Sabtu, 09 Oktober 2010
Kardiomiopati Restriktif
DEFINISI
Kardiomiopati Restriktif (Restrictive Cardiomyopathy) merupakan sekumpulan kelainan otot jantung dimana dinding ventrikel menjadi kaku, tetapi tidak selalu disertai dengan penebalan dinding ventrikel dan tidak selalu disertai dengan adanya tahanan pengisian darah yang normal.
Merupakan bentuk kardiomiopati yang paling jarang terjadi, yang memberikan banyak gambaran yang serupa dengan kardiomiopati hipertrofik.
PENYEBAB
Penyebabnya biasanya tidak diketahui.
Memiliki 2 tipe dasar:
1. Otot jantung secara bertahap digantikan oleh jaringan parut
2. Otot jantung disisipi oleh bahan abnormal seperti sel-sel darah putih.
Penyisipan lainnya bisa disebabkan oleh amiloidosis dan sarkoidosis.
Jika tubuh terlalu banyak mengandung zat besi, maka zat besi akan terkumpul di dalam otot jantung, seperti yang terjadi pada kelebihan zat besi (hemokromatosis).
Penyebabnya mungkin juga tumor yang menyerang jaringan jantung.
Karena jantung menahan/melawan pengisian darah, jumlah darah yang dipompakan akan mencukupi jika penderita dalam keadaan istirahat, tetapi tidak akan mencukupi jika penderita melakukan aktivitas.
GEJALA
Kardiomiopati restriktif menyebabkan gagal jantung yang disertai sesak nafas dan pembengkakan jaringan (edema).
Nyeri dada dan pingsan lebih jarang terjadi.
Sering ditemukan irama jantung abnormal dan palpitasi (jantung berdebar).
DIAGNOSA
Diagnosis terutama ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, EKG dan ekokardiogram.
MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai struktur jantung.
Untuk memastikan diagnosis, biasanya perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk mengukur tekanan dan biopsi otot jantung untuk menentukan bahan yang menyusup ke dalam otot jantung.
PENGOBATAN
Sebagian besar pengobatan masih belum memuaskan.
Misalnya diuretik, yang biasanya digunakan untuk terapi gagal jantung, dapat menyebabkan berkurangnya jumlah darah yang masuk ke dalam jantung dan memperburuk keadaan.
Obat-obatan yang dalam keadaan normal digunakan dalam gagal jantung untuk mengurangi beban kerja jantung, biasanya tidak akan membantu karena bisa terlalu banyak mengurangi tekanan darah.
Kadang-kadang penyebabnya dapat diobati untuk mencegah bertambah buruknya kerusakan jantung atau bahkan untuk memperbaikinya.
Misalnya memindahkan darah dalam selang waktu yang teratur, akan mengurangi pengendapan zat besi pada penderita kelebihan zat besi.
Pada penderita yang memiliki sarkoidosis bisa diberikan corticosteroid.
Sekitar 70% penderita akan meninggal dalam waktu 5 tahun setelah gejala-gejalanya timbul.
Read More
Kardiomiopati Restriktif (Restrictive Cardiomyopathy) merupakan sekumpulan kelainan otot jantung dimana dinding ventrikel menjadi kaku, tetapi tidak selalu disertai dengan penebalan dinding ventrikel dan tidak selalu disertai dengan adanya tahanan pengisian darah yang normal.
Merupakan bentuk kardiomiopati yang paling jarang terjadi, yang memberikan banyak gambaran yang serupa dengan kardiomiopati hipertrofik.
PENYEBAB
Penyebabnya biasanya tidak diketahui.
Memiliki 2 tipe dasar:
1. Otot jantung secara bertahap digantikan oleh jaringan parut
2. Otot jantung disisipi oleh bahan abnormal seperti sel-sel darah putih.
Penyisipan lainnya bisa disebabkan oleh amiloidosis dan sarkoidosis.
Jika tubuh terlalu banyak mengandung zat besi, maka zat besi akan terkumpul di dalam otot jantung, seperti yang terjadi pada kelebihan zat besi (hemokromatosis).
Penyebabnya mungkin juga tumor yang menyerang jaringan jantung.
Karena jantung menahan/melawan pengisian darah, jumlah darah yang dipompakan akan mencukupi jika penderita dalam keadaan istirahat, tetapi tidak akan mencukupi jika penderita melakukan aktivitas.
GEJALA
Kardiomiopati restriktif menyebabkan gagal jantung yang disertai sesak nafas dan pembengkakan jaringan (edema).
Nyeri dada dan pingsan lebih jarang terjadi.
Sering ditemukan irama jantung abnormal dan palpitasi (jantung berdebar).
DIAGNOSA
Diagnosis terutama ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, EKG dan ekokardiogram.
MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai struktur jantung.
Untuk memastikan diagnosis, biasanya perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk mengukur tekanan dan biopsi otot jantung untuk menentukan bahan yang menyusup ke dalam otot jantung.
PENGOBATAN
Sebagian besar pengobatan masih belum memuaskan.
Misalnya diuretik, yang biasanya digunakan untuk terapi gagal jantung, dapat menyebabkan berkurangnya jumlah darah yang masuk ke dalam jantung dan memperburuk keadaan.
Obat-obatan yang dalam keadaan normal digunakan dalam gagal jantung untuk mengurangi beban kerja jantung, biasanya tidak akan membantu karena bisa terlalu banyak mengurangi tekanan darah.
Kadang-kadang penyebabnya dapat diobati untuk mencegah bertambah buruknya kerusakan jantung atau bahkan untuk memperbaikinya.
Misalnya memindahkan darah dalam selang waktu yang teratur, akan mengurangi pengendapan zat besi pada penderita kelebihan zat besi.
Pada penderita yang memiliki sarkoidosis bisa diberikan corticosteroid.
Sekitar 70% penderita akan meninggal dalam waktu 5 tahun setelah gejala-gejalanya timbul.
artikel Asuhan Keperawatan medikal bedah
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan penyakit Jantung koroner
A. Pengertian.
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk didalam arteri, menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi kurang untuk disuplai ke otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.Etiologi
Pria dan wanita dapat terkena penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat diturunkan secara turun temurun (keturunan). Mungkin juga merupakan perkembangan seperti pada usia lanjut dan pembentukan paque didalam arteri yang berlangsung lama. Anda bisa terkena penyakit jantung koroner jika anda mepunyai berat badan yang berlebihan (overweight) atau seseorang dengan tekanan darah tinggi dan diabetes. Kolesterol tinggi bisa juga menjadi penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner bersumber dari aneka pilihan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kebiasaan makan dengan tinggi lemak dan kurangnya olah raga.
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah: # Diet kaya lemak # Merokok # Malas berolah raga.
Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun.
Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.
Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor resiko berikut: # Merokok sigaret # Tekanan darah tinggi # Kegemukan # Malas berolah raga # Kadar trigliserida tinggi # Keturunan # Steroid pria (androgen).
Gejala
? Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar; dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)
? Sesak napas
? Berdebar-debar
? Denyut jantung lebih cepat
? Pusing
? Mual
? Kelemahan yang luar biasa
Resiko dan insidensi
Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA.Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut:
1. Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).
2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.
Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).
3. Faktor resiko kecil dan lainnya.
Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.
Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).
Pencegahan
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner bisa dikurangi dengan melakukan beberapa tindakan berikut: # Berhenti merokok # Menurunkan tekanan darah # Mengurangi berat badan # Melakukan olah raga.
C. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.
Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik.
Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.
Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko
Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner.
Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.
Komplikasi utama dari penyakit arteri koroner
angina dan serangan jantung (infark miokardial).
Studi diagnostik
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.
PENANGGULANGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
1. Obat-obatan
2. Balon dan pemasangan stent
3. Operasi By-pass
4. EECP (Enhanced External Counter-Pulsation)
E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.
f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
g. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Rencana:
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4. Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Rencana:
1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.
c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
1. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
2. Kaji kualitas nadi.
3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
4. Auskultasi suara nafas.
5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.
d. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
1. Kaji adanya perubahan kesadaran.
2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
6. Monitor intake dan out put.
7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.
e. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana:
1. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
3. Ukur intake dan output (balance cairan).
4. Kaji berat badan setiap hari.
5. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
6. Sajikan makan dengan diet rendah garam.
7. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.
DAFTAR PUSTAKA
• Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.
• Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.
• Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.
• Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
• Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta.
• Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas Indonesia. Jakarta.
• Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.
• Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.
• Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.
• Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and It’sComplication.
• Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta
Read More
A. Pengertian.
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk didalam arteri, menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi kurang untuk disuplai ke otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.Etiologi
Pria dan wanita dapat terkena penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat diturunkan secara turun temurun (keturunan). Mungkin juga merupakan perkembangan seperti pada usia lanjut dan pembentukan paque didalam arteri yang berlangsung lama. Anda bisa terkena penyakit jantung koroner jika anda mepunyai berat badan yang berlebihan (overweight) atau seseorang dengan tekanan darah tinggi dan diabetes. Kolesterol tinggi bisa juga menjadi penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner bersumber dari aneka pilihan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kebiasaan makan dengan tinggi lemak dan kurangnya olah raga.
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah: # Diet kaya lemak # Merokok # Malas berolah raga.
Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun.
Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.
Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor resiko berikut: # Merokok sigaret # Tekanan darah tinggi # Kegemukan # Malas berolah raga # Kadar trigliserida tinggi # Keturunan # Steroid pria (androgen).
Gejala
? Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar; dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)
? Sesak napas
? Berdebar-debar
? Denyut jantung lebih cepat
? Pusing
? Mual
? Kelemahan yang luar biasa
Resiko dan insidensi
Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA.Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut:
1. Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).
2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.
Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).
3. Faktor resiko kecil dan lainnya.
Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.
Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).
Pencegahan
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner bisa dikurangi dengan melakukan beberapa tindakan berikut: # Berhenti merokok # Menurunkan tekanan darah # Mengurangi berat badan # Melakukan olah raga.
C. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.
Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik.
Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.
Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko
Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner.
Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.
Komplikasi utama dari penyakit arteri koroner
angina dan serangan jantung (infark miokardial).
Studi diagnostik
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.
PENANGGULANGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
1. Obat-obatan
2. Balon dan pemasangan stent
3. Operasi By-pass
4. EECP (Enhanced External Counter-Pulsation)
E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.
f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
g. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Rencana:
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4. Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Rencana:
1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.
c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
1. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
2. Kaji kualitas nadi.
3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
4. Auskultasi suara nafas.
5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.
d. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
1. Kaji adanya perubahan kesadaran.
2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
6. Monitor intake dan out put.
7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.
e. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana:
1. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
3. Ukur intake dan output (balance cairan).
4. Kaji berat badan setiap hari.
5. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
6. Sajikan makan dengan diet rendah garam.
7. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.
DAFTAR PUSTAKA
• Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.
• Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.
• Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.
• Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
• Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta.
• Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas Indonesia. Jakarta.
• Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.
• Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.
• Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.
• Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and It’sComplication.
• Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta
artikel keperawatan medikal bedah
Lingkup praktek Keperawatan Medikal Bedah :
Keperawatan adalah profesi unik, profesi yang menangani respon manusia dalam menghadapi masalah kesehatan, dan secara esensial menyangkut kebutuhan dasar manusia, ini menempatkan art and science sama pentingnya.
Teori dan keterampilan keperawatan diaplikasikan pada manusia kadang-kadang kurang bias diprediksi (hasilnya). Ini terjadi bukan karena sains keperawatan tidak precise tetapi lingkup garapan keperawatan adalah respon manusia dan tidak ada ketentuan bahwa perilaku manusia akan sama dihadapkan pada stimulus yang sama. Human side dari keperawatan inilah yang disebut art atau kiat.
Nursing art berkenaan denagn ketrampilan-ketrampilan tehnis atau prosedur-prosedur tertentu sebagai bagian dari upaya keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatannya dan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Perawat harus dapat mengkaji kapan suatu data menjadi indikasi adanya masalah, dan perlakuan seperti apa untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karenanya tehnik problem solving yang dikenal dengan proses keperawatan harus dikuasai karena ini merupakan bagian integral dari praktek keperawatan.
Keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care ; dan caring menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985)
Konsep-konsep diatas , human science and human care dan atau art and science
Hanya akan dikenal dan dirasakan konsumen keperawatan melalui perwujudan praktek keperawatan, dan untuk itu dibutuhkan telaah tentang lingkup lingkup praktek keperawatan. Pada tulisan kali ini dikemukakan telaah lingkup praktek keperawatan medikal-bedah:substansi praktek keperawatan, lingkup intervensi dan konsekwensi profesionalnya.
KEPERAWATAN DAN PRAKTEK KEPERAWATAN
Keperawatan sebagaimana dirumuskan oleh American Nurses Association (1980), adalah Diagnosis and treatment of human responses to actual or potential health problem, rumusan ini menekankan bahwa dalam keperawatan dibutuhkan aktifitas untuk menelaah kondisi klien/pasien, menyimpulkan respon klien terhadap masalah yang dihadapinya; serta menentukan perlakuan keperawatan yang tepat untuk mengatasinya.
ICN (1987) merumuskan nursing sebagai
NURSING encompasses autonomous and collaborative care of individuals of all ages
,family, groups and communities, sick or well and in all settings. Nursing includes the
promotions of health, prevention of illness and the care of ill, disable and dying people.
Advocacy,promotion of save environment, research, participation in shaping health
Policy and in patient and health system management, and education are also key
Nursing roles.
Rumusan diatas menuntun makna bahwa intervensi keperawatan terhadap klien dilakukan secara otonom atau kolaboratif dengan lingkup intervensi nya adalah upaya-upaya promotif, preventif, restoratif dan rehabilitatif serta pendampingan klien dalam menghadapi kematian; melalui aktifitas-aktifitas pendampingan klien,mengupayakan lingkungan yang aman bagi klien, penelitian dan terlibat dalam menentukan kebijakan kesehatan yang menyangkut kepentingan pasien dan system kesehatan serta pendidikan.
Sedangkan OREM (2001) mendiskripsikan keperawatan keperawatan sebagai
Nursing has its special concern mans need for self-care action and the provision and
maintenance of it on a continuous basis in order to sustain life and health, recover
from disease and injury and cope with their effects. The condition that validates the
existence of a requirement for nursing in an adult is the absence of the ability to
maintain ………….self-care.
Dari deskripsi diatas, Orem menekankan pentingnya tindakan intervensi untuk mengutamakan kebutuhan seseorang akan self-care nya dan upaya yang terus menerus untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatannya, pulih dari penyakit dan trauma serta mengatasi dampaknya. Pada orang dewasa bantuan keperawatan dibutuhkan bila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan selfcare nya sehingga ybs tidak lagi dapat mempertahankan kondisi sehat, mengatasi penyakit dan dampak trauma.
Dari 3 deskripsi tentang keperawatan diatas, dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur penting dalam keperawatan adalah ;
· Respon manusia terhadap masalah kesehatan baik actual maupun potensial
merupakan fokus telaahan keperawatan
· Kebutuhan dasar manusia, penyimpangan dan upaya pemenuhannya
merupakanlingkup garapan keperawatan
· Ketidak mampuan klien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri (self-care
deficit) merupakan basis intervensi keperawatan , baik itu terjadi karena
meningkatnya tuntutan akan kemandirian atau menurunnya kemampuan untuk dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
· Meningkatnya tuntutan atau menurunnya kemampuan untuk pemenuhan kebutuhan
dasarnya dipengaruhi oleh fluktuasi kondisi ( sepanjang rentang sehat-sakit ) pada
tugas perkembangann tertentu ( sepanjang daur kehidupan)
.
Unsur-unsur penting dalam keperawatan tersebut sejalan dengan paradigma keperawatan yang menempatkan manusia sebagai core/focus sentral , sehingga siapapun dan bagaimanapun kondisi klien harus tetap diperlakukan secara manusiawi.
PRAKTEK KEPERAWATAN
Praktek keperawatan adalah perwujudan profesi, dalam hal ini adalah hubungan professional antara perawat-klien yang didasarkan pada kebutuhan dasar klien, intervensi keperawatan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar klien tersebut didasari oleh penalaran legal etis disertai dengan pendekatan yang manusiawi (humane). Intervensi tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan klien, dengan atau tanpa kolaborasi denagn profesi kesehatan lain sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
Intervensi (perlakuan) keperawatan dapat diwujudkan melalui upaya-upaya promotif yaitu membantu seseorang baik yang sehat maupun disable untuk meningkatkan level of
Wellness; preventif dalam hal ini adalah mencegah penyakit dan atau kecacatan, restoratif & rehabilitatif adalah asuhan selama kondisi sakit dan upaya pemulihannya, serta consolation of the dying yaitu pendampingan bagi klien yang menghadapi kematian
sehingga dapat melalui fase-fase kematian secara bermartabat dan tenang .
Jadi, praktek keperawatan merupakan serangkaian proses yang humanistic untuk melakukan diagnosis terhadap respon klien dalam menghadapi masalah kesehatan dan dampaknya terhadap terpenuhi tidaknya kebutuhan dasarnya, menentukan perlakuan keperawatan yang tepat melalui bantuan keperawatan baik bersifat total, parsial atau suportif-edukatif, menggunakan pendekatan proses keperawatan dan berpedoman pada standar asuhan dalam lingkup wewenang dan tanggung jawabnya .
LINGKUP PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH
Lingkup praktek keperawatan medikal-bedah merupakan bentuk asuhan keperawatan pada klien DEWASA yang mengalami gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi mengalami gangguan baik karena adanya penyakit, trauma atau kecacatan. Asuhan keperawatan meliputi perlakuan terhadap individu untuk memperoleh kenyamanan; membantu individu dalam meningkatkan dan mempertahankan kondisi sehatnya; melakukan prevensi, deteksi dan mengatasi kondisi berkaitan dengan penyakit ; mengupayakan pemulihan sampai kliendapat mencapai kapasitas produktif tertingginya; serta membantu klien menghadapi kematian secara bermartabat.
Praktek keperawatan medikal bedah menggunakan langkah-langkah ilmiah pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi; dengan memperhitungkan keterkaitan komponen-komponen bio-psiko-sosial klien dalam merespon gangguan fisiologis sebagai akibat penyakit, trauma atau kecacatan.
LINGKUP KLIEN
Klien yang ditangani dalam praktek keperawatan medikal bedah adalah orang dewasa, dengan pendekatan “one-to-one basis”. Kategori “dewasa” berimplikasi pada penegmbangan yang dijalani sesuai tahapannya. Tugas-tugas perkembangan ini dapat berdampak pada perubahan peran dan respon psikososial selama klien mengalami masalah kesehatan, dan hal ini perlu menjadi pertimbangan perawat dalam melakukan kajian dan intervensi keperawatan. Pendekatan keperawatan harus memperhitungkan “level kedewasaan” klien yang ditangan, dengan demikian pe;ibatan dan pemberdayaan klien dalam proses asuhan merupakan hal penting, sesuai dengan kondisinya; ini berkenaan dengan “Self-caring capacities”
LINGKUP GARAPAN KEPERAWATAN
Untuk membahas lingkup garapan keperawatan medikal-bedah, kita perlu mengacu pada “focus telaahan – lingkup garapan dan basis intervensi keperawatan seperti telah dibahas pada bagian awal tulisan ini.
Fokus telaahan keperawatan adalah respon manusia dalam mengahdapi masalah kesehatan baik actual maupun potensial. Dalam lingkup keperawatan medikal bedah, masalah kesehatan ini meliputi gangguan fisiologis nyata atau potensial sebagai akibat adanya penyakit, terjadinya trauma maupun kecacatan berikut respon klien yang unik dari aspek-aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Mengingat basis telaahan respon klien bersumber dari gangguan fisiologis, maka pemahaman akan patofisiologis atau mekanisme terjadinya gangguan dan (potensi) manifestasi klinis dari gangguan tersebut sangat mendasari lingkup garapan dan intervensi keperawatan.
Penyakit, trauma atau kecacatan sebagai masalah kesehatan yang dihadapi klien dapat bersumber atau terjadi pada seluruh system tubuh meliputi system-sistem persyrafan; endokrin; pernafasan; kardiovaskuler; pencernaan; perkemihan; muskuloskeletal; integumen; kekebalan tubuh; pendengaran ; penglihatan serta permasalahan-permasalahan yang dapat secara umum menyertai seluruh gangguan system yaitu issue-isue yang berkaitan dengan keganasan dan kondisi terminal.
Lingkup Garapan
Lingkup garapan keperawata adalah kebutuhan dasar manusia, penyimpangan dan intervensinya. Berangkat dari focus telaahan keperawatan medikal bedah diatas, lingkup garapan keperawatan medikal bedah adalah segala hambatan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi karena perubahan fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh; serta modalitas dan berbagai upaya untuk mengatasinya.
Guna menentukan berbagai hambatan pemenuhan kebutuhan dasar mansuai dan modalitas yang tepat waktu untuk mengatasinya dibutuhkan keterampilan berfikir logis dan kritis dalam mengkaji secara tepat kebutuhan dasar apa yang tidak terpenuhi, pada level serta kemungkinan penyebab apa (diagnosis keperawatan). Hal ini akan menentukan pada perlakuan (treatment) keperawatan, dan modalitas yang sesuai. Disibi dibutuhkan keterampilan teknis dan telaah legal etis.
Basis Intervensi
Dari focus telaahan dan lingkup garapan keperawatan medikal bedah yang sudah diuraikan sebelumya, basis intervensi keperawatan medikal bedah adalah ketidakmampuan klien (dewasa) untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. (Self care deficit). Ketidakamampuan ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara tuntutan kebutuhan (Self – care demand) dan kapasitas klien untuk memenuhinya (Self-care ability) sebagai akibat perubahan fisiologis pada satu atau berbagai system tubuh. Kondisi ini unik pada setiap individu karena kebuthan akan self-care (Self care requirement) dapat berbeda-beda, sehingga dibutuhkan integrasi keterampilan-keterampilan berfikir logis-kritis, teknis dan telaah legal-etis untuk menentukan bentuk intervensi keperawatan mana yang sesuai, apakah bantuan total, parsial atau suportif-edukatif yang dibutuhkan klien.
KONSEKUENSI PROFESIONAL
Menutup sementara tulisan ini ada berbagai konsekuensi logis yang masih harus dipikirkan sebagai acuan bagi praktisi kpeerawatan pada area keperawatan medikal bedah. Melihat kompleksitas focus telaahan, lingkup garapan dan basis intervensi area keperawatan medikal bedah dan konsekuensi profesionalnya perlu dirumuskan :
§ Standar performance untuk acuan kualitas asuhan
§ Kategori kwalifikasi perawat untuk menentukan kelayakannya sebagai praktisi
§ Sertifikasi dan lisensi keahlian yang senantiasa diperbaharui untuk memberi jaminan kemanan bagi pengguna jasa keperawatan.
* F. Sri Susilaningsih, Staf edukatif dan koordiantor bagian Keperawatan Medikal Bedah pada PSIK FK Unpad
Kepustakaan
1. Luckmann & Sorensen, 1993, Medikal and Surgical Nursing; A. Psychophysiologic Approach, 4 th ed , Philadelphia : W.B. Saunders, CO.
2. Orem, 2001, Nursing : Concept at Practice, 6th ed, St. Louis; Mosby Inc.
3. American Nurses Association : A Statement of the Scope at Medical-Surgical Nursing Practice.
4. Dochtsmar and Grace, 2001, Current Issues in Nursing, St. Louis: Mosby Inc.
5. http://amsn.nurse.com/resource/curricul.htm, AMSN official Position Statement on; Identification of the Registered Nurse in the Work Place.
6. Http://www.nursing power.net/nursing/sps.html: ANA-Nursing’s Social Policy Statement.
7. Http://www.nursing world.org/ojin/topic 15/tpc 156.htm Skateboards at Nursing and Scope of practice of Registered nurses Performing Complimentary Therapies.
Read More
Keperawatan adalah profesi unik, profesi yang menangani respon manusia dalam menghadapi masalah kesehatan, dan secara esensial menyangkut kebutuhan dasar manusia, ini menempatkan art and science sama pentingnya.
Teori dan keterampilan keperawatan diaplikasikan pada manusia kadang-kadang kurang bias diprediksi (hasilnya). Ini terjadi bukan karena sains keperawatan tidak precise tetapi lingkup garapan keperawatan adalah respon manusia dan tidak ada ketentuan bahwa perilaku manusia akan sama dihadapkan pada stimulus yang sama. Human side dari keperawatan inilah yang disebut art atau kiat.
Nursing art berkenaan denagn ketrampilan-ketrampilan tehnis atau prosedur-prosedur tertentu sebagai bagian dari upaya keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatannya dan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Perawat harus dapat mengkaji kapan suatu data menjadi indikasi adanya masalah, dan perlakuan seperti apa untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karenanya tehnik problem solving yang dikenal dengan proses keperawatan harus dikuasai karena ini merupakan bagian integral dari praktek keperawatan.
Keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care ; dan caring menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985)
Konsep-konsep diatas , human science and human care dan atau art and science
Hanya akan dikenal dan dirasakan konsumen keperawatan melalui perwujudan praktek keperawatan, dan untuk itu dibutuhkan telaah tentang lingkup lingkup praktek keperawatan. Pada tulisan kali ini dikemukakan telaah lingkup praktek keperawatan medikal-bedah:substansi praktek keperawatan, lingkup intervensi dan konsekwensi profesionalnya.
KEPERAWATAN DAN PRAKTEK KEPERAWATAN
Keperawatan sebagaimana dirumuskan oleh American Nurses Association (1980), adalah Diagnosis and treatment of human responses to actual or potential health problem, rumusan ini menekankan bahwa dalam keperawatan dibutuhkan aktifitas untuk menelaah kondisi klien/pasien, menyimpulkan respon klien terhadap masalah yang dihadapinya; serta menentukan perlakuan keperawatan yang tepat untuk mengatasinya.
ICN (1987) merumuskan nursing sebagai
NURSING encompasses autonomous and collaborative care of individuals of all ages
,family, groups and communities, sick or well and in all settings. Nursing includes the
promotions of health, prevention of illness and the care of ill, disable and dying people.
Advocacy,promotion of save environment, research, participation in shaping health
Policy and in patient and health system management, and education are also key
Nursing roles.
Rumusan diatas menuntun makna bahwa intervensi keperawatan terhadap klien dilakukan secara otonom atau kolaboratif dengan lingkup intervensi nya adalah upaya-upaya promotif, preventif, restoratif dan rehabilitatif serta pendampingan klien dalam menghadapi kematian; melalui aktifitas-aktifitas pendampingan klien,mengupayakan lingkungan yang aman bagi klien, penelitian dan terlibat dalam menentukan kebijakan kesehatan yang menyangkut kepentingan pasien dan system kesehatan serta pendidikan.
Sedangkan OREM (2001) mendiskripsikan keperawatan keperawatan sebagai
Nursing has its special concern mans need for self-care action and the provision and
maintenance of it on a continuous basis in order to sustain life and health, recover
from disease and injury and cope with their effects. The condition that validates the
existence of a requirement for nursing in an adult is the absence of the ability to
maintain ………….self-care.
Dari deskripsi diatas, Orem menekankan pentingnya tindakan intervensi untuk mengutamakan kebutuhan seseorang akan self-care nya dan upaya yang terus menerus untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatannya, pulih dari penyakit dan trauma serta mengatasi dampaknya. Pada orang dewasa bantuan keperawatan dibutuhkan bila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan selfcare nya sehingga ybs tidak lagi dapat mempertahankan kondisi sehat, mengatasi penyakit dan dampak trauma.
Dari 3 deskripsi tentang keperawatan diatas, dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur penting dalam keperawatan adalah ;
· Respon manusia terhadap masalah kesehatan baik actual maupun potensial
merupakan fokus telaahan keperawatan
· Kebutuhan dasar manusia, penyimpangan dan upaya pemenuhannya
merupakanlingkup garapan keperawatan
· Ketidak mampuan klien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri (self-care
deficit) merupakan basis intervensi keperawatan , baik itu terjadi karena
meningkatnya tuntutan akan kemandirian atau menurunnya kemampuan untuk dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
· Meningkatnya tuntutan atau menurunnya kemampuan untuk pemenuhan kebutuhan
dasarnya dipengaruhi oleh fluktuasi kondisi ( sepanjang rentang sehat-sakit ) pada
tugas perkembangann tertentu ( sepanjang daur kehidupan)
.
Unsur-unsur penting dalam keperawatan tersebut sejalan dengan paradigma keperawatan yang menempatkan manusia sebagai core/focus sentral , sehingga siapapun dan bagaimanapun kondisi klien harus tetap diperlakukan secara manusiawi.
PRAKTEK KEPERAWATAN
Praktek keperawatan adalah perwujudan profesi, dalam hal ini adalah hubungan professional antara perawat-klien yang didasarkan pada kebutuhan dasar klien, intervensi keperawatan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar klien tersebut didasari oleh penalaran legal etis disertai dengan pendekatan yang manusiawi (humane). Intervensi tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan klien, dengan atau tanpa kolaborasi denagn profesi kesehatan lain sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
Intervensi (perlakuan) keperawatan dapat diwujudkan melalui upaya-upaya promotif yaitu membantu seseorang baik yang sehat maupun disable untuk meningkatkan level of
Wellness; preventif dalam hal ini adalah mencegah penyakit dan atau kecacatan, restoratif & rehabilitatif adalah asuhan selama kondisi sakit dan upaya pemulihannya, serta consolation of the dying yaitu pendampingan bagi klien yang menghadapi kematian
sehingga dapat melalui fase-fase kematian secara bermartabat dan tenang .
Jadi, praktek keperawatan merupakan serangkaian proses yang humanistic untuk melakukan diagnosis terhadap respon klien dalam menghadapi masalah kesehatan dan dampaknya terhadap terpenuhi tidaknya kebutuhan dasarnya, menentukan perlakuan keperawatan yang tepat melalui bantuan keperawatan baik bersifat total, parsial atau suportif-edukatif, menggunakan pendekatan proses keperawatan dan berpedoman pada standar asuhan dalam lingkup wewenang dan tanggung jawabnya .
LINGKUP PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH
Lingkup praktek keperawatan medikal-bedah merupakan bentuk asuhan keperawatan pada klien DEWASA yang mengalami gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi mengalami gangguan baik karena adanya penyakit, trauma atau kecacatan. Asuhan keperawatan meliputi perlakuan terhadap individu untuk memperoleh kenyamanan; membantu individu dalam meningkatkan dan mempertahankan kondisi sehatnya; melakukan prevensi, deteksi dan mengatasi kondisi berkaitan dengan penyakit ; mengupayakan pemulihan sampai kliendapat mencapai kapasitas produktif tertingginya; serta membantu klien menghadapi kematian secara bermartabat.
Praktek keperawatan medikal bedah menggunakan langkah-langkah ilmiah pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi; dengan memperhitungkan keterkaitan komponen-komponen bio-psiko-sosial klien dalam merespon gangguan fisiologis sebagai akibat penyakit, trauma atau kecacatan.
LINGKUP KLIEN
Klien yang ditangani dalam praktek keperawatan medikal bedah adalah orang dewasa, dengan pendekatan “one-to-one basis”. Kategori “dewasa” berimplikasi pada penegmbangan yang dijalani sesuai tahapannya. Tugas-tugas perkembangan ini dapat berdampak pada perubahan peran dan respon psikososial selama klien mengalami masalah kesehatan, dan hal ini perlu menjadi pertimbangan perawat dalam melakukan kajian dan intervensi keperawatan. Pendekatan keperawatan harus memperhitungkan “level kedewasaan” klien yang ditangan, dengan demikian pe;ibatan dan pemberdayaan klien dalam proses asuhan merupakan hal penting, sesuai dengan kondisinya; ini berkenaan dengan “Self-caring capacities”
LINGKUP GARAPAN KEPERAWATAN
Untuk membahas lingkup garapan keperawatan medikal-bedah, kita perlu mengacu pada “focus telaahan – lingkup garapan dan basis intervensi keperawatan seperti telah dibahas pada bagian awal tulisan ini.
Fokus telaahan keperawatan adalah respon manusia dalam mengahdapi masalah kesehatan baik actual maupun potensial. Dalam lingkup keperawatan medikal bedah, masalah kesehatan ini meliputi gangguan fisiologis nyata atau potensial sebagai akibat adanya penyakit, terjadinya trauma maupun kecacatan berikut respon klien yang unik dari aspek-aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Mengingat basis telaahan respon klien bersumber dari gangguan fisiologis, maka pemahaman akan patofisiologis atau mekanisme terjadinya gangguan dan (potensi) manifestasi klinis dari gangguan tersebut sangat mendasari lingkup garapan dan intervensi keperawatan.
Penyakit, trauma atau kecacatan sebagai masalah kesehatan yang dihadapi klien dapat bersumber atau terjadi pada seluruh system tubuh meliputi system-sistem persyrafan; endokrin; pernafasan; kardiovaskuler; pencernaan; perkemihan; muskuloskeletal; integumen; kekebalan tubuh; pendengaran ; penglihatan serta permasalahan-permasalahan yang dapat secara umum menyertai seluruh gangguan system yaitu issue-isue yang berkaitan dengan keganasan dan kondisi terminal.
Lingkup Garapan
Lingkup garapan keperawata adalah kebutuhan dasar manusia, penyimpangan dan intervensinya. Berangkat dari focus telaahan keperawatan medikal bedah diatas, lingkup garapan keperawatan medikal bedah adalah segala hambatan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi karena perubahan fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh; serta modalitas dan berbagai upaya untuk mengatasinya.
Guna menentukan berbagai hambatan pemenuhan kebutuhan dasar mansuai dan modalitas yang tepat waktu untuk mengatasinya dibutuhkan keterampilan berfikir logis dan kritis dalam mengkaji secara tepat kebutuhan dasar apa yang tidak terpenuhi, pada level serta kemungkinan penyebab apa (diagnosis keperawatan). Hal ini akan menentukan pada perlakuan (treatment) keperawatan, dan modalitas yang sesuai. Disibi dibutuhkan keterampilan teknis dan telaah legal etis.
Basis Intervensi
Dari focus telaahan dan lingkup garapan keperawatan medikal bedah yang sudah diuraikan sebelumya, basis intervensi keperawatan medikal bedah adalah ketidakmampuan klien (dewasa) untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. (Self care deficit). Ketidakamampuan ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara tuntutan kebutuhan (Self – care demand) dan kapasitas klien untuk memenuhinya (Self-care ability) sebagai akibat perubahan fisiologis pada satu atau berbagai system tubuh. Kondisi ini unik pada setiap individu karena kebuthan akan self-care (Self care requirement) dapat berbeda-beda, sehingga dibutuhkan integrasi keterampilan-keterampilan berfikir logis-kritis, teknis dan telaah legal-etis untuk menentukan bentuk intervensi keperawatan mana yang sesuai, apakah bantuan total, parsial atau suportif-edukatif yang dibutuhkan klien.
KONSEKUENSI PROFESIONAL
Menutup sementara tulisan ini ada berbagai konsekuensi logis yang masih harus dipikirkan sebagai acuan bagi praktisi kpeerawatan pada area keperawatan medikal bedah. Melihat kompleksitas focus telaahan, lingkup garapan dan basis intervensi area keperawatan medikal bedah dan konsekuensi profesionalnya perlu dirumuskan :
§ Standar performance untuk acuan kualitas asuhan
§ Kategori kwalifikasi perawat untuk menentukan kelayakannya sebagai praktisi
§ Sertifikasi dan lisensi keahlian yang senantiasa diperbaharui untuk memberi jaminan kemanan bagi pengguna jasa keperawatan.
* F. Sri Susilaningsih, Staf edukatif dan koordiantor bagian Keperawatan Medikal Bedah pada PSIK FK Unpad
Kepustakaan
1. Luckmann & Sorensen, 1993, Medikal and Surgical Nursing; A. Psychophysiologic Approach, 4 th ed , Philadelphia : W.B. Saunders, CO.
2. Orem, 2001, Nursing : Concept at Practice, 6th ed, St. Louis; Mosby Inc.
3. American Nurses Association : A Statement of the Scope at Medical-Surgical Nursing Practice.
4. Dochtsmar and Grace, 2001, Current Issues in Nursing, St. Louis: Mosby Inc.
5. http://amsn.nurse.com/resource/curricul.htm, AMSN official Position Statement on; Identification of the Registered Nurse in the Work Place.
6. Http://www.nursing power.net/nursing/sps.html: ANA-Nursing’s Social Policy Statement.
7. Http://www.nursing world.org/ojin/topic 15/tpc 156.htm Skateboards at Nursing and Scope of practice of Registered nurses Performing Complimentary Therapies.
artikel gawat darurat lagi
A.Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
B.Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
C.Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
D.Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.
E.Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
1.Tempat kejadian
a.kecelakaan lalu lintas,
b.kecelakaan di lingkungan rumah tangga ;
c.kecelakaan di lingkungan pekerjaan ;
d.kecelakaan di sekolah;
e.kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di
arena olah raga. dan lain-lain.
2.Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3.Waktu kejadian :
a.waktu perjalanan (traveling/trasport time):
b.waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain
F.Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
G.Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongar. dan bantuan.
II. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)
A.Tujuan
1.Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
2.Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang Iebih memadai.
3.Menanggulangi korban bencana.
B.Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini yaitu :
1.Susunan saraf pusat
2.Pernapasan
3.Kardiovaskuler
4.Hati
5.Ginjal
6.Pancreas
Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1.Trauma/cedera3
2.lnfeksi
3.Keracunan (poisoning)
4.Degenerasi (failure)
5.Asfiksi
6.Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolie)
7.Dan lain-lain.
Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1.Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2.Kecepatan meminta pertolongan
3.Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a.ditempat kejadian
b.dalam perjalanan kerumah sakit
c.pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit
III. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT
A.Tujuan
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada daam keadaan gawat darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
1.Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2.Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
3.Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
4.Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
5.Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan
ICU).
6.Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.
B.Komponen Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
1.Komponen Pra Rumah Sakit (Luar R.S.)
a.Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang Awam dan Petugas Kesehatan (Sub
Sistem Ketenagaan).
Pada umumnya yang pertama menemukan penderita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat yang dikenal dengan istllah orang awam. Oleh karena itu, sangatlah bermanfaat sekali bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan dalam penanggulangan penderita gawat darurat.
1)Klasifikasi orang awam:
Ditinjau dan segi peranan dalam masyaakat orang awam dibagi 2 (dua) golongan.
a)Golongan awam biasa antara lain:
(1)guru-guru
(2)pelajar
(3)pengemudian kendaraan bermotor
(4)ibu-ibu rumah tangga
(5)petugas hotel, restoran dan lain-lain.
b)Golongan awam khusus antara lain:
(1)anggota polisi
(2)petugas Dinas Pemadam Kebakaran
(3)satpam/hansip
(4)petugas DLLAJR
(5)petugas SAR (Search and Rescue)
(6)anggota pcamuka (PMR)
Kemampuan Penanggutangan Pendenta Gawat Darurat (Basic Life Support) yang harus dimiliki oleh orang awam
(1)cara meminta pertolongan
(2)resusitasi kardiopulmuner seoerhana
(3)cara menghentikan perdarahan
(4)cara memasang balut/bidai
(5)cara transportasi penderita gawat darurat
Anak-anak lebih mudah menerima pelajaran penanggulangan penderita gawat darurat, terutama kalau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Anak-anak akan menjadi dewasa dan pengetahuan ini akan tetap dimiknya.
Kernampuan yang harus dimiliki oleh orang awam khusus antara lain:
(1)Kemampuan penanggulangan pendenta gawat darurat seperti orang awam (Basic Life
Support) ditambah.
(2)Kemampuan menanggulangai keadaan gawat darurat sesuai bidang pekerjaannya.
2)Tenaga perawat/paramedis
Di samping pengetahuan dasar keperawatan yang telah dimiliki oleh perawat, mereka harus rnemperoleh tambahan pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat (Advance Life Support) termasuk PHTLS dan PHCLS untuk melanjutkan pertolongan yang sudah diberikan.
Kernampuan PPGD yang harus dimiliki tenaga pararnedik adalah:
a)Untuk sistem pernapasan
(1)mengenal adanya sumbatan jalan napas
(2)membebaskan jalan napas .(orapharyngeal air way) sampai dengan intubasi endotracheal
(3)memberikan napas buatan
(a)pernapasan mulut ke mulut
(b)dengan resusitator manual dan otomatik
(4)melakukan resusitasi kardiopulmuner
b)Untuk sistim sirkulasi (jantung)
(1)mengenal aritmia jantung, shok, infark jantung
(2)memberi pertolongan pertama pada aritmia. infrak jantung
(3)membuat rekaman jantung (EKG)
c)Untuk sistim vaskuler
(1)menghentikan perdarahan
(2)memasang infus/transfusi
(3)merawat infus-infus CVP
d)Untuk sistim saraf
(1)mengenal koma dan memberi pertolongan pertama
(2)memberikan pertolongan pertama pada trauma kepada
(3)mengenal stroke dan memberi pertolongan pertama
Kemampuan a) + b) + C) + d) dalam penanggulangan pra rumah sakit yaitu Pre Hospital Trauma Life Support (PHTLS) dan Pie Hospital Cardiac Life Support (PHCLS)
e)Untuk sitim imunologi
(1)mengenal renjatan/shock anafilaksis
(2)memberikan pértolongan pertama pada shock
f)Untuk sisfim gastro intestional
(1)mampu – rnerawat/mempersiapkan operasi pada penderita dengan akut abdomen.
g)Untuk sistem skeletal
(1)mengenal patah tulang
(2)mampu memasang bidai
(3)mampu mentransportasi penderita dengan patah tulang (tungkai dan tulang punggung)
h)Untuk sistim kulit
(1)memberikan pertololidan pertama pada luka
(2)memberikan pertolongan pada iuka bakar
i)Untuk sistim reproduksi
(1)mampu melayani persalinan
(2)memberikan pertolongan pertama pada keadaan darurat obstetri-ginekologi
j)Untuk FarmakologilToksikologi
(1)mampu memberikan pertolongan pertama pada keracunan
(2)mampu memberikan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat
(3)mampu membenkan pertotongan pertama pada gigitan binatang
k)Untuk Organisasi
(1)mengetahui sistim penanggulangan pendenta gawat darurat
(2)mengetahui sistirn penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan kota tempat
bekerja
3)Tenaga Medis (Dokter Umum)
Di samping pengetahuan medis yang telah dikuasai, dokter umum perlu mendapat pengetahuan dan keterampian tambahan agar mampu menanggulangi penderita gawat darurat.
Kemampuan yang harus dimiliki adalah:
a)Untuk sistim pemapasan
(1)mengenal adanya sumbatan jalan napas
(2)membebaskan jalan napas (oropharyngeal air way)
(a)intubasi endotracheal
(b)melakukan tricothyroidectomi
(3)melakukan resusitasi kardiopulmoner (ABCD) dan memberikan obat-obatan yang perlu.
b)Untuk sistimsirkulasi
(1)mengenal aritmia jantung
(2)memberikan pertolongan pertama pada antmia
(3)mengenal infark jantung
(4)memberikan pertolongan pertama pada penderita infark miokard (DC)
(5)membuat/membaca EKG
(6)menangguangi renjatan/syok.
c)Untuk sistim vaskuler
(1)menghentikan perdarahan
(2)memberikan transfusi darah dan terapi cairan/elektiolit
(3)memesan/membaca dan merawat CVP
d)Untuk sistim saraf
(1)menegakkan diagnosa/diagnosa diferensial koma dan kelainan darurat sistim saraf Pusat
(2)mengetahui pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan pada keadaan koma, keadaan
darurat SPP a)+ b) + c) + d) adaah kernampuan ATLS dan ACLS
e)Untuk sistim imunologi
(1)menanggulangi keadaan alergi akut
(2)menanggulangi keadaan renjatan/syok anaftlaksis
f)ntuk sistim kulit
(1)mengenat berbagai jenis luka
(2)mampu menanggulangi berbagai perlukaan
g)Untuk sistim gastrointestinal
(1)mendiagnosis akut abdomen
(2)menanggulangi akut abdomen (memasang nasogastric tube)
h)Untuk sistim skeletal
(1)mengenal dan mendiagnosis patah tulang
(2)memasang bidai
(3)merigetahui cara pengangkutan penderita dengan fraktur/patah tulang.
(4)merawat patah tulang secara konservatif
i)Untuk sistim reproduksi
(1)mengenal kelainan darurat obstetri/ginekologi
(2)memberikan pertolongan pertama dan pengobatan pada keadaan darurat obstetri/ginekologi
j)Mengenal gagal hati, gagal ginjal, gagal pankreas dan mampu menanggulangi koma.
k)Untuk farmakologi/toksikologi
(1)mengenal keadaan penyalahgunaan obat/keracunan/ gigitan binatang
(2)membenkan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat/ keracunan /gigitan binatang
l)Untuk organisasi
(1)mengetahui sistim penanggulangan pendenta gawat darurat
(2)mengetahui sistim penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan Rota tempat bekerja.
Dalam memasyarakatkan penanggulangan penderita gawat darurat yang penting adalah:
(1)semua pusat pendidikan penanggulangan penderita gawat darurat mempunyai kurikulum yang sama.
(2)mempunyai sertifikat dan lencana tanda lulus yang sama.
Dengan demikian instansi manapun yang menyelenggarakan pendidikan penangulañgan pendenta gawat darurat, para siswa akan mempunyai kemampuan yang sama. Lencana akan memudahkan mereka memberikan pertolongan dalam keadaan sehari-han maupun bila ada bencana.
b.Upaya Pelayanan Transportasi Penderita Gawat Darurat (Sub Sistim Transportasi).
1)Tujuan
Memindakan penderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
2)Sarana transportasi terdiri dari
a)kendaraan pengangkat
b)peralatan medis dan non medis
c)petugas (tenaga medi/paramedis)
d)obat-obatan life saving dan life support
3)Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi pendenita gawat darurat
a)sebelum diangkat
(1)gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi
(2)perdarahan telab dihentikan
(3)luka-luka telah ditutup
(4)patah tulang tetah difiksasi
b)selama perjalanan harus sealu diperhatikan dan dimonitor
(1)kesadaran
(2)pemapasan
(3)tekanan darah
(4)denyut nadi
(5)keadaan luka
4)Sesuai dengan keadaan geografis di Indonesia yang terdri dan ribuah pulau, maka
jenis kendaraan yang dapat digunakan pada umumnya adalah:
a)Kendaraan Darat
(1)Angkutan trandisional
(a)kereta kuda/lembu
(b)tandu/digotong
(2)Angkutan modern
(a)kendaraan umum roda empat: berupa trauk dan pic up station”, kereta api dll
(b)kendaraan roda tiga: berupa bemo, bajaj, beca dan lain-lain.
(c)kendaraan khusus untuk penderita yaitu ambulan darat
b)Kendaraan laut
(1)angkutan tradisional
(a)perahu
(b)rakit
(2)angkutan modern
(a)kapal, perahu motor
(b)ambulan laut
c)Kendaraãn udara (ambulans udara)
5)Ambulans (Kendaraan Pelayanan Medik)
a)Ambulan darat
(1)Fungsi ambulans darat secara umurn adalah
(a)alat untuk transportasi penderita (200 km)
(b)sebagai sarana kesehatan untuk menangguIang penderita gawat darurat di tempat
kejadian
(c)sebagai rumah sakit lapangan pada penanggulangan penderita gawat darurat dalam
keadaan bencana
(2)Klasifikasi ambulans sesual fungsinya sebagai berikut
(a)ambulans transportasi
(b)ambulans gawat darurat
(c)ambulans rumah sakit lapangan
(d)ambulans pelayanan medik bergerak
(e)kereta jenazah
Tujuan penggunaan. persyaratan kendaraan secara teknis, medis dan kebutuhan tenaga pengelota lihat lampiran 1
b)Ambulans Air
Sama dengan ambulans darat
c)Ambulans Udara
(1)Fungsi ambulans udarata adalah
Sebagai alat angkut udara penderita gawat darurat dan lokasi kejadian ke rumah sakit
(2)Jenis pesawat udara yang digunakan sebagai ambulans udara adalah:
(a)jenis Rotary Wing (helikopter — 500 km)
(b)jenis Fixed Wing (sayap letap — tak terbatas)
Helikopter dibagi dalam 2 jenis
(a)helikopter kecil (3-5 tempat duduk + 1-2 tandu.)
(b)helikopter besar (7-15 tempat duduk + lebih 2 tandu)
untuk peralatan, personi dan persyaratan Iainnya lihat lampiran II.
c.Upaya Pelayanan Komunikasi Medik untuk Penangguangan Penderjta Gawat Darurat
Pada dasarnya petayanan komunikasi di sektor kesehatan terdin dan:
1)Komunikasi kesehatan
Sistim kornunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang administratip
2)Komunikasi medis
Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang petayanan kesehatan di bidang teknis-rnedis.
a)Tujuan
Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam rnenanggulangi penderita gawat darurat.
b)Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah:
(1)Untuk memudahkan masyarakat daarn meminta pertolongan kesarana kesehatan (akses kedalam sistim GD)
(2)Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di (empat kejadian dan selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih memadai.
(3)Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darucat dan puskesmas ke rumah sakit atau antar rumah sakit.
(4)Untuk mengkooidinir pei I inçJgua igan ii tedik korban bencana.
d.Jenis Komunikasi
Teknologi komunikasi di Indonesia telah berkembang pesat dan sernakin modern, namun demikian sarana komunikasi medis belum sepenuhnya menjangkau dan dikembangkan di seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itu, jenis komunikasi dalam penanggulangan penderita gawat darurat dapat berupa:
1)Komunikasi tradisionil
a)kentongan
b)beduk
c)trompet
d)kurir/mulut ke mulut
2)Komunikasi modern
a)telepon/telepon gengçjam
b)radio komunikasi
c)teleks/telegram
d)facsimile
e)komputer
f)telemetri (EKG data transrnision)
e.Sarana Komunikasi
Yang dimaksud dengan sarana kornunikasi adalah berupa:
1)Sentral komunikasi (Pusat konunikasi)
a)Fungsi Pusat Komunikasi
(1)Mengkoordinir penanggulangan penderita gawat darurat mulai dari tempat kejadian sampai ke sarana kesehatan yang sesuai (rumah sakit) yaitu dengan:
(a)menerma dan nenganalisa permintaan pertolongan
(b)mengatur ambuians terdekat ke tempat kejadian
(c)menghubungi rumah sakit terdekat untuk mengetahui fasilitas yang tersedia (tempat tidur kosong) pada saat itu yang dapat diberikan untuk penderita gawat darurat
(d)Mengatur/memonitor rujukan penderita gawat da rurat.
2)Menjadi pusat komando dan mengkoordinasi penanggulangan medis korban bencana.
3)Berhubungan dengan sentral komunikasi medis dari kota lain, instansi lain dan katau perlu dengan negara lain.
4)Dapat diambil aTih oleh aparat keamanan (ABRI) bila negara berada dalam keadaan darurat (perang)
b)Syarat-syarat sentral komunikasi
(1)Harus mempunyai nomor telepon khusus (sebaiknya 3 digit).
(2)Mudah dihubungi dan memberikan pelayanan 24 jam sehari
(3)Dilayani oleh tenaga medis atau paramedis perawatan yang trampil dan berpengalaman.
c)Syarat alat sentral komunikasi
(1)Telepon
(2)Radio komunikasi
(3)Teleks/facsimile
(4)Komputer bila diperlukan
(5)Tenaga yang trampil dan komunikatif
(6)Konsulen medis yang menguasai masalah kedaruratan medis.
2) Jaringan kómunikasi
Agarahasia medis setiap penderita tetap terjamin, maka tenaga untuk keperluan komunikasi seyogianya adalah tenaga medis atau paramedis perawatan yang telah dididik dalam bidang penanggulangan penderita gawat darurat bidang komunikast.
2.Komponen Intra Rumah Sakit (dalam R.S.)
a.Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit (Sub-Sistim Pelayanan Gawat Darurat)
Seringkah Puskesmas berperan sebagal pos terdepan dalam rnenangguangi penderita seb&uin mempeoeh penanganan yang memadai di rumah sakit.
Oleh karena itu Puskesmas dalam wilayah kerja tertentu harus buka 24 jam dan mampu dalam hal:
1)Melakukan resusitasi dan life support’
2)Melakukan rujukan penderita-penderita gawat darurat sesuai dengan kemampuan
3)Menampung dan menanggulangi korban bencana
4)Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah sakit rujukan.
5)Menanggulangi ‘false. emergency’ oaik medikal dan surgikal (bedah minor)
Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan:
1)Laboratorium untuk menunjang diagnostik
Seperti: Hb, Ht, leukosit, urine dan gula darah
2)Tenaga: 1 dokter umum dan paramedis (2-3 orang pararnedis yang sudah mendapat pendidikan tertentu dalam PPGD)
Rumah Sakit merupakan terminal teraknhr dalam menanggulangi penderita gawat darurat. OIeh karena itu fasilitas rumah sakit. khususnya unit gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga mampu menanggulangi penderita gawat darurat (“to save life and limb”).
Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upay oenanqcutanqan penderita gawat darurat yang pertu diorganisir.
Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga memadai dan peralatan canggih. karena dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu:
1)Sistim rujukan penderita gawat darurat
2)Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat da rurat
Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut. maka kategorisasi (akreditasi) unit gawat darurat tidak selalu sesuai dengan kelas rumah sakit yang bersangkutan. Rumah Sakit tertentu dapat mengembangkan unit gawat darurat dengan kategorisasi yang lebih tinggi atau Iebih rendah dan kelas rumah sakit tersebut. Kategoñsasi/akreditsi Unit Gawa Darurat (lihat lampiran III)
Pedoman Pengembangan Pelayanan Gavwat Darurat di Rumah Sakit
1)Tujuan
Suatu Unit Gawat Darurat (UGD) harus mampu memberikan pelayanan dengan kwalitas tinggi pada masyarakat dengan problim medis akut.
Interpretasi:
Harus mampu
a)mencegah kematian dan cacat
b)melakukan rujukan
c)menanggulangi korban hencana
Kriteria:
a)Unit Gawat Darurat haru buka 24 jam
b)Unit Gawat Darurat juga hams melayani penderita-penderita “false emergency” tetapi tidak boleh menganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita-penderita Gawat Darurat
c)Unit Gawat Darurat sebaiknya hanya melakukan rpmary care”.
Sedangkan “definitive care” dilakukan ditempat lain dengan cara.kerjasama yang baik.
d)Unit Gawat Darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).
e)Unit Gawat Darurat hams melakukan riset guna meningkatkan mutu/kwalitas pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya
2)Organisasi, Administrasi, Catatan Medis
Unit Gawat Darurat harus mernenuhi kebutuhan masyarakatdalam Penanggutangan Pendenta Gawat Darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang hrmons dengan unit-unit dan instalasi-instalasi lain dalam rumah sakit.
Kriteria:
a)Seorang petugas medis harus menjadi penanggung jawab Unit Gawat Darurat
Interpretasi:
Petugas medis mi dapat seorang dokter ahli. dokter umum maupun perawat, tergantung pada klas rumah sakit. Yang penting ialah:
(1)Tertarik/mempunyai perhatian khusus dalam bidang kedokteran gawat darurat;
(2)mempunyai kemampuan memimpin; dan
(3)ia harus dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di Unit Gawat Darurat.
b)Harus ada seorang perawat ldokter yang menjadi penanggung jawab harian.
interpretasi:
Ia bertanggung jawab atas mutu pelayanan pada hari itu.
c)Harus ada kerjasama yang saling menunjang antar Unit Gawat Darurat dengan:
(1)unti-unti dan instalasi-instalasi lain di rumah sakit
(2)ambulans servis.(tipe 118)
(3)dokter-dokter yang berpraktek / tinggal di sekitarnya
(4)puskesmas-puskesmas di sekitar
(5)dan instansi kesehatan lainnya.
d)Harus mempunyai peranan inti dalam:
(1)Disaster planning” rumah sakit maupun kota dimana dia berada
(2)penanggulangan penderita gawat darurat di rurnah sakitnya sendin dilengkapi dengan Unit Perawatan Intensip (ICU)
e) Semua personalia unit gawat darurat mengenal dan menghayati sistirn penanggulangan penderita gawat darurat d unitnya maupun penangguangan penderita gawat darurat nasionat.
Semua petugas balk medis maupun pararnedis harus seIau memperhatikan:
(1)sopan santun
(2)hak dan rahasia medis penderita
(3)waktu menunggu tindakan medis
(4)kebutuhan rohani penderita
(5)kerjasama dan disipin kerja mempunyai prioritas yang tinggi.
f) Sernua penderita yang masuk unit gawat darurat harus jelas identitasnya. Interpretasi:
(1)Biodata dan kelengkapan administrasi
(2)Catatan medis yang baik
(3)Kalau penderita tak dikenal/tak ada keluarga yang mengantar harus diusahakan semaksirnum mungkin untuk mencari dan menahubungi keluarga.
g) Semua penderita yang datang ke unit gawat darurat harus melalu: “Triage Otficer.
Interpretasi:
Triage adalah sistim:
(1) Seleksi problim seorang enderita (dalam keadaan sehari-hari)
(2) Seleksi pendenta (dalam Keadaan bencana)
Triage diakukan oleh orang yang paling berpengaarnan dan harus dapat menentukan organ mana tergangg. dan dapat menyebabkan kematian dan menentukan penanggulangannya. Triage otficer dapat seorang dokter ahhl, dokter umum ataupun perawat sesuai dengan kelas atau kebijaksanaan rumah sakit.
h) Unit Gawat Darurat atau Rurnah Sakit clengan pelayanan terbatas harus mempunyai sistem rujukan yang jelas.
Interpretasi:
Puskesmas dan rumah sakit kelas D yang hanya mampu melakukan resusitasi dan life support sementara, harus mempunyai komunikasi (telepon, radio) dengan rumah sakit kelas iebih tinggi yang terdekat
i) Pendenta-penderita gawat darurat harus mendapa:
pengawasan ketat selama ia berada di dalam Unit Gawat Darurat.
Interpretasi:
Unit Gawat Darurat harus mempunyai peralatan, obat-obatan dan persolania yang memadai untuk melakukannya
Pengawasan ini harus dilakukan terus menerus baik di ruang Unit Gawet Darurat maupun sewaktu diangkut ke rumah sakit lain
j) Penunjang pelayanan medis seperti alat, obat dan personalia harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan 24 jam.
Interpretasi:
(1)Daftar jaga:
(a)personalia (dokter. perawat, tenaga administrasi)
(b)konsulen
(2)Radiologi, laboratorium termasuk hernatologi. biokimia baktenologi dan patologi diatur sesuai dengan kemampuan rumah sakit dan kebutuhan penderita.
(3)Depot darah
(4)Farmasi sangat penting sehingga persediaan obat-obat infus, plasma expander, alat-alat steril, alat-alat dlsposlble dan linen cukup untuk 24 jam.
k) Penderita keluar dan Unit Gawat Daru rat harus jelas:
(1)dimana dirawat
(2)peluang
(a)keterangan penyakitnya
(b)kapan dan kemana kontrol
I) Catatan medis yang iengKap untuk setiap penderita
Interpretasi:
(1)Catatan medis harus bekera 24 jam
(2)Catatan medis minimum.
harus mencakup:
(a)tanggal dan jam tiba
(b)resume catatan klinik, laboratorium, x-ray
(c)catatan tentang tindakan dan tanggal serta jam dilakukan
(d)nama dan tanda tangan petugas medis
3)Personalia dan Pimpinan
Personalia Unit Gawat Darurat mulal dan pimpinan, dokter. perawat dan personalia non medis harus memenuhi kwalifikasi tertentu sehingga mampu memberikan pelayanan Penanggu angan Gawat Darurat yang optimal.
Kriteria:
a)Jumlah dan kwalitas personalia harus memenuhi syarat
(1)Karena ilmu kedokteran gawat darurat tidak diberikan secara “integrated dalam kurikulum Fakultas Kedokteran dan belum lengkap dalam kurikulum pendidikan perawat maka sebaiknya para dokter dan perawat yang akan bekerja di Unit Gawat Darurat atau Puskesmas -harus mendapat kursus tambahan dalarn ilmu kedokteran gawat darurat.
(2)Tenaga non medis harus mendapat kursus Penanggulangan Penderita Gawat Darurat sebagai orang awam.
(3)Karena Unit Gawat Darurat pada rumah sakit kias A dan B juga tempat belajarnya mahasiswa dan perawat maka sebelum bekerja praktek disitu harus sudah mendapat/ sedang mendapat pelajaran ilmu KedoKteran. gawat darurat. Mereka harus dibawah pengawasan/bimbingan seorang dokter atau perawat dan Unit Gawat Darurat.
(4)Jumlah petugas medis disesuaikan dengan beban kerja dan kelas rumah sakit
(5)Tenaga non medis selain pekarya juga diperlukan untuk
(a)catatan medis
(b)keuangan
(c)keamanan
(d)asuransi
-Jasa Raharja Akses
-Astek
b)Harus mempunyai skema organisasi muiai dan pimpinan sampai petugas yang paling
rendah dengan job description nya dan jalur tanggung jawabnya.
c)Pertemuan staf yang reguler untuk menjaga kornunikasi antar petugas dan
kebiasaan-kebiasaan yang baik.
d)Seorang petugas baru sebelum bekerja Sendiri harus mendapat / melalui program
orientasi dan “induction
e)Harus ada program cara menilai mutu petugas “feedback”.
f)Kalau ada petugas yang pindah maka harus diminta pendapatnya tentang Unit Gawat
Darurat bersangkutan yaitu positif maupun negatifnya dan usul-usul.
Read More
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
B.Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
C.Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
D.Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.
E.Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
1.Tempat kejadian
a.kecelakaan lalu lintas,
b.kecelakaan di lingkungan rumah tangga ;
c.kecelakaan di lingkungan pekerjaan ;
d.kecelakaan di sekolah;
e.kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di
arena olah raga. dan lain-lain.
2.Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3.Waktu kejadian :
a.waktu perjalanan (traveling/trasport time):
b.waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain
F.Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
G.Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongar. dan bantuan.
II. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)
A.Tujuan
1.Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
2.Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang Iebih memadai.
3.Menanggulangi korban bencana.
B.Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini yaitu :
1.Susunan saraf pusat
2.Pernapasan
3.Kardiovaskuler
4.Hati
5.Ginjal
6.Pancreas
Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1.Trauma/cedera3
2.lnfeksi
3.Keracunan (poisoning)
4.Degenerasi (failure)
5.Asfiksi
6.Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolie)
7.Dan lain-lain.
Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1.Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2.Kecepatan meminta pertolongan
3.Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a.ditempat kejadian
b.dalam perjalanan kerumah sakit
c.pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit
III. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT
A.Tujuan
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada daam keadaan gawat darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
1.Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2.Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
3.Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
4.Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
5.Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan
ICU).
6.Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.
B.Komponen Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
1.Komponen Pra Rumah Sakit (Luar R.S.)
a.Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang Awam dan Petugas Kesehatan (Sub
Sistem Ketenagaan).
Pada umumnya yang pertama menemukan penderita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat yang dikenal dengan istllah orang awam. Oleh karena itu, sangatlah bermanfaat sekali bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan dalam penanggulangan penderita gawat darurat.
1)Klasifikasi orang awam:
Ditinjau dan segi peranan dalam masyaakat orang awam dibagi 2 (dua) golongan.
a)Golongan awam biasa antara lain:
(1)guru-guru
(2)pelajar
(3)pengemudian kendaraan bermotor
(4)ibu-ibu rumah tangga
(5)petugas hotel, restoran dan lain-lain.
b)Golongan awam khusus antara lain:
(1)anggota polisi
(2)petugas Dinas Pemadam Kebakaran
(3)satpam/hansip
(4)petugas DLLAJR
(5)petugas SAR (Search and Rescue)
(6)anggota pcamuka (PMR)
Kemampuan Penanggutangan Pendenta Gawat Darurat (Basic Life Support) yang harus dimiliki oleh orang awam
(1)cara meminta pertolongan
(2)resusitasi kardiopulmuner seoerhana
(3)cara menghentikan perdarahan
(4)cara memasang balut/bidai
(5)cara transportasi penderita gawat darurat
Anak-anak lebih mudah menerima pelajaran penanggulangan penderita gawat darurat, terutama kalau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Anak-anak akan menjadi dewasa dan pengetahuan ini akan tetap dimiknya.
Kernampuan yang harus dimiliki oleh orang awam khusus antara lain:
(1)Kemampuan penanggulangan pendenta gawat darurat seperti orang awam (Basic Life
Support) ditambah.
(2)Kemampuan menanggulangai keadaan gawat darurat sesuai bidang pekerjaannya.
2)Tenaga perawat/paramedis
Di samping pengetahuan dasar keperawatan yang telah dimiliki oleh perawat, mereka harus rnemperoleh tambahan pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat (Advance Life Support) termasuk PHTLS dan PHCLS untuk melanjutkan pertolongan yang sudah diberikan.
Kernampuan PPGD yang harus dimiliki tenaga pararnedik adalah:
a)Untuk sistem pernapasan
(1)mengenal adanya sumbatan jalan napas
(2)membebaskan jalan napas .(orapharyngeal air way) sampai dengan intubasi endotracheal
(3)memberikan napas buatan
(a)pernapasan mulut ke mulut
(b)dengan resusitator manual dan otomatik
(4)melakukan resusitasi kardiopulmuner
b)Untuk sistim sirkulasi (jantung)
(1)mengenal aritmia jantung, shok, infark jantung
(2)memberi pertolongan pertama pada aritmia. infrak jantung
(3)membuat rekaman jantung (EKG)
c)Untuk sistim vaskuler
(1)menghentikan perdarahan
(2)memasang infus/transfusi
(3)merawat infus-infus CVP
d)Untuk sistim saraf
(1)mengenal koma dan memberi pertolongan pertama
(2)memberikan pertolongan pertama pada trauma kepada
(3)mengenal stroke dan memberi pertolongan pertama
Kemampuan a) + b) + C) + d) dalam penanggulangan pra rumah sakit yaitu Pre Hospital Trauma Life Support (PHTLS) dan Pie Hospital Cardiac Life Support (PHCLS)
e)Untuk sitim imunologi
(1)mengenal renjatan/shock anafilaksis
(2)memberikan pértolongan pertama pada shock
f)Untuk sisfim gastro intestional
(1)mampu – rnerawat/mempersiapkan operasi pada penderita dengan akut abdomen.
g)Untuk sistem skeletal
(1)mengenal patah tulang
(2)mampu memasang bidai
(3)mampu mentransportasi penderita dengan patah tulang (tungkai dan tulang punggung)
h)Untuk sistim kulit
(1)memberikan pertololidan pertama pada luka
(2)memberikan pertolongan pada iuka bakar
i)Untuk sistim reproduksi
(1)mampu melayani persalinan
(2)memberikan pertolongan pertama pada keadaan darurat obstetri-ginekologi
j)Untuk FarmakologilToksikologi
(1)mampu memberikan pertolongan pertama pada keracunan
(2)mampu memberikan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat
(3)mampu membenkan pertotongan pertama pada gigitan binatang
k)Untuk Organisasi
(1)mengetahui sistim penanggulangan pendenta gawat darurat
(2)mengetahui sistirn penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan kota tempat
bekerja
3)Tenaga Medis (Dokter Umum)
Di samping pengetahuan medis yang telah dikuasai, dokter umum perlu mendapat pengetahuan dan keterampian tambahan agar mampu menanggulangi penderita gawat darurat.
Kemampuan yang harus dimiliki adalah:
a)Untuk sistim pemapasan
(1)mengenal adanya sumbatan jalan napas
(2)membebaskan jalan napas (oropharyngeal air way)
(a)intubasi endotracheal
(b)melakukan tricothyroidectomi
(3)melakukan resusitasi kardiopulmoner (ABCD) dan memberikan obat-obatan yang perlu.
b)Untuk sistimsirkulasi
(1)mengenal aritmia jantung
(2)memberikan pertolongan pertama pada antmia
(3)mengenal infark jantung
(4)memberikan pertolongan pertama pada penderita infark miokard (DC)
(5)membuat/membaca EKG
(6)menangguangi renjatan/syok.
c)Untuk sistim vaskuler
(1)menghentikan perdarahan
(2)memberikan transfusi darah dan terapi cairan/elektiolit
(3)memesan/membaca dan merawat CVP
d)Untuk sistim saraf
(1)menegakkan diagnosa/diagnosa diferensial koma dan kelainan darurat sistim saraf Pusat
(2)mengetahui pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan pada keadaan koma, keadaan
darurat SPP a)+ b) + c) + d) adaah kernampuan ATLS dan ACLS
e)Untuk sistim imunologi
(1)menanggulangi keadaan alergi akut
(2)menanggulangi keadaan renjatan/syok anaftlaksis
f)ntuk sistim kulit
(1)mengenat berbagai jenis luka
(2)mampu menanggulangi berbagai perlukaan
g)Untuk sistim gastrointestinal
(1)mendiagnosis akut abdomen
(2)menanggulangi akut abdomen (memasang nasogastric tube)
h)Untuk sistim skeletal
(1)mengenal dan mendiagnosis patah tulang
(2)memasang bidai
(3)merigetahui cara pengangkutan penderita dengan fraktur/patah tulang.
(4)merawat patah tulang secara konservatif
i)Untuk sistim reproduksi
(1)mengenal kelainan darurat obstetri/ginekologi
(2)memberikan pertolongan pertama dan pengobatan pada keadaan darurat obstetri/ginekologi
j)Mengenal gagal hati, gagal ginjal, gagal pankreas dan mampu menanggulangi koma.
k)Untuk farmakologi/toksikologi
(1)mengenal keadaan penyalahgunaan obat/keracunan/ gigitan binatang
(2)membenkan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat/ keracunan /gigitan binatang
l)Untuk organisasi
(1)mengetahui sistim penanggulangan pendenta gawat darurat
(2)mengetahui sistim penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan Rota tempat bekerja.
Dalam memasyarakatkan penanggulangan penderita gawat darurat yang penting adalah:
(1)semua pusat pendidikan penanggulangan penderita gawat darurat mempunyai kurikulum yang sama.
(2)mempunyai sertifikat dan lencana tanda lulus yang sama.
Dengan demikian instansi manapun yang menyelenggarakan pendidikan penangulañgan pendenta gawat darurat, para siswa akan mempunyai kemampuan yang sama. Lencana akan memudahkan mereka memberikan pertolongan dalam keadaan sehari-han maupun bila ada bencana.
b.Upaya Pelayanan Transportasi Penderita Gawat Darurat (Sub Sistim Transportasi).
1)Tujuan
Memindakan penderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
2)Sarana transportasi terdiri dari
a)kendaraan pengangkat
b)peralatan medis dan non medis
c)petugas (tenaga medi/paramedis)
d)obat-obatan life saving dan life support
3)Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi pendenita gawat darurat
a)sebelum diangkat
(1)gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi
(2)perdarahan telab dihentikan
(3)luka-luka telah ditutup
(4)patah tulang tetah difiksasi
b)selama perjalanan harus sealu diperhatikan dan dimonitor
(1)kesadaran
(2)pemapasan
(3)tekanan darah
(4)denyut nadi
(5)keadaan luka
4)Sesuai dengan keadaan geografis di Indonesia yang terdri dan ribuah pulau, maka
jenis kendaraan yang dapat digunakan pada umumnya adalah:
a)Kendaraan Darat
(1)Angkutan trandisional
(a)kereta kuda/lembu
(b)tandu/digotong
(2)Angkutan modern
(a)kendaraan umum roda empat: berupa trauk dan pic up station”, kereta api dll
(b)kendaraan roda tiga: berupa bemo, bajaj, beca dan lain-lain.
(c)kendaraan khusus untuk penderita yaitu ambulan darat
b)Kendaraan laut
(1)angkutan tradisional
(a)perahu
(b)rakit
(2)angkutan modern
(a)kapal, perahu motor
(b)ambulan laut
c)Kendaraãn udara (ambulans udara)
5)Ambulans (Kendaraan Pelayanan Medik)
a)Ambulan darat
(1)Fungsi ambulans darat secara umurn adalah
(a)alat untuk transportasi penderita (200 km)
(b)sebagai sarana kesehatan untuk menangguIang penderita gawat darurat di tempat
kejadian
(c)sebagai rumah sakit lapangan pada penanggulangan penderita gawat darurat dalam
keadaan bencana
(2)Klasifikasi ambulans sesual fungsinya sebagai berikut
(a)ambulans transportasi
(b)ambulans gawat darurat
(c)ambulans rumah sakit lapangan
(d)ambulans pelayanan medik bergerak
(e)kereta jenazah
Tujuan penggunaan. persyaratan kendaraan secara teknis, medis dan kebutuhan tenaga pengelota lihat lampiran 1
b)Ambulans Air
Sama dengan ambulans darat
c)Ambulans Udara
(1)Fungsi ambulans udarata adalah
Sebagai alat angkut udara penderita gawat darurat dan lokasi kejadian ke rumah sakit
(2)Jenis pesawat udara yang digunakan sebagai ambulans udara adalah:
(a)jenis Rotary Wing (helikopter — 500 km)
(b)jenis Fixed Wing (sayap letap — tak terbatas)
Helikopter dibagi dalam 2 jenis
(a)helikopter kecil (3-5 tempat duduk + 1-2 tandu.)
(b)helikopter besar (7-15 tempat duduk + lebih 2 tandu)
untuk peralatan, personi dan persyaratan Iainnya lihat lampiran II.
c.Upaya Pelayanan Komunikasi Medik untuk Penangguangan Penderjta Gawat Darurat
Pada dasarnya petayanan komunikasi di sektor kesehatan terdin dan:
1)Komunikasi kesehatan
Sistim kornunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang administratip
2)Komunikasi medis
Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang petayanan kesehatan di bidang teknis-rnedis.
a)Tujuan
Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam rnenanggulangi penderita gawat darurat.
b)Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah:
(1)Untuk memudahkan masyarakat daarn meminta pertolongan kesarana kesehatan (akses kedalam sistim GD)
(2)Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di (empat kejadian dan selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih memadai.
(3)Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darucat dan puskesmas ke rumah sakit atau antar rumah sakit.
(4)Untuk mengkooidinir pei I inçJgua igan ii tedik korban bencana.
d.Jenis Komunikasi
Teknologi komunikasi di Indonesia telah berkembang pesat dan sernakin modern, namun demikian sarana komunikasi medis belum sepenuhnya menjangkau dan dikembangkan di seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itu, jenis komunikasi dalam penanggulangan penderita gawat darurat dapat berupa:
1)Komunikasi tradisionil
a)kentongan
b)beduk
c)trompet
d)kurir/mulut ke mulut
2)Komunikasi modern
a)telepon/telepon gengçjam
b)radio komunikasi
c)teleks/telegram
d)facsimile
e)komputer
f)telemetri (EKG data transrnision)
e.Sarana Komunikasi
Yang dimaksud dengan sarana kornunikasi adalah berupa:
1)Sentral komunikasi (Pusat konunikasi)
a)Fungsi Pusat Komunikasi
(1)Mengkoordinir penanggulangan penderita gawat darurat mulai dari tempat kejadian sampai ke sarana kesehatan yang sesuai (rumah sakit) yaitu dengan:
(a)menerma dan nenganalisa permintaan pertolongan
(b)mengatur ambuians terdekat ke tempat kejadian
(c)menghubungi rumah sakit terdekat untuk mengetahui fasilitas yang tersedia (tempat tidur kosong) pada saat itu yang dapat diberikan untuk penderita gawat darurat
(d)Mengatur/memonitor rujukan penderita gawat da rurat.
2)Menjadi pusat komando dan mengkoordinasi penanggulangan medis korban bencana.
3)Berhubungan dengan sentral komunikasi medis dari kota lain, instansi lain dan katau perlu dengan negara lain.
4)Dapat diambil aTih oleh aparat keamanan (ABRI) bila negara berada dalam keadaan darurat (perang)
b)Syarat-syarat sentral komunikasi
(1)Harus mempunyai nomor telepon khusus (sebaiknya 3 digit).
(2)Mudah dihubungi dan memberikan pelayanan 24 jam sehari
(3)Dilayani oleh tenaga medis atau paramedis perawatan yang trampil dan berpengalaman.
c)Syarat alat sentral komunikasi
(1)Telepon
(2)Radio komunikasi
(3)Teleks/facsimile
(4)Komputer bila diperlukan
(5)Tenaga yang trampil dan komunikatif
(6)Konsulen medis yang menguasai masalah kedaruratan medis.
2) Jaringan kómunikasi
Agarahasia medis setiap penderita tetap terjamin, maka tenaga untuk keperluan komunikasi seyogianya adalah tenaga medis atau paramedis perawatan yang telah dididik dalam bidang penanggulangan penderita gawat darurat bidang komunikast.
2.Komponen Intra Rumah Sakit (dalam R.S.)
a.Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit (Sub-Sistim Pelayanan Gawat Darurat)
Seringkah Puskesmas berperan sebagal pos terdepan dalam rnenangguangi penderita seb&uin mempeoeh penanganan yang memadai di rumah sakit.
Oleh karena itu Puskesmas dalam wilayah kerja tertentu harus buka 24 jam dan mampu dalam hal:
1)Melakukan resusitasi dan life support’
2)Melakukan rujukan penderita-penderita gawat darurat sesuai dengan kemampuan
3)Menampung dan menanggulangi korban bencana
4)Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah sakit rujukan.
5)Menanggulangi ‘false. emergency’ oaik medikal dan surgikal (bedah minor)
Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan:
1)Laboratorium untuk menunjang diagnostik
Seperti: Hb, Ht, leukosit, urine dan gula darah
2)Tenaga: 1 dokter umum dan paramedis (2-3 orang pararnedis yang sudah mendapat pendidikan tertentu dalam PPGD)
Rumah Sakit merupakan terminal teraknhr dalam menanggulangi penderita gawat darurat. OIeh karena itu fasilitas rumah sakit. khususnya unit gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga mampu menanggulangi penderita gawat darurat (“to save life and limb”).
Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upay oenanqcutanqan penderita gawat darurat yang pertu diorganisir.
Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga memadai dan peralatan canggih. karena dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu:
1)Sistim rujukan penderita gawat darurat
2)Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat da rurat
Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut. maka kategorisasi (akreditasi) unit gawat darurat tidak selalu sesuai dengan kelas rumah sakit yang bersangkutan. Rumah Sakit tertentu dapat mengembangkan unit gawat darurat dengan kategorisasi yang lebih tinggi atau Iebih rendah dan kelas rumah sakit tersebut. Kategoñsasi/akreditsi Unit Gawa Darurat (lihat lampiran III)
Pedoman Pengembangan Pelayanan Gavwat Darurat di Rumah Sakit
1)Tujuan
Suatu Unit Gawat Darurat (UGD) harus mampu memberikan pelayanan dengan kwalitas tinggi pada masyarakat dengan problim medis akut.
Interpretasi:
Harus mampu
a)mencegah kematian dan cacat
b)melakukan rujukan
c)menanggulangi korban hencana
Kriteria:
a)Unit Gawat Darurat haru buka 24 jam
b)Unit Gawat Darurat juga hams melayani penderita-penderita “false emergency” tetapi tidak boleh menganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita-penderita Gawat Darurat
c)Unit Gawat Darurat sebaiknya hanya melakukan rpmary care”.
Sedangkan “definitive care” dilakukan ditempat lain dengan cara.kerjasama yang baik.
d)Unit Gawat Darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).
e)Unit Gawat Darurat hams melakukan riset guna meningkatkan mutu/kwalitas pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya
2)Organisasi, Administrasi, Catatan Medis
Unit Gawat Darurat harus mernenuhi kebutuhan masyarakatdalam Penanggutangan Pendenta Gawat Darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang hrmons dengan unit-unit dan instalasi-instalasi lain dalam rumah sakit.
Kriteria:
a)Seorang petugas medis harus menjadi penanggung jawab Unit Gawat Darurat
Interpretasi:
Petugas medis mi dapat seorang dokter ahli. dokter umum maupun perawat, tergantung pada klas rumah sakit. Yang penting ialah:
(1)Tertarik/mempunyai perhatian khusus dalam bidang kedokteran gawat darurat;
(2)mempunyai kemampuan memimpin; dan
(3)ia harus dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di Unit Gawat Darurat.
b)Harus ada seorang perawat ldokter yang menjadi penanggung jawab harian.
interpretasi:
Ia bertanggung jawab atas mutu pelayanan pada hari itu.
c)Harus ada kerjasama yang saling menunjang antar Unit Gawat Darurat dengan:
(1)unti-unti dan instalasi-instalasi lain di rumah sakit
(2)ambulans servis.(tipe 118)
(3)dokter-dokter yang berpraktek / tinggal di sekitarnya
(4)puskesmas-puskesmas di sekitar
(5)dan instansi kesehatan lainnya.
d)Harus mempunyai peranan inti dalam:
(1)Disaster planning” rumah sakit maupun kota dimana dia berada
(2)penanggulangan penderita gawat darurat di rurnah sakitnya sendin dilengkapi dengan Unit Perawatan Intensip (ICU)
e) Semua personalia unit gawat darurat mengenal dan menghayati sistirn penanggulangan penderita gawat darurat d unitnya maupun penangguangan penderita gawat darurat nasionat.
Semua petugas balk medis maupun pararnedis harus seIau memperhatikan:
(1)sopan santun
(2)hak dan rahasia medis penderita
(3)waktu menunggu tindakan medis
(4)kebutuhan rohani penderita
(5)kerjasama dan disipin kerja mempunyai prioritas yang tinggi.
f) Sernua penderita yang masuk unit gawat darurat harus jelas identitasnya. Interpretasi:
(1)Biodata dan kelengkapan administrasi
(2)Catatan medis yang baik
(3)Kalau penderita tak dikenal/tak ada keluarga yang mengantar harus diusahakan semaksirnum mungkin untuk mencari dan menahubungi keluarga.
g) Semua penderita yang datang ke unit gawat darurat harus melalu: “Triage Otficer.
Interpretasi:
Triage adalah sistim:
(1) Seleksi problim seorang enderita (dalam keadaan sehari-hari)
(2) Seleksi pendenta (dalam Keadaan bencana)
Triage diakukan oleh orang yang paling berpengaarnan dan harus dapat menentukan organ mana tergangg. dan dapat menyebabkan kematian dan menentukan penanggulangannya. Triage otficer dapat seorang dokter ahhl, dokter umum ataupun perawat sesuai dengan kelas atau kebijaksanaan rumah sakit.
h) Unit Gawat Darurat atau Rurnah Sakit clengan pelayanan terbatas harus mempunyai sistem rujukan yang jelas.
Interpretasi:
Puskesmas dan rumah sakit kelas D yang hanya mampu melakukan resusitasi dan life support sementara, harus mempunyai komunikasi (telepon, radio) dengan rumah sakit kelas iebih tinggi yang terdekat
i) Pendenta-penderita gawat darurat harus mendapa:
pengawasan ketat selama ia berada di dalam Unit Gawat Darurat.
Interpretasi:
Unit Gawat Darurat harus mempunyai peralatan, obat-obatan dan persolania yang memadai untuk melakukannya
Pengawasan ini harus dilakukan terus menerus baik di ruang Unit Gawet Darurat maupun sewaktu diangkut ke rumah sakit lain
j) Penunjang pelayanan medis seperti alat, obat dan personalia harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan 24 jam.
Interpretasi:
(1)Daftar jaga:
(a)personalia (dokter. perawat, tenaga administrasi)
(b)konsulen
(2)Radiologi, laboratorium termasuk hernatologi. biokimia baktenologi dan patologi diatur sesuai dengan kemampuan rumah sakit dan kebutuhan penderita.
(3)Depot darah
(4)Farmasi sangat penting sehingga persediaan obat-obat infus, plasma expander, alat-alat steril, alat-alat dlsposlble dan linen cukup untuk 24 jam.
k) Penderita keluar dan Unit Gawat Daru rat harus jelas:
(1)dimana dirawat
(2)peluang
(a)keterangan penyakitnya
(b)kapan dan kemana kontrol
I) Catatan medis yang iengKap untuk setiap penderita
Interpretasi:
(1)Catatan medis harus bekera 24 jam
(2)Catatan medis minimum.
harus mencakup:
(a)tanggal dan jam tiba
(b)resume catatan klinik, laboratorium, x-ray
(c)catatan tentang tindakan dan tanggal serta jam dilakukan
(d)nama dan tanda tangan petugas medis
3)Personalia dan Pimpinan
Personalia Unit Gawat Darurat mulal dan pimpinan, dokter. perawat dan personalia non medis harus memenuhi kwalifikasi tertentu sehingga mampu memberikan pelayanan Penanggu angan Gawat Darurat yang optimal.
Kriteria:
a)Jumlah dan kwalitas personalia harus memenuhi syarat
(1)Karena ilmu kedokteran gawat darurat tidak diberikan secara “integrated dalam kurikulum Fakultas Kedokteran dan belum lengkap dalam kurikulum pendidikan perawat maka sebaiknya para dokter dan perawat yang akan bekerja di Unit Gawat Darurat atau Puskesmas -harus mendapat kursus tambahan dalarn ilmu kedokteran gawat darurat.
(2)Tenaga non medis harus mendapat kursus Penanggulangan Penderita Gawat Darurat sebagai orang awam.
(3)Karena Unit Gawat Darurat pada rumah sakit kias A dan B juga tempat belajarnya mahasiswa dan perawat maka sebelum bekerja praktek disitu harus sudah mendapat/ sedang mendapat pelajaran ilmu KedoKteran. gawat darurat. Mereka harus dibawah pengawasan/bimbingan seorang dokter atau perawat dan Unit Gawat Darurat.
(4)Jumlah petugas medis disesuaikan dengan beban kerja dan kelas rumah sakit
(5)Tenaga non medis selain pekarya juga diperlukan untuk
(a)catatan medis
(b)keuangan
(c)keamanan
(d)asuransi
-Jasa Raharja Akses
-Astek
b)Harus mempunyai skema organisasi muiai dan pimpinan sampai petugas yang paling
rendah dengan job description nya dan jalur tanggung jawabnya.
c)Pertemuan staf yang reguler untuk menjaga kornunikasi antar petugas dan
kebiasaan-kebiasaan yang baik.
d)Seorang petugas baru sebelum bekerja Sendiri harus mendapat / melalui program
orientasi dan “induction
e)Harus ada program cara menilai mutu petugas “feedback”.
f)Kalau ada petugas yang pindah maka harus diminta pendapatnya tentang Unit Gawat
Darurat bersangkutan yaitu positif maupun negatifnya dan usul-usul.
artikel gawat darurat
Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan keperawatan yang diberikan kepada, Individu, keluarga/orang terdekat dan masyarakat yang diperkirakan atau sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan dan terjadi secara mendadak dalam suatu lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.Dalam keperawatan Kegawatan ada 2 istilah yang biasa digunakan yaitu:
1. Intensive care/perawatan intensif merupakan proses keperawatan yang memerlukan pemantuan terus menerus.
2. Critical care/Perawatan kritis dimana pasien berada dalam keadaan gawat.
Kedua jenis perawatan ini memerlukan :
a. Ruangan yang khusus
b. Alat/fasilitas khusus
c. Tenaga yang terlatih
Cakupan KGD meliputi penetapan diagnosis keperawatan dan manajemen respon pasien/keluarganya terhadap kondisi kesehatan yang terjadi mendadak
Pel Kep gawat darurat tidak terjadwal dan biasanya dilaksanakan diruangan gawat darurat (Emergency), Ambulan G.D®Ruang Kep Kritikal (ICU)
Rentang Areal Pel Gawat-Darurat
Tempat Kejadian
¯
Trasportasi, Pos Siaga dan Komunikasi
¯
UGD
¯
Kamar Bedah
¯
ICU
Tujuan Utama dari Penanganan Keadaan Darurat
- Mempertahankan kehidupan
- Mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan selanjutnya
- Menyembhkan pasien pada kondisi yang berguna bagi kehidupan
Filosofi Keperawatan Kegawatan
Beberapa hal yang dijadikan prinsip umum dalam perawatan pasien :
1. Pasien kritis/gawat disebabkan oleh banyak penyebab, namun penyebab kematian pada pasien mencakup masalah fisiologi.
2. Kematian pasien dapat dicegah dalam berbagai situasi, asalkan ada waktu untuk melakukan tindakan khusus.
3. pasien dalam ruangan intensif akan dirawat oleh perawat khusus yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah
4. Tindakan keperawatan tidak hanya didasarkan pada apa yang dilakukan, namun juga apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh pasien
5. Perawatan intensif akan dimungkinkan dapat diberikan bila ada tenaga yang terlatih, fasilitah yang cukup serta adanya alat-alat khusus.
Beberapa hal yang dijadikan prinsip Khusus dalam perawatan pasien :
1. Pertahankan jalan nafas, ventilasi yang adekuat dan lakukan resusitasi bila perlu
2. Kontrol adanya perdarahan dan resikonya
3. Evaluasi dan pertahankan cardiac output
4. Cegah dan lakukan perawatan pada keadaan shock
5. lakukan pengkajian fisik
6. Kaji apakah klien mengerti terhadap intruksi perawat
7. Evaluasi ukuran dan reaktifitas pupil dan respon motorik
8. Lakukan EKG jika perlu
9. cek adanya fraktur, termasuk fraktur servikal pada pasien trauma kepala
10. Lakukan perawatan luka
11. Cek apakah klien mempunyai kondisi medis tertentu ataupun alergi
12. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital, untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Sistem Penanggulangan Penderita gawat Darurat
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi :
1. Penanggulangan penderita ditempat kejadian
2. Trasportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian kesaranan kesehatan yang lebih memadai
3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita gawat darurat
4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan pasien dan tenaga ahli
5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat dan ditempat rujukan (Unit gawat darurat dan ICU)
6. Upaya pembiayaan gawat darurat
Proses Keperawatan Gawat darurat
Dipengaruhi oleh :
1. Waktu yang terbatas
2. Kondisi pasien yamg memerlukan bantuan segera
3. Kebutuhan pelayanan yang definitive diunit lain : OK, ICU
4. Informasi yang terbatas
5. Peran dan sumber daya
Sasaran Pel gawat darurat
Kecepatan resusitasi dan stabilitas pasien gawat yang mengalami perlakuan
Pengkajian Terhadap Prioritas Pelayanan :
1. Perubahan tanda vital yang signifikan ( hipo/hipertensi, hipo/hipertemia, distress pernafasan.
2. Perubahan /gangguan tingkat kesadaran
3. nyeri dada terutama pada pasien berusia > 35 tahun
4. nyeri yang hebat
5. perdaran yang tidak dapat dikendalikan
6. kondisi yang dapat memperburuk bila pengobatan ditangguhkan
7. hilangnya penglihatan secara tiba-tiba
8. prilaku membahayakan, menyerang
9. kondisi psikologi yang terganggu/permekosaan
Perencanaanm penanggulangan bencana di komunitas
1. Pembukaan komite/tim penanggulangan bencana
2. mengidentifikasi kemungkinan bahaya bencana pada daerah tertentu
3. mengadakan latihan/simulasi penanggulangan bencana.
4. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan hanya jika ada kondisi yang membahanyakan.
5. jangasn memberi minum jika ada trauma abdomen atau diperkirakan kemungkinan tindakan anestesi umum dalam waktu dekat
6. janga dipindahkan sebelum pertolongan perawat selesai dilakukan dan terdapat alat trasportasi yang memadai.
Penanggulangan saat kejadian
1. Pengelolaan jaringan komunikasi yang efektif
2. Blok area/daerah bencana
3. Mengupayakan jaringan trasportasi yang terbuka tapi terorganisasi
4. Pelaksanaan triage
Dampak Kegawatan Pada Pasien
Dampak Psikologis
Pasien diruang perawatan intensif mengalami keadaan yang sangat kritis atau mengancam kehidupan. Keadaan penyakitnya, lingkungan yang asing, penggunaan alat dan stimulus terus menerus yang mengakibatkan stress berat.
Untuk mengatasi keadaan ini menggunakan koping yang berupa:
- Menolak
- Marah
- Pasif/agresif
Tindakan Keperawatan Dampak Psikologis
- Membantu klien menentukan koping yang sesuai atau memodifikasi koping yang telah dilakukan
- Memberikan kesempatan pasien melakukan sesuatu untuk dirinya.
- Memberikan kesempatan pasien untuk membuat keputusan untuk dirinya
- Memberitahukan kepada pasien kemajuan yang dialami, walaupun sedikit
- Panggil nama pasien untuk meningkatkan harga diri pasien
- Jelaskan kepada pasien bagaimana keadaanya. Alat yang digunakan, dan bagaimana alat tersebut dapat membantu serta kapan akan dicabut
- Jelaskan kepada pasien bahwa tanda/bunyi alarm yang tidak selalu berarti bahaya
Dampak Lingkungan Kegawatan Pada Pasien
1. Sensori Imbalance
Sensori imbalance berhubungan dengan stimulus dari ke lima indra. Kualitas dan kuantitas stimulus terhadap indra ini dapat dikontrol, namun pada pasien kegawatan seringkali tidak dapat mengontrol pengaruh lingkungan terhadap input sensori.
Tindakan Keperawatan yaitu :
- Mengorentasikan pasien pada lingkungan
- Menjelaskan prosedur yang dilakukan
- Usahaka
2. Sleep Deprivation
Pada pasien kegawatan kurang tidur dapat disebabkan oleh gangguan tidur, cemas, dan nyeri.
Perawat dapat mengatasi masalah ini dengan menjadwalkan tindakan, pencahayaan tidak berlebihan, tidak ribut, memberikan pasien support dan menyakinkan pasien.
Dampak Kegawatan Pada keluarga
Pendekatan holistic merupakan pendekatan yang penting dalam memberikan asuhan keperawatan, Individu yang sakit merupakan subsistem keluarga.
Reaksi terhadap keadaan gawat berpariasi tergantung pada respon individu terhadap stress dan bagaiman mereka mengatasi stressdalam keluarga.
Peran perawat membantu keluarga dalam mengatasi masalah melalui:
- memperhatikan kebutuhan keluarga berupa kebutuhan akan informasi menyangkut keadaan pasien dan hasil yang diharapkan
- Memenuhi kebutuhan fisik/personal mencakup waktu berkunjung
- Pemberian informasi setiap hari tentang keadaan pasien
- Orentasi peraturan ruangan dan tempat keluarga menunggu pasien
Read More
1. Intensive care/perawatan intensif merupakan proses keperawatan yang memerlukan pemantuan terus menerus.
2. Critical care/Perawatan kritis dimana pasien berada dalam keadaan gawat.
Kedua jenis perawatan ini memerlukan :
a. Ruangan yang khusus
b. Alat/fasilitas khusus
c. Tenaga yang terlatih
Cakupan KGD meliputi penetapan diagnosis keperawatan dan manajemen respon pasien/keluarganya terhadap kondisi kesehatan yang terjadi mendadak
Pel Kep gawat darurat tidak terjadwal dan biasanya dilaksanakan diruangan gawat darurat (Emergency), Ambulan G.D®Ruang Kep Kritikal (ICU)
Rentang Areal Pel Gawat-Darurat
Tempat Kejadian
¯
Trasportasi, Pos Siaga dan Komunikasi
¯
UGD
¯
Kamar Bedah
¯
ICU
Tujuan Utama dari Penanganan Keadaan Darurat
- Mempertahankan kehidupan
- Mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan selanjutnya
- Menyembhkan pasien pada kondisi yang berguna bagi kehidupan
Filosofi Keperawatan Kegawatan
Beberapa hal yang dijadikan prinsip umum dalam perawatan pasien :
1. Pasien kritis/gawat disebabkan oleh banyak penyebab, namun penyebab kematian pada pasien mencakup masalah fisiologi.
2. Kematian pasien dapat dicegah dalam berbagai situasi, asalkan ada waktu untuk melakukan tindakan khusus.
3. pasien dalam ruangan intensif akan dirawat oleh perawat khusus yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah
4. Tindakan keperawatan tidak hanya didasarkan pada apa yang dilakukan, namun juga apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh pasien
5. Perawatan intensif akan dimungkinkan dapat diberikan bila ada tenaga yang terlatih, fasilitah yang cukup serta adanya alat-alat khusus.
Beberapa hal yang dijadikan prinsip Khusus dalam perawatan pasien :
1. Pertahankan jalan nafas, ventilasi yang adekuat dan lakukan resusitasi bila perlu
2. Kontrol adanya perdarahan dan resikonya
3. Evaluasi dan pertahankan cardiac output
4. Cegah dan lakukan perawatan pada keadaan shock
5. lakukan pengkajian fisik
6. Kaji apakah klien mengerti terhadap intruksi perawat
7. Evaluasi ukuran dan reaktifitas pupil dan respon motorik
8. Lakukan EKG jika perlu
9. cek adanya fraktur, termasuk fraktur servikal pada pasien trauma kepala
10. Lakukan perawatan luka
11. Cek apakah klien mempunyai kondisi medis tertentu ataupun alergi
12. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital, untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Sistem Penanggulangan Penderita gawat Darurat
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi :
1. Penanggulangan penderita ditempat kejadian
2. Trasportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian kesaranan kesehatan yang lebih memadai
3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita gawat darurat
4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan pasien dan tenaga ahli
5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat dan ditempat rujukan (Unit gawat darurat dan ICU)
6. Upaya pembiayaan gawat darurat
Proses Keperawatan Gawat darurat
Dipengaruhi oleh :
1. Waktu yang terbatas
2. Kondisi pasien yamg memerlukan bantuan segera
3. Kebutuhan pelayanan yang definitive diunit lain : OK, ICU
4. Informasi yang terbatas
5. Peran dan sumber daya
Sasaran Pel gawat darurat
Kecepatan resusitasi dan stabilitas pasien gawat yang mengalami perlakuan
Pengkajian Terhadap Prioritas Pelayanan :
1. Perubahan tanda vital yang signifikan ( hipo/hipertensi, hipo/hipertemia, distress pernafasan.
2. Perubahan /gangguan tingkat kesadaran
3. nyeri dada terutama pada pasien berusia > 35 tahun
4. nyeri yang hebat
5. perdaran yang tidak dapat dikendalikan
6. kondisi yang dapat memperburuk bila pengobatan ditangguhkan
7. hilangnya penglihatan secara tiba-tiba
8. prilaku membahayakan, menyerang
9. kondisi psikologi yang terganggu/permekosaan
Perencanaanm penanggulangan bencana di komunitas
1. Pembukaan komite/tim penanggulangan bencana
2. mengidentifikasi kemungkinan bahaya bencana pada daerah tertentu
3. mengadakan latihan/simulasi penanggulangan bencana.
4. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan hanya jika ada kondisi yang membahanyakan.
5. jangasn memberi minum jika ada trauma abdomen atau diperkirakan kemungkinan tindakan anestesi umum dalam waktu dekat
6. janga dipindahkan sebelum pertolongan perawat selesai dilakukan dan terdapat alat trasportasi yang memadai.
Penanggulangan saat kejadian
1. Pengelolaan jaringan komunikasi yang efektif
2. Blok area/daerah bencana
3. Mengupayakan jaringan trasportasi yang terbuka tapi terorganisasi
4. Pelaksanaan triage
Dampak Kegawatan Pada Pasien
Dampak Psikologis
Pasien diruang perawatan intensif mengalami keadaan yang sangat kritis atau mengancam kehidupan. Keadaan penyakitnya, lingkungan yang asing, penggunaan alat dan stimulus terus menerus yang mengakibatkan stress berat.
Untuk mengatasi keadaan ini menggunakan koping yang berupa:
- Menolak
- Marah
- Pasif/agresif
Tindakan Keperawatan Dampak Psikologis
- Membantu klien menentukan koping yang sesuai atau memodifikasi koping yang telah dilakukan
- Memberikan kesempatan pasien melakukan sesuatu untuk dirinya.
- Memberikan kesempatan pasien untuk membuat keputusan untuk dirinya
- Memberitahukan kepada pasien kemajuan yang dialami, walaupun sedikit
- Panggil nama pasien untuk meningkatkan harga diri pasien
- Jelaskan kepada pasien bagaimana keadaanya. Alat yang digunakan, dan bagaimana alat tersebut dapat membantu serta kapan akan dicabut
- Jelaskan kepada pasien bahwa tanda/bunyi alarm yang tidak selalu berarti bahaya
Dampak Lingkungan Kegawatan Pada Pasien
1. Sensori Imbalance
Sensori imbalance berhubungan dengan stimulus dari ke lima indra. Kualitas dan kuantitas stimulus terhadap indra ini dapat dikontrol, namun pada pasien kegawatan seringkali tidak dapat mengontrol pengaruh lingkungan terhadap input sensori.
Tindakan Keperawatan yaitu :
- Mengorentasikan pasien pada lingkungan
- Menjelaskan prosedur yang dilakukan
- Usahaka
2. Sleep Deprivation
Pada pasien kegawatan kurang tidur dapat disebabkan oleh gangguan tidur, cemas, dan nyeri.
Perawat dapat mengatasi masalah ini dengan menjadwalkan tindakan, pencahayaan tidak berlebihan, tidak ribut, memberikan pasien support dan menyakinkan pasien.
Dampak Kegawatan Pada keluarga
Pendekatan holistic merupakan pendekatan yang penting dalam memberikan asuhan keperawatan, Individu yang sakit merupakan subsistem keluarga.
Reaksi terhadap keadaan gawat berpariasi tergantung pada respon individu terhadap stress dan bagaiman mereka mengatasi stressdalam keluarga.
Peran perawat membantu keluarga dalam mengatasi masalah melalui:
- memperhatikan kebutuhan keluarga berupa kebutuhan akan informasi menyangkut keadaan pasien dan hasil yang diharapkan
- Memenuhi kebutuhan fisik/personal mencakup waktu berkunjung
- Pemberian informasi setiap hari tentang keadaan pasien
- Orentasi peraturan ruangan dan tempat keluarga menunggu pasien
artikel gerontik pada lansia
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, di sisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia.
Ada tiga dampak pembangunan yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia. Pertama, peningkatan prevalensi migrasi desa-kota. Kedua, meningkatnya aktivitas ekonomi wanita dan yang terakhir adalah perubahan sistem perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya pemisahan/ keluarnya penduduk lansia dari struktur keluarga. Tiga bentuk pemisahan lansia dari struktur keluarga tersebut adalah ;
a. Spatial Separation
Peningkatan prevalensi migrasi desa-kota, menyebabkan banyak penduduk lansia yang ditinggal oleh keluarganya. Meningkatnya mobilitas penduduk yang pada umumnya dilakukan oleh penduduk usia muda menyebabkan banyak penduduk lansia tidak dapat lagi menjadi satu dengan keluarga (spatial separation). Kondisi semacam ini jelas sangat menyulitkan untuk tetap menyantuni orang tua mereka pada usia lanjut.
b. Cultural Separation
Pembangunan juga berdampak pada peningkatan pendidikan wanita. Peningkatan pendidikan akan menyebabkan nilai waktu wanita di luar rumah akan lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya alokasi waktu untuk pekerjaan-pekerjaan kerumahtanggaan, termasuk mengurus orang tua. Selain pendidikan wanita, peningkatan pendidikan generasi muda secara keseluruhan dan juga akibat kemajuan komunikasi menyebabkan terjadi perbedaan nilai budaya yang cukup tajam antara penduduk usia muda dan lanjut usia. Perbedaan tersebut akan mengakibatkan kesulitan untuk menggabungkan keduanya dalam satu kehidupan.
Fenomena ini disertai perubahan bentuk keluarga dari keluarga luas menjadi keluarga inti. Dalam suatu keluarga luas, beban sosial dan ekonomi keluarga dapat ditanggung bersama antara orang tua dan anak. Sementara itu, dalam usia lanjut, tugas perawatan orang tua dapat dilakukan oleh anak. Akan tetapi, dalam keluarga inti hal semacam itu telah berubah sama sekali akibat terjadinya perges-eran fungsi sosial dan ekonomi. Peran anak di bidang sosial seperti membantu pekerjaan rumah tangga, akan digantikan oleh orang lain, biasanya pembantu. Demikian juga dalam menemani dan merawat orang tua yang lanjut usia. Peran tersebut tidak lagi dilakukan oleh anak tetapi akan diambil alih oleh institusi atau pemerintah. Apabila hal ini yang terjadi maka lansia pada akhirnya bukan lagi bagian dari suatu keluarga.
c. Economic Separation
Bersamaan dengan proses pembangunan, sistem perekonomian akan mengalami perubahan dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi secara tradisional, akan berkurang dalam masyarakat modern. Hal ini disebabkan angkatan kerja muda dengan pendidikan lebih baik lebih mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru dan akan mempunyai penghasilan yang lebih baik dari orang tuanya. Peningkatan mobilitas vertikal telah menyebabkan perubahan sikap perilaku dan aspirasi mereka terhadap aspek-aspek sosial budaya dan bahkan ekonomi. Hal ini diperkirakan telah menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab untuk menyantuni keluarga pada usia lanjut. Dilihat dari segi ekonomi, ada kecenderungan bahwa rumah tangga sebagai a unit of production shared telah berubah. Terlihat adanya pemilahan produksi antargenerasi, bahkan cenderung ke antarindividu. Hal ini jelas akan menyebabkan penduduk lanjut usia akan mengalami kesulitan dalam ekonomi.
Selain itu dalam masyarakat modern peranan orang tua sebagai sumber pengetahuan dan kebijaksanaan telah berkurang. Dalam masyarakat tradisional, peranan orang tua sangat penting dalam meneruskan pengetahuan secara lisan kepada anaknya. Dalam era modern, pengetahuan disalurkan melalui institusi-institusi formal seperti sekolah, perpustakaan, dan mass media. Oleh karenanya para orang tua merasa kehilangan rasa keintiman dan hubungan antar individu dalam keluarga, sehingga mereka merasa diasingkan.
Berkaitan dengan semua perubahan-perubahan tersebut, status orang tua juga mengalami perubahan yang berarti. Status orang tua yang tinggi dalam masyarakat dengan sistim keluarga luas, akan cenderung rendah pada masyarakat dengan keluarga inti. Status penduduk tua cenderung tinggi di masyarakat pertanian, akan rendah di masyarakat industri
Berdasarkan hal tersebut terlihat perubahan yang terjadi menyebabkan berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan sosial-ekonomi secara tradisional.
2.2 CIRI PASIEN GERIATRI DAN PSIKOGERIATRI
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
* Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
* Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
* Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
* Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN JIWA LANSIA
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
3. Perubahan Aspek Psikososial
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
1. Gangguan jantung
2. Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
3. Vaginitis
4. Baru selesai operasi : misalnya prostatektom
5. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
6. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer, serta
7. Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
* Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
* Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya
* Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
* Pasangan hidup telah meninggal
* Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb
Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia (lihat artikel MemahamiTipe Kperibadian Lansia)sebagai berikut:
· Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
· Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
· Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
· Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
· Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
· Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
· Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
· Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
· Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya
· ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia. (*)
2.4 BEBERAPA ALASAN TIMBULNYA PERHATIAN KEPEDA LANJUT USIA
BEBERAPA ALASAN TIMBULNYA PERHATIAN KEPEDA LANJUT USIA
Meliputi:
Pensiunan dan masalah-masalahnya. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke Meningkatnya jumlah lanjut usia
Pencemaran pelayanan kesehatan Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo perkembangan ilmu:
Program PBB Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
Mahalnya obat-obatan Tahun Lanjut Uaia Internasional 1 Oktober 1999
Read More
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, di sisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia.
Ada tiga dampak pembangunan yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia. Pertama, peningkatan prevalensi migrasi desa-kota. Kedua, meningkatnya aktivitas ekonomi wanita dan yang terakhir adalah perubahan sistem perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya pemisahan/ keluarnya penduduk lansia dari struktur keluarga. Tiga bentuk pemisahan lansia dari struktur keluarga tersebut adalah ;
a. Spatial Separation
Peningkatan prevalensi migrasi desa-kota, menyebabkan banyak penduduk lansia yang ditinggal oleh keluarganya. Meningkatnya mobilitas penduduk yang pada umumnya dilakukan oleh penduduk usia muda menyebabkan banyak penduduk lansia tidak dapat lagi menjadi satu dengan keluarga (spatial separation). Kondisi semacam ini jelas sangat menyulitkan untuk tetap menyantuni orang tua mereka pada usia lanjut.
b. Cultural Separation
Pembangunan juga berdampak pada peningkatan pendidikan wanita. Peningkatan pendidikan akan menyebabkan nilai waktu wanita di luar rumah akan lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya alokasi waktu untuk pekerjaan-pekerjaan kerumahtanggaan, termasuk mengurus orang tua. Selain pendidikan wanita, peningkatan pendidikan generasi muda secara keseluruhan dan juga akibat kemajuan komunikasi menyebabkan terjadi perbedaan nilai budaya yang cukup tajam antara penduduk usia muda dan lanjut usia. Perbedaan tersebut akan mengakibatkan kesulitan untuk menggabungkan keduanya dalam satu kehidupan.
Fenomena ini disertai perubahan bentuk keluarga dari keluarga luas menjadi keluarga inti. Dalam suatu keluarga luas, beban sosial dan ekonomi keluarga dapat ditanggung bersama antara orang tua dan anak. Sementara itu, dalam usia lanjut, tugas perawatan orang tua dapat dilakukan oleh anak. Akan tetapi, dalam keluarga inti hal semacam itu telah berubah sama sekali akibat terjadinya perges-eran fungsi sosial dan ekonomi. Peran anak di bidang sosial seperti membantu pekerjaan rumah tangga, akan digantikan oleh orang lain, biasanya pembantu. Demikian juga dalam menemani dan merawat orang tua yang lanjut usia. Peran tersebut tidak lagi dilakukan oleh anak tetapi akan diambil alih oleh institusi atau pemerintah. Apabila hal ini yang terjadi maka lansia pada akhirnya bukan lagi bagian dari suatu keluarga.
c. Economic Separation
Bersamaan dengan proses pembangunan, sistem perekonomian akan mengalami perubahan dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi secara tradisional, akan berkurang dalam masyarakat modern. Hal ini disebabkan angkatan kerja muda dengan pendidikan lebih baik lebih mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru dan akan mempunyai penghasilan yang lebih baik dari orang tuanya. Peningkatan mobilitas vertikal telah menyebabkan perubahan sikap perilaku dan aspirasi mereka terhadap aspek-aspek sosial budaya dan bahkan ekonomi. Hal ini diperkirakan telah menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab untuk menyantuni keluarga pada usia lanjut. Dilihat dari segi ekonomi, ada kecenderungan bahwa rumah tangga sebagai a unit of production shared telah berubah. Terlihat adanya pemilahan produksi antargenerasi, bahkan cenderung ke antarindividu. Hal ini jelas akan menyebabkan penduduk lanjut usia akan mengalami kesulitan dalam ekonomi.
Selain itu dalam masyarakat modern peranan orang tua sebagai sumber pengetahuan dan kebijaksanaan telah berkurang. Dalam masyarakat tradisional, peranan orang tua sangat penting dalam meneruskan pengetahuan secara lisan kepada anaknya. Dalam era modern, pengetahuan disalurkan melalui institusi-institusi formal seperti sekolah, perpustakaan, dan mass media. Oleh karenanya para orang tua merasa kehilangan rasa keintiman dan hubungan antar individu dalam keluarga, sehingga mereka merasa diasingkan.
Berkaitan dengan semua perubahan-perubahan tersebut, status orang tua juga mengalami perubahan yang berarti. Status orang tua yang tinggi dalam masyarakat dengan sistim keluarga luas, akan cenderung rendah pada masyarakat dengan keluarga inti. Status penduduk tua cenderung tinggi di masyarakat pertanian, akan rendah di masyarakat industri
Berdasarkan hal tersebut terlihat perubahan yang terjadi menyebabkan berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan sosial-ekonomi secara tradisional.
2.2 CIRI PASIEN GERIATRI DAN PSIKOGERIATRI
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
* Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
* Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
* Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
* Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN JIWA LANSIA
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
3. Perubahan Aspek Psikososial
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
1. Gangguan jantung
2. Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
3. Vaginitis
4. Baru selesai operasi : misalnya prostatektom
5. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
6. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer, serta
7. Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
* Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
* Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya
* Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
* Pasangan hidup telah meninggal
* Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb
Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia (lihat artikel MemahamiTipe Kperibadian Lansia)sebagai berikut:
· Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
· Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
· Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
· Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
· Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
· Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
· Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
· Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
· Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya
· ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia. (*)
2.4 BEBERAPA ALASAN TIMBULNYA PERHATIAN KEPEDA LANJUT USIA
BEBERAPA ALASAN TIMBULNYA PERHATIAN KEPEDA LANJUT USIA
Meliputi:
Pensiunan dan masalah-masalahnya. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke Meningkatnya jumlah lanjut usia
Pencemaran pelayanan kesehatan Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo perkembangan ilmu:
Program PBB Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
Mahalnya obat-obatan Tahun Lanjut Uaia Internasional 1 Oktober 1999
artikel gerontik
adalah bidang studi yang mempelajari aspek sosial, psikologi dan biologi dari proses penuaan. Hal ini berbeda dengan geriatri, yang merupakan cabang dari ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit pada lanjut usia (lansia). Istilah geriatri ini berasal dari bahasa Yunani geron yang berarti “orang tua” dan iatros yang berarti “penyembuh” alias dokter atau dukunMeski ilmu ini sudah diperkenalkan sejak 1909, namun perkembangannya tidak sepesat ilmu kedokeran yang lain. Katakanlah ilmu biologi molekuler, saat ini sebagian universitas terkenal di negeri ini “demam” dengan ilmu tersebut. Bisa jadi, penghargaan kita terhadap generasi pendahulu kita perlu diperbaharui.
Konotasi “jompo” atau orang yang tidak berdaya, amat lekat pada lansia. Barangkali, bila semakin banyak kelompok lansia yang cukup kaya untuk membiayai kesehatannya, ilmu geriatri ini akan lebih berkembang
Di Amerika, ahli geriatri adalah dokter keluarga atau dokter penyakit dalam yang memperoleh pelatihan sesuai kualifikasi ilmu geriatri. Pada pokoknya, dokter untuk lansia ini bekerja di level komunitas. Sedangkan di Inggris, sebagian besar ahli geriatri adalah ahli geriatri yang bekerja di rumah sakit, meskipun memiliki perhatian pula terhadap geriatri komunitas. Pelayanannya meliputi pelayanan orthogeriatrics (fokus pada osteoporosis dan penanganan komplikasinya), psychogeriatrics (fokus pada demensia dan depresi pada geriatri) dan rehabilitasi.
Di Indonesia memiliki sejarah yang kurang lebih sama. Adalah Prof Supartondo, ahli penyakit dalam yang merintis bidang ini. Guru besar FKUI ini, merekrut ahli penyakit dalam dari berbagai divisi seperti reumatologi (Prof Harry Isbagio), pulmonologi (dr Asril Bahar), kardiologi (Prof) dan ginjal hipertensi (Dr Suhardjono) untuk membangun divisi Geriatri. Saat ini sudah ada 2 orang ahli geriatri di FKUI yang secara khusus mendalami bidang ini, Dr. Czeresna Heriawan dan Dr. Siti Setiati
Perkembangan IPTEK memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan hidup (AHH) yaitu:
AHH di Indonesia
tahun 1971 : 46,6 tahun
tahun 1999 : 67,5 tahun
Populasi lansia akan meningkat juga yaitu:
•Pada tahun 1990 jumlah penduduk 60 tahun ± 10 juta jiwa/5,5 % dari total populasi penduduk.
•Pada tahun 2020 diperkirakan meningka 3X menjadi ± 29 juta jiwa/11,4 % dari total populasi penduduk (Lembaga Demografi FE-UI-1993).
Selanjutnya :
Terdapat hasil yang mengejutkan, yaitu:
•62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dai pekerjaannya sendiri
•59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepala keluarga
•53 % lansia masih menanggung beban kehidupan keluarga
•hanya 27,5 % lansia mendapat penghasilan dari anak/menantu
DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. kelompok menjelang usia lanjut (45 - 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. kelompok usia lanjut (55 - 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM
Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Usia lanjut : 60 - 74 tahun
2. Usia Tua : 75 - 89 tahun
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun
PROSES PENUAAN
Proses Terjadinya Penuaan
1. Biologi
a. Teori “Genetic Clock”;
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori “Error”
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis “Error Castastrophe” (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.
c. Teori “Autoimun”
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia (Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994)
d. Teori “Free Radical”
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses penuaan.
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang sempurna.
b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.
d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.
•Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi infeksi.
•Penuaan Skunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan sosial .
Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi tua.
Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas dengan apa yang diperolehnya.
Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:
1. Perubahan Mikro
•Berkurangnya cairan dalam sel
•Berkurangnya besarnya sel
•Berkurangnya jumlah sel
2. Perubahan Makro
•Mengecilnya mandibula
•Menipisnya discus intervertebralis
•Erosi permukaan sendi-sendi
•Osteoporosis
•Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi kemampuannya menurun)
•Emphysema Pulmonum
•Presbyopi
•Arterosklerosis
•Manopause pada wanita
•Demintia senilis
•Kulit tidak elastis
•Rambut memutih
Proses menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua ( Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitifitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun harus menimbulkan penyakit oleh karenanya lanjut usia harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan :
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial
2) Mampu melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto ( 1994) menyebutkan masalah-masalah yang menyertai lansia yaitu :
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak
5) Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisik, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalhan perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terkhir minta terhadap kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlikan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonmi atau pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia ( Hurlock, 1979) di kutip oleh Munandar (1994) adalah :
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya
2) penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu kwuatir karena pengangguran
5) Kurang ada motivasi
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan
Dilain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah : Minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekuatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
Faktor faktor yang mempengaruhi penuaan
1)Hereditas atau ketuaan genetik
2)Nutrisi atau makanan
3)Status kesehatan
4)Pengalaman hidup
5)Lingkungan
6)Stres
Read More
Konotasi “jompo” atau orang yang tidak berdaya, amat lekat pada lansia. Barangkali, bila semakin banyak kelompok lansia yang cukup kaya untuk membiayai kesehatannya, ilmu geriatri ini akan lebih berkembang
Di Amerika, ahli geriatri adalah dokter keluarga atau dokter penyakit dalam yang memperoleh pelatihan sesuai kualifikasi ilmu geriatri. Pada pokoknya, dokter untuk lansia ini bekerja di level komunitas. Sedangkan di Inggris, sebagian besar ahli geriatri adalah ahli geriatri yang bekerja di rumah sakit, meskipun memiliki perhatian pula terhadap geriatri komunitas. Pelayanannya meliputi pelayanan orthogeriatrics (fokus pada osteoporosis dan penanganan komplikasinya), psychogeriatrics (fokus pada demensia dan depresi pada geriatri) dan rehabilitasi.
Di Indonesia memiliki sejarah yang kurang lebih sama. Adalah Prof Supartondo, ahli penyakit dalam yang merintis bidang ini. Guru besar FKUI ini, merekrut ahli penyakit dalam dari berbagai divisi seperti reumatologi (Prof Harry Isbagio), pulmonologi (dr Asril Bahar), kardiologi (Prof) dan ginjal hipertensi (Dr Suhardjono) untuk membangun divisi Geriatri. Saat ini sudah ada 2 orang ahli geriatri di FKUI yang secara khusus mendalami bidang ini, Dr. Czeresna Heriawan dan Dr. Siti Setiati
Perkembangan IPTEK memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan hidup (AHH) yaitu:
AHH di Indonesia
tahun 1971 : 46,6 tahun
tahun 1999 : 67,5 tahun
Populasi lansia akan meningkat juga yaitu:
•Pada tahun 1990 jumlah penduduk 60 tahun ± 10 juta jiwa/5,5 % dari total populasi penduduk.
•Pada tahun 2020 diperkirakan meningka 3X menjadi ± 29 juta jiwa/11,4 % dari total populasi penduduk (Lembaga Demografi FE-UI-1993).
Selanjutnya :
Terdapat hasil yang mengejutkan, yaitu:
•62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dai pekerjaannya sendiri
•59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepala keluarga
•53 % lansia masih menanggung beban kehidupan keluarga
•hanya 27,5 % lansia mendapat penghasilan dari anak/menantu
DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. kelompok menjelang usia lanjut (45 - 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. kelompok usia lanjut (55 - 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM
Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Usia lanjut : 60 - 74 tahun
2. Usia Tua : 75 - 89 tahun
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun
PROSES PENUAAN
Proses Terjadinya Penuaan
1. Biologi
a. Teori “Genetic Clock”;
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori “Error”
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis “Error Castastrophe” (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.
c. Teori “Autoimun”
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia (Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994)
d. Teori “Free Radical”
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses penuaan.
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang sempurna.
b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.
d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.
•Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi infeksi.
•Penuaan Skunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan sosial .
Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi tua.
Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas dengan apa yang diperolehnya.
Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:
1. Perubahan Mikro
•Berkurangnya cairan dalam sel
•Berkurangnya besarnya sel
•Berkurangnya jumlah sel
2. Perubahan Makro
•Mengecilnya mandibula
•Menipisnya discus intervertebralis
•Erosi permukaan sendi-sendi
•Osteoporosis
•Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi kemampuannya menurun)
•Emphysema Pulmonum
•Presbyopi
•Arterosklerosis
•Manopause pada wanita
•Demintia senilis
•Kulit tidak elastis
•Rambut memutih
Proses menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua ( Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitifitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun harus menimbulkan penyakit oleh karenanya lanjut usia harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan :
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial
2) Mampu melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto ( 1994) menyebutkan masalah-masalah yang menyertai lansia yaitu :
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak
5) Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisik, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalhan perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terkhir minta terhadap kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlikan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonmi atau pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia ( Hurlock, 1979) di kutip oleh Munandar (1994) adalah :
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya
2) penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu kwuatir karena pengangguran
5) Kurang ada motivasi
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan
Dilain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah : Minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekuatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
Faktor faktor yang mempengaruhi penuaan
1)Hereditas atau ketuaan genetik
2)Nutrisi atau makanan
3)Status kesehatan
4)Pengalaman hidup
5)Lingkungan
6)Stres
artikel keperawatan jiwa pada lansia
Keperawatan Jiwa adalah Proses interpresonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontribusi pada fungsi yang terintegrasi. (Stuart, Sunden, 1995)Keperawatan Jiwa pada Lansia
Saat ini sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, Penggunaan alcohol kronik, atau kondisi lainnya. Hal ini menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan professional yang lain memiliki tanggung jawab yang lebih untuk merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan mental pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi dan psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola hidup.
Peran Perawat Jiwa Lansia
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain.
Sebagai konsultan, perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Praktek perawat ahli jiwa lansia yang telah lulus menempuh pendidikan spesialis di bidang ini dan mungkin akan bekerja di agensi untuk membantu pegawai dalam menjalankan program terapeutik untuk senior dengan gangguan psikiatrik atau perilaku. Perawat jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi, , remotivasi, kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat memberikan psikoterapi.
Teori Penuaan
Gerontologis tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat memasukan semua variable yang menyebabkan penuaan dan respon individu terhadap hal itu. Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori psikologis, dan teori sosiokultural.
1. Teori Biologis
a. Biological Programming Theory
Teori program biologis merupakan suatu proses sepanjang kehidupan sel yang terjadi sesuai dengan sel itu sendiri. Teori waktu kehiduan makhluk memperlihatkan adanya kemunduran biologis, kognitif, dan fungsi psikomotor yang tidak dapat dihindari dan diperbaiki, walaupun perubahan diet atau hipotermi dalam waktu yang lama dapat menunda proses tersebut.
b. Wear and Tear Theory
Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi dapat dipercepat oleh perlakuan kejam dan diprlambat oleh perawatan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan penuaan merupakan hasil dari akumulasi stres, trauma, luka, infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, gangguan metabolik dan imunologi, dan perlakuan kasar yang lama.Konsep penuaan ini memperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotif penuaan.
c. Stress-Adaptasi Theory
Teori adaptasi stres ini menegaskan efek positif dan negatif dari stres pada perkembangan biopsikososial. Sebagai efek positif, stres menstimulasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang baru, jalan adaptasi yang lebih efektif. Efek negatif dari stres bisa menjadi ketidakmampuan fungsi karena perasaan yang terlalu berlebihan. Stres sering di asumsikan dapat mempercepat proses penuaan. Stres dapat mempengaruhi kemampuan penerimaan seseorang, baik secara fisiologi, psikologis, sosial dan ekonomi. Hal ini dapat berakibat sakit atau injuri.
2. Teori psikologis,
a. Erikson’s Stage of Ego Integrity
Teori Erikson tentang perkembangan manusia mengidentifikasi tugas yang harus dicapai pada setiap tahap kehidupan. Tugas terakhir, berhubungan dengan refleksi tentang kehidupan seseorang dan pencapaiannya, ini diidentifikasi sebagai integritas ego. Jika ini tidak tercapai maka akan mengakibatkan terjadinya gangguan.
b. Life Review Theory
Pada lansia, melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan proses yang normal berkaitan dengan pendekatan terhadap kematian. Reintegrasi yang sukses dapat memberikan arti dalam kehidupan dan mempersiapkan seseorang untuk mati tanpa disertai dengan kecemasan dan rasa takut. Hasil diskusi terakhir tentang proses ini menemukan bahwa melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan salah satu strategi untuk merawat masalah kesehatan jiwa pada lansia.
c. Stability of Personality
Perubahan kepribadian secara radikal pada lansia dapat mengakibatkan penyakit otak. Para peneliti menemukan bahwa periode krisis psikologis pada saat dewasa tidak akan terjadi pada interval regular. Perubahan peran, perilaku dan situasi membutuhkan respon tingkah laku yang baru. Mayoritas lansia pada studi ini memperlihatkan adaptasi yang efektif terhadap kebutuhan ini.
3. Teori Sosiokultural
a. Disengagement Theory
Postulat pada teori ini menyatakan bahwa lansia dan penarikan diri dari lingkungan sosial merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Terdapat stereotype yang kuat dari teori ini termasuk ide bahwa lansia merasa nyaman bila berhubungan dengan orang lain seusianya.
b. Activity Theory
Teori aktivitas berpendapat bahwa penuaan harus disertai dengan keaktifan beraktifitas sebisa mungkin. Teori ini memperlihatkan efek positif dari aktivitas terhadap kepribadian lansia, kesehatan jiwa, dan kepuasan dalam hidup.
c. The Family in Later Life
Teori keluarga berfokus pada keluarga sebagai unti dasar perkembangan emosi seseorang. Teori ini berpendapat bahwa pusat proses siklus kehidupan adalah perubahan sistem hubungan dengan orang lain untuk medukung fungsi masuk, keluar dan perkembangan anggota keluarga. Gejala fisik, emosi, dan sosial dipercaya merupakan repleksi dari masalah negosiasi dan transisi pada siklus kehidupan keluarga.
Pengkajian Pasien Lansia
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis, psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi gangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
Wawancara
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status, seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia karena beberapa hal termasuk :
1. Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
2. Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
3. Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
4. Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan keterbatasan kognitif .
Status Afektif
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama kehidupan.
Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid, Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur depresi.
Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.
Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa dan emosi.
Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi
Activities of Daily Living
Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL ( mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam menjalankan ADL.
The Katz Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal; funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan pengobatan medis juga harus dikaji.
Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas.
Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila mengalami kehilangan dan perubahan peran yang signifikan. Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan kesepian.
Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
Interaksi Pasien- Keluarga
Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada anggota keluarga yang sudah dewasa.
Read More
Saat ini sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, Penggunaan alcohol kronik, atau kondisi lainnya. Hal ini menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan professional yang lain memiliki tanggung jawab yang lebih untuk merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan mental pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi dan psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola hidup.
Peran Perawat Jiwa Lansia
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain.
Sebagai konsultan, perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Praktek perawat ahli jiwa lansia yang telah lulus menempuh pendidikan spesialis di bidang ini dan mungkin akan bekerja di agensi untuk membantu pegawai dalam menjalankan program terapeutik untuk senior dengan gangguan psikiatrik atau perilaku. Perawat jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi, , remotivasi, kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat memberikan psikoterapi.
Teori Penuaan
Gerontologis tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat memasukan semua variable yang menyebabkan penuaan dan respon individu terhadap hal itu. Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori psikologis, dan teori sosiokultural.
1. Teori Biologis
a. Biological Programming Theory
Teori program biologis merupakan suatu proses sepanjang kehidupan sel yang terjadi sesuai dengan sel itu sendiri. Teori waktu kehiduan makhluk memperlihatkan adanya kemunduran biologis, kognitif, dan fungsi psikomotor yang tidak dapat dihindari dan diperbaiki, walaupun perubahan diet atau hipotermi dalam waktu yang lama dapat menunda proses tersebut.
b. Wear and Tear Theory
Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi dapat dipercepat oleh perlakuan kejam dan diprlambat oleh perawatan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan penuaan merupakan hasil dari akumulasi stres, trauma, luka, infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, gangguan metabolik dan imunologi, dan perlakuan kasar yang lama.Konsep penuaan ini memperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotif penuaan.
c. Stress-Adaptasi Theory
Teori adaptasi stres ini menegaskan efek positif dan negatif dari stres pada perkembangan biopsikososial. Sebagai efek positif, stres menstimulasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang baru, jalan adaptasi yang lebih efektif. Efek negatif dari stres bisa menjadi ketidakmampuan fungsi karena perasaan yang terlalu berlebihan. Stres sering di asumsikan dapat mempercepat proses penuaan. Stres dapat mempengaruhi kemampuan penerimaan seseorang, baik secara fisiologi, psikologis, sosial dan ekonomi. Hal ini dapat berakibat sakit atau injuri.
2. Teori psikologis,
a. Erikson’s Stage of Ego Integrity
Teori Erikson tentang perkembangan manusia mengidentifikasi tugas yang harus dicapai pada setiap tahap kehidupan. Tugas terakhir, berhubungan dengan refleksi tentang kehidupan seseorang dan pencapaiannya, ini diidentifikasi sebagai integritas ego. Jika ini tidak tercapai maka akan mengakibatkan terjadinya gangguan.
b. Life Review Theory
Pada lansia, melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan proses yang normal berkaitan dengan pendekatan terhadap kematian. Reintegrasi yang sukses dapat memberikan arti dalam kehidupan dan mempersiapkan seseorang untuk mati tanpa disertai dengan kecemasan dan rasa takut. Hasil diskusi terakhir tentang proses ini menemukan bahwa melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan salah satu strategi untuk merawat masalah kesehatan jiwa pada lansia.
c. Stability of Personality
Perubahan kepribadian secara radikal pada lansia dapat mengakibatkan penyakit otak. Para peneliti menemukan bahwa periode krisis psikologis pada saat dewasa tidak akan terjadi pada interval regular. Perubahan peran, perilaku dan situasi membutuhkan respon tingkah laku yang baru. Mayoritas lansia pada studi ini memperlihatkan adaptasi yang efektif terhadap kebutuhan ini.
3. Teori Sosiokultural
a. Disengagement Theory
Postulat pada teori ini menyatakan bahwa lansia dan penarikan diri dari lingkungan sosial merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Terdapat stereotype yang kuat dari teori ini termasuk ide bahwa lansia merasa nyaman bila berhubungan dengan orang lain seusianya.
b. Activity Theory
Teori aktivitas berpendapat bahwa penuaan harus disertai dengan keaktifan beraktifitas sebisa mungkin. Teori ini memperlihatkan efek positif dari aktivitas terhadap kepribadian lansia, kesehatan jiwa, dan kepuasan dalam hidup.
c. The Family in Later Life
Teori keluarga berfokus pada keluarga sebagai unti dasar perkembangan emosi seseorang. Teori ini berpendapat bahwa pusat proses siklus kehidupan adalah perubahan sistem hubungan dengan orang lain untuk medukung fungsi masuk, keluar dan perkembangan anggota keluarga. Gejala fisik, emosi, dan sosial dipercaya merupakan repleksi dari masalah negosiasi dan transisi pada siklus kehidupan keluarga.
Pengkajian Pasien Lansia
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis, psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi gangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
Wawancara
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status, seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia karena beberapa hal termasuk :
1. Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
2. Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
3. Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
4. Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan keterbatasan kognitif .
Status Afektif
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama kehidupan.
Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid, Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur depresi.
Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.
Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa dan emosi.
Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi
Activities of Daily Living
Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL ( mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam menjalankan ADL.
The Katz Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal; funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan pengobatan medis juga harus dikaji.
Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas.
Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila mengalami kehilangan dan perubahan peran yang signifikan. Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan kesepian.
Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
Interaksi Pasien- Keluarga
Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada anggota keluarga yang sudah dewasa.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
Blog Archive
-
2016
(1)
- 09/18 - 09/25 (1)
-
2015
(10)
- 10/11 - 10/18 (1)
- 09/13 - 09/20 (1)
- 09/06 - 09/13 (1)
- 07/05 - 07/12 (1)
- 05/17 - 05/24 (6)
-
2014
(1)
- 04/13 - 04/20 (1)
-
2012
(770)
- 02/19 - 02/26 (5)
- 02/12 - 02/19 (10)
- 02/05 - 02/12 (4)
- 01/29 - 02/05 (27)
- 01/22 - 01/29 (88)
- 01/15 - 01/22 (101)
- 01/08 - 01/15 (169)
- 01/01 - 01/08 (366)
-
2011
(4478)
- 12/25 - 01/01 (336)
- 12/18 - 12/25 (62)
- 12/11 - 12/18 (70)
- 12/04 - 12/11 (77)
- 11/27 - 12/04 (40)
- 11/20 - 11/27 (67)
- 11/13 - 11/20 (198)
- 11/06 - 11/13 (187)
- 10/30 - 11/06 (340)
- 10/23 - 10/30 (32)
- 10/16 - 10/23 (109)
- 10/09 - 10/16 (80)
- 08/14 - 08/21 (75)
- 08/07 - 08/14 (81)
- 07/31 - 08/07 (82)
- 07/24 - 07/31 (66)
- 07/17 - 07/24 (91)
- 07/10 - 07/17 (47)
- 07/03 - 07/10 (44)
- 06/26 - 07/03 (53)
- 06/19 - 06/26 (59)
- 06/12 - 06/19 (47)
- 06/05 - 06/12 (65)
- 05/29 - 06/05 (63)
- 05/22 - 05/29 (77)
- 05/15 - 05/22 (115)
- 05/08 - 05/15 (65)
- 05/01 - 05/08 (104)
- 04/24 - 05/01 (45)
- 04/17 - 04/24 (70)
- 04/10 - 04/17 (134)
- 04/03 - 04/10 (72)
- 03/27 - 04/03 (18)
- 03/20 - 03/27 (47)
- 03/13 - 03/20 (68)
- 03/06 - 03/13 (40)
- 02/27 - 03/06 (56)
- 02/20 - 02/27 (77)
- 02/13 - 02/20 (76)
- 02/06 - 02/13 (198)
- 01/30 - 02/06 (194)
- 01/23 - 01/30 (132)
- 01/16 - 01/23 (196)
- 01/09 - 01/16 (202)
- 01/02 - 01/09 (121)
-
2010
(2535)
- 12/26 - 01/02 (156)
- 12/19 - 12/26 (65)
- 12/12 - 12/19 (73)
- 12/05 - 12/12 (84)
- 11/28 - 12/05 (80)
- 11/21 - 11/28 (68)
- 11/14 - 11/21 (63)
- 11/07 - 11/14 (50)
- 10/31 - 11/07 (50)
- 10/24 - 10/31 (36)
- 10/17 - 10/24 (58)
- 10/10 - 10/17 (35)
-
10/03 - 10/10
(31)
- Kardiomiopati Restriktif
- artikel Asuhan Keperawatan medikal bedah
- artikel keperawatan medikal bedah
- artikel gawat darurat lagi
- artikel gawat darurat
- artikel gerontik pada lansia
- artikel gerontik
- artikel keperawatan jiwa pada lansia
- artikel keperawatan jiwa
- artikel keperawatan anak dengan demam berdarah
- artikel keperawatan anak dengan demam rematik
- Mengembangkan Pasar Pelayanan Keperawatan
- Depression
- Penerimaan Perawat/ Nurse ( Kagoshi) ke Jepang S...
- Tips Cegah Kaki Beraroma Tidak Sedap
- LANSIA DENGAN SOSIAL KULTUR
- Perawatan Luka Bakar
- Beno tambatan hati seorang gadis.
- Bagaimana Cara Mengenali Bau Mulut Anda
- CARA KB KALENDER (KB ALAMI)
- Komunikatif dan Cepat tanggap, jinakan hati pasien.
- Langsing dengan Twitter
- Google Tambah Fitur Jejaring Sosial
- Dax Shepard Can't Shake His Douchebag Reputation
- Kesehatan Reproduksi Perempuan
- Penyebab Perdarahan Trimester Awal Kehamilan
- waspada Anemia pada Kehamilan
- Informasi CPNS Sulsel 2010
- Terindeks di One Page Google
- KTI Kebidanan
- Dimana hati nuranimu mengendap
- 09/26 - 10/03 (21)
- 09/19 - 09/26 (26)
- 09/12 - 09/19 (55)
- 09/05 - 09/12 (65)
- 08/29 - 09/05 (33)
- 08/22 - 08/29 (70)
- 08/15 - 08/22 (45)
- 08/08 - 08/15 (35)
- 08/01 - 08/08 (37)
- 07/25 - 08/01 (27)
- 07/18 - 07/25 (19)
- 07/11 - 07/18 (30)
- 07/04 - 07/11 (56)
- 06/27 - 07/04 (28)
- 06/20 - 06/27 (22)
- 06/13 - 06/20 (30)
- 06/06 - 06/13 (21)
- 05/30 - 06/06 (5)
- 05/16 - 05/23 (6)
- 05/09 - 05/16 (29)
- 05/02 - 05/09 (59)
- 04/25 - 05/02 (28)
- 04/18 - 04/25 (38)
- 04/11 - 04/18 (70)
- 04/04 - 04/11 (59)
- 03/28 - 04/04 (65)
- 03/21 - 03/28 (89)
- 03/14 - 03/21 (218)
- 03/07 - 03/14 (95)
- 02/28 - 03/07 (135)
- 02/21 - 02/28 (102)
- 01/03 - 01/10 (68)
-
2009
(1652)
- 12/27 - 01/03 (36)
- 12/20 - 12/27 (22)
- 12/13 - 12/20 (100)
- 12/06 - 12/13 (45)
- 11/29 - 12/06 (24)
- 11/22 - 11/29 (22)
- 11/15 - 11/22 (19)
- 11/08 - 11/15 (28)
- 11/01 - 11/08 (11)
- 10/25 - 11/01 (17)
- 10/18 - 10/25 (38)
- 10/11 - 10/18 (33)
- 10/04 - 10/11 (15)
- 09/27 - 10/04 (21)
- 09/20 - 09/27 (7)
- 09/13 - 09/20 (84)
- 09/06 - 09/13 (35)
- 08/30 - 09/06 (48)
- 08/23 - 08/30 (118)
- 08/16 - 08/23 (26)
- 08/09 - 08/16 (34)
- 08/02 - 08/09 (35)
- 07/26 - 08/02 (31)
- 07/19 - 07/26 (14)
- 07/12 - 07/19 (16)
- 07/05 - 07/12 (28)
- 06/28 - 07/05 (26)
- 06/21 - 06/28 (76)
- 06/14 - 06/21 (26)
- 06/07 - 06/14 (21)
- 05/31 - 06/07 (43)
- 05/24 - 05/31 (38)
- 05/17 - 05/24 (26)
- 05/10 - 05/17 (52)
- 05/03 - 05/10 (15)
- 04/26 - 05/03 (38)
- 04/19 - 04/26 (32)
- 04/12 - 04/19 (22)
- 04/05 - 04/12 (20)
- 03/29 - 04/05 (40)
- 03/22 - 03/29 (43)
- 03/15 - 03/22 (18)
- 03/08 - 03/15 (14)
- 03/01 - 03/08 (22)
- 02/22 - 03/01 (12)
- 02/15 - 02/22 (9)
- 02/08 - 02/15 (11)
- 02/01 - 02/08 (19)
- 01/25 - 02/01 (37)
- 01/18 - 01/25 (21)
- 01/11 - 01/18 (33)
- 01/04 - 01/11 (31)
-
2008
(700)
- 12/28 - 01/04 (13)
- 12/21 - 12/28 (9)
- 12/14 - 12/21 (57)
- 12/07 - 12/14 (5)
- 11/30 - 12/07 (18)
- 11/23 - 11/30 (33)
- 11/16 - 11/23 (31)
- 11/09 - 11/16 (23)
- 11/02 - 11/09 (18)
- 10/26 - 11/02 (11)
- 10/19 - 10/26 (15)
- 10/12 - 10/19 (13)
- 10/05 - 10/12 (25)
- 09/28 - 10/05 (2)
- 09/21 - 09/28 (14)
- 09/14 - 09/21 (19)
- 09/07 - 09/14 (43)
- 08/31 - 09/07 (3)
- 08/24 - 08/31 (33)
- 08/17 - 08/24 (65)
- 08/10 - 08/17 (4)
- 08/03 - 08/10 (26)
- 07/27 - 08/03 (6)
- 07/20 - 07/27 (19)
- 07/13 - 07/20 (18)
- 07/06 - 07/13 (60)
- 06/29 - 07/06 (53)
- 06/22 - 06/29 (49)
- 06/15 - 06/22 (11)
- 06/08 - 06/15 (4)
Popular Posts
-
ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
-
KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
-
Setelah beberapa minggu ini cari materi buat postingan baru, mendadak dapat inspirasi setelah rekan Anton Wijaya menulis di buku tamu Keper...
-
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
-
Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
-
DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
-
Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
-
Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...
-
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
-
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar dinegara berkembang dan dinegara miskin. Sekitar 25 – 50% ke...
© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates