Jumat, 24 Juli 2009
Seberapa banyak waktu tidur yang anda butuhkan?
Manusia perlu istirahat tidur dalam jumlah tertentu dan tergantung pada tiap-tiap tingkatan perkembangannya. Sampai pada suatu tingkat tertentu, keturunan menentukan bagaimana orang-orang tidur semasa hidupnya. Kembar identik contohnya, mempunyai lebih banyak kesamaan pola tidur daripada kembar non identik atau saudara kandung. Perbedaan dalam tidur dan bangun sepertinya merupakan bawaan sejak lahir. Ada semacam istilah dan pernyataan, burung hantu dan burung yang suka menyanyi di pagi hari, tukang tidur dan sebaliknya, orang-orang yang segar, lincah setelah tidur selama 5 jam dan orang-orang lainnya yang groggy (pening, puyeng, terhuyung-huyung)) apabila tidur mereka kurang dari 9 jam.
Meskipun demikian, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tidur. Faktor umur adalah pengaruh yang paling penting pada ritme tidur dasar dari seseorang, karena umur mempengaruhi seberapa banyak tidur yang diperoleh dalam satu malam tertentu serta berpengaruh pada arsitektur tidur pada seseorang.
Pada masa anak-anak.
Bagi orang dewasa tidur seperti tidurnya bayi tidak hanya menjadi satu hal yang tidak realistis tapi juga satu hal yang tidak dikehendaki. Seorang bayi yang baru lahir mungkin bisa tidur 8 kali dalam sehari, mengakumulasi sebanyak 18 jam tidur dan menghabiskan sekitar setengahnya dalam kondis REM sleep. Rem sleep merupakan suatu kondisi atau keadaan ketika seseorang tidur, di mana mata bergerak dengan cepat dan kelopak mata tetap dalam keadaan tertutup. Masa REM ke siklus non REM lebih pendek, biasanya bertahan lama kurang dari satu jam.
Sekitar usia empat minggu, periode tidur bayi baru lahir menjadi lebih lama. Menjelang enam bulan, bayi menghabiskan periode tidur yang lebih lama dan periode tidur non REM yang lebih teratur; kebanyakan mulai tidur sampai malam dan tidur sebentar-sebentar di pagi dan sore hari. Pada masa-masa usia prasekolah, tidur siang hari yang hanya sebentar-sebentar lambat laun akan berkurang, sampai menjelang umur enam tahun kebanyakan anak tidak tidur seharian dan tidur ssekitar 10 jam di malam harinya.
Antara usia tujuh tahun dan masa pubertas, produksi nocturnal melatonin mencapai puncak, dan pola tidur pada usia ini adalah tidur yang nyenyak dan menyegarkan. Pada usia ini, apabila seorang anak mengantuk pada siang hari, hal ni perlu diperhatikan kenapa dan apa saja sebabnya bisa seperti itu.
Nocturnal melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pineal yang ada didalam otak dan terbentuknya hormon ini dipicu oleh gelap (nocturnal/malam hari). Kadar hormon melatonin juga akan mencapai puncaknya menjelang pagi hari sekitar jam 02 00 – 04 00 dan mencapai kadar paling rendah pada sore hari.Hormon ini turut membantu mengatur bioritme atau irama tubuh dalam hal pengaturan tidur.
Hormon ini secara alamiah akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia manusia biasanya akan mengalami penurunan yang drastis sekitar usia 40 tahun. Oleh sebab itu dengan menurunnya hormon melatonin ini maka kualitas tidurpun akan menurun dan dampak yang sering dialami adalah irama tidur akan berubah sehingga kadang mengalami kesulitan tidur
PEMERINTAH DIMINTA PRODUKSI VAKSIN MENINGITIS
Majelis Ulama Indonesia (MUI ) mendorong pemerintah untuk dapat membuat vaksin Maningitis sendiri. Hal ini dilakukan agar musim haji tahun depan jemaah haji Indonesia tidak lagi menggunakan vaksin yang bercampur enzim babi."Kita sudah mendorong pemerintah," ujar Ketua Majelis Fatwa MUI KH Ma'ruf Amin saat berbincang dengan okezone melalui telepon, Jumat (24/7/2009).Mengenai masih digunakannya
Read More
TIPS CARA MEMPERBESAR PENIS
Artikel ini saya ambil dari postingan blogdokter dan mungkin bermanfaat...Sering kita baca di majalah atau koran iklan yang katanya mampu untuk memperbesar alat kelamin pria. Dengan tanpa operasi mereka bisa membuat burung anda beberapa kali lipat lebih besar dari sebelumnya. Maestro di bidang ini pun bermunculan, salah satu yang paling terkenal adalah alm. Mak Erot.Memang di kalangan pria ada
Read More
Kamis, 23 Juli 2009
ASUHAN KEPERAWATAN APPENDISITIS
ASKEP APPENDISITIS
I. PENGERTIAN
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997)
Download Askep Appendicitis
II.ETIOLOGI
Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:
a. Fekalis/ massa keras dari feses
b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid
c. Benda asing
III. PATOFISIOLOGI
Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi pus
IV. PATHWAYS
Untuk Membuka Klik DI SINI
Untuk Mendownload klik DISINI
V. TANDA DAN GEJALA
• Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
• Mual, muntah
• Anoreksia, malaisse
• Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
• Spasme otot
• Konstipasi, diare
(Brunner & Suddart, 1997)
VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%
• Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
• Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
• Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)
VII. KOMPLIKASI
• Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks
• Tromboflebitis supuratif
• Abses subfrenikus
• Obstruksi intestinal
VIII. PENATALAKSANAAN
• Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
• Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
• Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)
IX. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ istirahat: Malaise
2. Sirkulasi : Tachikardi
3. Eliminasi
• Konstipasi pada awitan awal
• Diare (kadang-kadang)
• Distensi abdomen
• Nyeri tekan/lepas abdomen
• Penurunan bising usus
4.Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
5.Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
6.Keamanan : demam
7.Pernapasan
•Tachipnea
•Pernapasan dangkal
(Brunner & Suddart, 1997)
X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
• Penyembuhan luka berjalan baik
• Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
• Tekanan darah >90/60 mmHg
• Nadi lebih 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
• Abdomen lunak, tidak ada distensi
• Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat
b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal
c. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
d. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
e. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
f. Kolaborasi: antibiotik
2. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
• Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
• Tampak rileks
• Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
a. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
c. Dorong untuk ambulasi dini
d. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang tegang
e. Hindari tekanan area popliteal
f. Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil;
• Membran mukosa lembab
• Turgor kulit baik
• Keluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
• Tanda vital stabil
Intervensi:
a. Awasi tekanan darah dan tanda vial
b. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
c. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
d. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus
e. Berikan perawatan mulut sering
f. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
g. Berikan cairan IV dan Elektrolit
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Kriteria:
• Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
• Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
a. Kaji ulang pembatasan aktivitas paska oerasi
b. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik
c. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
d. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
(Doenges, 1993)
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC
2. Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC
3. Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
4.Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. K\Jakarta. EG
Tag : Askep Appendicitis, Askep APP, Askep Apendiksitis, Penyakit Usus Buntu, Gejala Usus Buntu, Tanda usus buntu, Pengobatan Usus Buntu, Nyeri Perut
Macam-macam olah raga /latihan fisik yang baik bagi lansia
Macam-macam olah raga /latihan fisik yang baik bagi lansiaBeberapa contoh olahraga/latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran, kesegaran, dan kelenturan fisiknya adalah sebagai berikut:1. Pekerjaan rumah dan berkebunKegiatan ini dapat meberikan suatu latihan yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran jasmaniah. Akan tetapi harus dikerjakan secara tepat
Read More
Rabu, 22 Juli 2009
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)
DEFENISI: Demam dengue (Dengue Fever) dan Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever DBD/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis: demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Sindrom Renjatan Dengue/Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah demam berdarah dengue yang disertai
Read More
Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi keperawatan sangat diperlukan sebagai bukti dari apa yang telah perawat lakukan untuk memulihkan kesehatan pasien. Tetapi, proses pendokumentasian keperawatan ini banyak dikeluhkan baik oleh perawat itu sendiri maupun oleh orang luar karena prosesnya yang cukup memakan waktu. Sudah semestinya kita memanfaatkan teknologi komputer untuk membantu proses ini. Setahu saya, baru RS Banyumas yang telah ”menDigitalkan” dokumentasi keperawatan ini, silahkan anda kunjungi blog perawatbanyumas.wordpress.com.
L EMBAR RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Tanggal :
Nama Pemberi asuhan :
Ruangan :
Inisial Pasien :
Diagnosa medis :
Pengkajian :
Diagnosa Keperawatan: copy and paste dari NNN Linkages/NANDA atau klik disiniDefinisi : copy and paste dari NNN Linkages/NANDA atau klik disiniData Objektif/subjektif :
Perencanaan NOC
Tujuan :
Definisi setiap Kriteria hasil (copy and paste dari NNN Linkages or, lihat NOC)
Aktivitas Keperawatan NIC
Kelompok Nursing Intervention (Ceklist) (Lihat diagram dibawah):
1. Dasar : Fisiologi (Class A-F)
2. Kompleks : Fisiologis (Class G-N)
3. Perilaku (Class O-T)
4. Keamanan (Class U-V)
5. Keluarga (Class W, X, Z)
6. Sistem Kesehatan (Class Ya-Yb)
7. Komunitas (Class Yc-Yd)
Definisi dari tiap intervensi : (copy and paste dari NNN Linkages or, see NIC):
References (APA style) :
Kelompok NIC
1. Dasar : Fisiologis
A. Manajemen Aktivitas dan latihan
B. Manajemen Eliminasi
C. Manajemen Immobilisasi
D. Dukungan Nutrisi
E. Promasi kesehatan fisik
F. Fasilitasi Perawatan diri
2. Kompleks : Fisiologis
G. Manajemen elektrolit dan asam-basa
H. Manajemen obat
I. Manajemen neurology
J. Perawatan Perioperatif
K. Manajemen Respiratori
L. Manajemen kulit/luka
M. Thermoregulasi
N. Manajemen perfusi jaringan
S. Pendidikan pasien
3. Perilaku
O. Terapi perilaku
P. Terapi kognitif
Q. Peningkatan komunikasi
T. Promosi kesehatan psikologis
4. Keamanan
U. Manajemen Krisis
V. Manajemen risiko
5. Keluarga
W. Perawatan Childbearing
Z. Perawatan Childrearing
X. Lifespan Care
6. Sistem Kesehatan
Y. Mediasi Sistem Kesehatan
Ya. Manajemen Sistem Kesehatan
Yb. Manajemen Informasi
7. Komunitas
Yc. Promosi kesehatan Komunitas
Yd. Manajemen komunitas berisiko
NANDA : North American Nursing Diagnosis Association
NOC : Nursing Intervention Classification
NIC : Nursing Outcome Classification
CONTOH
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Kerusakan pertukaran gas
Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (O2 dan
CO2) yang aktual atau risiko antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
TANDA DAN GEJALA
Data mayor :
Dispnea saat melakukan aktivitas
Data minor :
ETIOLOGIFaktor-faktor yang berhubungan :
Patofisiologis
Berhubungan dengan sekresi yang kental atau sekresi yang berlebihan, sekunder terhadap :
Infeksi
Fibrosis kistik
Influensa
Berhubungan dengan imobilitas, sekresi statis, dan batuk tidak efektif, sekunder terhadap :
Penyakit persarafan (Sindrom guillain barre, miastenia gravis)
Depresi sistem saraf pusat/trauma kepala
Cedera serebrovaskular (stroke)
Quadriplegia
Tindakan
Berhubungan dengan imobilitas, sekunder terhadap :
Efek sedasi dari medikasi
Anestesia umum atau spinal
Berhubungan dengan supresi refleks batuk
Berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi.
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan imobilitas
Pembedahan atau trauma
Nyeri, ketakutan, ansietas
Keletihan
Kerusakan persepsi/kognitif
Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah
Berhubungan dengan hilangnya mekanisme pembersiha siliar, respons inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir, sekunder terhadap merokok
Bersambung .............
Read More
Dokumentasi keperawatan sangat diperlukan sebagai bukti dari apa yang telah perawat lakukan untuk memulihkan kesehatan pasien. Tetapi, proses pendokumentasian keperawatan ini banyak dikeluhkan baik oleh perawat itu sendiri maupun oleh orang luar karena prosesnya yang cukup memakan waktu. Sudah semestinya kita memanfaatkan teknologi komputer untuk membantu proses ini. Setahu saya, baru RS Banyumas yang telah ”menDigitalkan” dokumentasi keperawatan ini, silahkan anda kunjungi blog perawatbanyumas.wordpress.com.
L EMBAR RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Tanggal :
Nama Pemberi asuhan :
Ruangan :
Inisial Pasien :
Diagnosa medis :
Pengkajian :
Diagnosa Keperawatan: copy and paste dari NNN Linkages/NANDA atau klik disiniDefinisi : copy and paste dari NNN Linkages/NANDA atau klik disiniData Objektif/subjektif :
Perencanaan NOC
Tujuan :
Definisi setiap Kriteria hasil (copy and paste dari NNN Linkages or, lihat NOC)
Aktivitas Keperawatan NIC
Kelompok Nursing Intervention (Ceklist) (Lihat diagram dibawah):
1. Dasar : Fisiologi (Class A-F)
2. Kompleks : Fisiologis (Class G-N)
3. Perilaku (Class O-T)
4. Keamanan (Class U-V)
5. Keluarga (Class W, X, Z)
6. Sistem Kesehatan (Class Ya-Yb)
7. Komunitas (Class Yc-Yd)
Definisi dari tiap intervensi : (copy and paste dari NNN Linkages or, see NIC):
References (APA style) :
Kelompok NIC
1. Dasar : Fisiologis
A. Manajemen Aktivitas dan latihan
B. Manajemen Eliminasi
C. Manajemen Immobilisasi
D. Dukungan Nutrisi
E. Promasi kesehatan fisik
F. Fasilitasi Perawatan diri
2. Kompleks : Fisiologis
G. Manajemen elektrolit dan asam-basa
H. Manajemen obat
I. Manajemen neurology
J. Perawatan Perioperatif
K. Manajemen Respiratori
L. Manajemen kulit/luka
M. Thermoregulasi
N. Manajemen perfusi jaringan
S. Pendidikan pasien
3. Perilaku
O. Terapi perilaku
P. Terapi kognitif
Q. Peningkatan komunikasi
T. Promosi kesehatan psikologis
4. Keamanan
U. Manajemen Krisis
V. Manajemen risiko
5. Keluarga
W. Perawatan Childbearing
Z. Perawatan Childrearing
X. Lifespan Care
6. Sistem Kesehatan
Y. Mediasi Sistem Kesehatan
Ya. Manajemen Sistem Kesehatan
Yb. Manajemen Informasi
7. Komunitas
Yc. Promosi kesehatan Komunitas
Yd. Manajemen komunitas berisiko
NANDA : North American Nursing Diagnosis Association
NOC : Nursing Intervention Classification
NIC : Nursing Outcome Classification
CONTOH
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Kerusakan pertukaran gas
Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (O2 dan
CO2) yang aktual atau risiko antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
TANDA DAN GEJALA
Data mayor :
Dispnea saat melakukan aktivitas
Data minor :
- Bingung/agitasi.
- Kecenderungan untuk mengambil posisi tiga titik (duduk, 1 tangan pada setiap lutut, condong kedepan).
- Bernapas dengan bibir dengan fase ekspirasi yang lama.
- Letargi dan keletihan.
- Peningkatan tahanan vaskular pulmonal.
- Penurunan motilitas lambung.
- Penurunan isi oksigen, penurunan saturasi O2, penurunan PCO2 seperti yang diperlihatkan oleh hasil analisa gas darah.
- Sianosis.
ETIOLOGIFaktor-faktor yang berhubungan :
Patofisiologis
Berhubungan dengan sekresi yang kental atau sekresi yang berlebihan, sekunder terhadap :
Infeksi
Fibrosis kistik
Influensa
Berhubungan dengan imobilitas, sekresi statis, dan batuk tidak efektif, sekunder terhadap :
Penyakit persarafan (Sindrom guillain barre, miastenia gravis)
Depresi sistem saraf pusat/trauma kepala
Cedera serebrovaskular (stroke)
Quadriplegia
Tindakan
Berhubungan dengan imobilitas, sekunder terhadap :
Efek sedasi dari medikasi
Anestesia umum atau spinal
Berhubungan dengan supresi refleks batuk
Berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi.
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan imobilitas
Pembedahan atau trauma
Nyeri, ketakutan, ansietas
Keletihan
Kerusakan persepsi/kognitif
Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah
Berhubungan dengan hilangnya mekanisme pembersiha siliar, respons inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir, sekunder terhadap merokok
Bersambung .............
Senin, 20 Juli 2009
PENANGGULANGAN KERACUNAN AKUT
Insidensi Dan Etiologi
Intoksikasi obat dapat timbul akut atau kronik. Dapat terjadi akibat usaha bunuh diri (tentamen Suicide), pembunuhan (homicide), maupun kecelakaan tidak sengaja (accident). Pada orang dewasa keracunan obat umumnya akibat bunuh diri, kebanyakan dilakukan oleh wanita muda (10 – 30 tahun).Penyebab keracunan pada orang dewasa terbanyak adalah insektisida fosfat organic (IFO), analgetika, minyak tanah, sedative-hipnotika, bahan korosif, dan pestisida lain (hidrokarbon klorin dan racun tikus). Pada anak terbanyak karena terminum minyak tanah.
Diagnosis
Pada setiap penderita yang sebelumnya tampak sehat, kemudian mendadak timbul gejala-gejala : koma, kejang-kejang, syok, sianosis, psikosis akut, gagal ginjal akut atau gagal hati akut, tanpa diketahui penyebabnya, pikirkan kemungkinan terjadinya keracunan akut.
Anamnesis
• Usahakan mendapatkan nama, jumlah bahan, serta saat penderita meminum obat.
• Tanya bekas-bekas bungkus, tempat, atau botol obat, resep terakhir, serta surat-surat yang mungkin baru saja ditulis.
• Tanya riwayat perselisihan dengan keluarga, teman dekat, teman sekantor tau ada tidaknya masalah ekonomi yang berat.
• Tanyakan usaha pengobatan yang telah dilakukan.
Pemeriksaan fisik
• Ukur tekanan darh,nadi, suhu dan frekuensi pernapasan.
• Tentukan tingkat serta sifat-sifat gangguan kesadaran penderita.
• Lakukan pemeriksaan fisik yang teliti, dan cari gejala-gejala keracunan yang mungkin timbul.
Sebagai contoh :
• Koma yang tenang (kalem) : golongan sedative-hipnotika
• Koma dengan gelisah sampai kejang-kejang : alcohol, INH, maupun insektisida hidrokarbon klorin.
• Adanya luka-luka sekitar mulut : bahan korosif.
• Adanya hipersalivasi, hiper hidrosis, pupil miosis :insektisida fosfat organic (IFO)
Pemeriksaan laboratorium
• Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.
• Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate.
• Pemeriksaan toksikologi :
1. Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum et repertum”
2. Bahan diambil dari :
- muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml)
- urine sebanyak 100 ml
- darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.
.PERTOLONGAN PERTAMA.
Sangat tergantung pada cara racun masuk ke dalam tubuh penderita.
A.Racun yang tertelan.
1. Baringkan penderita ditempat datar.
2. Usahakan untuk memuntahkan racun dengan cara :
- Merangsang faring dengan ujung telunjuk , pangkal sendok,
- Dengan memberi minum 15 -30 ml sirupipecac diikuti setengah gelas air minum, pada anak lebih dari 1 thun diberikan 150 cc, sedangkan pada anak 6 bulan sampai 1 tahun,10 cc dan tidak boleh diulang.
- Selanjutnya berikan karbon aktif (norit) sebanyak 25 – 40 gram. Pada anak 1 gram / Kg BB.
Kontraindikasi :
1. Kejang-kejang.
2. Koma.
3. Tertelan bahan korosif.
4. Tertelan bahankorosif (asam atau basa kuat).
5. Tertelan minyak (minyaktanah, bensin, minyak cat atau thinner).
B. Racun yang dihirup.
1. Bawa penderita segera ke udara bebas.
2. Berikan oksigen secepatnya, kalau perlu dilakukan pernapasan buatan.
C. Keracunan melalui kulit.
1. Bersihkan kulit yang terkena dengan air mengalir air keran) atau air pancuran (shower)
2. Selama melepas pakaian,tubuh penderita tetap diguyur dengan air.
3. kulityang terkena disabuni sebersih mungkin.
4. jangan lupa mengeramasi rambut penderita.
D. Keracunan melalui mata.
1. Lipat kelopak mata keluar.
2. Segera bersihkan mata dengan air mengalir sekitar 15 menit.
PENATALAKSANAAN DARURAT UMUM
• Dikerjakan bersama-sama dengan tindakan diagnostic, setelah pertolongan pertama selesai dikerjakan.
• Tujuan piñata laksanaan umum.
- tindakan dasar untuk menyelamatkan kehidupan penderita.
- Mencegah penyerapan racun dengan cara menghambat absorpsi dan menghilangkan racun dari dalam tubuh.
- Menawarkan racun dengan antidotum (bila ada).
I.Resusitasi (ABC).
A. Airway atau jalan napas.
Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lender. Posisi kepala ditengadahkan(ekstensi),bila perlu lakukan pemasangan pipa endotrakheal.
B. Breathing = pernapasan.
Jaga agar pernapasantetap dapat berlangsung dengan baik.
C. Circulation = peredaran darah.
Tekanan darah dan nadi dipertahankan dengan infuse D – 5, PZ atau RL, kalau perlu dengan cairan koloid (Expafusin atau Dextran). Bila terjadi “ cardiac arrest’ dilakukan RJP.
II. Eliminasi.
Bertujuan menghambat penyerapan racun,kalau dapatmenghilangkan bahan racun atau hasil metabolismenya dari tubuh penderita.
1. Emesis, merangsang penderita supaya muntah dengan cara :
- mencolok farings dengan telunjuk atau pangkal sendok.
- Minum sirup ipecac 15 – 30 ml., karbon aktif (norit ) baru boleh diberikan setelah emesis terjadi.
Kontraindikasi pemberian ipecac :
• Kesadaran menurun.
• Keracunan bahan korosif.
• Keracunan minyak tanah.
• Obat-obatan konvulsan.
2. Katarsis (“intestinal lavage “), dengan laksans.
Untuk racun yang tidak dapat diserap melalui saluran cerna atau diduga telah sampai di usushalus dan usus tebal.
Kontraindikasi tindakan intestinal lavage :
- keracunan bahan korosif, adanya dugaan kelainan elektrolit.
Bahan laksans yang berbahaya untuk dipakai rutin : laksans iritan, cairan hipertonik, MgSO4.
Beberapa bahan laksans yang dapat dipakai secara aman :
1. -Na. ulfat : 30 gram dalam 20 – 250 ml air (1 gelas)
2. na. fosfat (fleet’s Phospho-soda’) 15 – 60 ml diencerkan sampai seperampatnya.
3. Sorbital / manitol (20 -4 %) : 100 – 20 ml.
3. Kubah Lambung (gastric lavage).
Indikasi :
- Emesis tidak berhasil.
- Keadaran menurun.
- Tidak kooperatif.
Paling efektif bila KL dikerjakan dala 4 jam setelah keracunan.
Kontraindikasi :
- Keracunan bahan korosif.
- Keracunan minyak tanah.
- Keracunan bahan konvulsan.
- Adanya gangguan elektrolit.
KL dilakukan dengan pipa lambung besar no. 22, 32 atau pipa Lavine no. 12. Pada anak dengan ukuran Fr 8 – 12. Pemberian cairan untuk KL tidak bo
Boleh terlalu banyak, karena dapat menambah kecepatan penyerapan obat yang telah masuk.
Komplikasi KL :
- Aspirasi pneumonia.
- Perforasi.
- Perdarahan.
- Trauma psikis.
- Gagging dan cardiac arrest.
Catatan ;Emesis, Katarsis, dan Kumbah Lambung hanya dilakukan pada keracunankurang dari 4 jam. Pada koma derajat sedang sampai brat (tingkat III –IV), juga pada keracunan minyak tanah atau bensin, KL dikerjakan dengan bantuan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegh pneumonia aspirasi.
Read More
Intoksikasi obat dapat timbul akut atau kronik. Dapat terjadi akibat usaha bunuh diri (tentamen Suicide), pembunuhan (homicide), maupun kecelakaan tidak sengaja (accident). Pada orang dewasa keracunan obat umumnya akibat bunuh diri, kebanyakan dilakukan oleh wanita muda (10 – 30 tahun).Penyebab keracunan pada orang dewasa terbanyak adalah insektisida fosfat organic (IFO), analgetika, minyak tanah, sedative-hipnotika, bahan korosif, dan pestisida lain (hidrokarbon klorin dan racun tikus). Pada anak terbanyak karena terminum minyak tanah.
Diagnosis
Pada setiap penderita yang sebelumnya tampak sehat, kemudian mendadak timbul gejala-gejala : koma, kejang-kejang, syok, sianosis, psikosis akut, gagal ginjal akut atau gagal hati akut, tanpa diketahui penyebabnya, pikirkan kemungkinan terjadinya keracunan akut.
Anamnesis
• Usahakan mendapatkan nama, jumlah bahan, serta saat penderita meminum obat.
• Tanya bekas-bekas bungkus, tempat, atau botol obat, resep terakhir, serta surat-surat yang mungkin baru saja ditulis.
• Tanya riwayat perselisihan dengan keluarga, teman dekat, teman sekantor tau ada tidaknya masalah ekonomi yang berat.
• Tanyakan usaha pengobatan yang telah dilakukan.
Pemeriksaan fisik
• Ukur tekanan darh,nadi, suhu dan frekuensi pernapasan.
• Tentukan tingkat serta sifat-sifat gangguan kesadaran penderita.
• Lakukan pemeriksaan fisik yang teliti, dan cari gejala-gejala keracunan yang mungkin timbul.
Sebagai contoh :
• Koma yang tenang (kalem) : golongan sedative-hipnotika
• Koma dengan gelisah sampai kejang-kejang : alcohol, INH, maupun insektisida hidrokarbon klorin.
• Adanya luka-luka sekitar mulut : bahan korosif.
• Adanya hipersalivasi, hiper hidrosis, pupil miosis :insektisida fosfat organic (IFO)
Pemeriksaan laboratorium
• Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.
• Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate.
• Pemeriksaan toksikologi :
1. Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum et repertum”
2. Bahan diambil dari :
- muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml)
- urine sebanyak 100 ml
- darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.
.PERTOLONGAN PERTAMA.
Sangat tergantung pada cara racun masuk ke dalam tubuh penderita.
A.Racun yang tertelan.
1. Baringkan penderita ditempat datar.
2. Usahakan untuk memuntahkan racun dengan cara :
- Merangsang faring dengan ujung telunjuk , pangkal sendok,
- Dengan memberi minum 15 -30 ml sirupipecac diikuti setengah gelas air minum, pada anak lebih dari 1 thun diberikan 150 cc, sedangkan pada anak 6 bulan sampai 1 tahun,10 cc dan tidak boleh diulang.
- Selanjutnya berikan karbon aktif (norit) sebanyak 25 – 40 gram. Pada anak 1 gram / Kg BB.
Kontraindikasi :
1. Kejang-kejang.
2. Koma.
3. Tertelan bahan korosif.
4. Tertelan bahankorosif (asam atau basa kuat).
5. Tertelan minyak (minyaktanah, bensin, minyak cat atau thinner).
B. Racun yang dihirup.
1. Bawa penderita segera ke udara bebas.
2. Berikan oksigen secepatnya, kalau perlu dilakukan pernapasan buatan.
C. Keracunan melalui kulit.
1. Bersihkan kulit yang terkena dengan air mengalir air keran) atau air pancuran (shower)
2. Selama melepas pakaian,tubuh penderita tetap diguyur dengan air.
3. kulityang terkena disabuni sebersih mungkin.
4. jangan lupa mengeramasi rambut penderita.
D. Keracunan melalui mata.
1. Lipat kelopak mata keluar.
2. Segera bersihkan mata dengan air mengalir sekitar 15 menit.
PENATALAKSANAAN DARURAT UMUM
• Dikerjakan bersama-sama dengan tindakan diagnostic, setelah pertolongan pertama selesai dikerjakan.
• Tujuan piñata laksanaan umum.
- tindakan dasar untuk menyelamatkan kehidupan penderita.
- Mencegah penyerapan racun dengan cara menghambat absorpsi dan menghilangkan racun dari dalam tubuh.
- Menawarkan racun dengan antidotum (bila ada).
I.Resusitasi (ABC).
A. Airway atau jalan napas.
Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lender. Posisi kepala ditengadahkan(ekstensi),bila perlu lakukan pemasangan pipa endotrakheal.
B. Breathing = pernapasan.
Jaga agar pernapasantetap dapat berlangsung dengan baik.
C. Circulation = peredaran darah.
Tekanan darah dan nadi dipertahankan dengan infuse D – 5, PZ atau RL, kalau perlu dengan cairan koloid (Expafusin atau Dextran). Bila terjadi “ cardiac arrest’ dilakukan RJP.
II. Eliminasi.
Bertujuan menghambat penyerapan racun,kalau dapatmenghilangkan bahan racun atau hasil metabolismenya dari tubuh penderita.
1. Emesis, merangsang penderita supaya muntah dengan cara :
- mencolok farings dengan telunjuk atau pangkal sendok.
- Minum sirup ipecac 15 – 30 ml., karbon aktif (norit ) baru boleh diberikan setelah emesis terjadi.
Kontraindikasi pemberian ipecac :
• Kesadaran menurun.
• Keracunan bahan korosif.
• Keracunan minyak tanah.
• Obat-obatan konvulsan.
2. Katarsis (“intestinal lavage “), dengan laksans.
Untuk racun yang tidak dapat diserap melalui saluran cerna atau diduga telah sampai di usushalus dan usus tebal.
Kontraindikasi tindakan intestinal lavage :
- keracunan bahan korosif, adanya dugaan kelainan elektrolit.
Bahan laksans yang berbahaya untuk dipakai rutin : laksans iritan, cairan hipertonik, MgSO4.
Beberapa bahan laksans yang dapat dipakai secara aman :
1. -Na. ulfat : 30 gram dalam 20 – 250 ml air (1 gelas)
2. na. fosfat (fleet’s Phospho-soda’) 15 – 60 ml diencerkan sampai seperampatnya.
3. Sorbital / manitol (20 -4 %) : 100 – 20 ml.
3. Kubah Lambung (gastric lavage).
Indikasi :
- Emesis tidak berhasil.
- Keadaran menurun.
- Tidak kooperatif.
Paling efektif bila KL dikerjakan dala 4 jam setelah keracunan.
Kontraindikasi :
- Keracunan bahan korosif.
- Keracunan minyak tanah.
- Keracunan bahan konvulsan.
- Adanya gangguan elektrolit.
KL dilakukan dengan pipa lambung besar no. 22, 32 atau pipa Lavine no. 12. Pada anak dengan ukuran Fr 8 – 12. Pemberian cairan untuk KL tidak bo
Boleh terlalu banyak, karena dapat menambah kecepatan penyerapan obat yang telah masuk.
Komplikasi KL :
- Aspirasi pneumonia.
- Perforasi.
- Perdarahan.
- Trauma psikis.
- Gagging dan cardiac arrest.
Catatan ;Emesis, Katarsis, dan Kumbah Lambung hanya dilakukan pada keracunankurang dari 4 jam. Pada koma derajat sedang sampai brat (tingkat III –IV), juga pada keracunan minyak tanah atau bensin, KL dikerjakan dengan bantuan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegh pneumonia aspirasi.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK MARASMUS
ASKEP ANAK MARASMUS
PENGERTIAN
Download Askep Lengkap
- Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
- Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
- Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
- Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
- Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
- Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk :
- Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
- Sebagai cadangan protein tubuh.
- Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
- Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
- Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
ETIOLOGI
- Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
- Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
PENATALAKSANAAN
- Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
- Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
- Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
- Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
- Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
- Mengukur TB dan BB
- Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
- Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
- Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi :
a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
Tag : Malnutruisi, Pengertian Marasmus, Penyebab malnutrisi, penyebab kurang gizi, Penyebab Marasmus, Patofisiologi marasmus, Pathofisiology of marasmus,Protap marasmus, prosedur tetap marasmus, Askep Marasmus, penatalaksanaan marasmus, lP marasmus
Minggu, 19 Juli 2009
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM
ASKEP ASFIKSIA NEONATORUM
A. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
C. KLSIFIKASI ASFIKSIA
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
D. ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
• Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
• Trauma dari dalam : akibat obet bius.
Penyebab asfiksia Stright (2004)
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
F. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
G. PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
Untuk Melihat Pathway klik DI SINI
Untuk Mendownload Pathway klik DI SINI
H. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
I. PENATALAKSANAAN
Telah Di bahas sebelumnya di daLam PROSEDUR PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM
ASUHAN KEPERWATAN
PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
• Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
• Berat badan : 2500-4000 gram
• Panjang badan : 44-45 cm
• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
• Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
• Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
• Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
• Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
C. PRIORITAS KEPERAWATAN
• Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
• Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
• Mencegah cidera atau komplikasi.
• Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
E. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.
E. EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Mochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
terdapat pada http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm
Download Pathway Asfiksia Neonatorum
Tag: Askep asfiksia Neonatal,Lp Asfiksia neonatorum, neonatal care, Asfiksia neonatorum, penyebab asfiksia neonatorum, etiologi asfiksia neonatorom, patofisiologi asfiksia, Perawatan asfiksia neonatorum, Perawatan Bayi asfiksia, Perawatan bayi sesak nafas, bayi sesak nafas
Read More
A. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
C. KLSIFIKASI ASFIKSIA
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
D. ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
• Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
• Trauma dari dalam : akibat obet bius.
Penyebab asfiksia Stright (2004)
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
F. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
G. PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
Untuk Melihat Pathway klik DI SINI
Untuk Mendownload Pathway klik DI SINI
H. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
I. PENATALAKSANAAN
Telah Di bahas sebelumnya di daLam PROSEDUR PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM
ASUHAN KEPERWATAN
PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
• Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
• Berat badan : 2500-4000 gram
• Panjang badan : 44-45 cm
• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
• Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
• Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
• Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
• Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
C. PRIORITAS KEPERAWATAN
• Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
• Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
• Mencegah cidera atau komplikasi.
• Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
E. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.
E. EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Mochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
terdapat pada http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm
Tag: Askep asfiksia Neonatal,Lp Asfiksia neonatorum, neonatal care, Asfiksia neonatorum, penyebab asfiksia neonatorum, etiologi asfiksia neonatorom, patofisiologi asfiksia, Perawatan asfiksia neonatorum, Perawatan Bayi asfiksia, Perawatan bayi sesak nafas, bayi sesak nafas
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
Klik pada gambar untuk melihat pathway
Download Askep Asfiksia Neonatorum
Tag : Pathways Asfiksia neonatus, Pathways neonatus asfiksia, pathway keperawatan asfiksia neonatus,Pathway Bayi sesak nafas,
Read More
Klik pada gambar untuk melihat pathway
Tag : Pathways Asfiksia neonatus, Pathways neonatus asfiksia, pathway keperawatan asfiksia neonatus,Pathway Bayi sesak nafas,
PATHWAY ANAK KEJANG DEMAM
Pathway Anak Kejang Demam
Klik pada gambar untuk melihat pathway
Download Askep Anak Kejang Demam
Tag: Pathways kejang demam, pathway keperawatan kejang demam, Pathways febris convulsion,Febris convulsion,
Read More
Klik pada gambar untuk melihat pathway
Tag: Pathways kejang demam, pathway keperawatan kejang demam, Pathways febris convulsion,Febris convulsion,
Luka Dan Fraktur
Pendahuluan
Pengertian dari luka adalah rusak atau hilangnya sebagian jaringan kulit, dan Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh tulang atau tulang rawan.
Trauma pada Ekstrimitas.
Kita tidak mengesampingkan luka ekstrimitas pada saat mencurahkan perhatian kepada hal-hal yang mengancam jiwa pasien.walaupun kita tetap memperhatikan :
1. Survei Primer (ABC)
Bila ada cedera ekstrimitas yang mengganggu ABC (misalnya Syok karena perdarahan aktif), harus dilakukan penanganan dalam bentuk mengontrol perdarahan.
2. Survei sekunder. Saat ini diperhatikan kerusakan pada ekstrimitas.
Hal yang harus kita pikirkan antara lain;
1. Memprioritaskan trauma ekstrimitas dan luka apabila mengancam ABC.
2. Dapat mengenali komplikasi yang berat dan pengobatan dari luka ekstrimitas :
- Fraktur.
- Dislokasi.
- Amputasi.
- Luka terbuka.
- Luka Neurovaskular.
- Keseleo.
- Impaled Objects.
- Sindrom Kompartemen..
3. Mengetahui jumlah darah yang hilangdari pelvis dan fraktur ekstrimitas.
Syok hemoragik adalah bahaya potensial dari cedera otot dan tulang. Hanya pada laserasi yang langsung dari arteri atau fraktur dari pelvis atau femur yang sering disertai dengan perdarahan yang cukup untuk menimbulkan syok. Luka pada syaraf atau pembuluh-pembuluh darah yang menyediakan darah bagi tangan dan kaki adalah merupakan komplikasi yang sering terjadi. Kerapkali luka menyebabkan kehilangan fungsi yangditemukan pada kerusakan neurovaskuler. Oleh karena itu mengenai sirkulasi dan neurologist distal adalah sangat penting.
Perlu diingat : Saat survey Primer, fraktur tulang panjang dan pelvis dapat menyebabkan syok.
Saat Survei Sekunder, selalu periksa neuro-vaskuler distal.
Fraktur
Fraktur bisa terjadi dengan patahnya tulang dimana tulang bisa tetap berada di dalam (fraktur tertutup) atau diluar dari kulit (fraktur terbuka).
Fraktur ujung tulang yang sangat tajam dapat menyebabkan bahaya untuk jaringan lunak (biasanyaotot sedikit banyak akan ikut rusak) yang mengelilingi tulang tersebut. Syaraf dan pembuluh darah yang berjalan dekat tulang dapat ikut terluka.
Tanda-tanda Fraktur :
1. Nyeri ,bengkak.
2. Perubahan bentuk.
3. Memar, kemerahan.
Fraktur tertutup sama bahayanya dengan fraktur terbuka karena luka dari jaringan lunak menyebabkan perdarahan yang banyak. Sangat penting untuk mengenal adanya luka di dekat patahan tulang, karena bisa menjadi pintu masuk dari kontaminasi dengan kuman.
Fraktur tertutup femur dapat menyebabkandarah lebih dari satu liter, apalagi bila kena kedua femur, ini dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam jiwa.
Fraktur pelvis dapat menyebabkan perdarahan yang dapat masuk ke abdomen dan daerah retroperitoneal. Pada pelvis dapat terjadi beberapa fragmen fraktur pada beberapa tempat dan setiap fraktur dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 500 cc. Fraktur pelvis dapat pula menyebabkan robekan pada kandung kemih atau pembuluh darah pelvis yang besar. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang fatalke dalam abdomen. Perlu di ingatfraktur yang multiple dapat mengancam jiwa walaupun tidak terlihat darah yang keluar.
A. Fraktur tertutup.
B. Fraktur terbuka
Pengelolaan Fraktur.
Dengan Bidai, antara lain :
1. Bidai Rigid (kaku).
2. Bidai Soft (lunak).
3. Bidai udara (Airsplint).
4. Vacuum.
5. Tractiont Splint.
Selalu diingat untuk memeriksa vulsasi sebelum dan sesudah pemasangan Bidai.
Bila dicurigai ada fraktur di Servikal / leher, pasang Neck Collar.dan bila curiga fraktur Torakal / lumbal , pasang Long Spin Board (LSB)
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEJANG DEMAM
ASKEP ANAK KEJANG DEMAM
Download Askep Lengkap DI SINI
A. PENGERTIAN
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929)
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)
D.PATHWAY
Untuk Melihat Pathway klik DI SINI
Untuk Mendownload Pathway klik DI SINI
E. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravena -->dosis rata-rata 0,3mg/kg
atau diazepam rektal ---------------->dosis ≤ 10 kg = 5mg/kg
Bila diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2.Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
3.Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB
4.memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:
a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah
G. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
H. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
I. PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)
3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat
4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail (1989 :43), pemeriksaannya adalah :
1. EEG-->Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
2. Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
- Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi
- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1)Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom
2)Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
DAFTAR PUSTAKA
- Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
- Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
- Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.
- Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
- Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta
- Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
- Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Selengkapnya Anda bisa download lewat link di bawah ini
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
Blog Archive
-
2016
(1)
- 09/18 - 09/25 (1)
-
2015
(10)
- 10/11 - 10/18 (1)
- 09/13 - 09/20 (1)
- 09/06 - 09/13 (1)
- 07/05 - 07/12 (1)
- 05/17 - 05/24 (6)
-
2014
(1)
- 04/13 - 04/20 (1)
-
2012
(770)
- 02/19 - 02/26 (5)
- 02/12 - 02/19 (10)
- 02/05 - 02/12 (4)
- 01/29 - 02/05 (27)
- 01/22 - 01/29 (88)
- 01/15 - 01/22 (101)
- 01/08 - 01/15 (169)
- 01/01 - 01/08 (366)
-
2011
(4478)
- 12/25 - 01/01 (336)
- 12/18 - 12/25 (62)
- 12/11 - 12/18 (70)
- 12/04 - 12/11 (77)
- 11/27 - 12/04 (40)
- 11/20 - 11/27 (67)
- 11/13 - 11/20 (198)
- 11/06 - 11/13 (187)
- 10/30 - 11/06 (340)
- 10/23 - 10/30 (32)
- 10/16 - 10/23 (109)
- 10/09 - 10/16 (80)
- 08/14 - 08/21 (75)
- 08/07 - 08/14 (81)
- 07/31 - 08/07 (82)
- 07/24 - 07/31 (66)
- 07/17 - 07/24 (91)
- 07/10 - 07/17 (47)
- 07/03 - 07/10 (44)
- 06/26 - 07/03 (53)
- 06/19 - 06/26 (59)
- 06/12 - 06/19 (47)
- 06/05 - 06/12 (65)
- 05/29 - 06/05 (63)
- 05/22 - 05/29 (77)
- 05/15 - 05/22 (115)
- 05/08 - 05/15 (65)
- 05/01 - 05/08 (104)
- 04/24 - 05/01 (45)
- 04/17 - 04/24 (70)
- 04/10 - 04/17 (134)
- 04/03 - 04/10 (72)
- 03/27 - 04/03 (18)
- 03/20 - 03/27 (47)
- 03/13 - 03/20 (68)
- 03/06 - 03/13 (40)
- 02/27 - 03/06 (56)
- 02/20 - 02/27 (77)
- 02/13 - 02/20 (76)
- 02/06 - 02/13 (198)
- 01/30 - 02/06 (194)
- 01/23 - 01/30 (132)
- 01/16 - 01/23 (196)
- 01/09 - 01/16 (202)
- 01/02 - 01/09 (121)
-
2010
(2535)
- 12/26 - 01/02 (156)
- 12/19 - 12/26 (65)
- 12/12 - 12/19 (73)
- 12/05 - 12/12 (84)
- 11/28 - 12/05 (80)
- 11/21 - 11/28 (68)
- 11/14 - 11/21 (63)
- 11/07 - 11/14 (50)
- 10/31 - 11/07 (50)
- 10/24 - 10/31 (36)
- 10/17 - 10/24 (58)
- 10/10 - 10/17 (35)
- 10/03 - 10/10 (31)
- 09/26 - 10/03 (21)
- 09/19 - 09/26 (26)
- 09/12 - 09/19 (55)
- 09/05 - 09/12 (65)
- 08/29 - 09/05 (33)
- 08/22 - 08/29 (70)
- 08/15 - 08/22 (45)
- 08/08 - 08/15 (35)
- 08/01 - 08/08 (37)
- 07/25 - 08/01 (27)
- 07/18 - 07/25 (19)
- 07/11 - 07/18 (30)
- 07/04 - 07/11 (56)
- 06/27 - 07/04 (28)
- 06/20 - 06/27 (22)
- 06/13 - 06/20 (30)
- 06/06 - 06/13 (21)
- 05/30 - 06/06 (5)
- 05/16 - 05/23 (6)
- 05/09 - 05/16 (29)
- 05/02 - 05/09 (59)
- 04/25 - 05/02 (28)
- 04/18 - 04/25 (38)
- 04/11 - 04/18 (70)
- 04/04 - 04/11 (59)
- 03/28 - 04/04 (65)
- 03/21 - 03/28 (89)
- 03/14 - 03/21 (218)
- 03/07 - 03/14 (95)
- 02/28 - 03/07 (135)
- 02/21 - 02/28 (102)
- 01/03 - 01/10 (68)
-
2009
(1652)
- 12/27 - 01/03 (36)
- 12/20 - 12/27 (22)
- 12/13 - 12/20 (100)
- 12/06 - 12/13 (45)
- 11/29 - 12/06 (24)
- 11/22 - 11/29 (22)
- 11/15 - 11/22 (19)
- 11/08 - 11/15 (28)
- 11/01 - 11/08 (11)
- 10/25 - 11/01 (17)
- 10/18 - 10/25 (38)
- 10/11 - 10/18 (33)
- 10/04 - 10/11 (15)
- 09/27 - 10/04 (21)
- 09/20 - 09/27 (7)
- 09/13 - 09/20 (84)
- 09/06 - 09/13 (35)
- 08/30 - 09/06 (48)
- 08/23 - 08/30 (118)
- 08/16 - 08/23 (26)
- 08/09 - 08/16 (34)
- 08/02 - 08/09 (35)
- 07/26 - 08/02 (31)
-
07/19 - 07/26
(14)
- Seberapa banyak waktu tidur yang anda butuhkan?
- PEMERINTAH DIMINTA PRODUKSI VAKSIN MENINGITIS
- TIPS CARA MEMPERBESAR PENIS
- ASUHAN KEPERAWATAN APPENDISITIS
- Macam-macam olah raga /latihan fisik yang baik bag...
- ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC...
- Dokumentasi keperawatan
- PENANGGULANGAN KERACUNAN AKUT
- ASUHAN KEPERAWATAN ANAK MARASMUS
- ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM
- PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
- PATHWAY ANAK KEJANG DEMAM
- Luka Dan Fraktur
- ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEJANG DEMAM
- 07/12 - 07/19 (16)
- 07/05 - 07/12 (28)
- 06/28 - 07/05 (26)
- 06/21 - 06/28 (76)
- 06/14 - 06/21 (26)
- 06/07 - 06/14 (21)
- 05/31 - 06/07 (43)
- 05/24 - 05/31 (38)
- 05/17 - 05/24 (26)
- 05/10 - 05/17 (52)
- 05/03 - 05/10 (15)
- 04/26 - 05/03 (38)
- 04/19 - 04/26 (32)
- 04/12 - 04/19 (22)
- 04/05 - 04/12 (20)
- 03/29 - 04/05 (40)
- 03/22 - 03/29 (43)
- 03/15 - 03/22 (18)
- 03/08 - 03/15 (14)
- 03/01 - 03/08 (22)
- 02/22 - 03/01 (12)
- 02/15 - 02/22 (9)
- 02/08 - 02/15 (11)
- 02/01 - 02/08 (19)
- 01/25 - 02/01 (37)
- 01/18 - 01/25 (21)
- 01/11 - 01/18 (33)
- 01/04 - 01/11 (31)
-
2008
(700)
- 12/28 - 01/04 (13)
- 12/21 - 12/28 (9)
- 12/14 - 12/21 (57)
- 12/07 - 12/14 (5)
- 11/30 - 12/07 (18)
- 11/23 - 11/30 (33)
- 11/16 - 11/23 (31)
- 11/09 - 11/16 (23)
- 11/02 - 11/09 (18)
- 10/26 - 11/02 (11)
- 10/19 - 10/26 (15)
- 10/12 - 10/19 (13)
- 10/05 - 10/12 (25)
- 09/28 - 10/05 (2)
- 09/21 - 09/28 (14)
- 09/14 - 09/21 (19)
- 09/07 - 09/14 (43)
- 08/31 - 09/07 (3)
- 08/24 - 08/31 (33)
- 08/17 - 08/24 (65)
- 08/10 - 08/17 (4)
- 08/03 - 08/10 (26)
- 07/27 - 08/03 (6)
- 07/20 - 07/27 (19)
- 07/13 - 07/20 (18)
- 07/06 - 07/13 (60)
- 06/29 - 07/06 (53)
- 06/22 - 06/29 (49)
- 06/15 - 06/22 (11)
- 06/08 - 06/15 (4)
Popular Posts
-
ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
-
KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
-
Setelah beberapa minggu ini cari materi buat postingan baru, mendadak dapat inspirasi setelah rekan Anton Wijaya menulis di buku tamu Keper...
-
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
-
DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
-
Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
-
Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...
-
Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
-
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
-
Metode Suhu Basal Tubuh (Basal Body Temperature Method) Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat atau ...
© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates