d) Auskultasi
DJJ ( + ) dengan stetoskop laennec
e) Masalah
Mual, muntah tiap pagi tidak lebih dari 5X
f) Kebutuhan
III. Merencanakan Asuhan
- Kaji keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu
- Kaji nutrisi ibu
- Anjurkan ibu banyak istirahat
- Anjurkan chek up 2 minggu lagi
IV. Pelaksanaan Asuhan
- Mengkaji keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu
- Kaji nutrisi ibu
- Anjurkan ibu banyak istirahat
- Anjurkan chek up 2 minggu lagi
V. Evaluasi
- Keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu baik
- Nutrisi ibu cukup baik
- Ibu memahami anjuran bidan
Sumber : Mahasiswa Poltekes Semarang Kebidanan D3 Purwokerto
Jumat, 05 Maret 2010
Infeksi Nifas
Defenisi
________
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.
Etiologi
________
Organisme yang menyerang bekas implantasi plasenta atau laserasi akibat persalinan adalah penghuni normal serviks dan jalan lahir, mungkin juga dari luar. Biasanya lebih dari satu spesies. Kuman anaerob adalah kokus gram positif (peptostreptokok, peptokok, bakteriodes dan clostridium). Kuman aerob adalah berbagai macam gram positif dan E. coli. Mikoplasma dalam laporan terakhir mungkin memegang peran penting sebagai etiologi infeksi nifas.
Faktor Predisposisi
___________________
Faktor predisposisi infeksi nifas, yaitu :
- Semua keadaan yang dapat menurunkan dayaa tahan tubuh, seperti perdarahan
yang banyak, pre eklampsia; juga infeksi lain seperti pneumonia, penyakit
jantung, dsb.
- Partus lama, terutama partus dengan ketuuban pecah lama.
- Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
- Tertinggalnya sisa plasenta, selaput kettuban dan bekuan darah.
Manifestasi Klinis
__________________
Infeksi nifas dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
2. Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan
permukaan endometrium.
Infeksi perineum, vulva, vagina, dan serviks :
- Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas paada tempat infeksi, kadang-kadang perih
saat kencing.
- Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38
derajat selsius dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka yang terinfeksi, tertutup
jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40
derajat selsius, kadang-kadang disertai menggigil.
Endometritis :
- Kadang-kadang lokia tertahan dalam uteruus oleh darah, sisa plasenta dan selaput
ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu.
- Uterus agak membesar, nyeri pada perabaaan dan lembek.
Septikemia :
- Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.
- Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meniingkat dengan cepat, biasanya disertai
menggigil.
- Suhu sekitar 39-40 derajat selsius, keaddaan umum cepat memburuk, nadi cepat
(140-160 kali per menit atau lebih).
- Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari paasca persalinan.
Piemia :
- Tidak lama pasca persalinan, pasien sudaah merasa sakit, perut nyeri dan suhu
agak meningkat.
- Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi sserta menggigil terjadi setelah kuman
dengan emboli memasuki peredaran darah umum.
- Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai
menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu.
- Lambat laun timbul gejala abses paru, pnneumonia dan pleuritis.
Peritonitis :
- Pada peritonotis umum terjadi peningkataan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire.
- Muka yang semula kemerah-merahan menjadii pucat, mata cekung, kulit muka
dingin; terdapat fasies hippocratica.
- Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis
umum.
- Peritonitis yang terbatas : pasien demamm, perut bawah nyeri tetapi keadaan
umum tidak baik.
- Bisa terdapat pembentukan abses.
Selulitis pelvik :
- Bila suhu tinggi menetap lebih dari satuu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau
kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvika.
- Gejala akan semakin lebih jelas pada perrkembangannya.
- Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahaanan padat dan nyeri di sebelah uterus.
- Di tengah jaringan yang meradang itu bissa timbul abses dimana suhu yang mula-
mula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai menggigil.
- Pasien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeeri perut.
Diagnosis
_________
Untuk penegakan diagnosa diperlukan pemeriksaan seksama. Perlu diketahui apakah infeksi terbatas pada tempat masuknya kuman ke dalam badan atau menjalar keluar ke tempat lain. Pasien dengan infeksi meluas tampak sakit, suhu meningkat, kadang-kadang menggigil, nadi cepat dan keluhan lebih banyak.
Jika fasilitas ada, lakukan pembiakan getah vagina sebelah atas dan pada infeksi yang berat diambil darah untuk maksud yang sama. Usaha ini untuk mengetahui etiologi infeksi dan menentukan pengobatan antibiotik yang paling tepat.
Diagnosis Banding
_________________
Radang saluran pernapasan (bronkitis, pneumonia, dan sebagainya), pielonefritis, dan mastitis.
Penatalaksanaan
_______________
Pencegahan infeksi nifas :
- Anemia diperbaiki selama kehamilan. Beriikan diet yang baik. Koitus pada
kehamilan tua sebaiknya dilarang.
- Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga persalinan
agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit
mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam
kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya
bila perlu dan atas indikasi yang tepat.
- Selama nifas, rawat higiene perlukaan jaalan lahir. Jangan merawat pasien dengan
tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang berada dalam masa
nifas.
Penanganan infeksi nifas :
- Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
- Berikan terapi antibiotik.
- Perhatikan diet.
- Lakukan transfusi darah bila perlu.
- Hati-hati bila ada abses, jaga supaya naanah tidak masuk ke dalam rongga
perineum.
Prognosis
_________
Prognosis baik bila diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi, diikuti peritonitis umum dan piemia.
Update : 31 Januari 2006
Sumber :
Kapita Selekta Kedokteran. Editor Mansjoer Arif (et al.) Ed. III, cet. 2. Jakarta : Media Aesculapius. 1999.
Kamis, 04 Maret 2010
Persalinan Normal
PERSALINAN / PARTUS
Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.
Partus normal / partus biasa
Bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala / ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
berikut gambar persalinan normal 3D
Partus abnormal
Bayi lahir melalui vagina dengan bantuan tindakan atau alat seperti versi / ekstraksi, cunam, vakum, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya, atau lahir per abdominam dengan sectio cesarea.
Beberapa istilah
Gravida : wanita yang sedang hamil
Para : wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)
In partu : wanita yang sedang berada dalam proses persalinan
SEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN
1. Penurunan fungsi plasenta : kadar progesteron dan estrogen menurun mendadak, nutrisi janin dari plasenta berkurang.
(pada diagram, dari Lancet, kok estrogen meningkat ?)
2. Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser, menjadi stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus.
3. Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin merangsang terjadinya kontraksi.
4. Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison, prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan (DIAGRAM)
Two theories on the onset of human parturition.
A. Corticotropin-releasing hormone prouduced by the placenta is secreted into the fetal circulationand stimulates corticotropin secretion from the anterior pituitary of the fetus. Placental CRH, through fetal ACTH, stimulates the fetal adrenal to produce cortisol, which binds to the placental glucocorticoid receptors to block the inhibitory effect of progesterone, further stimulating CRH production in stimulative fashion.
B. The fetal hypothalamic-pituitary-adrenal axis is quiescent during the first half of gestation because of its suppression by the maternal influx of cortisol, but during the second half of gestation, the rise in oestrogen gives rise to the placental enzyme 11b- hydroxysteroid dehydrogenase, causing cortisol to be converted into its inactive metabolite, cortisone. The resulting negative glucocorticoid feedback on the fetal pituitary gland (less cortisol passes from mother to fetus) would result in increased secretions of fetal ACTH, cortisol and DHEA sulfate, resulting both in fetal maturation and stimulation of parturition.
PERSALINAN DITENTUKAN OLEH 3 FAKTOR “P” UTAMA
Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.
Passage
Keadaan jalan lahir
Passanger
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor)
(++ faktor2 “P” lainnya : psychology, physician, position)
Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.
PEMBAGIAN FASE / KALA PERSALINANKala 1
Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan)
Kala 2
Pengeluaran bayi (kala pengeluaran)
Kala 3
Pengeluaran plasenta (kala uri)
Kala 4
Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi
HIS
His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut.
Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan laihir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
Terjadinya his, akibat :
1. kerja hormon oksitosin
2. regangan dinding uterus oleh isi konsepsi 3
3. rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
His yang baik dan ideal meliputi :
1. kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
2. kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
3. terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi.
4. terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his
5. serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot,akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun akan terbuka.
Nyeri persalinan pada waktu his dipengaruhi berbagai faktor :
1. iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus hipogastrikus diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri.
2. peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi rangsang nyeri.
3. keadaan mental pasien (pasien bersalin sering ketakutan, cemas/ anxietas, atau eksitasi).
4. prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress
Pengukuran kontraksi uterus
1. amplitudo : intensitas kontraksi otot polos : bagian pertama peningkatan agak cepat, bagian kedua penurunan agak lambat.
2. frekuensi : jumlah his dalam waktu tertentu (biasanya per 10 menit).
3. satuan his : unit Montevide (intensitas tekanan / mmHg terhadap frekuensi).
Sifat his pada berbagai fase persalinan
Kala 1 awal (fase laten)
Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat.
Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir
Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).
Kala 2
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi.
Kala 3
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
PERSALINAN KALA 1 :
FASE PEMATANGAN / PEMBUKAAN SERVIKS
DIMULAI pada waktu serviks membuka karena his : kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid.
BERAKHIR pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I.
Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.
Fase aktif : pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas :
1. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
2. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
3. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).
Peristiwa penting pada persalinan kala 1
1. keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus.
2. ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar.
3. selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm).
Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida berbeda dengan pada multipara :
1. pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan – pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan
2. pada primigravida, ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah) – pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar)
3. periode kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14 jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida memerlukan waktu lebih lama.
PERSALINAN KALA 2 :
FASE PENGELUARAN BAYI
DIMULAI pada saat pembukaan serviks telah lengkap.
BERAKHIR pada saat bayi telah lahir lengkap.
His menjadi lebih kuat, lebih sering, lebih lama, sangat kuat.
Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala 2.
Peristiwa penting pada persalinan kala 2
1. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar panggul.
2. Ibu timbul perasaan / refleks ingin mengejan yang makin berat.
3. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologik)
4. Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar / hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan.
5. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomi).
Lama kala 2 pada primigravida + 1.5 jam, multipara + 0.5 jam.
Gerakan utama pengeluaran janin pada persalinan dengan letak belakang kepala
1. Kepala masuk pintu atas panggul : sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring / membentuk sudut dengan pintu atas panggul (asinklitismus anterior / posterior).
2. Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : 1) tekanan langsung dari his dari daerah fundus ke arah daerah bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3) kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin terjadi ekstensi dan menegang.
3. Fleksi : kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari diameter oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang kepala).
4. Rotasi interna (putaran paksi dalam) : selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis.
5. Ekstensi : setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dagu.
6. Rotasi eksterna (putaran paksi luar) : kepala berputar kembali sesuai dengan sumbu rotasi tubuh, bahu masuk pintu atas panggul dengan posisi anteroposterior sampai di bawah simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan bahu belakang.
7. Ekspulsi : setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan mudah. Selanjutnya lahir badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul / trokanter depan dan belakang, tungkai dan kaki.
PERSALINAN KALA 3 :
FASE PENGELUARAN PLASENTA
DIMULAI pada saat bayi telah lahir lengkap.
BERAKHIR dengan lahirnya plasenta.
Kelahiran plasenta : lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari kavum uteri.
Lepasnya plasenta dari insersinya : mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal.
Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas pusat.
Plasenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir.
(jika lepasnya plasenta terjadi sebelum bayi lahir, disebut solusio/abruptio placentae – keadaan gawat darurat obstetrik !!).
KALA 4 :
OBSERVASI PASCAPERSALINAN
Sampai dengan 1 jam postpartum, dilakukan observasi.
1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu.
Blog Archive
-
2015
(10)
- 10/11 - 10/18 (1)
- 09/13 - 09/20 (1)
- 09/06 - 09/13 (1)
- 07/05 - 07/12 (1)
- 05/17 - 05/24 (6)
-
2014
(1)
- 04/13 - 04/20 (1)
-
2012
(770)
- 02/19 - 02/26 (5)
- 02/12 - 02/19 (10)
- 02/05 - 02/12 (4)
- 01/29 - 02/05 (27)
- 01/22 - 01/29 (88)
- 01/15 - 01/22 (101)
- 01/08 - 01/15 (169)
- 01/01 - 01/08 (366)
-
2011
(4477)
- 12/25 - 01/01 (336)
- 12/18 - 12/25 (62)
- 12/11 - 12/18 (70)
- 12/04 - 12/11 (77)
- 11/27 - 12/04 (40)
- 11/20 - 11/27 (67)
- 11/13 - 11/20 (198)
- 11/06 - 11/13 (187)
- 10/30 - 11/06 (340)
- 10/23 - 10/30 (32)
- 10/16 - 10/23 (109)
- 10/09 - 10/16 (80)
- 08/14 - 08/21 (75)
- 08/07 - 08/14 (81)
- 07/31 - 08/07 (82)
- 07/24 - 07/31 (65)
- 07/17 - 07/24 (91)
- 07/10 - 07/17 (47)
- 07/03 - 07/10 (44)
- 06/26 - 07/03 (53)
- 06/19 - 06/26 (59)
- 06/12 - 06/19 (47)
- 06/05 - 06/12 (65)
- 05/29 - 06/05 (63)
- 05/22 - 05/29 (77)
- 05/15 - 05/22 (115)
- 05/08 - 05/15 (65)
- 05/01 - 05/08 (104)
- 04/24 - 05/01 (45)
- 04/17 - 04/24 (70)
- 04/10 - 04/17 (134)
- 04/03 - 04/10 (72)
- 03/27 - 04/03 (18)
- 03/20 - 03/27 (47)
- 03/13 - 03/20 (68)
- 03/06 - 03/13 (40)
- 02/27 - 03/06 (56)
- 02/20 - 02/27 (77)
- 02/13 - 02/20 (76)
- 02/06 - 02/13 (198)
- 01/30 - 02/06 (194)
- 01/23 - 01/30 (132)
- 01/16 - 01/23 (196)
- 01/09 - 01/16 (202)
- 01/02 - 01/09 (121)
-
2010
(2535)
- 12/26 - 01/02 (156)
- 12/19 - 12/26 (65)
- 12/12 - 12/19 (73)
- 12/05 - 12/12 (84)
- 11/28 - 12/05 (80)
- 11/21 - 11/28 (68)
- 11/14 - 11/21 (63)
- 11/07 - 11/14 (50)
- 10/31 - 11/07 (50)
- 10/24 - 10/31 (36)
- 10/17 - 10/24 (58)
- 10/10 - 10/17 (35)
- 10/03 - 10/10 (31)
- 09/26 - 10/03 (21)
- 09/19 - 09/26 (26)
- 09/12 - 09/19 (55)
- 09/05 - 09/12 (65)
- 08/29 - 09/05 (33)
- 08/22 - 08/29 (70)
- 08/15 - 08/22 (45)
- 08/08 - 08/15 (35)
- 08/01 - 08/08 (37)
- 07/25 - 08/01 (27)
- 07/18 - 07/25 (19)
- 07/11 - 07/18 (30)
- 07/04 - 07/11 (56)
- 06/27 - 07/04 (28)
- 06/20 - 06/27 (22)
- 06/13 - 06/20 (30)
- 06/06 - 06/13 (21)
- 05/30 - 06/06 (5)
- 05/16 - 05/23 (6)
- 05/09 - 05/16 (29)
- 05/02 - 05/09 (59)
- 04/25 - 05/02 (28)
- 04/18 - 04/25 (38)
- 04/11 - 04/18 (70)
- 04/04 - 04/11 (59)
- 03/28 - 04/04 (65)
- 03/21 - 03/28 (89)
- 03/14 - 03/21 (218)
- 03/07 - 03/14 (95)
- 02/28 - 03/07 (135)
- 02/21 - 02/28 (102)
- 01/03 - 01/10 (68)
-
2009
(1652)
- 12/27 - 01/03 (36)
- 12/20 - 12/27 (22)
- 12/13 - 12/20 (100)
- 12/06 - 12/13 (45)
- 11/29 - 12/06 (24)
- 11/22 - 11/29 (22)
- 11/15 - 11/22 (19)
- 11/08 - 11/15 (28)
- 11/01 - 11/08 (11)
- 10/25 - 11/01 (17)
- 10/18 - 10/25 (38)
- 10/11 - 10/18 (33)
- 10/04 - 10/11 (15)
- 09/27 - 10/04 (21)
- 09/20 - 09/27 (7)
- 09/13 - 09/20 (84)
- 09/06 - 09/13 (35)
- 08/30 - 09/06 (48)
- 08/23 - 08/30 (118)
- 08/16 - 08/23 (26)
- 08/09 - 08/16 (34)
- 08/02 - 08/09 (35)
- 07/26 - 08/02 (31)
- 07/19 - 07/26 (14)
- 07/12 - 07/19 (16)
- 07/05 - 07/12 (28)
- 06/28 - 07/05 (26)
- 06/21 - 06/28 (76)
- 06/14 - 06/21 (26)
- 06/07 - 06/14 (21)
- 05/31 - 06/07 (43)
- 05/24 - 05/31 (38)
- 05/17 - 05/24 (26)
- 05/10 - 05/17 (52)
- 05/03 - 05/10 (15)
- 04/26 - 05/03 (38)
- 04/19 - 04/26 (32)
- 04/12 - 04/19 (22)
- 04/05 - 04/12 (20)
- 03/29 - 04/05 (40)
- 03/22 - 03/29 (43)
- 03/15 - 03/22 (18)
- 03/08 - 03/15 (14)
- 03/01 - 03/08 (22)
- 02/22 - 03/01 (12)
- 02/15 - 02/22 (9)
- 02/08 - 02/15 (11)
- 02/01 - 02/08 (19)
- 01/25 - 02/01 (37)
- 01/18 - 01/25 (21)
- 01/11 - 01/18 (33)
- 01/04 - 01/11 (31)
-
2008
(700)
- 12/28 - 01/04 (13)
- 12/21 - 12/28 (9)
- 12/14 - 12/21 (57)
- 12/07 - 12/14 (5)
- 11/30 - 12/07 (18)
- 11/23 - 11/30 (33)
- 11/16 - 11/23 (31)
- 11/09 - 11/16 (23)
- 11/02 - 11/09 (18)
- 10/26 - 11/02 (11)
- 10/19 - 10/26 (15)
- 10/12 - 10/19 (13)
- 10/05 - 10/12 (25)
- 09/28 - 10/05 (2)
- 09/21 - 09/28 (14)
- 09/14 - 09/21 (19)
- 09/07 - 09/14 (43)
- 08/31 - 09/07 (3)
- 08/24 - 08/31 (33)
- 08/17 - 08/24 (65)
- 08/10 - 08/17 (4)
- 08/03 - 08/10 (26)
- 07/27 - 08/03 (6)
- 07/20 - 07/27 (19)
- 07/13 - 07/20 (18)
- 07/06 - 07/13 (60)
- 06/29 - 07/06 (53)
- 06/22 - 06/29 (49)
- 06/15 - 06/22 (11)
- 06/08 - 06/15 (4)
Popular Posts
-
ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
-
KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
-
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
-
Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
-
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
-
DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
-
Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
-
Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ) PERBANDINGAN AKURASI TAKSIRAN BERAT BADAN JANIN MENGGUNAKAN RUMUS JOHNSON TOHSACH DENGAN MODIFIKASI RUMUS...
-
Konsep Dasar Diagnosa Keperawatan Aktual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu aspek yang terpenting dalam proses kepera...
-
Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...
© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates