Sabtu, 15 Agustus 2009

Askep Hiperemesis Gravidarum

Askep Hiperemesis Gravidarum

HIPEREMESIS GRAVIDARUM


A. Pengertian

Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).
Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).

Askep Hiperemesis Gravidarum



B. Etiologi


Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan (Rustam Mochtar, 1998).

  • Umumnya terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG
  • Faktor organik, yaitu karena masuknya viki khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan–perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.
  • Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
  • Faktor endokrin lainnya : hipertyroid, diabetes dan lain-lain.
Askep Hiperemesis Gravidarum


C. Patofisiologi

Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik dan aseton darah.

Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik.

Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping dehidraasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.


D. Tanda dan gejala

Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :

  1. Tingkatan I (ringan)
    • Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita
    • Ibu merasa lemah
    • Nafsu makan tidak ada
    • Berat badan menurun
    • Merasa nyeri pada epigastrium
    • Nadi meningkat sekitar 100 per menit
    • Tekanan darah menurun
    • Turgor kulit berkurang
    • Lidah mengering
    • Mata cekung

  2. Tingkatan II (sendang)
    • Penderita tampak lebih lemah dan apatis
    • Turgor kulit mulai jelek
    • Lidah mengering dan tampak kotor
    • Nadi kecil dan cepat
    • Suhu badan naik (dehidrasi)
    • Mata mulai ikterik
    • Berat badan turun dan mata cekung
    • Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi
    • Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.

  3. Tingkatan III (berat)
    • Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma)
    • Dehidrasi hebat
    • Nadi kecil, cepat dan halus
    • Suhu badan meningkat dan tensi turun
    • Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal dengan enselopati wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia dan penurunan mental
    • Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.
Askep Hiperemesis Gravidarum


E. Penatalaksanaan
  1. Pencegahan
    Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologis. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
    • Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
    • Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
    • Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering arau biskuit dengan teh hangat
    • Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak
    • Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas atau terlalu dingin
    • Usahakan defekasi teratur.

  2. Terapi obat-obatan
    Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak berkurang maka diperlukan pengobatan.
    • Tidak memberikan obat yang terotogen
    • Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital
    • Vitamin yang sering dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
    • Antihistaminika seperti dramamine, avomine
    • Pada keadaan berat, anti emetik seperti diklomin hidrokhoride atau khlorpromazine.
Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
  1. Isolasi
    Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan
  2. Terapi psikologik
    Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,normal dan fisiologik. Jadi tidak perlu takur dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atu konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
  3. Terapi mental
    Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5 %, dalam cairan gram fisiologis sebanya 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah dengan kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dn vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino esensial secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang amsuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan diatas.
  4. Terminasi kehamilan
    Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardia, ikterik, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik.
    Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu capat dan dipihal lain tidak boleh menunggu sampai terjadi irreversible pada organ vital.
Askep Hiperemesis Gravidarum


F. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
  1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nutrisi dan cairan yang berlebihan dan intake yang kurang.
  2. Gangguan rasa nyaman : nyeri ulu hati berhubungan dengan frekuensi muntah yang sering.

G.. Intervensi
  1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nutrisi dan cairan yang berlebihan dan intake yang kurang.
    Tujuan : Nutrisi terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    1. Berat badan tidak turun.
    2. Pasien menghabiskan porsi makan yang di sediakan.
    3. Mengkonsumsi suplemen zat besi / vitamin sesuai resep.

    Intervensi :
    • Tunjukkan keadekuatan kebiasaan asupan nutrisi dulu / sekarang dengan menggunakan batasan 24 jam. Perhatikan kondisi rambut, kulit dan kuku.
    • Monitor tanda-tanda dehidrasi : turgor kulit, mukosa mulut dan diuresis.
    • Monitor intake dan output cairan.
    • Singkirkan sumber bau yang dapat membuat pasien mual, seperti : deodorant / parfum, pewangi ruangan, larutan pembersih mulut.
    • Timbang berat badan klien; pastikan berat badan pregravida biasanya. Berikan inforamasi tentang penambahan prenatal yang optimum.
    • Tingkatkan jumlah makanan padat dan minuman perlahan sesuai dengan kemampuan.
    • Anjurkan pasien untuk minum dalam jumlah sedikit tapi sering.

  2. Gangguan rasa nyaman : nyeri ulu hati berhubungan dengan frekuensi muntah yang sering.
    Tujuan : Nyaman terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    1. Nyeri berkurang / hilang
    2. Ekspresi wajah tenang / rilek, tidak menunjukan rasa sakit.

    Intervensi :
    • Kaji nyeri (skala, lokasi, durasi dan intensitas)
    • Atur posisi tidur senyaman mungkin sesuai dengan kondisi pasien.
    • Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi.
    • Jelaskan penyebab nyeri pada pasien dan keluarga pasien.
    • Beri kompres hangat pada daerah nyeri.
    • Kaji tanda-tanda vital.
    • Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan analgetika dan antiemetik.

  3. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
    Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penyakit dan pengobatan meningkat.
    Kriteria Hasil :
    1. Pasien dapat mengetahui penyakitnya.
    2. Dapat mendemonstrasikan perawatan diri dan mengungkapkan secara verbal, mengerti tentang instruksi yang diberikan.
    3. Pasien kooperatif dalam program pengobatan.

    Intervensi :
    • Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakitnya, gejala, dan tanda, serta yang perlu diperhatikan dalam perawatannya.
    • Beri penjelasan tentang proses penyakit, gejala, tanda dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan dan pengobatan.
    • Jelaskan tentang pentingnya perawatan dan pengobatan.
    • Jelaskan tentang pentingnya istirahat total.
    • Berikan informasi tertulis / verbal yang terpat tentang diet pra natal dan suplemen vitamin / zat besi setiap hari.
    • Evaluasi motivasi / sikap, dengan mendengar keterangan klien dan meminta umpan balik tentang informasi yang diberikan.
    • Tanyakan keyakinan berkenaan dengan diet sesuai dengan budaya dan hal- hal tabu selama kehamilan.

Askep Hiperemesis Gravidarum

Asma

Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi

Diabetes Melitus

Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamilDalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme

Jumat, 14 Agustus 2009

Sesak nafas Pada Orang Tua

Sesak nafas sering diberi istilah dengan kesulitan bernafas. Bila terjadi sesak nafas pada usia tua, maka pernafasan bukan lagi merupakan mekanisme vital untuk melaksanakan proses kehidupan, akan tetapi sebaliknya sesak nafaslah yang merupakan beban yang harus dipikul oleh seseorang.
Dengan bertambahnya usia maka bertambah tua pula seluruh organ tubuh yang digunakan.

Perubahan ini mencakup dua hal :
1. Organ tersebut masih normal, akan tetapi kerjanya tidak sebaik masa muda.
2. Organ itu sendiri yang mengalami perubahan, seperti terjadinya penyempitan pembuluh darah di jantung,berkurngnya fungsi jantung dan sebagainya.

Demikian pula halnya dengan paru-paru, yang dapat terjadi adalah :
1. paru-paru kehilangan elastisitasnya sehingga fungsinya sebagi pemompa untuk mengambil dan mengeluarkan udara menjadi berkurang.
2. Otot-otot pernapasan menjadi lemah.
3. Kemampuan untuk mengeluarkan dahak dari saluran pernafasan menjadi berkurang, sehingga factor ini turut pula mempersempit jalan pernafasan.

Anda membutuhkan Alkes, bisa pesan disini
Sebab Terjadinya Sesak nafas.
Sebab-sebab sesak nafas dapat dibagi atas ;
1. Sesak nafas yang disebabkan oleh kelainan paru-paru.
2. Sesak nafas yang disebabkan oleh penyakit jantung, biasanya sesak nafas ini timbul secara tiba-tiba dan terjadipada malam hari ketika penderita sedang tidur.
3. Sesak nafas yang disebabkan oleh factor pengangkut zat pembakar, yakni berkurangnya darah atau berkurangnya kemampuan darah untuk mengikat zat pembakar.
4. Sesak nafas yang disebabkan oleh berbagai racun yang mengikat jaringan sehingga jaringan tidak dapat mengikat zat pembakar.
5. Sesak nafas yang disebabkan oleh factor pengatur (saraf).

Tingkatan Sesak nafas.
Sesak nafas dapat dibagi tiga tingkatan :
1. Tingkat ringan.
Tingkat ini ditandai dengan sesak nafas yang timbul apabila seseorang bekerja keras.
2. Tingkat sedang.
Sesak nafas timbul walaupun hanya bekrja ringan.
3. Tingkat berat.
Ada dua macam sesak nafas pada tingkat berat, yaitu :
a. Sesak nafas yang timbul bila bekerja ringan sedikit pun, seperti hanya berjalan.
b. Sesak nafas yangtimbul walaupun pada saat istirahat penuh.

Perawatan Sesak Nafas.

Sesak nafas pada usia tua tidaklah selalu mengharuskan dirawat di Rumah Sakit. Perawatan di rumah oleh perawat yang diorganisasi oleh Rumah Sakit disebut dengan Community medicine. Ada beberapa petimbangan mengapa hal ini dilakukan, antara lain :
1. Perawatan di rumah jauh lebih murah dari perawatan di RS.
2. Perawatan di rumah merupakan perawatan gabungan antara perawatan pihak yang penuh dengan rasa kasih sayang dan perawatan rumah sakit dengan engirimkan tenaga perawat ke rumah yang memberikan petunjuk-petunjuk baik bagi pasien maupun untuk keluarga.Dengan demikian dapat dijalin suatu kerjasama antara pihak RS dengan keluarga di rumah.
3. Apa yang dibutuhkan oleh pasien hanyalah bersifat pertolongan sementara dari perawat.
4. Perasaan terisolasi dari keluarga dengan kekosongan di RS dapat dihindarkan.sebaliknya suasana ditengah-tengah anak cucu yang merupakan bagian dari suasana alamiah memberikan pula daya penolong yang tidka kecil artinya.
5. Mengingat ciri-ciri sesak nafas pada usia tua yang :
a. Merupakan penyakit menetap dan tidak dapat disembuhkan secara mutlak.
b. Pada umumnya bersifat bolak-balik.
c. Pada umumnya sering disertai dengan komplikasi peyakit lainnya.

Askep Abortus

Askep Abortus

Abortus

A. Pengertian

Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002).

Askep Abortus


B. Klasifikasi
  1. Abortus spontanea (abortus yang berlangsung tanpa tindakan)
    • Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
    • Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
    • Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
    • Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

  2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)
    • Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badanbayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Askep Abortus


C. Etiologi
  1. Kelainan Ovum
    Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan,artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum.

  2. Kelainan genetalia ibu
    • Anomali congenital (hipoplasia uteri,uterus bikornis dan lain-lain).
    • Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.
    • Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi,seperti kurangnya progesterone atau astrogen,endometritis,mioma sub mukosa.
    • Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola).
    • Distosia uterus missal karena terdorong oleh tumor pelvis.

  3. Gangguan sirkulasi plasenta
    Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefrisis,hipertensi,toksemia gravidarum,anomaly plasenta.
Askep Abortus


D. Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

Askep Abortus


F. Manifestasi Klinis
  1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
  2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
  3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi.
  4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus.
  5. Pemeriksaan ginekologi :
    • Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva.
    • Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
    • Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
Askep Abortus



Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Abortus


A. Pengkajian
  1. Pengkajian dasar data pasien
    Tinjauan ulang catatan prenatal sampai adanya terjadi abortus.
  2. Sirkulasi
    Kehilangan darah selama terjadi perdarahan karena abortus.
  3. Integritas Ego
    Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran. Mungkin mengekpresikan ketidak mampuan untuk menghadapi suasana baru.
  4. Eliminasi
    Kateter urinarius mungkin terpasang : urin jernih pusat, bising usus tidak ada.
  5. Makanan/ cairan
    Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
  6. Neurosensorik
    Kerusakan gerakan pada sensori dibawah tindak anestesi spinal epidural.
  7. Nyeri/ kenyamanan
    Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber : misal nyeri penyerta, distensi kandung kemih/ abdomen, efek-efek anestesi : mulut mungkin kering.
  8. Pernapasan
    Bunyi paru jelas dan vesikuler.
  9. Keamanan
    Jalur parenteral bila digunakan resiko terkena infeksi karena pemasangan infus dan nyeri tekan.
  10. Seksualitas
    Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.
  11. Pemeriksaan Diagnostik
    Jumlah darah lengkap, hemoglobin/ hematokrit (Hb/Ht). Mengkaji perubahan dari kadar efek kehilangan darah pada pembedahan urinalisis, kultur urine, darah vaginalm, dan lokhea : Pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.
    (Doengoes, MZ, & Mary P.M., 2001).

B. Diagnosa Keperawatan
  1. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan
  2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
  3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri

C. Intervensi
  1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan

    Tujuan :
    Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.

    Intervensi :
      Kaji kondisi status hemodinamika
      R : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi
    • Ukur pengeluaran harian
      R : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
    • Berikan sejumlah cairan pengganti harian
      R : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
    • Evaluasi status hemodinamika
      R : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik

  2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi

    Tujuan :
    Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi

    Intervensi :
    • Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
      R : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
    • Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
      R : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
    • Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
      R : Mengistiratkan klilen secara optimal
    • Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
      R : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
    • Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
      R : Menilai kondisi umum klien

  3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri

    Tujuan :
    Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami

    Intervensi :
    • Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
      R : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
    • Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
      R : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
    • Kolaborasi pemberian analgetika
      R : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
Askep Abortus

Kamis, 13 Agustus 2009

Askep Anak Pneumonia

Askep Anak Pneumonia

Pneumonia

A. Pengertian

Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.

Askep Anak Pneumonia

B. Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :

  1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
  2. Virus: virus influenza, adenovirus
  3. Micoplasma pneumonia
  4. Jamur: candida albicans
  5. Aspirasi: lambung
Askep Anak Pneumonia


C. Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.

Askep Anak Pneumonia

D. Manifestasi Klinis
  • Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 ºC
    sampai 40,5 ºC).
  • Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
  • Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping hidung
  • Nadi cepat dan bersambung
  • Bibir dan kuku sianosis
  • Sesak nafas
Askep Anak Pneumonia

E. Komplikasi
  • Efusi pleura
  • Hipoksemia
  • Pneumonia kronik
  • Bronkaltasis
  • Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak
    mengandung udara dan kolaps).
  • Komplikasi sistemik (meningitis)
Askep Anak Pneumonia

F. Pemeriksaan Penunjang
  1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
    menyatakan abses)
  2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada.
  3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
  4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
  5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
  6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
  7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
Askep Anak Pneumonia

G. Penatalaksanaan

Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
  • Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
  • Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
  • Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
  • Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
  • Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
  • Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
Askep Anak Pneumonia


Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia


A. Pengkajian
  1. Aktivitas/istirahat
    Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
    Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

  2. Sirkulasi
    Gejala : riwayat adanya
    Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.

  3. Makanan/cairan
    Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
    Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
    (malnutrisi).

  4. Neurosensori
    Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
    Tanda : perusakan mental (bingung)

  5. Nyeri/kenyamanan
    Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
    Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)

  6. Pernafasan
    Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
    Tanda :
    • sputum: merah muda, berkarat
    • perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
    • premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
    • Bunyi nafas menurun
    • Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku

  7. Keamanan
    Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
    Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar

  8. Penyuluhan/pembelajaran
    Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
    Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
    Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah.

B. Diagnosa Keperawatan
  1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru

  2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan

C. Intervensi
  1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru

    Karakteristik :

    Batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis.

    Tujuan :

    Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :

    • Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi
    • Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC
    • Laju nafas dalam rentang normal
    • Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis
    Intervensi
    • Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas.
      R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan.
    • Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal
      R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
    • Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
      R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru
    • Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)
      R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan
    • Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
      R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
    • Lakukan suction secara bertahap
      R : Membantu pembersihan jalan nafas
    • Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam
      R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan.


  2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan

    Karakteristik :

    Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.

    Tujuan :
    Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
    • Intake adekuat, baik IV maupun oral
    • Tidak adanya letargi, muntah, diare
    • Suhu tubuh dalam batas normal
    • Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020

    Intervensi :
    • Catat intake dan output, berat diapers untuk output
      R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
    • Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line
      R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan
    • Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu
      R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan
    • Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam
      R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum.

Askep Anak Pneumonia

Rabu, 12 Agustus 2009

Askep Appendiksitis

Askep Appendiksitis

Apendiksitis


A. Pengertian

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).

Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

Askep Appendiksitis


B. Etiologi
  1. Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
    • Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
    • Tumor apendiks.
    • Cacing ascaris.
    • Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
    • Hiperplasia jaringan limfe.

  2. Menurut Mansjoer , 2000 :
    • Hiperflasia folikel limfoid.
    • Fekalit.
    • Benda asing.
    • Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
    • Neoplasma.

  3. Menurut Markum, 1996 :
    • Fekolit
    • Parasit
    • Hiperplasia limfoid
    • Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
    • Tumor karsinoid
Askep Appendiksitis


C. Patofisiologi

Menurut Mansjoer, 2000:

Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.


Tahapan Peradangan Apendisitis
  1. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)

  2. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)
Askep Appendiksitis


D. Manifestasi Klinik
  1. Menurut Betz, Cecily, 2000 :
    • Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
    • Anoreksia
    • Mual
    • Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
    • Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
    • Nyeri lepas.
    • Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
    • Konstipasi.
    • Diare.
    • Disuria.
    • Iritabilitas.
    • Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.

  2. Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 :

    Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.

    Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

    Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

Askep Appendiksitis


E. Komplikasi
  1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :
    • Perforasi.
    • Peritonitis.
    • Infeksi luka.
    • Abses intra abdomen.
    • Obstruksi intestinum.

  2. Menurut Mansjoer, 2000 :

    Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

    Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

    Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

    Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

    Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

Askep Appendiksitis


F. Pemeriksaan

Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
  1. Anamnesa

    Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :
    • Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
    • Muntah oleh karena nyeri viseral.
    • Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
    • Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

  2. Pemeriksaan Radiologi

    Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

  3. Laboratorium

    Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.

    Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

Askep Appendiksitis


G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
  1. Sebelum operasi
    • Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
    • Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
    • Rehidrasi
    • Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
    • Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
    • Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

  2. Operasi
    • Apendiktomi.
    • Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
    • Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

  3. Pasca operasi
    • Observasi TTV.
    • Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
    • Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
    • Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
    • Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
    • Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
    • Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
    • Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
    • Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

    Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :
    • Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
    • Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
    • Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

    Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

    Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :
    • Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
    • Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
    • Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
    • Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

    Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
Askep Appendiksitis



Asuhan Keperawatan Anak dengan Apendiksitis


A. Pengkajian

Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain :
  1. Wawancara

    Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
    • Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
    • Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
    • Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
    • Kebiasaan eliminasi.

  2. Pemeriksaan Fisik
    • Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
    • Sirkulasi : Takikardia.
    • Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
    • Aktivitas/istirahat : Malaise.
    • Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
    • Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
    • Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
    • Demam lebih dari 380C.
    • Data psikologis klien nampak gelisah.
    • Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
    • Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
    • Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

  3. Pemeriksaan Penunjang
    • Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
    • Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
    • Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
    • Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
    • Pada enema barium apendiks tidak terisi.
    • Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.


B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :

Pre Operasi
  1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

  2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.


Post Operasi
  1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

  2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.


C. Intervensi Keperawatan

Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain :

Pre Operasi

Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :
  • Nyeri berkurang
  • Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
  • Kegelisahan atau keteganganotot
  • Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
  • Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi
  • Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya.
  • Observasi ketidaknyamanan non verbal.
  • Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
  • Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
  • Anjurkan pasien untuk istirahat.
  • Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
  • Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.


Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.

Kriteria Hasil :
  • Mempertahankan berat badan.
  • Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
  • Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
  • Turgor kulit baik.

Intervensi
  • Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
  • Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
  • Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
  • Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
  • pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.


Post Operasi

Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :
  • Nyeri berkurang
  • Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
  • Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
  • Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi
  • Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
  • Observasi ketidaknyamanan non verbal
  • Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
  • Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
  • Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
  • Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
  • Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.


Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.

Kriteria Hasil :
  • Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
  • Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
  • Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
  • Tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi
  • Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
  • Monitor vital sign dan status hidrasi.
  • Monitor status nutrisi
  • Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
  • Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
  • Atur kemungkinan transfusi darah.



Daftar Pustaka

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC
____, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 1 Juni 2008.

Askep - Asuhan Keperawatan

ANALIYS OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH MANAGEMENT SYSTEM IN PANTIWILASA CITARUM HOSPITAL SEMARANG,BEFORE AND AFTER THE ACCREDITATION

occopational Safety and Health Management System is an integral part of Hospital Akreditation. Hospital personels are at risk of desease inaccident,many exposures,presen in the hospital environment,such as antineoplastic,microbiology,high work speed and ergonomic disorders.This research aimed to desribe the implementation of occopational Safety and Health Management System,and the impact of its program.Observational and interview was utilise to conduct this study.The presentage self assesment in acreditation hospital was assessed from the acreditation hospital,than analising the output of the hospital quality service is observed for the absention number,patients number,hospital income,work accidents number,paint number,than analyse from impact indicators eficiency,customer satisfaction,work performance and working condition.The result from the research,showed the parcentage number of the Panti Wilasa Citarum Hospital Health and Safety management system acreditation standart is 78,5%,this means that Panti Wilasa Citarum Hospital has fulfiled the standart which is made by health departmen throught the hospital accreditationcommittee.From the research outcome it is found,that is has given the influence to decreasing number of pain and number work accident,and also the increasing of income of the hospital.This result concluded thatthe quality service of the hospital was improved based on efficiency,customersatisfaction,work performance and working condition.This result is expected will be able to give the daescription of how far the implementation of health and safety management system in Panti Wilasa Citarum Hospital and the future,hospital expected to improve and develope the health and safety management system. Oleh: WAHYUDI CHRISTIONO. Kata Kunci: SMK3,Standar akreditasi,Output,outcome Work health and safety management system,acreditation standart,output,outcome

Implementation of the study GUIDELINES FOR WORKPLACE SAFETY Extractive CONSTRUCTION JOB

Employment extractive land is part of the construction services sector that has a risk or danger of fatal accidents that tend to be high. The Government has published safety guidelines and adequate health, but health and safety guidelines are not working are in the implementation in the field, especially to land a job search. This thesis discusses the problems in adherence to the guidelines of safety and health at work extractive land construction project, with the survey directly to do with the location of the field research in the area of Bandung and its surroundings. Analysis is performed descriptive analysis that explains the level of implementation of a variable guidelines safety and health analysis and diskriminan to know the difference between a variable guidelines compliance safety and health of working on the project, the project currently, and small projects. Keyword : manual of work health and safety, Excavation occupation. Master Theses from JBPTITBPP Oleh : Febby Ferial, S2 - Civil Engineering

THE IMPORTANCE OF ANTHROPOMETRIC ASPECT IN THE PRODUCT DESIGN.

Technology product can not be free from the ability of the designer to see the good side as well as the bad side of it’s design and operation. The effectivenes of it’s product also can not be free from the man who is in charge to design, operate and maintain it. This paper is intended to give an overview about the importance of human factor to be involved in the technology product from it’s design, operation and maintenance. Suharyo Widagdo; Bidang Sistem Proteksi dan Simulasi (BSPS)
Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir-BATAN

DESIGNING OF COMPUTER BASED DATA ACQUISITION SYSTEM FOR TEMPERATURE AT BETA TEST LOOP

Design is conducted to develop, build a system of acquisition data based on computer that is used for temperature measurement during thermohydraulic experiment at BETA Test Loop. As temperature transducer, it is used thermocouple of type K (Chromel-Alumel). Previous temperature measurement was done using an LCD indicator of Shimaden and the record was conducted manually. Then a new data acquisition is built with Visual Basic application program and an interface of AT-MIO-64F-5 from National Instruments. The result of design have earned to develop, build a system of acquisition data temperature spannedly measure 0 - 500 ° C, can give appearance information which interaktif namely in the form of number of channel parameter which are acquired, also facilitate the data reading because all result of measurement will be able to be presented on the computer display at realtime. Other advantage is the ability to save the data into hard disk in the form a file and could be called with Excel program to be processed furthermore in the form of tables or the graph to facilitate data analysis. It can be concluded that that the data acquisition system developed could give result satisfying as expected and applicable to assist experiment Keywords : design, acquisition system, computer, temperature. Kiswanta, Anhar R. Antariksawan; Bidang Analisis Resiko dan Mitigasi Kecelakaan (BARMiK) Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir - BATAN.

ASSESSMENT OF MANAGEMENT SYSTEM OF SAFETY IN THE WORKPLACE AND SAFETY CULTURE.

Culture can affect how someone behaves and acts. A good culture will results optimally, on the contrary a non conducive culture will never results optimally. In correlation with work safety, someone who is conditioned with a culture of discipline relatively will more has a certain attitude of obedient to the rule and etiquette wherever he is, and vice versa. On the other hand the factor of consciousness from someone in system is major determiner to achieve the successfulness in applying the management of safety and work health, and safety culture. Because of this reason, it is important to do an assessment about the application method of management system of safety and safety culture to the system for result as expected. Keywords: safety and work health, safety culture. M. Hadi Kusuma, S.T.; Bidang Evaluasi Pengembangan Keselamatan Instalasi (BEPKI) Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional.

REPAIRING OF ONE PHASE INDUCTION MOTOR.

The repairing of one phase induction motor has been performed. The 30 minutes functional testing of the one phase induction motor already repaired, the temperature at motor stator was not increase. The rotation speed of motor is 2950 rpm, decreased by 40 rpm from the initial condition. This condition is still categorized as normal. The electric current in each input cable for one induction motor is 3,0 Ampere. Keywords: electrical motor, one phase induction motor. Edy Sumarno Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi kecelakaan (BARMiK) Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir - BATAN

PROGRAMMING AT89C51 MICRO CONTROLLER FOR 7 SEGMEN DISPLAY

The 7 segmens display computer program for research of controlling temperature and heater power using micro controller had been done at P2TKN-BATAN. The purpose of this research was to implement 7 segmens as a reader of process temperature and also becoming a temperature reference for the controlling process. The test result revealed that a constructed program can work properly. The 7 segmens display showed an appropriate numerical value as a given input. Demon Handoyo, G.B. Heru K.H., Deddy Haryanto, Nurhanan, Ari Satmoko UPT-Balai Keteknikan
Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir-BATAN

Management Safety and Health Construction Work

Job Safety and Health is a complex problem on a construction project. Workplace accidents and illness due to work is generally caused by management factors, in addition to technical and human factors. Research done at the Project Development Transportation Services Air-West Sumatra with data collection, direct observation and interviews with stakeholders in the project. From the data obtained, observations and interviews, the project manager need to do â € œManajemen Safety and Health Kerjaâ €?. This is done with the plan, to seek and implement preventive measures before the incident an accident and a strategy that causes the accident that had occurred not recur again. Strategies, among others, discuss safety and health in a routine meeting held diproyek, providing safety equipment and special training in a certain period. With the strategy is expected to create a work atmosphere that is safe and comfortable. Thus, the workers can work safely so that the work plan of the project can be completed on time with the quality of the work in accordance with the plan. Besides, can also improve the efficiency, effectiveness and productivity of workers. Oleh: Teddy adeba; Pembimbing: Akhmad Suradji, PhD Benny Hidayat, MT. Keywords: safety, health, construction, management.

THE OBSTACLE IN IMPLEMENTATION OF ERGONOMICS SAFETY AND HEALTH PROGRAM IN ENTERPRISES

Safety and health are the basic rights of the workers and one of the requirement to increased the
worker’s productivity. Beside that safety and health constitute requirement for winning free competition in the globalization and Asean Free Trade Agreement (AFTA), World Trade Organization (WTO) and Asia Pacific Economic Community (APEC). So that to followed free trade competition, safety and health program must be implemented in all working places. The ergonomics, not only increased the healthy and safety of the workers, but also increased the productivity. If the ergonomics safety and health can be implemented in the enterprises the safety and health and productivity of the workers will be increased. Although the implementation of the ergonomics safety and health principle in the enterprises had been applied and improved the healthy, safety and productivity of the workers but the implementation in the enterprises especially in the small and medium enterprises are still far from expectation. To find out the causes the observation study had been done during implementation of the ergonomics, safety and health program in small and mdium eneterprises in Bali since 1995. There are many obstacles were found such as: 1) the result of the ergonomics, safety and health implementation still in form of healthy, safety, comfort, efisien and the increases of productivity, but not yet showed in form of money (industrial language); 2) enterprises management took the lower priority to the ergonomics, safety and health program in operation of the enterprises; 3) the program of the ergonomics safety and health dominan in form of curative action compared with preventive and promotive; 4) other factors such as less of management and workers knowledge about safety and health, limited of capital, less of control and low enforcement of the government. So that the implementation of the ergonomics safety and health program should be attained the benefit in form of money not only to the workers but also to the enterprises. Control and low enforcement of the governement should be tightening and continued. Sutjana, D.P. Dept.of Physiology School of Medicine / Post Graduate Ergonomics Program Udayana University Jalan P.B.Sudirman Denpasar Bali. Keyword: safety and health, ergonomics, globalization, industrial language

Rahasia sukses

Kalau ada rahasia tentang sukses, itu adalah kemampuan untuk melihat segala sesuatunya dari sudut pandang orang lain, dan juga dari sudut pandang anda

Selasa, 11 Agustus 2009

Kelapa Muda Mencegah Rambut Beruban






Tahukah anda, bahwa kelapa muda mempunya banyak manfaat. Salah satu manfaat bagi orang setengah baya atau bagi yang masih mudapun yang sudah mempunyai uban. Cara sederhana ini dapat dilakukan dengan memulai mengmbil kelapa hijau 1 buah, lalu ambil airnya saja dan tambahkan garam sedikit, kemudian embunkan semalaman, esok harinya ambil dan pakailah untuk mencuci rambut. Lakukan selama tujuh hari berturut-turut, dan Anda akan melihat hasilnya.

Askep Hemoroid

Askep Hemoroid

Hemoroid

1. Pengertian

Hemoroid dalah varises dari pleksus hemoroidalis yang menimbulkan keluhan keluhan dan gejala – gejala.
Varises atau perikosa : mekarnya pembuluh darah atau pena (pleksus hemoroidalis) sering terjadi pada usia 25 tahun sekitar 15 %.

Askep Hemoroid


2. Etiologi

Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua :
  1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelaian organik.
    Kelainan organik yang menyebabkan gangguan adalah :
    • Hepar sirosis hepatis
      Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar sehingga terjadi hepartensi portal. Maka akan terbentuk kolateral antara lain ke esopagus dan pleksus hemoroidalis .
    • Bendungan vena porta, misalnya karena trombosis
    • Tomur intra abdomen, terutama didaerah velvis, yang menekan vena sehingga aliranya terganggu. Misalnya uterus grapida , uterus tomur ovarium, tumor rektal dan lain lain.

  2. Idiopatik,tidak jelas adanya kelaianan organik, hanya ada faktor - faktor penyebab timbulnya hemoroid.
    Faktor faktor yang mungkin berperan :
    • Keturunan atau heriditer
      Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya.
    • Anatomi
      Vena di daerah masentrorium tudak mempunyai katup. Sehingga darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis.
    • Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat antara lain :
      • Orang yang pekerjaan nya banyak berdiri atau duduk dimana gaya grapitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid.Misalnya seorang ahli bedah.
      • Gangguan devekasi miksi.
      Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat.
    • Tonus spingter ani yang kaku atau lemah.

Pada seseorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya hemoroid yitu :
  1. Adanya tomur intra abdpomen
  2. Kelemahan pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal
  3. Mengedan sewaktu partus.


Pada permulaan terjadi varises hemoroidalis, belum timbul keluhan keluhan . Akan timbul bila ada penyulit seperti perdarahan , trombus dan infeksi

Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasipikasi, yaitu :

  1. Hemoroid interna
    Merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media

  2. Hemoroid eksterna
    merupakan varises vena hemoroidalis inferior.
Askep Hemoroid


HEMOROID INTERNA

Gejala - gejala dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa sakit karena tidak adanya serabut serabut rasa sakit di daerah ini.

Hemoriud interna terbagi menjadi 4 derajat :

  • Derajat I
    Timbul pendarahan varises, prolapsi / tonjolan mokosa tidak melalui anus dan hanya daatdi temukan dengan proktoskopi.

  • Derajat II
    Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu keluar pada saat depikasi, tapi seterlah depikasi selesai, tonjolan tersebut dapat masuk dengan sendirinya.

  • Derajat III
    Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi dengan sendirinya tetapi harus di dorong.

  • Derajat IV
    Suatu saat ada timbul keaadan akut dimana varises yang keluar pada saat defikasi tidak dapat di masukan lagi. Biasanya pada derajat ini timbul trombus yang di ikuti infeksidan kadang kadang timbul perlingkaran anus, sering di sebut dengan Hemoral Inkaresata karena seakan - akan ada yang menyempit hemoriod yang keluar itu, padahal pendapat ini salah karena muskulus spingter ani eksternus mempunyai tonus yang tidak berbeda banyak pada saat membuka dan menutup. Tapi bila benar terjadi. Inkaserata maka setelah beberapa saat akan timbul nekrosis tapi tidak demikiaan halnya. Lebih tepat bila di sebut dengan perolaps hemoroid.

HEMOROID EKSTERNA

Hemoroid eksrterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid interna.
Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
  1. Akut
    Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.
    Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:
    • Sering rasa sakit dan nyeri
    • Rasa gatal pada daerah hemorid
    Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung – ujung saraf pada kulit merupakan reseptor rasa sakit.

  2. Kronik
    Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
Askep Hemoroid


4. Komplikasi
  • Terjadinya perdarahan
    Pada derajat satu darah kelur menetes dan memancar.

  • Terjadi trombosis
    Karena hemoroid keluar sehinga lama - lama darah akan membeku dan terjadi trombosis.

  • Peradangan
    Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang karena disana banyak kotoran yang ada kuman – kumannya.
Askep Hemoroid


5. Penatalaksanaan Medis
  1. Operasi herniadektomy

  2. Non operatif
    • Untuk derajat I dan II
        Diet tinggi serat untuk melancarkan BAB.
      • Obat – obat suposituria untuk membantu pengeluaran BAB dan untuk melunakan feces.
      • Anti biotik bila terjadi infeksi.
      • Ijeksi skloretika ( Dilakukan antara mokosa dan varises dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid lalu mengecil ).
      • “ RubberBand Ligation “ yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastis kira – kira I minggu, diharapkan terjadi nekrosis.
    • Untuk derajat III dan IV
      Dapat dilakuakan
      • Pembedahan
      • Dapat dilakukan pengikatan atau ligation
      • Dapat dilakukan rendam duduk
      • Dengan jalan suntikan”Sklerotika” ujntuk mengontrol pendarahan dan kolaps (keluar) hemoroid interna yang kecil sampai sedang.
Askep Hemoroid


Asuhan Keperawatan Pada pasien Dengan Hemoroid


PENGKAJIAN

  1. Identitas pasien

  2. Keluhan utama
    Pasien datang dengan keluhan perdarahan terus menerus saat BAB. Ada benjolan pada anus atau nyeri pada saat defikasi.

  3. Riwayat penyakit
    • Riwayat penyakit sekarang
      Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes.

    • Riwayat penyakit dahulu
      Apakah pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh / terulang kembali. Pada pasien dengan hemoroid bila tidak di lakukan pembedahan akan kembali RPD, bisa juga di hubungkan dengan penyakit lain seperti sirosis hepatis.

    • Riwayat penyakit keluarga
      Apakah ada anggota keluaga yang menderita penyakit tersebut

    • Riwayat sosial
      Perlu ditanya penyakit yang bersangkutan.

PEMERIKSAAN FISIK
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan menempel pada tempat tidur.
  1. Insfeksi
    • Pada insfeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
    • Apakah ada benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi.
    • Bagaiman warnaya , apakah kebiruaan, kemerahan, kehitaman.
    • Apakah benjolan tersebut terletak di luar ( Internal / Eksternal ).

  2. Palapasi
    Dapat dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan + vaselin dengan melakuakn rektal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus. Apakah ada benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada perdarahan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

PRE OPERATIF
  1. Resiko kekurangan nutrisi (defisiensi zat ) berhubungan dengan pecahnya vena plexus hemmoroidalis ditandai dengan perdarahan yang terus - menerus waktu BAB.


  2. TUJUAN :
    Terpenuhinyan kebutuhan nutrisi ditandai dengan tidak terdapat anemis, perdarahan terhenti dan BB tidak turun.

    INTERVENSI
    • Observasi tanda-tanda anemis
      Rasionalisasi : Tanda – tanda anemis diduga adanya kekurangan zat besi (Hb turun)

    • Diet rendah sisa atau serat selama terjadinya perdarahan
      Rasionalisasi : Dapat mengurangi perangsangan pada daerah anus sehingga tidak terjadi perdarahan.

    • Berikan penjelasan tentang pentingnya diet kesembuhan penyakitnya.
      Rasionalisasi : Pendidikan tentang diet, membantu keikut sertaan pasien dalam meningkatkan keadaan penyakitnya.

    • Beri kompers es pada daerah terjadinya perdarahan
      Rasionalisasi : Pasien dengan pecahnya vena plexus hemoriodalis perlu obat yang dapat membantu pencegahan terhadap perdarahan yang mememrlukan penilaian terhadap respon secara periodik.

    • Beri obat atau terapi sesuai dengan pesanan dokter
      Rasionalisasi : Pasien dengan pecahnya vena flexus hemmoroidalis perlu obat yang dapat membantu pencegahan terhadap perdarahan yang memerlukan penilayan terhadap respon obat tersebut secara periodik.


  3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya massa anal atau anus, yang ditandai benjolan didaerah anus, terasa nyeri dan gatal pada daerah anus

    TUJUAN :
    Terpenuhinya rasa nyaman dengan kriteria nyeri berkurang rasa gatal berkurang massa mengecil.

    INTERVENSI :
    • Berikan randam duduk
      Rasionalisasi : Menurunkan ketidak nyamanan lokal, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.

    • Berikan pelicin pada saat mau BAB
      Rasionalisasi : Membantu dalam melancarkan defikasi sehingga tidak perlu mengedan.

    • Beri diet randah sisa
      Rasionalisasi : Mengurangi rangsangan anus dan melemahkan feses.

    • Anjurkan pasien agar jangan bannyak berdiri atau duduk ( harus dalam keadaan seimbang).
      Rasionalisasi : Gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid dan duduk dapat meningkatkan tekanan intra abdomen.

    • Observasi keluhan pasien
      Rasionalisasi : Membantu mengevaluasi derajat ketidak nyamanan dan ketidak efektifan tindakan atau menyatakan terjadinya komplikasi.

    • Berikan penjelasan tentang timbulnya rasa nyeri dan jelaskan dengan singkat
      Rasionalisasi : Pendidikan tentang hal tersebut membantu dalam keikut sertaan pasien untuk mencegah / mengurangi rasa nyeri.

    • Beri pasien suppositoria
      Rasionalisasi : Dapat melunakan feces dan dapat mengurangi pasien agar tidak mengejan saat defikasi.


  4. Personal hygene pada anus kurang berhubungan dengan massa yang keluar pada daerah eksternal.

    TUJUAN :
    Terjaga kebersihan anus dengan kriteria tidak terjadi infeksi tidak terjadi gatal - gatal.

    INTERVENSI :
    • Berikan sit bath dengan larutan permagan 1 / 1000 % pada pagi dan sore hari. Lakukan digital ( masukan prolaps dalam tempat semula setelah di bersihkan )
      Rasionalisasi : Meningkatkan kebersihan dan memudahkan terjadinya penyembuhan prolaps.

    • Obserpasi keluhan dan adanya tanda- tanda perdarahan anus
      Rasionalisasi : Peradangan pada anus menandakan adanya suatu infeksi pada anus

    • Beri penjelasan cara membersihkan anus dan menjaga kebersihanya
      Rasionalisasi : Pengetahuan tentang cara membersihkan anus membantu keikutsertaan pasien dalam mempercepat kesembuhanya.

POST OPERATIF
  1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) pada luka operasi berhubungan dengan adanya jahitan pada luka operasi dan terpasangnya cerobong angin.

    TUJUAN :
    Terpenuhinya rasa nyaman dengan kriteria tidak terdapat rasa nyeri, dan pasien dapat melakukan aktivitasd ringan.

    INTERVENSI :
    • Beri posisi tidur yang menyenangkan pasien.
      Rasionalisasi : Dapat menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.

    • ganti balutan setiap pagi sesuai tehnik aseptik
      Rasionalisasi : Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai penyerap kontaminasi eksternal dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

    • Latihan jalan sedini mungkin
      Rasionalisasi : Dapat menurunkan masalah yang terjadi karena imobilisasi.

    • Observasi daerah rektal apakah ada perdarahan
      Rasionalisasi : Perdarahan pada jaringan, imflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat meningkatkan rasa nyeri.

    • Cerobong anus dilepaskan sesuai advice dokter (pesanan)
      Rasionalisasi : Meningkatkan fungsi fisiologis anus dan memberikan rasa nyaman pada daerah anus pasien karena tidak ada sumbatan.

    • Berikan penjelasan tentang tujuan pemasangan cerobong anus (guna cerobong anus untuk mengalirkan sisa-sisa perdarahan yang terjadi didalam agar bisa keluar).
      Rasionalisasi : Pengetahuan tentang manfaat cerobong anus dapat membuat pasien paham guna cerobong anus untuk kesembuhan lukanya.


  2. Resikol terjadinya infeksi pada luka berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.

    TUJUAN :
    Tidak terjadinya dengan kriteria tidak terdapat tanda-tanda radang luka mengering

    INTERVENSI :
    • Observasi tanda vital tiap 4 jam
      Rasionalisasi : Respon autonomik meliputi TD, respirasi, nadi yang berhubungan denagan keluhan / penghilang nyeri . Abnormalitas tanda vital perlu di observasi secara lanjut.

    • Obserpasi balutan setiap 2 – 4 jam, periksa terhadap perdarahan dan bau.
      Rasionalisasi : Deteksi dini terjadinya proses infeksi dan / pengawasan penyembuhan luka oprasi yang ada sebelumnya.

    • Ganti balutan dengan teknik aseptik
      Rasionalisasi : Mencegah meluas dan membatasi penyebaran luas infeksi atau kontaminasi silang.

    • Bersihkan area perianal setelah setiap depfikasi
      Rasionalisasi : Untuk mengurangi / mencegah kontaminasi daerah luka.

    • Berikan diet rendah serat/ sisa dan minum yang cukup
      Rasionalisasi : Dapat mengurangi ransangan pada anus dan mencegah mengedan pada waktu defikasi.


  3. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah.

    TUJUAN :
    Pasien dapat menyatakan atau mengerti tentang perawatan dirumah.

    INTERVENSI :
    • Diskusikan pentingnya penatalaksanaan diet rendah sisa.
      Rasionalisasi: Pengetahuan tentang diet berguna untuk melibatkan pasien dalam merencanakan diet dirumah yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh ahli gizi.

    • Demontrasikan perawatan area anal dan minta pasien menguilanginya
      Rasionalisasi: Pemahaman akan meningkatkan kerja sama pasien dalam program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan terhadap penyakitnya.

    • Berikan rendam duduk sesuai pesanan
      Rasiopnalisasi: Meningkatkan kebersihan dan kenyaman pada daerah anus (luka atau polaps).

    • Bersihakan area anus dengan baik dan keringkan seluruhnya setelah defekasi.
      Rasionalisasi: Melindungi area anus terhadap kontaminasi kuman-kuman yang berasal dari sisa defekasi agar tidak terjadi infeksi.

    • Berikan balutan
      Rasionalisasi : Melindungi daerah luka dari kontaminasi luar.

    • Diskusikan gejala infeksi luka untuk dilaporkan kedokter.
      Rasionalisasi : Pengenalan dini dari gejala infeksi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius.

    • Diskusikan mempertahankan difekasi lunak dengan menggunakan pelunak feces dan makanan laksatif alami.
      Rasionalisai : Mencegah mengejan saat difekasi dan melunakkan feces.

    • Jelaskan pentingnya menghindari mengangkat benda berat dan mengejan.
      Rasionalisasi : Menurunkan tekanan intra abdominal yang tidak perlu dan tegangan otot.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. M.T. Dardjat, 1987. Kumpulan Kuliah ilmu Bedah Khusus. Penerbit Aksara Medisina, Salemba Jakarta.
2. Syvia Anderson Price, 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Susan Martin Tucker, 1998. Standar Perawatan Pasien, Edisi V Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
4. Dr. Sumitro Arkanda, 1987. Ringkasan Ilmu Bedah, Penerbit Bina Aksara.
5. Purnawan Junadi, 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua, Penerbit Media Aesculavius, Jakarta.
6. Doenges Moorhouse Geissle, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Askep Hemoroid

Berjiwa besar

Orang berjiwa besar tidak akan bicara hal buruk tentang seorang pun, dan hanya membicarakan hal yang baik tentang smua orang. Semua orang bodoh bisa mengritik, mencerca dan mengeluh
hampir semua orang bodoh melakukannya. Perlu kontrol diri untuk mengerti dan memberi maaf. Seseorang yang berjiwa besar akan memperlihatkan kebesarannya, dari cara dia memperlakukan orang kecil

Ekspresi-diri adalah kebutuhan domain dari sifat dasar manusia

Ekspresi-diri adalah kebutuhan domain dari sifat dasar manusia. Mengapa kita tidak bisa mengadaptasi psikologi yang sama ini untuk urusan bisnis kita? Pada saat kita memiliki ide cemerlang, bukannya membuat orang lain berpikir bahwa itu milik kita, mengapa tidak membiarkan mereka sendiri yang memasak dan mengaduk ide itu. Mereka kemudian akan menganggapnya sebagai ide mereka; mereka akan menyukainya dan mungkin memakan dua mangkuk.

Kritik hal yang sia-sia

Kritik adalah hal yg sia-sia karena menempatkan seseorang dalam posisi defensif dan biasanya membuat orang itu berusaha mempertahankan dirinya. Kritik itu berbahaya, karena melukai rasa kebanggaan seseorang, melukai perasaan pentingnya, dan membangkitkan rasa benci

Senin, 10 Agustus 2009

Askep BPH

Askep BPH

Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengertian

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

Askep BPH


B. Etiologi

Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

Askep BPH


C. Anatomi Fisiologi

Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis.

Askep BPH


D. Patofisiologi

Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.

Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Askep BPH


E. Tanda dan Gejala
  • Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)
  • Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih.
  • Rasa nyeri saat memulai miksi/
  • Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).

F. Komplikasi
  • Aterosclerosis
  • Infark jantung
  • Impoten
  • Haemoragik post operasi
  • Fistula
  • Striktur pasca operasi & inconentia urine

G. Pemeriksaan Diagnosis
  1. Laboratorium

    Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.

  2. Radiologis

    Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

  3. Prostatektomi Retro Pubis

    Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

  4. Prostatektomi Parineal

    Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H. Penatalaksanaan
  1. Non Operatif
    • Pembesaran hormon estrogen & progesteron
    • Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
    • Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
    • Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
    • Pemasangan kateter.

  2. Operatif
    Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
    • TUR (Trans Uretral Resection)
    • STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
    • Retropubic Extravesical Prostatectomy)
    • Prostatectomy Perineal
Askep BPH



Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)


A. Pengkajian
  1. Data subyektif :
    • Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
    • Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
    • Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
    • Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

  2. Data Obyektif :
    • Terdapat luka insisi
    • Takikardi
    • Gelisah
    • Tekanan darah meningkat
    • Ekspresi w ajah ketakutan
    • Terpasang kateter

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

  2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

  3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

C. Intervensi
  1. Diagnosa Keperawatan 1. :
    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

    Tujuan :
    Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

    Kriteria hasil :
    • Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
    • Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

    Intervensi :
    • Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
    • Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
    • Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
    • Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
    • Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
    • Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
    • Lakukan perawatan aseptik terapeutik
    • Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.


  2. Diagnosa Keperawatan 2. :
    Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

    Tujuan :
    Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

    Kriteria hasil :
    • Klien akan melakukan perubahan perilaku.
    • Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
    • Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

    Intervensi :
    • Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
    • Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
    • Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
    • Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
    • Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.


  3. Diagnosa Keperawatan 3. :
    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

    Tujuan :
    Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi

    Kriteria hasil :
    • Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
    • Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
    • Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

    Intervensi :
    • Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
    • Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
    • Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
    • Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).



    Daftar Pustaka

    Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

    Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

    Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Askep BPH