Tampilkan postingan dengan label askep anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label askep anak. Tampilkan semua postingan
Minggu, 08 Mei 2011
Asuhan Keperawatan Dengue Haemoragic Fever ( DHF )
PENGERTIAN
DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF).
DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF).
KLASIFIKASI DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (<120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( > 120 mmHg ), tekanan darah menurun.
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung >140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
TANDA DAN GEJALA
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
- Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
- Asites
- Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
- Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (<120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( > 120 mmHg ), tekanan darah menurun.
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung >140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
TANDA DAN GEJALA
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
- Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
- Asites
- Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
- Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Download selengkapnya Askep DHF
Jumat, 06 Mei 2011
Asuhan Keperawatan Gastrointestinal

a. Diare adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, bayi dan anak > 1 bulan frekuensinya > 3x/hari. (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak 1, 2000: 283)
b. Diare adalah peningkatan frekuensi dan kandungan air pada feses. (Rosenstein, Fosanelli, Intisari Pediatri, 1997:115)
c. Diare adalah defekasi encer > 5x/hari dengan tanpa darah / lendir. (FKUB, Pediatri, 2001:5)
d. Diare akut adalah diare yang terjadi mendadak pada anak yang semula sehat. (FKUB, Pediatri, 2001:9)
II. Etiologi
Penyebab dari diare akut antara lain :
a. Faktor infeksi
1. Infeksi virus
· Retavirus
- Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.
- Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
Penyebab dari diare akut antara lain :
a. Faktor infeksi
1. Infeksi virus
· Retavirus
- Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.
- Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
- dapat ditemukan demam atau muntah.
- didapatkan penurunan HCC.
· Enterovirus
- biasanya timbul pada musim panas.
· Adenovirus
- timbul sepanjang tahun
- menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan
· Norwalk
- epidemik
- dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).
2. Bakteri
· Stigella
- semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
- insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
- dapat dihubungkan dengan kejang demam.
- muntah yang tidak menonjol
- sel polos dalam feses
- sel batang dalam darah
· Salmonella
- semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
- menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
- mungkin ada peningkatan temperatur
- muntah tidak menonjol
- sel polos dalam feses
- masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
- organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.
· Escherichia coli
- baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan entenoksin.
- pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.
· Campylobacter
- Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare
berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
- kram abdomen yang hebat.
- muntah / dehidrasi jarang terjadi
· Yersinia Enterecolitica
- feses mukosa
- sering didapatkan sel polos pada feses
- mungkin ada nyeri abdomen yang berat
- diare selama 1-2 minggu
- sering menyerupai apendicitis
b. Faktor Non Infeksiosus
1. Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
- didapatkan penurunan HCC.
· Enterovirus
- biasanya timbul pada musim panas.
· Adenovirus
- timbul sepanjang tahun
- menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan
· Norwalk
- epidemik
- dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).
2. Bakteri
· Stigella
- semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
- insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
- dapat dihubungkan dengan kejang demam.
- muntah yang tidak menonjol
- sel polos dalam feses
- sel batang dalam darah
· Salmonella
- semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
- menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
- mungkin ada peningkatan temperatur
- muntah tidak menonjol
- sel polos dalam feses
- masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
- organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.
· Escherichia coli
- baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan entenoksin.
- pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.
· Campylobacter
- Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare
berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
- kram abdomen yang hebat.
- muntah / dehidrasi jarang terjadi
· Yersinia Enterecolitica
- feses mukosa
- sering didapatkan sel polos pada feses
- mungkin ada nyeri abdomen yang berat
- diare selama 1-2 minggu
- sering menyerupai apendicitis
b. Faktor Non Infeksiosus
1. Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktosa.
2. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy, dow’n milk protein senditive
- Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
- Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin
2. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy, dow’n milk protein senditive
enteropathy / CMPSE).
3. Faktor Psikologis Rasa takut,cemas.
Download Selengkapnya Askep Gastrointestinal
3. Faktor Psikologis Rasa takut,cemas.
Download Selengkapnya Askep Gastrointestinal
Asuhan Keperawatan Skabies
A. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 cm. Carpenito, Linda Juall. 2001.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 cm. Carpenito, Linda Juall. 2001.
B. ETIOLOGI
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor dan tidak bemata.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor dan tidak bemata.
C. ANATOMI FISIOLOGI
1) Epidermis (Kutilkula)
Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki struktur tipis dengan ketebalan sekitar 0,07 mm terdiri atas beberapa lapisan, antara lain seperti berikut:
a) Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk.
Letak lapisan ini berada paling luar dan merupakan kulit mati. Jaringan epidermis ini disusun oleh 50 lapisan sel-sel mati, dan akan mengalami pengelupasansecara perlahan-lahan, digantikan dengan sel telur yang baru.
b) Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit dan rambut. Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini, maka warna kulit akan menjadi semakin gelap. Coba Anda perhatikan kulit orang “suku Dani di Irian dengan suku Dayak di Kalimantan pada Gambar 7.8!
Jika dikaitkan dengan hal ini apa yang terjadi pada kulit dari kedua suku tersebut? Selain memberikan warna pada kulit, melanin ini juga berfungsi untuk melindungi sel-sel kulit dari sinar ultraviolet matahari yang dapat membahayakan kulit. Walaupun sebenarnya dalam jumlah yang tepat sinar ultraviolet ini bermanfaat untuk mengubah lemaktertentu di kulit menjadi vitamin D, tetapi dalam jumlah yang berlebihan sangat berbahaya bagi kulit. Kadang-kadang seseorang menghindari sinar matahari di siang hari yang terik, karena ingin menghindari sinar ultraviolet ini. Hal ini disebabkan karena ternyata sinar ultraviolet ini dapat membuat kulit semakin hitam. Berdasarkan riset, sinar ultraviolet dapat merangsang pembentukan melanosit menjadi lebih banyak untuk tujuan perlindungan terhadap kulit. Sedangkan jika kita lihat seseorang mempunyai kulit kuning langsat, ini disebabkan orang tersebut memiliki pigmen karoten.
c) Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang disebut melamin. Lapisan ini terdiri atas sel-sel hidup dan terletak pada bagian paling bawah dari jaringan epidermis. Stratum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena lapisan ini merupakan lapisan yang aktif membelah. Sel-selnya membelah ke arah luar untuk membentuk sel-sel kulit teluar. Sel-sel yang baru terbentuk akan mendorong sel-sel yang ada di atasnya selanjutnya sel ini juga akan didorong dari bawah oleh sel yang lebih baru lagi. Pada saat yang sama sel-sel lapisan paling luar mengelupas dan gugur.
Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki struktur tipis dengan ketebalan sekitar 0,07 mm terdiri atas beberapa lapisan, antara lain seperti berikut:
a) Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk.
Letak lapisan ini berada paling luar dan merupakan kulit mati. Jaringan epidermis ini disusun oleh 50 lapisan sel-sel mati, dan akan mengalami pengelupasansecara perlahan-lahan, digantikan dengan sel telur yang baru.
b) Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit dan rambut. Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini, maka warna kulit akan menjadi semakin gelap. Coba Anda perhatikan kulit orang “suku Dani di Irian dengan suku Dayak di Kalimantan pada Gambar 7.8!
Jika dikaitkan dengan hal ini apa yang terjadi pada kulit dari kedua suku tersebut? Selain memberikan warna pada kulit, melanin ini juga berfungsi untuk melindungi sel-sel kulit dari sinar ultraviolet matahari yang dapat membahayakan kulit. Walaupun sebenarnya dalam jumlah yang tepat sinar ultraviolet ini bermanfaat untuk mengubah lemaktertentu di kulit menjadi vitamin D, tetapi dalam jumlah yang berlebihan sangat berbahaya bagi kulit. Kadang-kadang seseorang menghindari sinar matahari di siang hari yang terik, karena ingin menghindari sinar ultraviolet ini. Hal ini disebabkan karena ternyata sinar ultraviolet ini dapat membuat kulit semakin hitam. Berdasarkan riset, sinar ultraviolet dapat merangsang pembentukan melanosit menjadi lebih banyak untuk tujuan perlindungan terhadap kulit. Sedangkan jika kita lihat seseorang mempunyai kulit kuning langsat, ini disebabkan orang tersebut memiliki pigmen karoten.
c) Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang disebut melamin. Lapisan ini terdiri atas sel-sel hidup dan terletak pada bagian paling bawah dari jaringan epidermis. Stratum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena lapisan ini merupakan lapisan yang aktif membelah. Sel-selnya membelah ke arah luar untuk membentuk sel-sel kulit teluar. Sel-sel yang baru terbentuk akan mendorong sel-sel yang ada di atasnya selanjutnya sel ini juga akan didorong dari bawah oleh sel yang lebih baru lagi. Pada saat yang sama sel-sel lapisan paling luar mengelupas dan gugur.
Download selengkapnya Askep Skabies
Kamis, 05 Mei 2011
Asuhan Keperawatan Campak
I. PENGERTIAN
Campak merupakan salah satu jenis penyakit menular yang umum terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun, yang disebabkan oleh jenis virus yang sangat menular dan berpindah dari satu anak ke anak lain dalam waktu singkat. (dr. Anies, Mengatasi Gangguan Kesehatan Pada Anak- Anak, Hal 21)
Campak merupakan salah satu jenis penyakit menular yang umum terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun, yang disebabkan oleh jenis virus yang sangat menular dan berpindah dari satu anak ke anak lain dalam waktu singkat. (dr. Anies, Mengatasi Gangguan Kesehatan Pada Anak- Anak, Hal 21)
II. ETIOLOGI
Disebabkan oleh suatu virus RNA, yang termasuk famili para miksoviridae, genus morbilivirus yang ditemukan dalam sekresi nosofaring, darah dan air kemih, paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam kulit.
III. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 10 – 20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium :
Disebabkan oleh suatu virus RNA, yang termasuk famili para miksoviridae, genus morbilivirus yang ditemukan dalam sekresi nosofaring, darah dan air kemih, paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam kulit.
III. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 10 – 20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium :
a. Stadium Kataral ( prodromal )
Berlangsung 4 – 5 hari. Gejala menyerupai influenza, yaitu demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Gejala khas ( patognomonik ) adalah timbulnya bercak koplik menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enatem. Bercak koplik berwarna kelabu, sebesar ujung jarum dikelilingi oleh eritema dan berlokasi di muara bukalis berhadapan dengan molar bawah.
b. Stadium Erupsi
Gejala pada stadium kataral bertambah dan timbul enatem di palatem durum dan palatum mole. Kemudian terjadi ruam eritematosa yang berbentuk makula papula disertai meningkatnya suhu badan. Ruam mula-mula timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi perdarahan ringan, rasa gatal dan muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan leher bagian belakang, splenomegali, diare dan muntah. Variasi lain adalah black measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
c. Stadium Konvalesensi
Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi kulit berkurang dan meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi dan kulit bersisik yang bersifat patognomonik.
Berlangsung 4 – 5 hari. Gejala menyerupai influenza, yaitu demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Gejala khas ( patognomonik ) adalah timbulnya bercak koplik menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enatem. Bercak koplik berwarna kelabu, sebesar ujung jarum dikelilingi oleh eritema dan berlokasi di muara bukalis berhadapan dengan molar bawah.
b. Stadium Erupsi
Gejala pada stadium kataral bertambah dan timbul enatem di palatem durum dan palatum mole. Kemudian terjadi ruam eritematosa yang berbentuk makula papula disertai meningkatnya suhu badan. Ruam mula-mula timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi perdarahan ringan, rasa gatal dan muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan leher bagian belakang, splenomegali, diare dan muntah. Variasi lain adalah black measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
c. Stadium Konvalesensi
Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi kulit berkurang dan meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi dan kulit bersisik yang bersifat patognomonik.
Download selengkapnya Askep Campak
Asuhan Keperawatan Omfalokel
I. DEFINISI
Omfalokel adalah penonjolan isi abdomen melalui dinding abdomen pada titik sambungan korda umbilicus dan abdomen. (Prillitteri.2002. Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak Hal. 520)
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi (sembuhan) isi ronnga perut keluar di sekitar umbilicus,benjolan dan dibungkus dalam suatu kantong. (Markum,AH.1991.Ilmu Kesehatan Anak hal. 245-246)
Omfalokel adalah hernisi/benjolan isi rongga perut ke dalam dsar tali pusat. (Behrman,Ricard E.19998.Ilmu Kesehatan Anak. hal. 659)
Omfalokel adalah penonjolan isi abdomen melalui dinding abdomen pada titik sambungan korda umbilicus dan abdomen. (Prillitteri.2002. Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak Hal. 520)
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi (sembuhan) isi ronnga perut keluar di sekitar umbilicus,benjolan dan dibungkus dalam suatu kantong. (Markum,AH.1991.Ilmu Kesehatan Anak hal. 245-246)
Omfalokel adalah hernisi/benjolan isi rongga perut ke dalam dsar tali pusat. (Behrman,Ricard E.19998.Ilmu Kesehatan Anak. hal. 659)
II. ETIOLOGI
Menurut Rosa M. Scharin (2004), etiologi pasti dari omphalocele belum diketahui. Beberapa teori telah dipostulatkan, seperti :
1. Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam 10-12 minggu yaitu kegagalan lipatan mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke bagian tengah dan menetapnya the body stalk selama gestasi 12 minggu.
2. Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omphalokel adalah resiko tinggi kehamilan seperti :
a. Infeksi dan penyakit pada ibu
b. Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
c. Kelainan genetik
d. Defesiensi asam folat
e. Hipoksia
f. Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding abdomen.
g. Asupan gizi yang tak seimbang
h. Unsur polutan logam berat dan radioaktif yang masuk ke dalam tubuh ibu hamil.
Menurut Rosa M. Scharin (2004), etiologi pasti dari omphalocele belum diketahui. Beberapa teori telah dipostulatkan, seperti :
1. Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam 10-12 minggu yaitu kegagalan lipatan mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke bagian tengah dan menetapnya the body stalk selama gestasi 12 minggu.
2. Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omphalokel adalah resiko tinggi kehamilan seperti :
a. Infeksi dan penyakit pada ibu
b. Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
c. Kelainan genetik
d. Defesiensi asam folat
e. Hipoksia
f. Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding abdomen.
g. Asupan gizi yang tak seimbang
h. Unsur polutan logam berat dan radioaktif yang masuk ke dalam tubuh ibu hamil.
III. MANIFESTASI KLINIS
Menurut A.H. Markum (1991), manifestasi dari omphalokel adalah :
1. Organ visera / internal abdomen keluar
2. Penonjolan pada isi usus
3. Teridentifikasi pada prenatal dengan ultrasound
Sedang tanda yang lain :
1. Apabila berukuran kecil di dalam korda umbilicus terdapat sembuhan yang berisi usus
2. Apabila ukuran besaar di dalam korda berisi hati dan usus
3. Tali pusat tampak terletak di daerah apeckantong dengan pembuluh darah umbilicus meluncur se3panjang kantong masuk kedalam rongga perut
4. Sering ditemukan pada bayi premature
5. Umbilicus menonjol keluar
Menurut A.H. Markum (1991), manifestasi dari omphalokel adalah :
1. Organ visera / internal abdomen keluar
2. Penonjolan pada isi usus
3. Teridentifikasi pada prenatal dengan ultrasound
Sedang tanda yang lain :
1. Apabila berukuran kecil di dalam korda umbilicus terdapat sembuhan yang berisi usus
2. Apabila ukuran besaar di dalam korda berisi hati dan usus
3. Tali pusat tampak terletak di daerah apeckantong dengan pembuluh darah umbilicus meluncur se3panjang kantong masuk kedalam rongga perut
4. Sering ditemukan pada bayi premature
5. Umbilicus menonjol keluar
Download selengkapnya Askep Omfalokel
Selasa, 03 Mei 2011
Asuhan Keperawatan Rheumatic Heart Disease
Pengertian
Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
Mitral stenosis adalah penyakit jantung yang ditandai adanya kerusakan pada katup jantung sebagai akibat infeksi streptococcus beta hemolitik grup A (Pratanu Sunoto, 1990).
Mitral stenosis adalah penyakit jantung yang ditandai adanya kerusakan pada katup jantung sebagai akibat infeksi streptococcus beta hemolitik grup A (Pratanu Sunoto, 1990).
Etiologi
Organisme stretococcus hemolitik-b grup A.
Organisme stretococcus hemolitik-b grup A.
Manifestasi Klinis
a. Stadium I
a. Stadium I
Pada stadium ini terdapat infeksi saluran nafas oleh kuman streptococcus beta hemoliticus gruop A, dengan keluhan demam, batuk, sakit sat menelan,dan kadang disertai diare
b. Stadium II
Disebut juga periode laten. Timbul dalam waktu 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul dalam 6 minggu atau beberapa bulan kemudian
Disebut juga periode laten. Timbul dalam waktu 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul dalam 6 minggu atau beberapa bulan kemudian
c. Stadium III
Merupakan fase akut demam rematik. Terdapat gejala mayor dan gejala minor
d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Baik pasien DR tanpa kelainan jantung maupun dengan kelainan jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala kelainan. Pada stadium ini klien dapat mengalami reaktivitas penyakitnya
2. Pengobatan dan perawatan
a. Mengurangi peradangan dan rasa tidak nyaman
Merupakan fase akut demam rematik. Terdapat gejala mayor dan gejala minor
d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Baik pasien DR tanpa kelainan jantung maupun dengan kelainan jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala kelainan. Pada stadium ini klien dapat mengalami reaktivitas penyakitnya
2. Pengobatan dan perawatan
a. Mengurangi peradangan dan rasa tidak nyaman
- Aspirin sebagai analgetik dan antiinfluenza.
- Antasida dan pengukuran kadar salisilat secara periodik à cegah iritasi lambung akibat pemberian aspirin.
- Kortison à peradangan persendian berat.
- Antibiotika (penicillin) Ã mengurangi infeksi.
- Anjurkan tirah baring sampai keadaan infeksi terlewati.
- Cegah deformitas pada sendi yang mengalami peradangan.
- Cegah kontaktur dengan latihan ROM.
- Perawatan kulit.
- Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat à proses penyembuhan.
- Kebutuhan cairan à cegah dehidrasi à hati-hati pada oedem paru.
- Cegah konstipasi.
- Propilaksis antibiotika
Asuhan Keperawatan Tetanus
Tinjauan Konsep
a. Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)
b. Etiologi
Kuman clostridium tetani yamg masuk melalui suasana anaerob seperti pada luka tusuk, luka kotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh, otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
c. Manifestasi Klinik
c. Manifestasi Klinik
- Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus)
- Diikuti gejala risus sardonikus, kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lama makin seiring dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis, kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat
- Bila periode pendek ”periode of onset” penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :
- Ringan ; hanya trismus dan kejang lokal
- Sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering,
- Berat : trismus yang tampak nyata, opistotonus dan kekauan otot yang menyeluruh.
Download Askep Tetanus
Selasa, 19 April 2011
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN HYPERBILIRUBINEMIA
1. Pengertian
Menurut buku Ilmu Kesahatan Anak II FK Unair Surabaya, 1989 : 257mengatakan bahwa Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalamdarah yang biasanya diserta dengan ikterus. Kadar bilirubin normal adalah 0 – 1mg/%.
Sedangkan menurut Wong Dounal and Whaley Lucille, 1990 : 1236mengatakan hyperbilirubiemia ( joundace) pada bayi baru lahir adalah timbunandari serum bilirubin melebihi batas normal ( 5 – 7 mg/100 dl)
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulitdan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatankadar bilirubin dalam darah.
Ikterus dibedakan pada bayi menjadi 3, yaitu :
a. Ikterus Fisiologik
Disebut Ikterus fisiologik bila :
1) Timbul pada hari kedua danketiga
2) kedua bilirubin indirek tidakmelampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % pada neonatus kurangbulan
3) Kecepatan peningkatan kadarbilirubin tidak melebihi 5 mg % per hari
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi1 mg %
5) Ikterus menghilang pada 10 haripertama
6) Tidak terbukti mempunyaihubungan dengan keadaan patologi
b. Ikterus Patologik
Disebut ikterus patologikbila :
1) Ikterus terjadi pada 24 jampertama
2) kedua bilirubin indirekmelampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % pada neonatus kurangbulan
3) Kecepatan peningkatan kadarbilirubin melebihi 5 mg % per hari
4) Ikterus menetap sesudah 2pertamamg %
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg %
6) Ikterus yang mempunyai hubungandengan proses hemolitik, infeksi berat atau keadaan patologik lain yang telahdiketahuikeadaan patologi
c. kern-ikteus
adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibatpenimbunanbilirubin tak terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kerusakan ini terjadipada korpus striatus, thalamus, nucleus subtalamus, hypokampus, nucleus merahdan nucleus pada dasar ventrikulus ke IV.. Gejala Kern Ikterus pada permulaankurang jelas, dapat berupa mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau makan,tonus otot meningkat, leher kaku dan akhirnya epistotonus (purnawan Junaidi,dkk, 1982 : 548)
2. Etiologi
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi sebagaiberikut :
a. Produksi yang berlbihan yangmelebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya. Terdapat pada hemolisis yangmeningkat akibat inkompetibleitasgolongan darah. (Rh, ABO antagonis, ataudefisiensi ensim G6PD)
b. Gangguan pada prosespengambilan dan kenjugasi hepar dapat disebabkan oleh imaturasi hepar,kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, hypoksia, dan gangguan fungsihepar dan infeksi
c. Gangguan dalam transportasi.Untuk dapat diangkut ke hepar bilirubin diikat oleh albumin terlebih dahulu.Defisiensi albumin menyebabkan lebih banayak bilirubin indirek bebas dalamdarah yang mudah melekat pada otak
d. Gangguan dalam sekresi dapatterjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar, akibat penyakit heparbawaan, infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (ngastiyah, 1997 :199)
Download lengkap Askep Anak dengan Hiperbilirubin
* bila kita perhatikan pada sudut kanan terlihat angka menghitungmundur...Apabila timer
berhitung mundur maka akan menampilkan gambar bertuliskanSKIP AD, Klik SKIP AD untuk
menuju halaman web yang dituju.
Jumat, 08 April 2011
Asuhan Keperawatan Nefrotic Syndrome
BAB I
PEMBAHASAN
2. 1 DEFINISI
Ø Nefrotic Syndrome adalah merupakan gejala yang disebabkan oleh adanya Injury Glomerural yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema.
Ø Nefrotic Syndrome adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hypoalbuminemia, dan hyperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat heturia, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah.1997. Perawatan Anak Sakit. Hal 304. Jakarta. EGC)
Ø Nefrotic Syndrome adalah merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema.
(A. Aziz Alimul Hidayat.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Buku 2. hal 100 jakarta : Salemba Medika)
Ø Nefrotic Syndrome adalah sindroma yang ditandai oleh proteinuria masif, hypoalbuminemia, edema dan hyperlipidemia. Insiden tertinggi pada usia 3-4 tahun, rasio lelaki dan perempuan 2:1.
(Arif Mansjoer. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. jilid 2. hal 488 Jakarta : Media Aesculapus)
2.2 ETIOLOGI
Penyebab Nefrotik Sindrom belum diketahui secara pasti, tetapi pada umumnya penyebab Nefrotik Sindrom dibagi menjadi:
1. Nefrotik Sindrom Bawaan
Diturunkan sesbagai resesif autosomal atau karena reaksi fotometernal yaitu resisten terhadap semua pengobatan.
2. Nefrotik Sindrom Sekunder
Disebabkan oleh:
- Malaria Kaurtona dan parasit lainnya
- Penyakit kolagen seperti Lupus Eritematosus Diseminata, Purpura Anafilaktolid
- Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis
- Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
- Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomple mentatik.
3. Nefrotik Sindrom Idiopatik
(tidak diketahui sebabnya atau juga disebut nefrotik sindrom primer).
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, churg dkk.
Membagi dalam 4 golongan yaitu:
1. Kelainan minimal
- Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal
- Mikroskop electron tampak foot prosessus sel epitel berpadu
- Dengan cara imonofluoresesin ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-IC pada bidang kapiler glomerulus
- Prognosis lebih baik
2. Nefropati Membranosa
- Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang terbesar tanpa prolifersi sel
- Prognosis kurang baik
3. Glomerulonefritik Poliferatif
- Eslidatif Difus terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus, prognosis jarang baik tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama
- Penebalan batang lobural (lobural stalk thickening) terdapat proliferasi sel mesangial yang terbesar dan penebalan batang lonural
- Buklan sabit (crescent) didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular I dan visceral, prognosis buruk
- Glomeruloneferitis membranoproliferatif, proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrtian yang menyerupai membrane basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis tidak baik.
- Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas
4. Glomerulosklerosis Fokal Segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sclerosis glomerulus sering disertai atropi tubulus prognosis buruk.
2.3 MANISFESTASI KLINIS
1. Edema, periorbital dan tergantung, pitting, edema muka, dan berlanjut ke abdomen daerah genetal dan ekstremitas bawah.
2. Anoreksia
3. Fatigue
4. Nyeri abdomen
5. Berat badan meningkat
6. Oliguria
7. Bila edema berat dapat timbul dispnue akibat efusi pleura
Download Lengkap Askep Nefrotic Syndrome
Senin, 04 April 2011
Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Anemia
Definisi
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglabin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.
Jenis Anemia berdasarkan penyebabnya
Anemia pasca perdarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang masif seperti kececelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan ; atau perdarahan yang menahun seperti pada penyakit cacingan.
Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembut sel darah.
Anemia hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :
a. Faktor Intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, siekle cell anemia), sperositis kongenital, defisiensi entum eritrosit (G-GPD, peruvat kinase, glutatahri reduktase).
b. Faktor Ekstrasel
Karena Intoksikasi, infeksi (malaria), imonologis (inkom pati bilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada tranfiesi darah).
Anemia Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).
Anemia pasca perdarahan
Ø Etiologi
Darah karena kecelakaan, operasi, perdarahan usus, uekus pepfikun, perdarahan kerena kelainan obsfretris, hemorvid, ankilostomiasis, jadi umumnya karena kehilangan darah yang mendadak atau menahan.
Ø Kehilangan darah mendadak
1. Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat terjadi refleks kardiovaskuler yang fisiologis berupa kontraksi arterial, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan penambahan aliran darah ke oragan vital (otak dan jantung).
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, taki hardie, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan darah sebanyak 15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan yang masih reversibel. Kehilangan lebih dari 20 % akan menimbulkan enjatan yang irreversibel dedngan angka kemtian tinggi.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan tranfusi darah, pilihan kedua adalah plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan tranfusi darah, pilihan kedua adalah plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
Download lengkap Askep anak dengan anemia
Minggu, 06 Februari 2011
Askep Apendiksitis
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000:
Tahapan Peradangan Apendisitis
D. Manifestasi Klinik
E. Komplikasi
F. Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
Asuhan Keperawatan Anak dengan Apendiksitis
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain :
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosayang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusandiagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
Pre Operasi
Post Operasi
C. Intervensi Keperawatan
Intervensimenurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC),dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing OutcomeClassification ( NOC) , antara lain :
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
Intervensi
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
Intervensi
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
Intervensi
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairanpasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
Intervensi
Daftar Pustaka
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes.Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk PerencanaPendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku KedokteranEGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC
Read More
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitisadalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang takberfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yangpaling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yangakhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkaninflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakanpenyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi daniskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitisakut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawahkanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat(Smeltzer, 2001).
Apendiksitisadalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang takberfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yangpaling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yangakhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkaninflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakanpenyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi daniskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitisakut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawahkanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat(Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
- Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
- Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
- Tumor apendiks.
- Cacing ascaris.
- Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
- Hiperplasia jaringan limfe.
- Menurut Mansjoer , 2000 :
- Hiperflasia folikel limfoid.
- Fekalit.
- Benda asing.
- Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
- Neoplasma.
- Menurut Markum, 1996 :
- Fekolit
- Parasit
- Hiperplasia limfoid
- Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
- Tumor karsinoid
C. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000:
Apendiksitisbiasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks olehhyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karenafibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yangterperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akanmengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagaikausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yangdiproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakinbanyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasansehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebutakan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesisbakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akutfokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyerisekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Colidan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisanmuskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilahperitonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukusterus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akanmenyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembusdinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempatsehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yangkemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bilakemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiksyang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitisgangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkanapendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentumdan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbulsuatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradanganapendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Padaanak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan dayatahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah adagangguan pembuluh darah.
Bilakemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiksyang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitisgangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkanapendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentumdan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbulsuatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradanganapendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Padaanak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan dayatahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah adagangguan pembuluh darah.
Tahapan Peradangan Apendisitis
- Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
- Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)
D. Manifestasi Klinik
- Menurut Betz, Cecily, 2000 :
- Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
- Anoreksia
- Mual
- Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
- Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
- Nyeri lepas.
- Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
- Konstipasi.
- Diare.
- Disuria.
- Iritabilitas.
- Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
- Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 :Keluhanapendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atauperiumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akanberalih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bilaberjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dandemam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi,tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaantimbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalambeberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghanpemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyerimaksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantumenentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul.Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakinmeyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejalakombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yanghebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulaidi perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual danmuntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah keperut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderitamerasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisabertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Padabayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagianperut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu beratdan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntupecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah burukbisa menyebabkan syok.
E. Komplikasi
- Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :
- Perforasi.
- Peritonitis.
- Infeksi luka.
- Abses intra abdomen.
- Obstruksi intestinum.
- Menurut Mansjoer, 2000 :Apendiksitisadalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit initidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresifdan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jampertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tandaperforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perutkuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yangterlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bilaperforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadisejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan denganpasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yangdilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkantindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowlermedium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberianpenenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan denganpemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnukmengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bilaterbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yangcenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapatdiberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin,metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segeramenghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Padaabses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Absesdaerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasipositif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratifdari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yangletal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil,hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Padakeadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengandrainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus danfokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapatterjadi akibat perlengketan.
F. Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
- Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :- Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
- Muntah oleh karena nyeri viseral.
- Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
- Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
- Pemeriksaan RadiologiPemeriksaanradiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosaapendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kaladapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid leveldisebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit(sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalamdiafragma.
- LaboratoriumPemeriksaandarah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosistidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran kekiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekositdan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempelpada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkatsebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadapmikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut danperforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat padakeadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apaada infeksi pada ginjal.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
- Sebelum operasi
- Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
- Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
- Rehidrasi
- Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
- Obat-obatanpenurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untukmembuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasitercapai.
- Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
- Operasi
- Apendiktomi.
- Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
- Absesapendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atauabses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6minggu sampai 3 bulan.
- Pasca operasi
- Observasi TTV.
- Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
- Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
- Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
- Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
- Berikanminum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikanmakanan lunak.
- Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
- Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
- Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :- Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
- Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
- Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknyadilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karenadikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapandan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulitinfeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhanatanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :- Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
- Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
- Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
- Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakanyang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik danistirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulitdan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telahterbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahandilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpaperitonitis umum.
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain :
- Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :- Keluhanutama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar keperut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkinbeberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastriumdirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakanterus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah,panas.
- Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
- Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
- Kebiasaan eliminasi.
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
- Sirkulasi : Takikardia.
- Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
- Aktivitas/istirahat : Malaise.
- Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
- Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
- Nyeri/kenyamanan,nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat beratdan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan,bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karenaposisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
- Demam lebih dari 380C.
- Data psikologis klien nampak gelisah.
- Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
- Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
- Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
- Pemeriksaan Penunjang
- Tanda-tandaperitonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkinterlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairanudara di sekum atau ileum).
- Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
- Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
- Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
- Pada enema barium apendiks tidak terisi.
- Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosayang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusandiagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
Pre Operasi
- Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Post Operasi
- Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
- Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensimenurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC),dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing OutcomeClassification ( NOC) , antara lain :
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang
- Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
- Kegelisahan atau keteganganotot
- Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
- Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
- Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya.
- Observasi ketidaknyamanan non verbal.
- Gunakanpendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untukmemenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahanposisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
- Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
- Anjurkan pasien untuk istirahat.
- Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
- Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan berat badan.
- Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
- Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
- Turgor kulit baik.
Intervensi
- Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
- Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
- Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
- pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang
- Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
- Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
- Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
- Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
- Observasi ketidaknyamanan non verbal
- Gunakanpendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untukmemenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahanposisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
- Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
- Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
- Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
- Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairanpasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
- Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
- Monitor vital sign dan status hidrasi.
- Monitor status nutrisi
- Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
- Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
- Atur kemungkinan transfusi darah.
Daftar Pustaka
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes.Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk PerencanaPendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku KedokteranEGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC
Jumat, 26 November 2010
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LEUKEMIA
A. Pengertian
Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik.
B. Patofisiologi
Klasifikasi leukemia dibagi menjadi menjadi 2 kelompok besar, yang ditandai dengan ditemukannya sel darah putih matang yang menyolok – agranulosit (leukemia granuosit/mielositi) atau limfosit ( limpfositik ). Klasifikasi ini didasarkan pada morfologis diferensiasi sel dan pematangan sel-sel leukemia predominan di dalam sum-sum tulang dan sitokimiawi (Gralnick, 1977; Dabich, 1980, Price,1995). Kalsifikasi ini juga dapat dijadikan suatu gambaran varian dalam manifestasi klinik, prognosis dan pengobatannya.
Jika dilihat dari proses diferensiasi sel darah penggolongan leukemia limfoblastik dan mieloblastik dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibanding wanita. Leukemia limfositik, terutama akut menyolok pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun, dengan puncaknya pada umur 2-4 tahun.
Penyebab leukemia secara jelas hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi pengaruh lingkungan dan genetik diperkirakan memegang peranan penting. Faktor genetik dapat dilihat pada tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot. Faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastik, dikaitkan dengan frekwensi yang meningkat , khususnya agen alkil. Agent virus HTLV-1 dari leukemia sel T sejak lama dapat menyebabkan timbulnya leukemia.
Leukemia akut baik granulositik atau mielositik merupakan jenis leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa. Manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya atau tidak adanya sel hematopoietik (Clarkson, 1983). Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membrana mukosa, abses perirektal, pnemonia, septikemia disertai menggigil, demam, tachikardi dan tachypnea. Trombositopenis menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol. Tulang mungkin sakit dan lunak. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang. Gejala anemia berupa pusing, malaise, dan dispnea waktu kerja fisik yang melelahkan. Pensitopenia dapat terjadi setelah dilakukan kemoterapi.
Leukemia limfositik akut (LLA), paling sering menyerang anak-anak dibawah 15 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 2-4 tahun. Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat ekstra medular seperti kelenjar limfe dan limpa. Tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan pada unsur – unsur sum-sum tulang normal. Karena itu, infeksi, perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Tanda lain berupa limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang, sakit kepala, muntah, kejang, gangguan penglihatan. Data laboratorium berupa leukositosis, limfositosis, trombosit dan sel darah merah rendah, hiperseluler sum-sum tulang belakang
C. Pengkajian
SISTEM
DATA SUBYEKTIF
DATA OBYEKTIF
1. Aktivitas
Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Kontraksi otot lemah
Klien ingin tidur terus dan tampak bingung
2. Sirkulasi
Berdebar
Tachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral.
3. Eliminasi
Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas, Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan output urine.
Perianal absess, hematuri.
4. Rasa nyaman
Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot.
Meringis, kelemahan, hanya berpusat pada diri sendiri.
5. Rasa aman
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru serta kehilangan teman.
Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan.
Dpresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak bingung.
Panas, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis, pembesaran kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,
6. Makan dan minum
Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan, nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan.
Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia).
7. Sexualitas
Perubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten.
8. Neurosensori
Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, kehilangan rasa
Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.
9. Respirasi
Nafas pendek,
Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas.
10. Belajar
Riwayat terpapar bahan kimia seperti benzena, phenilbutazone, chloramfenikol, terkena paparan radiasi, riawat pengobatan dengan kemotherapi. Riwayat keluarga yang menderita keganasan.
Data penunjang:
Penghitungan sel darah :
- Normocitic, normokromik anemia
- Hb < 10 g/100 ml
- Retikulosit : rendah
- Platelet count : < 50.000/mm
- WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia
- PT/PTT memanjang
- LDH meningkat
- Serum asam urat dalam urine : meningkat
- Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
- Serum tembaga : meningkat
- Serum Zinc : menurun
- Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel,
- Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
- Lymp node biopsy : tampak pengecilan
D. Diagnose Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh, prosedur invasive, malnutrisi dan penyakit
kronis.
2. Resiko tinggi devisit cairan s.d kurang intake cairan, muntah, perdarahan, diare, demam
3. Nyeri s.d pembesaran organ intraabdominal, dan manifestasi dari kecemasan.
4. Keterbatasan aktivitas s.d kelemahan, penurunan cadangan energi, suplay oksigen yang tidak seimbang,
terapi isolasi.
5. Kurangnya pengetahuan tentang perjalanan penyakit, prognosis dan pengobatan s.d kurangnya informasi,
atau misinterprestasi.
E. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Dx 1
- Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung. Awasi pemberian buah dan sayyur segar.
R/ Untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi.
- Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak dengan klien
R/ Mencegah infeksi silang
- Monitor vital sign
R/ Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi
- Cegah peningkatan suhu tubuh dengan cara pemberian cairan yang adekuat serta lakukan kompres hangat.
R/ Membantu menghilangkan demam yang dapat menimbulkan ketidak seimbamgan cairan tubuh, ketidak nyamanan serta komplikasi CNS.
- Lakukan pemeriksaan suara nafas dan batuk secara teratur.
R/ Mencegah sumbatan sekresi saluran pernafasan.
- Pegang klien dengan lembut dan linen tetap kering dan rapi.
R/ Mencegah eksoriasi.
- Jaga integritas kulit, luka yang terbuka dan kebersihan kulit dengan pembersih antibakteri.
R/ Untuk mencegah infeksi local. (Luka biasanya tidak bernanah akibat rendahnya kadar granulosit).
- Periksa mukosa mulut dan lakukan oral hygiene.
R/ Jaringan mukosa mulut merupakan medium bagi perkembangan bakteri.
- Jaga kebersihan kebersihan anus dan genital.
R/ Untuk mencegah terjadinya infeksi anal maupun genital
- Awasi istirahat dan pola tidur klien secara ketat.
R/ Untuk konservasi energi bagi perkembangan sel-sel klien.
- Berikan asupan makanan yang adekuat yang mengandung cairan serta protein tinggi.
R/ Untuk mempertahankan daya tahan tubuh klien dan keseimbangan cairan tubuh kien.
- Lakukan tindakan kolaborasi:
- Blood test count : WBC dan Neutrofil.
R/ Penurunan WBC merupakan kesimpulan dari proses penyakit dan efek samping dari pengobatan
kemoterapi
- Lakukan kulture
R/ Untuk mengetahui sensitivitas kuman.
- Pemberian antibiotik sesuai order
R/ Untuk mencegah infeksi
- Review serial X-Ray
R/ Indikator dari perkembangan kondisi klien.
- Berikan makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan infeksi sperti yang sudah dimasak atau yang
sudah diproses secara higienes.
Dx 2
- Monitor intake dan out-put
R/ Penurunan volune cairan dapat menjadi prekusor kerusakan RBC sehingga dapat menimbulkan kerusakan tubulus ginjal dan terbentuknya batu ginjal.
- Tim bang berat badan setiap hari
R/ Untuk melakukan analisis tentang fungsi ginjal.
- Monitor Tensi dan frekwensi jantung.
R/ Perubahan dapat menjadi indikasi hipovolemia.
- Evaluasi turgor kulit, capiler refill, dan kondisi mukosa.
R/ Sebagai indicator status dehidrasi
- Perhatikan mukosa dari ptechie, ecchymosis, perdarahan gusi.
R/ Penekanan bone narrow dan produksi platelet yang rendah beresiko menimbulkan perdarahan yang tak terkontrol.
- Lakukan tindakan yang lembut untuk mencegah perlukaan seperti menggunakan sikat gigi yang lembut, kapas swab, lakukan tepid sponge, gunakan alat cukur elektrik.
R/ Jaringan yang lemah, dan mekanisme pembekuan yang abnormal sering menjadi penyebab perdarahan tak terkontrol.
- Kolaborasi:
- Lakukan pemasangan IV line
R/ Untuk mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
- Monitor laboratorium Platelet, Hb/Ct, cloting.
R/ Jika platelet count < 20000/mm. Penurunan Hb/Hct dapat menimbulkan perdarahan
- Pemberian anti muntah
R/ Mencegah hilangnya cairan melalui muntahan.
- Pemberian Alluporinol
R/ Mencegah timbulnya nefropati
Dx 3
- Kaji keluhan nyeri dengan skala nyeri (0 – 10)
R/ Untuk mempermudah intervensi dan observasi terhadap
- Monitor vital sign dan kaji ekpresi nonverbal.
R/ Mengetahui efektivitas tindakan terhadap nyeri
- Jaga lingkungan agar tetap tenang
R/ Meningkatkan kesempatan istirahat dan memperbaiki koping mekanisme.
- Kurangi stimulasi yang meningkatkan stress.
- Letakkan pada posisi nyaman
R/ Mencegah rasa tidak nyaman pada persendian
- Lakukan perubahan posisi secara periodic
R/ Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.
- Evaluasi koping mekanisme klien
R/ Untuk mengetahui kemampuan kontrol klien terhadap nyeri
- Kolaborasi:
- Kadar asam urat
- Pemberian analgetik
- Pemberian narkotik
- Antianxiety
Dx 4
- Kaji kelemahan tubuh klien dan ajak anak berpartisipasi untuk bermain.
R/ Mengkaji efek dari leukemia terutama pada fase pengobatan, sehingga perlu dianalisa perlu tidaknya bantuan.
- Berikan kesempatan istirahat dan tidur yang cukup
R/ Untuk menyimpan energi dan perbaikan sel
- Berikan makanan selingan yang cukup selama kemotherapi
- Kolaborasi:
- Antiemetik
- Berikan oksigen
Dx 5
- Berikan penjelasan tentang patologi leukemia, tindakan serta prognosenya.kepada keluarga
R/ Menyiapkan mental untuk tindakan menghadapi kasus yang diderita anaknya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT
PENDAHULUAN
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :
1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan
5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.
Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A. Pelayanan Dasar
- Persalinan aman dan bersih
- Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
- Mempertahankan pernafasan spontan
- ASI Ekslusif
- Perawatan mata
B. Pelayanan Khusus
- Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
- Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
- Imunisasi
Makalah ini akan membahas asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus & hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.
EFEK SAKIT PADA NEONATUS
Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.
Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.
REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA
Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :
1. Denial
Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.
2. Rasa bersalah
Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.
3. Marah
Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.
HIPERBILIRUBINEMIA
Definisi :
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.
Etiologi:
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia.
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.
Tabel.1 Perbandingan Tipe Unconjungatif Hyperbilirubinemia
Pengkajian
1. Riwayat keluarga dan kehamilan:
- Orang tua atau saudara dengan neonatal jaundice atau penyakit lever
- Prenatal care
- DM pada ibu
- Infeksi seperti toxoplasmosis, spilis, hepatitis, rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang keplasenta selama kehamilan
- Penyalahgunaan obat pada orang tua
- Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh positif
- Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negatif
- Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
- Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria
- Induksi oksitosin pada saat persalinan
- Penggunaan vakum ekstraksi
- Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan
2. Status bayi saat kelahiran:
- Prematuritas atau kecil masa kehamilan
- APGAR score yang mengindikasikan asfiksia
- Trauma dengan hematoma atau injuri
- Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap
- Hepatosplenomegali
3. Kardiovaskuler
- Edema general atau penurunan volume darah, mengakibatkan gagal jantung pada hidro fetalis
4. Gastrointestinal
- Oral feeding yang buruk
- Kehilangan berat badan sampai 5 % selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori
- Hepatosplenomegali
5. Integumen
- Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI
- Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi karena hemolisis RBC
6. Neurologik
- Hipotoni
- Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap, reflek tendon yang minimal
- Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotonis
- Kejang
7. Pulmonari
- Apnu, sianosis, dyspnea setelah kejadian kern ikterus
- Aspiksia, efusi pulmonal
8. Data Penunjang
- Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi untuk menentukan resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jika Rh ibu negatif (test dilakukan saat prenatal)
- Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D, bilirubin level pada cairan amnion meningkat sampai lebih dari 0,28 mg/dl sudah merupakan nilai abnormal (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin).
- Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi.
- Coombs test (indirect) pada darah tali pusat, positif bila antibodi terdapat pada darah ibu.
- Serial level bilirubin total, lebih atau sama dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat badan bayi dan umur kehamilan.
- Direct bilirubin level, meningkat jika terjadi infeksi atau gangguan hemolisis Rh
- Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis
- Hb dan HCT
- Total protein, menentukan penurunan binding site
- Hitung leukosit, menurun sampai dibawah 5000/mm3, mengindikasikan terjadinya infeksi
- Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH dan urobilinogen, kreatinin level
Diagnosa Keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan produk sisa sel darah merah yang berlebihan dan imaturitas hati
Tujuan 1: Pasien mendapatkan terapi untuk menyeimbangkan eksresi bilirubin
Tindakan:
1. Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin
2. Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer transkutan untuk mengetahui peningkatan atau penurunan kadar bilirubin
3. Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi sebelum 24 jam)
4. Kaji status bayi khususnya faktor yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak akibat hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik asidosis)
5. Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan bilirubin pada feces
Hasil yang diharapkan:
1. Bayi baru lahir memulai feeding segera setelah lahir
2. Bayi baru lahir mendapatkan paparan dari sumber cahaya
Tujuan 2: tidak terjadi komplikasi dari fototherapi
Tindakan:
1. Tutupi mata bayi baru lahir untuk menghindari iritasi kornea
2. Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit
3. Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan paparan pada permukaan tubuh
4. Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia atau hipertermia
5. Pada peningkatan BAB, bersihkan daerah perienal untuk menghindari iritasi
6. Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk mencegah rasa pedih dan terbakar
7. Berikan intake fluid secara adekuat untuk menghindari rehidrasi
Hasil yang diharapkan : tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi, instabilitas suhu dan kerusakan kulit
Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika terapi ini diberikan)
Tindakan:
1. Jangan berikan asupan oral sebelum prosedur (2-4 jam) untuk mencegah aspirasi
2. Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi transfusi
3. Bantu dokter selama prosedur untuk mencegah infeksi
4. Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan keluar untuk mempertahankan volume darah
5. Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama prosedur untuk mencegah hipotermia dan stress karena dingin atau hipotermia
6. Observasi tanda perubahan reaksi transfusi (Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash)
7. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan emergensi
8. Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan atau infeksi
9. Monitor vital sign selama dan stelah transfusi untuk mendeteksi komplikasi seperti disritmia jantung.
Hasil yang diharapkan :
1. Bayi menunjukkan tidak adanya tanda-tanda reaksi transfusi
2. Vital sign berada pada batas normal
3. Tidak terjadi infeksi atau perdarahan pada daerah terpasangnya infus
Dx.2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan bayi dengan potensial respon fisiologis yang merugikan
Tujuan 1: Keluarga dapat memberikan suport emosional
Tindakan:
1. Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga, lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga
2. Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah kekhawatiran keluarga dan potensial over proteksi pada bayi
3. Yakinkan keluarga bahwa kulit akan kembali normal
4. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk memperpendek periode jaundice
5. Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan penyakit lainnya
Hasil yang diharapkan :
Keluarga menunjukkan pengertian terhadap terapi dan prognosa
Tujuan 2: Keluarga dapat melaksanakan fototherapi dirumah
Tindakan:
1. Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan terapi yang diberikan
2. Instruksikan keluarga untuk:
- Melindungi mata
- Merubah posisi
- Memberikan asupan cairan yang adekuat
- Menghindari penggunaan minyak pada kulit
- Mengukur suhu aksila
- Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah makanan
- Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi, perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi
3. Menjelaskan perlunya test bilirubin bila diperlukan
Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)
HIPOTERMIA & HIPERTERMIA
HIPOTERMIA
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan faktor presipitasi
- Prematuritas
- Asfiksia
- Sepsis
- Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral
- Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
- Eksposure suhu lingkungan yang dingin
Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a. Hipotermia sedang:
- Kaki teraba dingin
- Kemampuan menghisap lemah
- Tangisan lemah
- Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
b. Hipotermia berat
- Sama dengan hipotermia sedang
- Pernafasan lambat tidak teratur
- Bunyi jantung lambat
- Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c. Stadium lanjut hipotermia
- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
- Bagian tubuh lainnya pucat
- Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
HIPERTERMIA
Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.
Gejala hipertermia pada bayi baru lahir :
- Suhu tubuh bayi > 37,5 C
- Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
- Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang
Pengkajian hipotermia & hipertermia
1. Riwayat kehamilan
- Kesulitan persalinan dengan trauma infant
- Penyalahgunaan obat-obatan
- Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu
2. Status bayi saat lahir
- Prematuritas
- APGAR score yang rendah
- Asfiksia dengan rescucitasi
- Kelainan CNS atau kerusakan
- Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C
- Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal
3. Kardiovaskular
- Bradikardi
- Takikardi pada hipertermia
4. Gastrointestinal
- Asupan makanan yang buruk
- Vomiting atau distensi abdomen
- Kehilangan berat badan yang berarti
5. Integumen
- Cyanosis central atau pallor (hipotermia)
- Kulit kemerahan (hipertermia)
- Edema pada muka, bahu dan lengan
- Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)
- Perspiration (hipertermia)
6. Neorologic
- Tangisan yang lemah
- Penurunan reflek dan aktivitas
- Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan
7. Pulmonary
- Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler
- Retraksi dada
- Ekspirasi grunting
- Episode apnea atau takipnea (hipertermia)
8. Renal
- Oliguria
9. Study diagnostik
- Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin atau panas
- Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis
- Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri
- Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
- Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi
Diagnosa keperawatan
Dx.1. Suhu tubuh abnormal berhubungan dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan yang dingin atau panas.
Tujuan 1 : Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau aktual ketidakstabilan suhu tubuh
Tindakan :
1. Kaji faktor yang berhubungan dengan resiko fluktuasi suhu tubuh pada bayi seperti prematuritas, sepsis dan infeksi, aspiksia atau hipoksia, trauma CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, trauma lahir dan riwayat penyalahgunaan obat pada ibu
2. Kaji potensial dan aktual hipotermia atau hipertermia :
- Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara teratur
- Monitor suhu lingkungan
- Cegah kondisi yang menyebabkan kehilangan panas pada bayi seperti baju basah atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau pendingin ruangan
- Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan polanya
- Observasi warna kulit
- Monitor adanya iritabilitas, tremor dan aktivitas seizure
- Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.
Tujuan 2. Mencegah kondisi yang dapat mencetuskan fluktuasi suhu tubuh
Tindakan :
1. Lindungi dinding inkubator dengan
- Meletakkan inkubator ditempat yang tepat
- Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan + 24 C
- Gunakan alas atau pelindung panas dalam inkubator
2. Keringkan bayi baru lahir segera dibawah pemanas
3. Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya sesudah bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera
4. Pergunakan alas pada meja resusitasi atau pemanas
5. Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut hangat, inkubator dihangatkan dulu
6. Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C
7. Sesedikit mungkin membuka inkubator
8. Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai
9. Gendong bayi dengan kulit menempel ke kulit ibu (metode kangguru)
10. Beri topi dan bungkus dengan selimut
Tujuan 3: Mencegah komplikasi dingin
Tindakan :
1. Kaji tanda stress dingin pada bayi :
- Penurunan suhu tubuh sampai < 32,2 C
- Kelemahan dan iritabilitas
- Feeding yang buruk dan lethargy
- Pallor, cyanosis central atau mottling
- Kulit teraba dingin
- Warna kemerahan pada kulit
- Bradikardia
- Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting
- Penurunan aktivitas dan reflek
- Distesi abdomen dan vomiting
2. Berikan treatment pada aktual atau resiko injury karena dingin sebagai berikut :
- Berikan therapy panas secara perlahan dan catat suhu tubuh setiap 15 menit
- Pertimbangkan pemberian plasma protein (Plasmanate) setelah 30 menit
- Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya
- Monitor serum glukosa
- Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik
- Untuk menggantikan asupan makanan dan cairan, berikan dekstrose 10% sampai temeperatur naik diatas 35C
Dx.2. Deficit pengetahuan (orangtua) berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu tubuh bayi.
Tujuan : Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua tentang kondisi bayi dan perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi
Tindakan :
Beri informasi pada orangtua tentang :
- Penyebab fluktuasi suhu tubuh
- Kondisi bayi
- Treatment untuk menstabilkan suhu tubuh
- Perlunya membungkus/menyelimuti bayi saat menggendong dan bepergian
- Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya
- Informasikan kepada orangtua tentang perawatan saat bayi di inkubator
-Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi yang belum jelas dan menunjukkan prilaku seperti diajarkan
BAYI PREMATUR
Definisi :
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.
Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut.
Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus.
Etiologi dan faktor presipitasi:
Permasalahan pada ibu saat kehamilan :
- Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
- Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
- Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
- Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine
Pengkajian
1. Riwayat kehamilan
- Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah
- Kehamilan kembar
- Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk
- Kemungkinan penyakit genetik
- Riwayat melahirkan prematur
- Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya
- Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus
- Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol
- Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.
2. Status bayi baru lahir
- Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan lahir rendah atau besar masa kehamilan
- Berat badan dibawah 2500 gram
- Kurus, lemak subkutan minimal
- Adanya kelainan fisik yang terlihat
- APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6 menunjukkan disstres sedang
dan 7 – 10 merupakan nilai normal.
3. Kardiovaskular
- Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama teratur
- Saat kelahiran, terdengar murmur
4. Gastrointestinal
- Protruding abdomen
- Keluaran mekonium setelah 12 jam
- Kelemahan menghisap dan penurunan refleks
- Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital
5. Integumen
- Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning
- Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh
- Kurus
- Edema general atau lokal
- Kuku pendek
- Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis
6. Muskuloskeletal
- Cartilago pada telinga belum sempurna
- Tengkorak lunak
- Keadaan rileks, inaktive atau lethargi
7. Neurologik
- Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi
- Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau tidak efektif
- Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik
- Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26 minggu
- Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik
8. Pulmonary
- Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea
- Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal)
- Terdengar crakles pada auskultasi
9. Renal
- Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir
- Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine
10. Reproduksi
- Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak menonjol
- Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia.
11. Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap
hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain
sebagainya.
Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru
Tindakan :
1. Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu :
- Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi abnormal selama kehamilan dan persalinan
- Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan resusitasi
- Respiratory rate, kedalaman, takipnea
- Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal,
suprasternal, atau substernal)
- Cyanosis, penurunan suara nafas
2. Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji keadaan berikut :
- Bradykardi
- Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau
mimum ASI)
- Distensi abdomen
- Suhu tubuh dan mottling
- Kebutuhan stimulasi
- Episode dan durasi apnea
- Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis, kegagalan pernafasan.
3. Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5 detik
- Pertahankan suhu lingkungan yang normal
4. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui terjadinya acidosis metabolik
5. Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2
hari.
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal
Tindakan :
1. Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C
2. Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila perlu
3. Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai indikasi
4. Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas atau dingin
5. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi
Tindakan :
1. Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol
2. Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi
3. Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan asupan bila memungkinkan.
4. Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat badan dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau peningkatan intake
5. Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum secara oral
6. Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan
7. Monitor kadar gula darah
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Tindakan :
1. Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi
2. Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200 ml/kg berat badan jika dibutuhkan.
3. Timbang berat badan bayi setiap hari
4. Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan.
5. Test urine : spesifik gravity dan glikosuria
6. Pertahankan suhu lingkungan normal
7. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :
- Peningkatan suhu tubuh
- Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut
nadi, tangan teraba dingin serta motling pada kulit.
- Sepsis
- Aspiksia dan hipoksia
8. Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Tujuan : Infeksi dapat dicegah
Tindakan :
1. Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan jaundice
2. Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan epidemi infeksi di ruang perawatan
3. Amati sampel darah dan drainase
4. Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit, platelets, dan imunoglubolin
5. Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :
- Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi
- Ikuti protokol isolasi bayi
- Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada bayi
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit
Tindakan :
1. Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan.
2. Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi
3. Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari kontak dengan agen pembersih atau plester.
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa berlebihan
Tindakan :
1. Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap stimulus. Observasi :
- Deficit neurologik
- Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus
- Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak adanya refleks normal
- Efek obat terhadap perkembangan bayi
2. Berikan stimulasi visual :
- Arahkan cahaya lampu pada bayi
- Ayunkan benda didepan mata bayi
- Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk kontak mata : tegakkan bayi
3. Berikan stimulasi auditory :
- Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah dan jelas
- Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat memberikan perawatan
- Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan radio
- Hindari suara bising di sekitar bayi
4. Berikan stimulasi tactile :
- Peluk bayi dengan penuh kasih sayang
- Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap
- Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan atau kapas
- Berikan perubahan posisi secara teratur
5. Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.
6. Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
Tujuan :
1. Informasikan orangtua dan keluarga tentang :
- Proses penyakit
- Prosedur perawatan
- Tanda dan gejala problem respirasi
- Perawatan lanjutan dan therapy
2. Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada anak :
- Therapy home oksigen
- Ventilasi mekanik
- Fisiotherapi dada
- Therapy obat
- Therapy cairan dan nutrisi
3. Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan perawatan pada bayinya
4. Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi
5. Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas.
ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.
Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA
Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0.
Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.
Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.
Diagnosa Keperawatan
- Gangguan pertukaran gas
Data penunjang/Faktor kontribusi :
Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik.
Tujuan :
Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak ada tanda dari disstres pernafasan.
Intervensi :
· Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
· Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan amnion.
· Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
· Kaji respiratori rate
· Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
· Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
· Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
· Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas
· Amati intensitas tangisan
· Catat pulse apikal
· Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
· Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
Kolaborasi
· Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia
· Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
· Berikan terapi resusitasi
DAFTAR PUSTAKA
Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991
Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994
Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990
Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
Blog Archive
-
2015
(10)
- 10/11 - 10/18 (1)
- 09/13 - 09/20 (1)
- 09/06 - 09/13 (1)
- 07/05 - 07/12 (1)
- 05/17 - 05/24 (6)
-
2014
(1)
- 04/13 - 04/20 (1)
-
2012
(770)
- 02/19 - 02/26 (5)
- 02/12 - 02/19 (10)
- 02/05 - 02/12 (4)
- 01/29 - 02/05 (27)
- 01/22 - 01/29 (88)
- 01/15 - 01/22 (101)
- 01/08 - 01/15 (169)
- 01/01 - 01/08 (366)
-
2011
(4477)
- 12/25 - 01/01 (336)
- 12/18 - 12/25 (62)
- 12/11 - 12/18 (70)
- 12/04 - 12/11 (77)
- 11/27 - 12/04 (40)
- 11/20 - 11/27 (67)
- 11/13 - 11/20 (198)
- 11/06 - 11/13 (187)
- 10/30 - 11/06 (340)
- 10/23 - 10/30 (32)
- 10/16 - 10/23 (109)
- 10/09 - 10/16 (80)
- 08/14 - 08/21 (75)
- 08/07 - 08/14 (81)
- 07/31 - 08/07 (82)
- 07/24 - 07/31 (65)
- 07/17 - 07/24 (91)
- 07/10 - 07/17 (47)
- 07/03 - 07/10 (44)
- 06/26 - 07/03 (53)
- 06/19 - 06/26 (59)
- 06/12 - 06/19 (47)
- 06/05 - 06/12 (65)
- 05/29 - 06/05 (63)
- 05/22 - 05/29 (77)
- 05/15 - 05/22 (115)
- 05/08 - 05/15 (65)
- 05/01 - 05/08 (104)
- 04/24 - 05/01 (45)
- 04/17 - 04/24 (70)
- 04/10 - 04/17 (134)
- 04/03 - 04/10 (72)
- 03/27 - 04/03 (18)
- 03/20 - 03/27 (47)
- 03/13 - 03/20 (68)
- 03/06 - 03/13 (40)
- 02/27 - 03/06 (56)
- 02/20 - 02/27 (77)
- 02/13 - 02/20 (76)
- 02/06 - 02/13 (198)
- 01/30 - 02/06 (194)
- 01/23 - 01/30 (132)
- 01/16 - 01/23 (196)
- 01/09 - 01/16 (202)
- 01/02 - 01/09 (121)
-
2010
(2535)
- 12/26 - 01/02 (156)
- 12/19 - 12/26 (65)
- 12/12 - 12/19 (73)
- 12/05 - 12/12 (84)
- 11/28 - 12/05 (80)
- 11/21 - 11/28 (68)
- 11/14 - 11/21 (63)
- 11/07 - 11/14 (50)
- 10/31 - 11/07 (50)
- 10/24 - 10/31 (36)
- 10/17 - 10/24 (58)
- 10/10 - 10/17 (35)
- 10/03 - 10/10 (31)
- 09/26 - 10/03 (21)
- 09/19 - 09/26 (26)
- 09/12 - 09/19 (55)
- 09/05 - 09/12 (65)
- 08/29 - 09/05 (33)
- 08/22 - 08/29 (70)
- 08/15 - 08/22 (45)
- 08/08 - 08/15 (35)
- 08/01 - 08/08 (37)
- 07/25 - 08/01 (27)
- 07/18 - 07/25 (19)
- 07/11 - 07/18 (30)
- 07/04 - 07/11 (56)
- 06/27 - 07/04 (28)
- 06/20 - 06/27 (22)
- 06/13 - 06/20 (30)
- 06/06 - 06/13 (21)
- 05/30 - 06/06 (5)
- 05/16 - 05/23 (6)
- 05/09 - 05/16 (29)
- 05/02 - 05/09 (59)
- 04/25 - 05/02 (28)
- 04/18 - 04/25 (38)
- 04/11 - 04/18 (70)
- 04/04 - 04/11 (59)
- 03/28 - 04/04 (65)
- 03/21 - 03/28 (89)
- 03/14 - 03/21 (218)
- 03/07 - 03/14 (95)
- 02/28 - 03/07 (135)
- 02/21 - 02/28 (102)
- 01/03 - 01/10 (68)
-
2009
(1652)
- 12/27 - 01/03 (36)
- 12/20 - 12/27 (22)
- 12/13 - 12/20 (100)
- 12/06 - 12/13 (45)
- 11/29 - 12/06 (24)
- 11/22 - 11/29 (22)
- 11/15 - 11/22 (19)
- 11/08 - 11/15 (28)
- 11/01 - 11/08 (11)
- 10/25 - 11/01 (17)
- 10/18 - 10/25 (38)
- 10/11 - 10/18 (33)
- 10/04 - 10/11 (15)
- 09/27 - 10/04 (21)
- 09/20 - 09/27 (7)
- 09/13 - 09/20 (84)
- 09/06 - 09/13 (35)
- 08/30 - 09/06 (48)
- 08/23 - 08/30 (118)
- 08/16 - 08/23 (26)
- 08/09 - 08/16 (34)
- 08/02 - 08/09 (35)
- 07/26 - 08/02 (31)
- 07/19 - 07/26 (14)
- 07/12 - 07/19 (16)
- 07/05 - 07/12 (28)
- 06/28 - 07/05 (26)
- 06/21 - 06/28 (76)
- 06/14 - 06/21 (26)
- 06/07 - 06/14 (21)
- 05/31 - 06/07 (43)
- 05/24 - 05/31 (38)
- 05/17 - 05/24 (26)
- 05/10 - 05/17 (52)
- 05/03 - 05/10 (15)
- 04/26 - 05/03 (38)
- 04/19 - 04/26 (32)
- 04/12 - 04/19 (22)
- 04/05 - 04/12 (20)
- 03/29 - 04/05 (40)
- 03/22 - 03/29 (43)
- 03/15 - 03/22 (18)
- 03/08 - 03/15 (14)
- 03/01 - 03/08 (22)
- 02/22 - 03/01 (12)
- 02/15 - 02/22 (9)
- 02/08 - 02/15 (11)
- 02/01 - 02/08 (19)
- 01/25 - 02/01 (37)
- 01/18 - 01/25 (21)
- 01/11 - 01/18 (33)
- 01/04 - 01/11 (31)
-
2008
(700)
- 12/28 - 01/04 (13)
- 12/21 - 12/28 (9)
- 12/14 - 12/21 (57)
- 12/07 - 12/14 (5)
- 11/30 - 12/07 (18)
- 11/23 - 11/30 (33)
- 11/16 - 11/23 (31)
- 11/09 - 11/16 (23)
- 11/02 - 11/09 (18)
- 10/26 - 11/02 (11)
- 10/19 - 10/26 (15)
- 10/12 - 10/19 (13)
- 10/05 - 10/12 (25)
- 09/28 - 10/05 (2)
- 09/21 - 09/28 (14)
- 09/14 - 09/21 (19)
- 09/07 - 09/14 (43)
- 08/31 - 09/07 (3)
- 08/24 - 08/31 (33)
- 08/17 - 08/24 (65)
- 08/10 - 08/17 (4)
- 08/03 - 08/10 (26)
- 07/27 - 08/03 (6)
- 07/20 - 07/27 (19)
- 07/13 - 07/20 (18)
- 07/06 - 07/13 (60)
- 06/29 - 07/06 (53)
- 06/22 - 06/29 (49)
- 06/15 - 06/22 (11)
- 06/08 - 06/15 (4)
Popular Posts
-
ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
-
KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
-
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
-
Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
-
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
-
DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
-
Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
-
Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ) PERBANDINGAN AKURASI TAKSIRAN BERAT BADAN JANIN MENGGUNAKAN RUMUS JOHNSON TOHSACH DENGAN MODIFIKASI RUMUS...
-
Konsep Dasar Diagnosa Keperawatan Aktual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu aspek yang terpenting dalam proses kepera...
-
Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...
© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates