Jumat, 24 September 2010
Pengertian :
Terjadi pelebaran ( dilatasi ) vena pada anus maupun rectal ( fleksus haemorrhoidalis superior dan media : haemorrhoid interna dan fleksus haemorrhoidalis inferior : haemorrhoid eksterna ).
Insiden terjadi pada usia 20 - 50 tahun.
Faktor resiko tinggi adalah :
1. Kehamilan.
2. Konstipasi yang lama.
3. Hipertensi portal.
Pathofisiologi
a) Dilatasi vena anorectal dan mengembang akibat peningkatan tekanan intra abdominal dan terbendungnya aliran darah vena daerah anorectal.
b) Ketegangan vena yang terjadi pada jaringan lunak akan menyebabkan prolaps, ini dapat menyebabkan thrombus atau peradangan, serta terjadi perdarahan.
Manifestasi klinik :
1. Bengkak (bendungan) di dalam atau diluar rectum.
2. Nyeri.
3. Gatal daerah rectum.
4. Gangguan mukosa rectum.
5. Perdarahan pada saat b.a.b.
Diagnostik
a) Riwayat
• Mengkaji nyeri, gatal, atau kemungkinan perdarahan.
• Pertanyaan kebiasaan buang air besar ; konstipasi, mengejan saat defekasi.
b) Pemeriksaan fisik
• Inspeksi untuk haemorrhoid eksternal ada prolaps atau internal haemorrhoid.
• Pemeriksaan rectal toucer ( colok dubur )
c) Proctosigmoidoscopy, untuk menentukan lokasi dan keadaan dari haemorrhoid.
Penatalaksanaan klinis
a) Tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan gejala.
b) Intervensi non pharmakologis
1) Memberikan posisi recumben untuk mengurangi penekanan, edema dan prolaps.
2) Memberikan makanan yang mengandung serat untuk memudahkan b.a.b tidak mengedan.
3) Meningkatkan pemasukkan cairan sehingga tinja jadi lunak.
4) Melakukan kompres dingin pada saat nyeri di daerah anus, dan lakukan rendam bokong (sitz baths) secara kontinyu untuk memberi rasa nyaman.
c) Intervensi pharmakologis
1) Menggunakan obat pelembut tinja untuk memudahkan b.a.b.
2) Laksative bila terjadi konstipasi
3) Gunakan obat luar (oles), cream dan suppositoria untuk mengurangi nyeri sedang maupun berat atau gatal.
d) Prosedur khusus medikal-surgikal.
1) Hemorrhoidectomy : pembedahan pada hemorrhoids.
2) Sclerosing pada hemorrhoid : injeksi pada jaringan sub mukosa.
KOMPILKASI
1) Perdarahan yang menyebabkan anemia.
2) Strangulasi (perlengketan).
3) Trombosis pada hemorrhoid.
Prognosis : berulang kembali 50 % setelah pengobatan sclerosing. Yang lebih baik adalah dilakukan ligasi dan hemorroidectomy.
I. Pendahuluan
Batuk darah adalah suatu gejala yang paling penting pada penyakit paru karena :
- adanya bahaya potensial terhadap perdarahan yang gawat
- hampir selalu hemoptysis disebabkan oleh penyakit bronkopulmonal
Oleh sebab itu perlu dibuktikan apakah benar bahwa darah berasal dari saluran pernafasan bagian bawah
- apakah benar-benar batuk darah dan bukan muntah darah
II. Definisi
Batuk darah adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal}
_ batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga menyebabakan takut untuk berobat ke dokter .
_ penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah.
_sebetulnya sudah ada penyakit dasar tetapi keluhan penyakit tidak mendorong berobat ke dokter.
_batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh darah,berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar.
III Etiologi
Berdasar etiologi maka dapat digolongkan :
1. Batuk darah idiopatik.
2. Batuk darah sekunder.
Ad 1. Batuk darah idiopatik.
Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya:
_ insiden 0,5 sampai 58% {+ 15 %}
_ pria :wanita = 2 : 1
_ umur 30- 50 tahun kebanyakan 40-60 tahun
_ berhenti spontan dengan suportif terapi.
Ad 2. Batuk darah sekunder.
Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya
a. Oleh karena keradangan , ditandai vascularisasi arteri bronkiale > 4% {normal 1%}
TB batuk sedikit-sedikit masif darah melulu, bergumpal.
Bronkiektasis campur purulen
Apses paru campur purulen
Pneumoniawarna merah bata encer berbuih
Bronkitissedikit-sedikit campur darah atau lendir
b. Neoplasma
_ karsinoma paru
_ adenoma
c. Lain-lain:
_ trombo emboli paru – infark paru
_ mitral stenosis
_ kelainan kongenital aliran darah paru meningkat
@ ASD
@ VSD
_trauma dada
•tumpul: perlukaan oleh costa
•tajam : tusukan benda tajam
_hemorhagic diatese
_hipertensi pulmonal primer
Pembagian lain
Berdasar jumlah darah:
PURSEL : 1. Blood streak
3. minimal 1-30 cc
4. mild 30-150 cc
5. moderate 150-500 cc
6. massive 600 cc
JOHNSON : 1 singgle : kurang dari 7 hari
2. Repeated : lebih dari 7 hari dengan interfal 2-3 hari
3. Frank : darah melulu tanpa dahak
RSUD Dr. Sutomo SMF paru > 90% disebabkan :
1. TB Paru
2. Karsinoma paru
3. Bronkiektasis
4. Mitral stenosis
Patogenesis
Tergantung dr penyakit yang mendasarinya.
Gejala klinis
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring ,dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
• Batuk darah
1. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
2. Darah berbuih bercampur udara
3. Darah segar berwarna merah muda
4. Darah bersifat alkalis
5. Anemia kadang-kadang terjadi
6. Benzidin test negatif
• Muntah darah
1. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
2. Darah bercampur sisa makanan
3. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
4. Darah bersifat asam
5. Anemia seriang terjadi
6. Benzidin test positif
• Epistaksis
1. Darah menetes dari hidung
2. Batuk pelan kadang keluar
3. Darah berwarna merah segar
4. Darah bersifat alkalis
5. Anemia jarang terjadi
Anamnesis
1. Dari anamnesis dipastikan asal darah
2. Jumlah darah yang keluar, bentuk,warna,lama.
3. Penyakit batuknya
4. Disertai nyeri dada
5. Hubungan dengan kerja,istirahat,posisi penderita
6. Hubungan penyakit masa lalu
7. Anamnesa merokok
Pemeriksaan fisik
# Panas, berarti ada proses peradangan
# Auskultasi: terdengar bunyi Rales
- Kemungkinan menujukkan lokasi
- Ada aspirasi
- Ronki menetap, wheezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh : Ca, bekuan darah
- Friction rub:emboli paru ,infark paru
# Clubbing finger: bronkiektasis, neoplasma
Laboratorium:
- Hb
- Faal homeostasis dll menurut dugaan
Radiologi :
- tergantung etiologi : X-photo thorak, PA Lateral
CT- scan
Pemeriksaan lain khusus :
- anamnesa : memastikan asal darah, berulang, jumlah, warna, menahun dll
- pemeriksaan fisik : kemungkinan penyebab
- X-photo thorak : PA/Lateral, brokografi dll
- Pemeriksaan sputum bakteriologi, sitologi
- Bronkoskopi
Komplikasi :
- Bahaya utama batuk darah adalah terjadi penyumbatan trakea dan saluran nafas, sehingga timbul sufokasi yang sering fatal. Penderita tidak nampak anemis tetapi sianosis, hal ini sering terjadi pada batuk darah masif (600-1000 cc/24 jam)
- Pneumonia aspirasi merupakan salah satu penyulit yang terjadi karena darah terhisap kebagian paru yang sehat
- Karena saluran nafas tersumbat, maka paru bagiandistal akan kolaps dan terjadi atelektasis
- Bila perdarahan banyak, terjadi dalam waktu lama.
Penatalaksanaan
Tujuan Umum :
1. membebaskan jalan nafas
2. mencegah aspirasi
3. menghentikan perdarahan dan pengobatan penyakit dasar.
Konservative
~ Hemoptoe sedikit (<200ml/24jam} dapat berhenti
-obat: codein, doveri, penyakit dasar
- diminta tenang, istirahat total, kalau perlu obat penenang
~ Tidur setengah duduk:
13-31% hemopthoe berhenti sendiri MRS 1-4 hari,
87 % berhenti sendiri setelah 4hari MRS
~ Infus atau transfusi
Batuk darah masif:
- tidur trendelenburg ke arah sisi yang sakit{agar tidak aspirasi ke paru yang sehat}
- infuse, penghisapan darah , pengambilan bekuan
- waktu dulu setelah penderita agak tenang
kolaps terapi: pnumoperitonium, pneumothoraks artifisial, operasi N. phrenicus
! Tindakan-tindakan lebih agresif
-rigid bronkoskopi,jalan nafas terbuka dan penghisapan darah lebih mudah
-FOB untuk suction darah dan mencari lokasi perdarahan + dengan endotrakeal tube untuk keluar.
Masuk FOB lebih mudah
-pasang endotrakeal tamponade {balon kateter tamponade}
- reseksi paru
-embolisasi a. bronkialis
Prognose
- hemopthoe<200ml/24jamsupportifve baik
- profuse massive >600cc/24jamprognose jelek 85% meninggal
* dengan bilateral far advance
* faal paru kurang baik
* terdapat kelainan jantung
DAFTAR PUSTAKA
- Adam F. D. Physical Diagnosis Edition 1958
- Prof. dr. Hood Alsegaff , dr. H. Abdul mukti, DASAR-DASAR ILMU
PENYAKIT PARU, 1995
DEFINISI
Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung.
PENYEBAB
Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam yang kuat.
Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan karena beberapa penyebab:
Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir di lapisan lambung).
Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam lambung yang bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa tumbuh di lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap atau gastritis sementara.
Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat, yang disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-tiba.
Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung, seperti yang terjadi pada luka bakar yang luas atau cedera yang menyebabkan perdarahan hebat.
Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari:
- bahan iritan seperti obat-obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid lainnya
- penyakit Crohn
- infeksi virus dan bakteri.
Gastritis ini terjadi secara perlahan pada orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau pembentukan ulkus (borok, luka terbuka).
Paling sering terjadi pada alkoholik.
Gastritis karena virus atau jamur bisa terjadi pada penderita penyakit menahun atau penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan.
Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infestasi cacing gelang.
Eosinofil (sel darah putih) terkumpul di dinding lambung.
Gastritis atrofik terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung, sehingga lapisan lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan sebagian atau seluruh selnya yang menghasilkan asam dan enzim.
Keadaan ini biasanya terjadi pada usia lanjut.
Gastritis ini juga cenderung terjadi pada orang-orang yang sebagian lambungnya telah diangkat (menjalani pembedahan gastrektomi parsial).
Gastritis atrofik bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi penyerapan vitamin B12 dari makanan.
Penyakit MÚniere merupakan jenis gastritis yang penyebabnya tidak diketahui.
Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang terisi cairan.
Sekitar 10% penderita penyakit ini menderita kanker lambung.
Gastritis sel plasma merupakan gastritis yang penyebabnya tidak diketahui.
Sel plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul di dalam dinding lambung dan organ lainnya.
Gastritis juga bisa terjadi jika seseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi penyinaran kadar tinggi.
GEJALA
Gejalanya bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya.
Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan rasa tidak nyaman di perut sebelah ataas.
Pada gastritis karena stres akut, penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya menutupi gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak.
Segera setelah cedera, timbul memar kecil di dalam lapisan lambung.
Dalam beberapa jam, memar ini bisa berubah menjadi ulkus.
Ulkus dan gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya.
Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami perdarahan, biasanya dalam waktu 2-5 hari setelah terjadinya cedera.
Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun.
Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal
Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah atas.
Tetapi banyak penderita (misalnya pemakai aspirin jangka panjang) tidak merasakan nyeri.
Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut kosong.
Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya bisa berupa:
- tinja berwarna kehitaman seperti aspal (melena)
- muntah darah (hematemesis) atau makanan yang sebagian sudah dicerna, yang menyerupai endapan kopi.
Pada gastritis eosinofilik, nyeri perut dan muntah bisa disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari.
Pada penyakit MÚniÚre, gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri lambung.
Hilangnya nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan, lebih jarang terjadi.
Tidak pernah terjadi perdarahan lambung.
Penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan (edema) bisa disebabkan karena hilangnya protein dari lapisan lambung yang meradang. Protein yang hilang ini bercampur dengan isi lambung dan dibuang dari tubuh.
Pada gastritis sel plasma, nyeri perut dan muntah bisa terjadi bersamaan dengan timbulnya ruam di kulit dan diare.
Gastritis akibat terapi penyinaran menyebabkan nyeri, mual dan heartburn (rasa hangat atau rasa terbakar di belakang tulang dada), yang terjadi karena adanya peradangan dan kadang karena adanya tukak di lambung.
Tukak bisa menembus dinding lambung, sehingga isi lambung tumpah ke dalam rongga perut, menyebabkan peritonitis (peradangan lapisan perut) dan nyeri yang luar biasa. Perut tampak kaku dan keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan darurat.
Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk jaringan parut yang menyebabkan menyempitnya saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari, sehingga terjadi nyeri perut dan muntah.
Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung lambung, sehingga bakteri bisa masuk ke dalam dinding lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul secara tiba-tiba.
DIAGNOSA
Jika seseorang merasakan nyeri perut sebelah atas disertai mual atau heartburn, dokter akan menduganya sebagai gastritis.
Jika gejalanya menetap, jarang diperlukan pemeriksaan dan pengobatan dimulai berdasarkan penyebab yang mungkin.
Jika diagnosisnya belum meyakinkan, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan lambung dengan endoskopi dan biopsi (pengambilan contoh lapisan lambung untuk diperiksa dibawah mikroskop).
Jika gastritis berlanjut atau kambuh kembali, maka dicari penyebabnya, seperti infeksi, makanan, obat-obatan atau kebiasaan minum penderita.
Gastritis karena bakteri bisa diketahui dari hasil pemeriksaan biopsi.
Penderita gastritis karena bakteri banyak yang membentuk antibodi terhadap bakteri penyebabnya, yang bisa ditemukan dalam pemeriksaan darah.
PENGOBATAN
Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter pylori, maka diberikan bismuth, antibiotik (misalnya amoxicillin dan claritromycinn) dan obat anti-tukak (omeprazole).
Penderita gastritis karena stres akut banyak yang mengalami penyembuhan setelah penyebabnya (penyakit berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi.
Tetapi sekitar 2% penderita gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal.
Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan antasid (untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung).
Perdarahan hebat karena gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi.
Jika perdarahan berlanjut, mungkin seluruh lambung harus diangkat.
Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid.
Penderita sebaiknya menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung.
Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena obat anti peradangan non-steroid.
Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada gastritis eosinofilik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan pembedahan.
Gastritis atrofik tidak dapat disembuhkan.
Sebagian besar penderita harus mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12.
Penyakit MÚniere bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau seluruh lambung.
Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti ulkus yang menghalangi pelepasan asam lambung.
DEFINISI
Gagal Jantung adalah suatu keadaan yang serius, dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output, curah jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan.
Kadang orang salah mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung.
Sebenarnya istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.
MEKANISME KOMPENSASI
Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal jantung.
Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi fight-or-flight.
Reaksi ini terjadi sebagai akibat dari pelepasan adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) dari kelenjar adrenal ke dalam aliran darah; noradrenalin juga dilepaskan dari saraf.
Adrenalin dan noradrenalin adalah sistem pertahanan tubuh yang pertama muncul setiap kali terjadi stres mendadak.
Pada gagal jantung, adrenalin dan noradrenalin menyebabkan jantung bekerja lebih keras, untuk membantu meningkatkan curah jantung dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai derajat tertentu.
Curah jantung bisa kembali normal, tetapi biasanya disertai dengan meningkatnya denyut jantung dan bertambah kuatnya denyut jantung.
Pada seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan memerlukan peningkatan fungsi jantung jangka pendek, respon seperti ini sangat menguntungkan.
Tetapi pada penderita gagal jantung kronis, respon ini bisa menyebabkan peningkatan kebutuhan jangka panjang terhadap sistem kardiovaskuler yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan.
Lama-lama peningkatan kebutuhan ini bisa menyebabkan menurunya fungsi jantung.
Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahanan garam (natrium) oleh ginjal.
Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh secara bersamaan menahan air.
Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung.
Salah satu akibat dari penimbunan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya volume darah.
Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat.
Hal ini merupakan mekanisme jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal jantung.
Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul di berbagai bagian tubuh, menyebabkan pembengkakan (edema).
Lokasi penimbunan cairan ini tergantung kepada banyaknya cairan di dalam tubuh dan pengaruh gaya gravitasi.
Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul di tungkai dan kaki
Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul di punggung atau perut.
Sering terjadi penambahan berat badan sebagai akibat dari penimbunan air dan garam.
Mekanime utama lainnya adalah pembesaran otot jantung (hipertrofi).
Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin memburuknya gagal jantung.
PENYEBAB
Setiap penyakit yang mempengaruhi jantung dan sirkulasi darah dapat menyebabkan gagal jantung.
Beberapa penyakit dapat mengenai otot jantung dan mempengaruhi kemampuannya untuk berkontraksi dan memompa darah.
Penyebab paling sering adalah penyakit arteri koroner, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot jantung dan bisa menyebabkan suatu serangan jantung.
Kerusakan otot jantung bisa disebabkan oleh:
- Miokarditis (infeksi otot jantung karena bakteri, virus atau mikroorganisme lainnya)
- Diabetes
- Kelenjar tiroid yang terlalu aktif
- Kegemukan (obesitas).
Penyakit katup jantung bisa menyumbat aliran darah diantara ruang-ruang jantung atau diantara jantung dan arteri utama.
Selain itu, kebocoran katup jantung bisa menyebabkan darah mengalir balik ke tempat asalnya.
Keadaan ini akan meningkatkan beban kerja otot jantung, yang pada akhirnya bisa melemahkan kekuatan kontraksi jantung.
Penyakit lainnya secara primer menyerang sistem konduksi listrik jantung dan menyebabkan denyut jantung yang lambat, cepat atau tidak teratur, sehingga tidak mampu memompa darah secara efektif.
Jika jantung harus bekerja ekstra keras untuk jangka waktu yang lama, maka otot-ototnya akan membesar; sama halnya dengan yang terjadi pada otot lengan setelah beberapa bulan melakukan latihan beban.
Pada awalnya, pembesaran ini memungkinkan jantung untuk berkontraksi lebih kuat; tetapi akhirnya jantung yang membesar bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan memompa jantung dan terjadilah gagal jantung.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) bisa menyebabkan jantung bekerja lebih berat.
Jantung juga bekerja lebih berat jika harus mendorong darah melalui jalan keluar yang menyempit (biasanya penyempitan katup aorta).
Penyebab yang lain adalah kekakuan pada perikardium (lapisan tipis dan transparan yang menutupi jantung).
Kekakuan ini menghalangi pengembangan jantung yang maksimal sehingga pengisian jantung juga menjadi tidak maksimal.
Penyebab lain yang lebih jarang adalah penyakit pada bagian tubuh yang lain, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan oksigen dan zat-zat makanan, sehingga jatnung yang normalpun tidak mampu memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut dan terjadilah gagal jantung.
Penyebab gagal jantung bervariasi di seluruh dunia karena penyakit yang terjadipun tidak sama di setiap negara.
Misalnya di negara tropis sejenis parasit tertentu bisa bersemayam di otot jantung dan menyebabkan gagal jantung pada usia yang jauh lebih muda.
GEJALA
Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi akan merasakan lelah dan lemah jika melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak mendapatkan jumlah darah yang cukup.
Pembengkakan juga menyebabkan berbagai gejala.
Selain dipengaruhi oleh gaya gravitasi, lokasi dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh sisi jantung yang mengalami gangguan.
Gagal jantung kanan cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung.
Hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, hati dan perut.
Gagal jantung kiri menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat.
Pada awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas; tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas.
Kadang sesak nafas terjadi pada malam hari ketika penderita sedang berbaring, karena cairan bergerak ke dalam paru-paru.
Penderita sering terbangun dan bangkit untuk menarik nafas atau mengeluarkan bunyi mengi.
Duduk menyebabkan cairan mengalir dari paru-paru sehingga penderita lebih mudah bernafas.
Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya penderita gagal jantung tidur dengan posisi setengah duduk.
Pengumpulan cairan dalam paru-paru yang berat (edema pulmoner akut) merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan pertolongan segera dan bisa berakibat fatal.
DIAGNOSA
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang terjadi.
Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan fisik, yang biasanya menunjukkan:
- denyut nadi yang lemah dan cepat
- tekanan darah menurun
- bunyi jantung abnormal
- pembesaran jantung
- pembengkakan vena leher
- cairan di dalam paru-paru
- pembesaran hati
- penambahan berat badan yang cepat
- pembengkakan perut atau tungkai.
Foto rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung dan pengumpulan cairan di dalam paru-paru.
Kinerja jantung seringkali dinilai melalui pemeriksaan ekokardiografi (menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan jantung) dan elektrokardiografi (menilai aktivitas listrik dari jantung).
Pemeriksaan lainnya bisa dilakukan untuk menentukan penyakit penyebab gagal jantung.
PENGOBATAN
Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya.
Pendekatannya dilakukan melalui 3 segi, yaitu mengobati penyakit penyebab gagal jantung, menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal jantung dan mengobati gagal jantung.
MENGOBATI PENYEBAB GAGAL JANTUNG
Pembedahan bisa dilakukan untuk:
- memperbaiki penyempitan atau kebocoran pada katup jantung
- memperbaiki hubungan abnormal diantara ruang-ruang jantung
- memperbaiki penyumpatan arteri koroner
yang kesemuanya bisa menyebabkan gagal jantung.
Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Kombinasi obat-obatan, pembedahan dan terapi penyinaran terhadap kelenjar tiroid yang terlalu aktif.
Pemberian obat anti-hipertensi.
MENGHILANGKAN FAKTOR YANG MEMPERBURUK GAGAL JANTUNG
Merokok, garam, kelebihan berat badan dan alkohol akan memperburuk gagal jantung.
Dianjurkan untuk berhenti merokok, melakukan perubahan pola makan, berhenti minum alkohol atau melakukan olah raga secara teratur untuk memperbaiki kondisi tubuh secara keseluruhan.
Untuk penderita gagal jantung yang berat, tirah baring selama beberapa hari merupakan bagian penting dari pengobatan.
Penggunaan garam yang berlebihan dalam makanan sehari-hari bisa menyebabkan penimbunan cairan yang akan menghalangi pengobatan medis.
Jumlah natrium dalam tubuh bisa dikurangi dengan membatasi pemakaian garam dapur, garam dalam masakan dan makanan yang asin.
Penderita gagal jantung yang berat biasanya akan mendapatkan keterangan terperinci mengenai jumlah asupan garam yang masih diperbolehkan.
Cara yang sederhana dan dapat dipercaya untuk mengetahui adanya penimbunan cairan dalam tubuh adalah dengan menimbang berat badan setiap hari.
Kenaikan lebih dari 1 kg/hari hampir dapat dipastikan disebabkan oleh penimbunan cairan.
Penambahan berat badan yang cepat dan terus menerus merupakan petunjuk dari memburuknya gagal jantung.
Karena itu penderita gagal jantung diharuskan menimbang berat badannya setepat mungkin setiap hari, terutama pada pagi hari , setelah berkemih dan sebelum sarapan.
Timbangan yang digunakan harus sama, jumlah pakaian yang digunakan relatif sama dan dibuat catatan tertulis.
MENGOBATI GAGAL JANTUNG.
Pengobatan terbaik untuk gagal jantung adalah pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya.
Gagal Jantung Kronis.
Jika pembatasan asupan garam saja tidak dapat mengurangi penimbunan cairan, bisa diberikan obat diuretik untuk menambah pembentukan air kemih dan membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal.
Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk ke jantung sehingga mengurangi beban kerja jantung.
Untuk pemakaian jangka panjang, diuretik diberikan dalam bentuk sediaan per-oral (ditelan); sedangkan dalam keadaan darurat akan sangat efektif jika diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).
Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan kalium, karena diuretik tertentu menyebabkan hilangnya kalium dari tubuh; atau bisa digunakan diuretik hemat kalium.
Digoxin meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung dan memperlambat denyut jantung yang terlalu cepat.
Ketidakteraturan irama jantung (aritmia, dimana denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur), bisa diatasi dengan obat atau dengan alat pacu jantung buatan.
Sering digunakan obat yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator), yang bisa melebarkan arteri, vena atau keduanya.
Pelebar arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan darah, yang selanjutnya akan mengurangi beban kerja jantung.
Pelebar vena akan melebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untuk darah yang telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung.
Hal ini akan mengurangi penyumbatan dan mengurangi beban jantung.
Vasodilator yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor).
Obat ini tidak hanya meringankan gejala tetapi juga memperpanjang harapan hidup penderita.
ACE-inhibitor melebarkan arteri dan vena; sedangkan obat terdahulu hanya melebarkan vena saja atau arteri saja (misalnya nitroglycerin hanya melebarkan vena, hydralazine hanya melebarkan arteri).
Ruang jantung yang melebar dan kontraksinya jelek memungkinkan terbentuknya bekuan darah di dalamnya.
Bekuan ini bisa pecah dan masuk ke dalam sirkulasi kemudian menyebabkan kerusakan di organ vital lainnya, misalnya otak dan menyebabkan stroke.
Oleh karena itu diberikan obat antikoagulan untuk membantu mencegah pembentukan bekuan dalam ruang-ruang jantung.
Milrinone dan amrinone menyebabkan pelebaran arteri dan vena, dan juga meningkatkan kekuatan jantung.
Obat baru ini hanya digunakan dalam jangka pendek pada penderita yang dipantau secara ketat di rumah sakit, karena bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang berbahaya.
Pencangkokan jantung dianjurkan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat.
Kardiomioplasti merupakan pembedahan dimana sejumlah besar otot diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di sekeliling jantung, kemudian dirangsang dengan alat pacu jantung buatan supaya berkontraksi secara teratur.
Gagal Jantung Akut.
Bila terjadi penimbunan cairan tiba-tiba dalam paru-paru (edema pulmoner akut), penderita gagal jantung akan mengalami sesak nafas hebat sehingga memerlukan sungkup muka oksigen dengan konsentrasi tinggi.
Diberikan diuretik dan obat-obatan (misalnya digoksin) secara intravena supaya terjadi perbaikan segera.
Nitrogliserin intravena atau sublingual (dibawah lidah) akan menyebabka pelebaran vena, sehingga mengurangi jumlah darah yang melalui paru-paru.
Jika pengobatan diatas gagal, pernafasan penderita dibantu dengan mesin ventilator.
Kadang dipasang torniket pada 3 dari keempat anggota gerak penderita untuk menahan darah sementara waktu, sehingga mengurangi volume darah yang kembali ke jantung.
Torniket ini dipasang secara bergantian pada setiap anggota gerak setiap 10-20 menit untuk menghindari cedera.
Pemberian morfin dimaksudkan untuk:
- mengurangi kecemasan yang biasanya menyertai edema pulmoner akut
- mengurangi laju pernafasan
- memperlambat denyut jantung
- mengurangi beban kerja jantung.
DEFINISI
Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah (misalnya urea).
PENYEBAB
Gagal ginjal akut bisa merupakan akibat dari berbagai keadaan yang menyebabkan:
- berkurangnya aliran darah ke ginjal
- penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal
- trauma pada ginjal.
Penyebab Utama Gagal Ginjal Akut
Masalah Penyebab Yg Mungkin
Berkurangnya aliran darah ke ginjal Kekurangan darah akibat perdarahan, dehidrasi atau cedera fisik yg menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah
Daya pompa jantung menurun (kegagalan jantung)
Tekanan darah yg sangat rendah (syok)
Kegagalan hati (sindroma hepatorenalis)
Penyumbatan aliran kemih Pembesaran prostat
Tumor yg menekan saluran kemih
Trauma pada ginjal Reaksi alergi (misalnya alergi terhadap zat radioopak yg digunakan pada pemeriksaan rontgen)
Zat-zat racun
Keadaan yg mempengaruhi unit penyaringan ginjal (nefron)
Penyumbatan arteri atau vena di ginjal
Kristal, protein atau bahan lainnya dalam ginjal
GEJALA
Gejala-gejala yang ditemukan pada gagal ginjal akut: - Berkurangnya produksi air kemih (oliguria=volume air kemih berkurang atau anuria=sama sekali tidak terbentuk air kemih)
- Nokturia (berkemih di malam hari)
- Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki
- Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
- Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
- Perubahan mental atau suasana hati
- Kejang
- Tremor tangan
- Mual, muntah
Gejala yang timbul tergantung kepada beratnya kegagalan ginjal, progresivitas penyakit dan penyebabnya.
Keadaan yang menimbulkan terjadinya kerusakan ginjal biasanya menghasilkan gejala-gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal.
Sebagai contoh, demam tinggi, syok, kegagalan jantung dan kegagalan hati, bisa terjadi sebelum kegagalan ginjal dan bisa lebih serius dibandingkan gejala gagal ginjal.
Beberapa keadaan yang menyebabkan gagal ginjal akut juga mempengaruhi bagian tubuh yang lain.
Misalnya granulomatosis Wegener, yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah di ginjal, juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah di paru-paru, sehingga penderita mengalami batuk darah.
Ruam kulit merupakan gejala khas untuk beberapa penyebab gagal ginjal akut, yaitu poliarteritis, lupus eritematosus sistemik dan beberapa obat yang bersifat racun.
Hidronefrosis bisa menyebabkan gagal ginjal akut karena adanya penyumbatan aliran kemih.
Arus balik dari kemih di dalam ginjal menyebabkan daerah pengumpul kemih di ginjal (pelvis renalis) teregang, sehingga timbul nyeri kram (bisa ringan atau sangat hebat) pada sisi yang terkena.
Pada sekitar 10% penderita, kemihnya mengandung darah.
DIAGNOSA
Jika produksi air kemih berkurang, maka patut dicurigai sebagai gagal ginjal akut.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya kadar urea dan kreatinin yang tinggi, disertai gangguan metabolik (misalnya asidosis, hiperkalemia, hiponatremia).
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan penilaian terhadap ginjal; apakah terdapat pembengkakan atau nyeri tumpul.
Penyempitan pada arteri utama ginjal bisa menimbulkan bising (bruit) yang akan terdengar pada pemeriksaan dengan stetoskop.
Jika diduga terjadi penyumbatan, dilakukan pemeriksaan colok dubur atau colok vagina untuk mengetahui adanya massa di kedua tempat tersebut.
Pemeriksaan laboratorium terhadap air kemih bisa membantu menentukan penyebab dan beratnya gagal ginjal.
Jika penyebabnya adalah berkurangnya aliran darah ke ginjal atau penyumbatan saluran kemih, maka air kemih akan tampak normal.
Jika penyebabnya adalah kelainan di dalam ginjal, maka air kemih akan mengandung darah atau kumpulan sel darah merah dan sel darah putih. Air kemih juga mengandung sejumlah besar protein atau berbagai jenis protein yang dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam air kemih.
Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan jika diduga penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah.
Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI.
Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis).
PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan adalah menemukan dan mengobati penyebab dari gagal ginjal akut. Selain itu pengobatan dipusatkan untuk mencegah penimbunan cairan dan limbah metabolik yang berlebihan.
Asupan cairan dibatasi dan disesuaikan dengan volume air kemih yang dikeluarkan.
Asupan garam dan zat-zat yang dalam keadaan normal dibuang oleh ginjal, juga dibatasi.
Penderita dianjurkan untuk menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein, natrium dan kalium.
Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi.
Untuk meningkatkan jumlah cairan yang dibuang melalui ginjal, bisa diberikan diuretik.
Kadang diberikan natrium polistiren sulfonat untuk mengatasi hiperkalemia.
Untuk membuang kelebihan cairan dan limbah metabolik bisa dilakukan dialisa. Dengan dialisa penderita akan merasa lebih baik dan lebih mudah untuk mengendalikan gagal ginjal.
Dialisa tidak harus dijalani oleh setiap penderita, tetapi sering dapat memperpanjang harapan hidup penderita, terutama jika kadar kalium serumnya sangat tinggi.
Indikasi dilakukannya dialisa adalah:
- Keadaan mental menurun
- Perikarditis
- Hiperkalemia
- Anuria
- Cairan yang berlebihan
- Kadar kreatinin > 10 mg/dL dan BUN > 120 mg/dL.
1. PENGERTIAN
• Pengertian Penyakit DM
• DM diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. DM tipe I (IDDM).
2. DM tipe II (NIDDM).
3. DM skundero.
4. DM yang berhubungan dengan malnutrisi (KTG dan DMG).
2. Etiologi
Menurut Corwin (2000, hal: 543) etiologi/ penyebab DM tergantung pada tipe-tipenya.
Tipe I (IDDM)
Disebabkan karena ketidak absolutan insulin sehingga harus mendapatkan insulin pengganti, kebanyakan dijumpai pada orang dewasa kurang dari 30 tahun.
Tipe II (NIDDM)
Disebabkan karena kegagalan relatif sel bata dan resistensi insulin sering dijumpai pada orang dewasa dan orang kelebihan derat badan.
DM Sekunder
Disebabkan karena pengaruh lain, misalnya kerusakan pankreas, obat-obatan kimia, kelainan insulin sidrom genetik tertentu.
DM yang berhubungan dengan malnutrisi
KTG hampir sama dengan sekunder terjadi karena kerusakan pankreas sehingga konsentrasi glukosa antara normal dan DM dapat menjadi normal/melebihi nilai konsentrasi tersebut.
DMG Terjadi saat hamil karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon disertai pengaruh peningkatan metabolik.
3. Patofisiologi
4. Tanda dan Gejala DM
5. Penatalaksanaan
Soegondo S, dkk (2004, hal: 257) penatalaksanaan DM dikaitkan dengan:
a) 1. Makanan yang beranekaragam yang bisa menjamin terpenuhinya kecakupan sumber zat tenaga, pembangun, pengatur.
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi (10-15% protein, 20-25% lemak, 60-70% karbohidrat).
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat (batasi karbohidrat sederhana).
4. Batasi konsumsi lemak.
5. Gunakan garam beryodium.
6. Makanlah makanan sumber zat besi.
7. Biasakan makan pagi.
8. Hindari minum alkohol.
b) Latihan jasmani
Latihan jasmani dapat menurunkan BB dan meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot.
c) Obat-obatan penurun gula darah
Obat-obatan penurun gula antara lain, Chlorpropamide, Glibeclamide, Gliclazide, Gliquidone, Tolazamid, Talbutamid.
6. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pengertian keluarga
Tugas perkembangan keluarga
Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Tahap proses kep. Keluarga
- Pengkajian
- Perencanaan
- Pelaksanaan
- Evaluasi
Faktor pengkajian untuk penderita DM antara lain
- Riwayat kesehatan
Penyebab, berapa lama, silsilah keluarga, tanda dan gejala.
- Kebutuhan konsumsi makanan
Kebiasaan pola makan, diit, gaya hidup, pola aktivitas, eliminasi, emosional.
- Karakteristik lingkungan
Penerangan, kelembaban, penataan prabotan, kebersihan tempat tinggal klien.
- Pemeriksaan fisik
TD, BB, Kelembaban kulit.
Kerangka fikir
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyebab, pencegahan, perawatan sehari-hari, diit dan komplikasi Diabetes Melitus.
2) Ketidaksanggupan mengenal penyakit Diabetes Melitus berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai luas dan sifat masalah Diabetes Melitus.
3) Ketidaksanggupan keluarga tentang penyakit Diabetes Melitus dalam melakukan tindakan yang tepat berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan sumber daya keluarga.
4) Ketidaktahuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadi anggota keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai cara-cara modifikasi lingkungan rumah dan usaha-usaha pencegahan penyakit.
BAB III
RESUME KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan mulai tanggal 23 Juli – 26 Juli 2006 dapat dilihat dari fokus pengkajian sebagai berikut.
Berdasarkan tipe keluarga, keluarga Tn. R termasuk keluarga besar karena terdiri dari 2 keluarga yang terdapat dalam rumah. Dengan jumlah seluruh anggota keluarga 6 orang dan hubungan antara anggota keluarga Tn. R tampak harmonis terlihat saat penulis melakukan pengkajian seluruh anggota keluarga Tn. R tampak akrab.
Dalam keluarga Tn. R ada anggota keluarga yang sakit yaitu Ny. S, Ny. S saat ini menderita DM dan pada saat dilakukan pengkajian Ny. S mengatakan sering BAK terutama pada malam hari 8 – 10 x/hari, kaki dan tangan terasa kesemutan dan terasa tebal sehingga untuk berjalan agak kesulitan, penglihatan kabur dan cepat sekali lelah.
Menurut keterangan dari Ny. S, Ny. S makan 3 x sehari dan sejak terkena DM Ny. S suka minum air putih/teh tawar, menghindari makanan berasa pedas, nangka, durian, daging kambing dan makanan berasa manis seperti roti, buah-buahan yang berasa manis.
Pemeriksaan fisik pada Ny. S – kesadaran compos mentis
TD : 130/90 mmHg Rr : 24 x/mnt
BB : 57 kg Nadi : 80 x/mnt
TB : 155 cm
Kepala : mesochepalis, rambut beruban.
Wajah : simetris, kulit keriput.
Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis.
Hidung : bersih, tidak ada polip.
Mulut : bersih, tidak ada stomatitis.
Telinga : bersih, tidak ada serumen.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
Dada : simetris tidak ada pembesaran.
Perut : tidak ada pembesaran.
Ekstremitas
Atas : pada tangan tidak terdapat oedem.
Kaki : pada kaki tidak terdapat oedem.
Dari fokus pengkajian tersebut diambil analisa data seperti pada halaman 60-62 BAB III.
Perioritas masalah
Berdasarkan hasil skoring pada hal 63 – 66 dapat diuraikan masalah kesehatan adalah:
Prioritas I : penyakit diabetes melitus (5)
II : kesehatan lingkungan (3 1/6)
Diagnosa keperawatan
1. Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes melitus berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyebab, pencegahan, cara perawatan sehari-hari, diit dan komplikasi diabetes melitus.
2. Ketidaksanggupan keluarga tentang penyakit Diabetes Melitus dalam melakukan tindakan yang tepat berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan sumber daya keluarga.
3. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan anggota keluarga berhubungan dengan kurang informasi mengenai cara-cara yang memodifikasi rumah dan usaha-usaha pencegahan penyakit.
Dari ketiga diagnosa maka dilakukan skoring untuk menentukan diagnosa utama yang akan diberikan implementasi dan hasil skoring pada hal. 68 – 71 BAB III.
Perencanaan
Dapat dilihat pada halaman 71-74 BAB III.
1. Rencana Tujuan
a. Tujuan jangka panjang
b. Tujuan jangka pendek
2. Kriteria Evaluasi
a. Respon verbal-kognitif
b. Respon psikomotor
3. Standar Evaluasi
a. Penyebab diabetes melitus
b. Pencegahan
c. Perawatan sehari-hari di rumah
d. Diit
e. Komplikasi
4. Intervensi Keperawatan
Implementasi
Lihat hal. 71 - 77
Evaluasi
Lihat hal 78 - 79
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 23 Juli 2006 sampai tanggal 26 Juli 2006 dengan teknik wawancara, observasi/pengamatan, dokumentasi, pemeriksaan fisik dan data didapat dari keluarga Tn. R yaitu Tn. R, Ny. S dan Ny. K sehingga dapat akurat.
B. ANALISA DATA
Dari data yang didapat saat pengkajian, maka dikategorikan bahwa keluarga Tn. R. mengalami masalah kesehatan yaitu penyakit Diabetes Melitus dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Masalah tersebut lebih banyak disebabkan karena faktor ketidaktahuan.
C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan tipologi masalah dapat dirumuskan:
1. Kurang/tidak sehat (Ny. S menderita DM)
2. Ancaman kesehatan (sanitasi lingkungan) yang kurang baik.
D. PRIORITAS MASALAH
1. Penyakit DM
Karena apabila hal ini tidak ditangguhkan akan mengancam kehidupan.
2. Kesehatan Lingkungan
Karena bisa mempengaruhi derajat kesehatan anggota keluarga yang lain.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
• DX I
Karena keluarga Tn. R. belum mengetahui tentang pengertian, tanda dan gejala penyebab serta bagaimana perawatan pada DM.
• DX II
Kurangnya pengetahuan dan sumber daya keluarga mempengaruhi kesehatan Ny. S.
• DX III
Ketidaktahuan keluarga tentang manfaat modifikasi lingkungan dapat memperburuk masalah kesehatan yang ada.
Pada diagnosa kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit DM b.d kurangnya informasi mengenai luas, berat dan sifat DM tidak muncul karena dapat teratasi dengan memberikan penyuluhan pada DX I
Viagra Picu Gangguan Pendengaran?
Alhasil, para ahli medis pun mulai memberi peringatan kalau obat impotensi ini berpotensi mengganggu organ pendengaran. Peneliti dari Rumah Sakit Charing Cross London, RS Stoke Mandeville Buckinghamshire dan Rumah Sakit Royal Marsden di London melaporkan adanya kasus gangguan pendengaran yang dikaitkan dengan konsumsi viagra. Mereka mengusulkan agar temuan ini ditindaklanjuti oleh badan pengawas resmi di beberapa benua.
Seperti yang dilaporkan dalam jurnal The Laryngoscope, sejumlah pengguna Viagra di beberapa benua yakni Eropa, Amerika, Asia Timur dan Australia melaporkan bahwa mereka kehilangan pendengaran setelah menggunakan pil tersebut.
Tercatat 47 pria yang diduga mengalami gangguan pendengaran sensorineural (sudden sensorineural hearing loss/SSHL) yang berkaitan dengan Viagra dan obat sejenisnya yakni Cialis dan Levitra. SSHL merupakan sejenis gangguan pendengaran pada bagian dalam struktur salah satu atau kedua telinga yang dapat mengakibatkan hilangnya pendengaran secara permanen.
Di Inggris, tercatat ada 8 pengguna mengalami keluhan yang sama. Sementara itu di Amerika, ada 223 kasus meski kemudian dianggap tidak valid karena datanya tidak detil.
Hingga kini, para ahli belum mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan Viagra dapat memengaruhi pendengaran seseorang. Diduga hal itu ada kaitannya dengan reaksi kimia berantai yang memicu ketukan pada telinga bagian dalam.
Riset itu melaporkan bahwa rata-rata pria yang terkena efek samping Viagra adalah mereka yang berusia 57 tahun, meski ada dua pria lainnya yang baru berusia 37.
Salah seorang juru bicara dalam laporan riset itu menegaskan bahwa laporan mengenai reaksi yang timbul akibat obat-obat ini tidak serta-merta membuktikan bahwa hal itu diakibatkan oleh penggunaan obat.
Mohon maaf komentar Spam, No Broken Links, Yes Valid Links
HEPATITIS
A. DEFINISI
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001)
B. ETIOLOGI
1. Virus
Type A Type B Type C Type D Type E
Metode transmisi Fekal-oral melalui orang lain Parenteral seksual, perinatal Parenteral jarang seksual, orang ke orang, perinatal Parenteral perinatal, memerlukan koinfeksi dengan type B
Fekal-oral
Keparah-an Tak ikterik dan asimto- matik Parah Menyebar luas, dapat berkem-bang sampai kronis Peningkatan insiden kronis dan gagal hepar akut
Sama dengan D
Sumber virus Darah, feces, saliva Darah, saliva, semen, sekresi vagina Terutama melalui darah Melalui darah Darah, feces, saliva
2. Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.
3. Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
4. Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.
D. PATOFOSIOLOGI
Patways terlampir.
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan pigmen
- urobilirubin direk
- bilirubun serum total
- bilirubin urine
- urobilinogen urine
- urobilinogen feses
b. Pemeriksaan protein
- protein totel serum
- albumin serum
- globulin serum
- HbsAG
c. Waktu protombin
- respon waktu protombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
- AST atau SGOT
- ALT atau SGPT
- LDH
- Amonia serum
2. Radiologi
- foto rontgen abdomen
- pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
- kolestogram dan kalangiogram
- arteriografi pembuluh darah seliaka
3. Pemeriksaan tambahan
- laparoskopi
- biopsi hati
F. KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
PATHWAYS
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati
1. Aktivitas
ð Kelemahan
ð Kelelahan
ð Malaise
2. Sirkulasi
ð Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
ð Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
3. Eliminasi
ð Urine gelap
ð Diare feses warna tanah liat
4. Makanan dan Cairan
ð Anoreksia
ð Berat badan menurun
ð Mual dan muntah
ð Peningkatan oedema
ð Asites
5. Neurosensori
ð Peka terhadap rangsang
ð Cenderung tidur
ð Letargi
ð Asteriksis
6. Nyeri / Kenyamanan
ð Kram abdomen
ð Nyeri tekan pada kuadran kanan
ð Mialgia
ð Atralgia
ð Sakit kepala
ð Gatal ( pruritus )
7. Keamanan
ð Demam
ð Urtikaria
ð Lesi makulopopuler
ð Eritema
ð Splenomegali
ð Pembesaran nodus servikal posterior
8. Seksualitas
ð Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
G. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
a. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
c. Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
d. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)
a. Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
b. Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
- Akui adanya nyeri
- Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri
c. Berikan informasi akurat dan
- Jelaskan penyebab nyeri
- Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
d. Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
a. Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
c. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
a. Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang
b. Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.
c. Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting
d. Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan keletihan
e. Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
- Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin)
- Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi
c. Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus
d. Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret.
Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
Intervensi :
a. Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen
b. Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
c. Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret
d. Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
e. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia
7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a. Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua cairan tubuh
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
- Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
- Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
b. Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit
c. Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi
d. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.
Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998.
Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono, Edisi I, jakarta, Salemba Medika.
Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, jakarta.
CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
B. ETIOLOGI
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
• Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
- hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi studi
PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )
E. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Gangguan perfusi jaringan
6. Intoleransi aktivitas
7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8. resti terjadinya infeksi
J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
BAB I
KONSEP DASAR
A. Fraktur
1. Pengertian
Trauma sistem muskuloskeletal yang sering terjadi akhir-akhir ini adalah fraktur. Definisi yang paling sederhana menurut Tucker, et. al (1999: 434) fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang. Sedangkan menurut Syamsuhidajat dan Jong (1997: 1138) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Senada dengan definisi yang dinyatakan oleh para ahli diatas Doenges, et. al (2000: 761) juga mendefinisikan fraktur sebagai pemisahan atau patahnya tulang.
Beberapa definisi fraktur diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang yang disebabkan oleh beberapa mekanisme. Penyebab yang paling lazim adalah karena trauma.
2. Penyebab
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh kondisi lain menurut Appley dan Salomon (1995: 238) fraktur dapat terjadi karena:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan.
1) Bila terkena kekuatan langsung
Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan dapat menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
2) Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia dan fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan berbaris dengan jarak jauh.
c. Fraktur patalogik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh oleh karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang.
3. Gambaran klinis
Manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat keparahan trauma serta lokasi fraktur. Menurut Smeltzer dan Bare (2002: 2358-2359) manifestasi klinis fraktur antara lain:
a. Nyeri.
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen diimmobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dan kehilangan fungsi.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada intregitas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pemendekan tulang.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Krepitus.
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Edema.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
4. Anatomi / patologi
Menurut Price dan Wilson (1995: 1776) bagian-bagian tulang panjang yaitu diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama tersusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah. Sumsum merah juga terdapat dibagian epifisis dan diafisis tulang. Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak dan akan menghilang pada tulang dewasa.
Gambar 1. Anatomi tulang panjang (Price dan Wilson, 1995: 1776).
Terdapat berbagai tipe fraktur berdasarkan bentuk garis patah. Tipe-tipe fraktur tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2. Berbagai tipe fraktur berdasarkan betuk garis patah (Smeltzer dan Bare, 2002: 2359).
5. Patofisiologi
Sabiston (1997: 370) menyatakan bahwa pola fraktur ditentukan dalam tingkat tertentu oleh sifat tenaga yang diberikan. Hal lain yang menentukan adalah sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang (Price dan Wilson, 1995: 1183). Ketiga hal tersebut dapat mentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap artinya mengenai seluruh penampang tulang atau sebagian saja. Menurut Underwood (1999: 811) sifat dan arah garis fraktur juga tergantung dari usia penderita dan jenis tulang yang terkena fraktur. Faktor-faktor ini bukan hanya dapat menentukan sifat dan arah garis fraktur saja karena usia penderita, jenis tulang yang fraktur serta pola tempat cedera mempengaruhi juga dalam kecepatan prose penyembuhan.
Pola terjadinya fraktur pada tulang sangat berperan dalam menentukan klasifikasinya. Klasifikasi fraktur menurut FKUI (2000: 346-347) dideskripsikan sebagai berikut:
a. Komplit atau tidak komplit.
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
2) Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti:
a) Hairline fracture (patah retak rambut).
b) Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya, biasanya pada distal radius anak-anak.
c) Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
b. Bentuk garis patah dan hubunganya dengan mekanisme trauma.
1) Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung.
2) Garis patah oblik : trauma angulasi.
3) Garis patah spiral : trauma rotasi.
4) Fraktur kompresi : trauma aksial fleksi pada tulang spongiosa.
5) Fraktur avulsi : trauma tarikan / traksi otot pada insersinya di tulang, misalnya fraktur patella.
c. Jumlah garis patah.
1) Fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal.
3) Faktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya misalnya fraktur femur, fraktur kruris dan fraktur tulang belakang.
d. Bergeser atau tidak bergeser.
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteum masih utuh.
2) Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen frakt ur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi menjadi:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pegeseran membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).
e. Komplikasi atau tanpa komplikasi. Komplikasi dapat berupa komplikasi dini atau lambat, lokal atau sistemik, oleh trauma atau akibat pergerakan.
f. Terbuka atau tertutup.
1) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (open atau compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :
a) Derajat I.
(1) Luka kurang dari 1 cm.
(2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
(3) Fraktur sederhana, tranversal, oblik atau kominutif ringan.
(4) Kontaminasi ringan.
b) Derajat II.
(1) Laserasi lebih dari 1 cm.
(2) Kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap atau avulsi.
(3) Fraktur kominutif sedang.
(4) Kontaminasi sedang.
c) Derajat III.
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
(1) Jaringan lunak yang menutupi fraktur adekuat, meskipun terdapat laserasi luas, flap atau avulsi atau fraktur segmental / sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
(2) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi.
(3) Luka pada pembuluh arteri atau saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
Bila terjadi patah tulang maka proses penyembuhannya berbeda dengan jaringan lain. Ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut seperti jaringan lain pada umumnya tetapi mengalami regenerasi sendiri. Syamsuhidajat dan Jong (1997: 1146) menyatakan bahwa proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap patah tulang.
Tahapan-tahapan penyembuhan tulang menurut Smeltzer dan Bare (2002: 2266-2268) adalah sebagai berikut:
a. Inflamasi.
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag, yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b. Proliferasi sel.
Kurang lebih 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteobalast (berkembang dari osteosit, sel endostel dan periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteosit). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.
c. Pembentukan kalus.
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi yang lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan sampai tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Agar fragmen tulang rawan atau jaringan fibrus diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.
d. Osifikasi.
Pembentukan kalus mulai mengalami penurunan dalam 2 sampai 3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada patah tulang panjang orang dewasa, penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.
e. Remodeling.
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus, stress funsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak khususnya pada titik kontak langsung.
Proses penyembuhan tulang tersebut dapat terganggu karena beberapa hal, sehingga akan memperlambat pertautan dua fragmen. Menurut Long (1996: 359) penyebab gangguan penyembuhan tulang atara lain sebagai berikut:
a. Kalus putus atau remuk karena aktivitas berlebihan.
b. Edema pada lokasi fraktur, menahan penyaluran nutrisi ke lokasi.
c. Immobilisasi yang tidak efisien.
d. Infeksi terjadi pada lokasi.
e. Kondisi gizi klien buruk.
Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2002: 2361) faktor yang menghambat penyembuhan tulang adalah:
a. Trauma lokal ekstensif.
b. Kehilangan tulang.
c. Immobilisasi tidak memadai.
d. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang.
e. Infeksi.
f. Keganasan lokal.
g. Penyakit tulang metabolik ( misalnya penyakit Paget).
h. Radiasi tulang (nekrosis radiasi).
i. Nekrosis avaskuler.
j. Fraktur intraartikuler (cairan sinovial mengandung fibrilisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan).
k. Usia (lansia sembuh lebih lama).
l. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan).
B. Amputasi
1. Pengertian
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap (Syamsuhidajat dan Jong, 1997: 1282). Sedangkan menurut Engram (1999: 343) amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. Tucker, et. al (1999: 453) juga memberikan definisi yang lebih terinci yaitu amputasi kaki adalah pengangkatan melalui pembedahan bagian dari kaki karena trauma, penyakit, tumor atau anomali kongenital.
Definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi adalah tindakan pengangkatan sebagian atau seluruhnya dari bagian tubuh terutama ekstremitas atas indikasi tertentu sehingga menimbulkan kecacatan menetap. Terdapat dua macam amputasi dilihat dari teknik pembedahannya. Menurut Engram (1999: 347) amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup.
Amputasi terbuka dikerjakan pada luka kotor seperti luka perang atau infeksi berat antara lain gangren gas. Pada amputasi cara ini sayatan dikulit dibuat secara sirkuler sedangkan otot dipotong lebih proksimal dari sayatan di kulit dan tulang digergaji sedikit proksimal dari otot. Luka dibiarkan terbuka sampai infeksi teratasi, kemudian baru dikerjakan reamputasi (Syamsuhidajat dan Jong, 1997: 1285). Untuk amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan flap kulit dan otot (Engram, 1999: 343).
2. Indikasi
Menurut Syamsuhidajat dan Jong (1997: 1282) indikasi amputasi antara lain:
a. Kelainan tulang yang disebabkan oleh penyakit pembuluh darah.
b. Cedera.
c. Tumor ganas.
d. Infeksi.
e. Kelainan bawaan.
f. Kelainan neurologis seperti paralisis dan anestesia.
Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2002: 2387) amputasi ekstermitas bawah sering diperlukan pada kondisi-kondisi berikut:
a. Penyakit vaskuler perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes mellitus).
b. Gangren.
c. Trauma (cedera remuk, luka bakar, luka bakar dingin, luka bakar listrik).
d. Deformitas kongenital.
e. Tumor ganas.
D. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada klien dengan fraktur menurut Doenges, et. al (2000: 761) adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas istirahat.
Tanda : Keterbatasan atau fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder dan pembengkakan jaringan, nyeri).
2. Sirkulasi.
Tanda : Hipertensi atau tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat. Pucat pada bagian yang terkena pembengkakan jariangan atau massa hematoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori.
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri ansietas atau trauma lain).
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang, dapat berkurang pada immobilisasi). Tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme atau kram otot (setelah imobilisasi).
5. Keamanan.
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
6. Penyuluhan dan pembelajaran.
Gejala : Lingkungan cedera.
Fokus pengkajian pada klien yang mengalami amputasi menurut Doenges, et. al (2000: 786) adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas / istirahat.
Gejala : Keterbatasan aktual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi / amputasi.
2. Integritas ego.
Gejala : Masalah tentang antisipasi pola hidup, situasi finansial, reaksi orang lain. Perasaan putus asa, tidak berdaya.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu.
3. Seksualitas.
Gejala : Masalah tentang keintiman hubungan.
4. Interaksi sosial.
Gejala : Masalah sehubungan dengan penyakit atau kondisi. Masalah tentang peran fungsi, reaksi orang lain.
5. Penyuluhan / pembelajaran.
Memerlukan bantuan dalam perawatan luka atau bahan, adapatasi terhadap alat bantu ambulatori, transportasi, pemeliharaan rumah, kemungkinan aktivitas perawatan diri dan latihan kejuruan.
E. Fokus Intervensi
Menurut Doenges, et. al (2000: 763-774) fokus intervensi pada klien fraktur adalah sebagai berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen, edema dan cedera pada jaringan lunak.
Hasil yang dih arapkan:
a. Menyatakan nyeri hilang.
b. Menunjukkan tindakan santai: mampu berpartisipasi dalam aktivitas / tidur / istirahat dengan ketat.
c. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu.
Intervensi:
a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring , gips, pembebat, traksi.
Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan cedera.
b. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena fraktur.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan nyeri.
c. Hindari penggunaan sprei atau bantal plastik di bawah ekstremitas yang di gips.
Rasional : Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering.
d. Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal.
Rasional : Mempengaruhi pilihan dan pengawasan keefektifan intervensi.
e. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, perubahan posisi.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan dan kelelahan otot.
f. Dorong pasien menggunakan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif atau latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri.
g. Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa / tiba-tiba atau dalam, lokasi progresif atau buruk tidak hilang dengan analgetik.
Rasional : Dapat menandakan terjadinya komplikasi seperti infeksi, iskemia jaringan atau sindrom kompartemen.
h. Lakukan kompres dingin (es) pada 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.
Rasional : Menurunkan edema atau pembentukan hematoma dan menurunkan nyeri.
i. Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan spasme otot.
2. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang.
Hasil yang diharapkan:
a. Mempertahankan stabilisasi dari posisi fraktur.
b. Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur.
c. Menunjukkan pembentukan kalus / mulai penyatuan fraktur dengan tepat.
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring / ekstremitas sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi diatas dan dibawah fraktur bila bergerak / membalik.
Rasional : Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi / penyembuhan.
b. Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
Rasional : Tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi penarikan traksi.
c. Sokong fraktur dengan bantal / gulungan selimut. Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, papan kaki.
Rasional : Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas yang di gips kering.
d. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema.
Rasional : Seiring dengan berkurangnya edema, penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips plester mungkin diperlukan untuk mempertahankan kesejajaran fraktur.
3. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah.
Hasil yang diharapkan:
Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat atau kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil, dan haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
Intervensi:
a. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
Rasional : Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
b. Evaluasi adanya (kualitas) nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi.
Rasional : Penurunan atau tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler.
c. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional : Kembalinya warna kulit harus cepat (3-5 detik). Warna kulit putih, menunjukkan gangguan arterial, sianosis diduga adanya gangguan vena.
d. Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motor atau sensasi. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri.
Rasional : Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan atau penyebaran nyeri bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
e. Tes sensasi saraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari dan jari kedua dan kaji kemampuan dorsofleksi ibu jari bila di indikasikan.
Rasional : Panjang dan posisi saraf perineal meningkatkan risiko cedera pada fraktur kaki, edema / sindrom kompartemen, malposisi alat traksi.
f. Kaji jaringan disekitar akhir gips, selidiki keluhan rasa terbakar di bawah gips.
Rasional : Faktor ini disebabkan atau mengindikasikan jaringan iskemia, menimbulkan kerusakan / nekrosis.
g. Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali dikontraindikasikan.
Rasional : Meningkatkan drainase vena / menurunkan edema.
h. Kaji keseluruhan panjang ekstremitas untuk pembengkakan / pembentukan edema.
Rasional : Peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera menandakan edema jaringan tetapi dapat juga perdarahan.
i. Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba (contoh penurunan suhu kulit dan peningkatan nyeri).
Rasional : Dislokasi fraktur sendi (terutama lutut) dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan dan berakibat hilangnya aliran darah ke distal.
j. Awasi tanda vital. Perhatikan tanda pucat / sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental.
Rasional : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
k. Awasi hemoglobin / hematokrit, pemeriksaan faktor koagulasi darah (contoh protrombin).
Rasional : Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan keektifan terapi penggantian.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuro muskuler.
Hasil yang diharapkan:
a. Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
b. Mempertahankan posisi fungsional.
c. Meningkatkan kekuatan / fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
d. Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktifitas.
Intervensi:
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh pengobatan (terapi restriktif) dan perhatikan persepsi klien terhadap imobilisasi.
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi / intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
b. Dorong partisipasi dalam akatifitas terapeutik / rekreasi. Pertahankan rangsang lingkungan seperti koran, TV, radio, barang pribadi, kalender dll.
Rasional : Memberi kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan isolasi sosial.
c. Instruksikan pasien untuk / bantu dalam rentang gerak pasien, pasif untuk ekstremitas yang sakit dan aktif untuk ekstremitas yang sehat.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur / atrofi dan resorbsi kalsium karena tak digunakan.
d. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dari tungkai yang tidak sakit.
Rasional : Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan massa otot.
e. Dorong / bantu perawatan diri / kebersihan.
Rasional : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
f. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk dan nafas dalam.
Rasional : Mencegah / menurunkan insiden komplikasi kulit / pernafasan.
g. Konsul ahli terapi fisik / okupasi dan / atau rehabilitasi spesialis.
Rasional : Berguna dalam membuat aktivitas iindividual / program latihan.
5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer skunder akibat trauma jaringan.
Hasil yang diharapkan:
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi:
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional : Pen atau kawat tidak dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan atau abrasi.
b. Kaji kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri / rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase dan bau tak enak.
Rasional : Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal /nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan osteomielitis.
c. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak / asam.
Rasional : Tanda perkiraan gas gangren.
d. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang, dan disfagia menunjukkan terjadinya tetanus.
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: antibiotik dan tetanus toksoid.
Rasional : Dapat diberikan sebagai profilaksis.
Fokus intervensi pada klien amputasi menurut Doenges, et. al (2000: 787-795) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
Hasil yang diharapkan:
a. Mulai menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri (amputasi).
b. Mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
c. Membuat rencana nyata untuk adaptasi peran baru / perubahan peran.
Intervensi:
a. Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh.
Rasional : Ekspresi emosi membantu pasien mulai menerima kenyataan dan realitas hidup tanpa tungkai.
b. Beri penguatan informasi pascaoperasi termasuk tipe / lokasi amputasi, tipe protesa, harapan tindakan operasi, termasuk kontrol nyeri dan rehabilitasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk menanyakan dan mengasimilasi informasi dan mulai menerima perubahan gambaran diri dan fungsi, yang dapat membantu penyembuhan.
c. Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.
Rasional : Dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.
d. Dorong partisipasi dalam akivitas sehari-hari. Berikan kesempatan untuk memandang / merawat puntung menggunakan waktu untuk untuk menunjukkan tanda positif penyembuhan.
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan harga diri.
e. Berikan lingkungan yang terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah tentang seksualitas.
Rasional : Mengidentifikasi tahap berduka / kebutuhan untuk intervensi.
f. Perhatikan perilaku menarik diri. Membicarakan diri tentang hal yang negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan nyata /yang diterima.
Rasional : Mengidentifikasi tahap berduka nyata/ yang diterima.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik / jaringan dan trauma saraf.
Hasil yang diharapkan:
a. Menyatakan nyeri hilang / terkontrol.
b. Tampak rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.
c. Menyatakan pemahaman tentang nyeri fantom dan metode untuk menghilangkannya.
Intervensi:
a. Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri (kebas atau kesemutan).
Rasional : Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi.
b. Tinggikan bagian yang sakit dengan meninggilkan kaki tempat tidur atau menggunakan bantal / guling untuk amputasi tungkai atas.
Rasional : Mengurangi terbentuknya edema dengan peningkatan alir balik vena, menurunkan kelelahan otot dan tekanan kulit / jaringan.
c. Terima kenyataan sensasi fantom tungkai yang biasanya hilang dengan sendirinya.
Rasional : Mengetahui sensasi ini memungkinkan pasien memahami fenomena normal ini yang dapat terjadi segera atau beberapa minggu pasca operasi.
d. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik manajemen stress (contoh latihan nafas dalam, visualisasi) dan sentuhan terpeutik.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan kemampuan koping dan dapat menurunkan terjadinya nyeri fantom pada tungkai.
e. Berikan pijatan lembut pada puntung sesuai toleransi bila balutan telah dilepaskan.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot.
f. Selidiki keluhan nyeri lokal / kemajuan yang tak hilang dengan analgetik.
Rasional : Dapat mengidentifikasi terjadinya sindrom kompartemen.
g. Berikan obat sesuai indikasi : analgetik dan relaksan otot.
Rasional : Menurunkan nyeri dan spasme otot.
3. Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah vena / arterial.
Hasil yang diharapkan:
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer teraba, kulit hangat / kering, dan penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi:
a. Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan kesamaan antara ekstremitas yang sakit dan yang sehat.
Rasional : Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.
b. Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit dan suhu.
Rasional : Edema jaringan pasca operasi, pembentukan hematoma atau balutan terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puntung mengakibatkan nekrosis.
c. Inspeksi alat balutan / drainase, perhatikan karakteristik balutan.
Rasional : Kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan untuk tambahan penggantian cairan dan evaluasi gangguan koagulasi.
d. Berikan tekanan langsung pada sisi perdarahan bila terjadi perdarahan.
Rasional : Tekanan langsung pada luka dapat diteruskan dengan penggunaan balutan serat pengaman dengan balutan elastis bila perdarahan terkontrol.
e. Berikan cairan intravena / produk darah sesuai indikasi.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer skunder akibat trauma jaringan.
Hasil yang diharapkan:
Mencapai penyembuhan tepat waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan tidak demam.
Intervensi:
a. Pertahankan teknik aseptik bila mengganti balutan / merawat luka.
Rasional : Meminimalkan introduksi bakteri.
b. Inspeksi balutan dan luka, perhatikan karakteristik drainase.
Rasional : Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu.
c. Tutup balutan dengan plastik bila menggunakan pispot atau bila terjadi inkontinensia.
Rasional : Mencegah kontaminasi pada amputasi.
d. Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah pembalutan dikontraindikasikan.
Rasional : Mempertahankan kebersihan dan meminimalkan kontaminasi.
e. Awasi tanda vital.
Rasional : Peningkatan suhu / takikardi menunjukkan terjadinya infeksi.
f. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Dapat digunakan sabagai profilaksis.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai.
Hasil yang diharapkan:
a. Menunjukkan keinginan berpartipasi dalam aktifitas.
b. Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan dengan tidak adanya kontraktur dan atropi otot.
c. Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan beraktifitas.
Intervensi:
a. Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang tidak sakit secara dini pada tahap pasca operasi.
Rasional : Mencegah kontraktur dan perubahan bentuk yang dapat terjadi dengan cepat dan memperlambat penggunaan protesa.
b. Dorong latihan aktif / isometrik untuk paha atas dan lengan atas.
Rasional : Meningkatkan kekuatan otot untuk membantu ambulasi.
c. Instruksikan pasien untuk berbaring dengan posisi tengkurap sesuai toleransi, sedikitnya dua kali sehari dengan bantal dibawah abdomen dan puntung ekstremitas bawah.
Rasional : Menguatkan otot ekstensor dan mencegah kontraktur fleksi pada panggul.
d. Tunjukkan / bantu teknik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas (contoh kruk, atau walker).
Rasional : Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien.
e. Bantu latihan ambulasi.
Rasional : Menurunkan potensial untuk cedera. Ambulasi setelah amputasi tergantung waktu pemasangan protesa.
f. Rujuk kepada tim rehabilitasi.
Rasional : Memberikan bentuk latihan / program aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan kekuatan individu dan mengidentifikasi mobilitas fungsional membantu peningkatan kemandirian.
Blog Archive
-
2016
(1)
- 09/18 - 09/25 (1)
-
2015
(10)
- 10/11 - 10/18 (1)
- 09/13 - 09/20 (1)
- 09/06 - 09/13 (1)
- 07/05 - 07/12 (1)
- 05/17 - 05/24 (6)
-
2014
(1)
- 04/13 - 04/20 (1)
-
2012
(770)
- 02/19 - 02/26 (5)
- 02/12 - 02/19 (10)
- 02/05 - 02/12 (4)
- 01/29 - 02/05 (27)
- 01/22 - 01/29 (88)
- 01/15 - 01/22 (101)
- 01/08 - 01/15 (169)
- 01/01 - 01/08 (366)
-
2011
(4478)
- 12/25 - 01/01 (336)
- 12/18 - 12/25 (62)
- 12/11 - 12/18 (70)
- 12/04 - 12/11 (77)
- 11/27 - 12/04 (40)
- 11/20 - 11/27 (67)
- 11/13 - 11/20 (198)
- 11/06 - 11/13 (187)
- 10/30 - 11/06 (340)
- 10/23 - 10/30 (32)
- 10/16 - 10/23 (109)
- 10/09 - 10/16 (80)
- 08/14 - 08/21 (75)
- 08/07 - 08/14 (81)
- 07/31 - 08/07 (82)
- 07/24 - 07/31 (66)
- 07/17 - 07/24 (91)
- 07/10 - 07/17 (47)
- 07/03 - 07/10 (44)
- 06/26 - 07/03 (53)
- 06/19 - 06/26 (59)
- 06/12 - 06/19 (47)
- 06/05 - 06/12 (65)
- 05/29 - 06/05 (63)
- 05/22 - 05/29 (77)
- 05/15 - 05/22 (115)
- 05/08 - 05/15 (65)
- 05/01 - 05/08 (104)
- 04/24 - 05/01 (45)
- 04/17 - 04/24 (70)
- 04/10 - 04/17 (134)
- 04/03 - 04/10 (72)
- 03/27 - 04/03 (18)
- 03/20 - 03/27 (47)
- 03/13 - 03/20 (68)
- 03/06 - 03/13 (40)
- 02/27 - 03/06 (56)
- 02/20 - 02/27 (77)
- 02/13 - 02/20 (76)
- 02/06 - 02/13 (198)
- 01/30 - 02/06 (194)
- 01/23 - 01/30 (132)
- 01/16 - 01/23 (196)
- 01/09 - 01/16 (202)
- 01/02 - 01/09 (121)
-
2010
(2535)
- 12/26 - 01/02 (156)
- 12/19 - 12/26 (65)
- 12/12 - 12/19 (73)
- 12/05 - 12/12 (84)
- 11/28 - 12/05 (80)
- 11/21 - 11/28 (68)
- 11/14 - 11/21 (63)
- 11/07 - 11/14 (50)
- 10/31 - 11/07 (50)
- 10/24 - 10/31 (36)
- 10/17 - 10/24 (58)
- 10/10 - 10/17 (35)
- 10/03 - 10/10 (31)
- 09/26 - 10/03 (21)
-
09/19 - 09/26
(26)
- Asuhan Keperawatan Hemorrhoid
- Batuk Darah
- Gastritis
- Gagal Jantung
- Gagal Ginjal Akut
- Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
- Viagra Picu Gangguan Pendengaran?
- Mohon maaf komentar Spam, No Broken Links, Yes Va...
- Asuhan Keperawatan Hepatitis
- Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik
- Asuhan Keperawatan Fraktur
- Konsep Praktek Klinik Keperawatan
- Makanan pantangan Untuk Penyakit asam urat
- Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
- Flu
- menonton Pertandingan penting di USA
- Wisuda
- Cara Agar Cepat Tinggi
- Mary Jane Seacole Perawat pejuang anti Kolera
- Tiga Trik Agar Rambut Cepat Panjang
- Deteksi Penyakit Jantung Lewat Rambut
- Siapa bilang Perawat miskin
- Beras Hitam, Makanan Pencegah Kanker
- Cara Ampuh Atasi Rambut Berminyak
- ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN MOLA HIDATIDOSA
- Oksigen Dapat Memperlambat Pembentukan Keriput
- 09/12 - 09/19 (55)
- 09/05 - 09/12 (65)
- 08/29 - 09/05 (33)
- 08/22 - 08/29 (70)
- 08/15 - 08/22 (45)
- 08/08 - 08/15 (35)
- 08/01 - 08/08 (37)
- 07/25 - 08/01 (27)
- 07/18 - 07/25 (19)
- 07/11 - 07/18 (30)
- 07/04 - 07/11 (56)
- 06/27 - 07/04 (28)
- 06/20 - 06/27 (22)
- 06/13 - 06/20 (30)
- 06/06 - 06/13 (21)
- 05/30 - 06/06 (5)
- 05/16 - 05/23 (6)
- 05/09 - 05/16 (29)
- 05/02 - 05/09 (59)
- 04/25 - 05/02 (28)
- 04/18 - 04/25 (38)
- 04/11 - 04/18 (70)
- 04/04 - 04/11 (59)
- 03/28 - 04/04 (65)
- 03/21 - 03/28 (89)
- 03/14 - 03/21 (218)
- 03/07 - 03/14 (95)
- 02/28 - 03/07 (135)
- 02/21 - 02/28 (102)
- 01/03 - 01/10 (68)
-
2009
(1652)
- 12/27 - 01/03 (36)
- 12/20 - 12/27 (22)
- 12/13 - 12/20 (100)
- 12/06 - 12/13 (45)
- 11/29 - 12/06 (24)
- 11/22 - 11/29 (22)
- 11/15 - 11/22 (19)
- 11/08 - 11/15 (28)
- 11/01 - 11/08 (11)
- 10/25 - 11/01 (17)
- 10/18 - 10/25 (38)
- 10/11 - 10/18 (33)
- 10/04 - 10/11 (15)
- 09/27 - 10/04 (21)
- 09/20 - 09/27 (7)
- 09/13 - 09/20 (84)
- 09/06 - 09/13 (35)
- 08/30 - 09/06 (48)
- 08/23 - 08/30 (118)
- 08/16 - 08/23 (26)
- 08/09 - 08/16 (34)
- 08/02 - 08/09 (35)
- 07/26 - 08/02 (31)
- 07/19 - 07/26 (14)
- 07/12 - 07/19 (16)
- 07/05 - 07/12 (28)
- 06/28 - 07/05 (26)
- 06/21 - 06/28 (76)
- 06/14 - 06/21 (26)
- 06/07 - 06/14 (21)
- 05/31 - 06/07 (43)
- 05/24 - 05/31 (38)
- 05/17 - 05/24 (26)
- 05/10 - 05/17 (52)
- 05/03 - 05/10 (15)
- 04/26 - 05/03 (38)
- 04/19 - 04/26 (32)
- 04/12 - 04/19 (22)
- 04/05 - 04/12 (20)
- 03/29 - 04/05 (40)
- 03/22 - 03/29 (43)
- 03/15 - 03/22 (18)
- 03/08 - 03/15 (14)
- 03/01 - 03/08 (22)
- 02/22 - 03/01 (12)
- 02/15 - 02/22 (9)
- 02/08 - 02/15 (11)
- 02/01 - 02/08 (19)
- 01/25 - 02/01 (37)
- 01/18 - 01/25 (21)
- 01/11 - 01/18 (33)
- 01/04 - 01/11 (31)
-
2008
(700)
- 12/28 - 01/04 (13)
- 12/21 - 12/28 (9)
- 12/14 - 12/21 (57)
- 12/07 - 12/14 (5)
- 11/30 - 12/07 (18)
- 11/23 - 11/30 (33)
- 11/16 - 11/23 (31)
- 11/09 - 11/16 (23)
- 11/02 - 11/09 (18)
- 10/26 - 11/02 (11)
- 10/19 - 10/26 (15)
- 10/12 - 10/19 (13)
- 10/05 - 10/12 (25)
- 09/28 - 10/05 (2)
- 09/21 - 09/28 (14)
- 09/14 - 09/21 (19)
- 09/07 - 09/14 (43)
- 08/31 - 09/07 (3)
- 08/24 - 08/31 (33)
- 08/17 - 08/24 (65)
- 08/10 - 08/17 (4)
- 08/03 - 08/10 (26)
- 07/27 - 08/03 (6)
- 07/20 - 07/27 (19)
- 07/13 - 07/20 (18)
- 07/06 - 07/13 (60)
- 06/29 - 07/06 (53)
- 06/22 - 06/29 (49)
- 06/15 - 06/22 (11)
- 06/08 - 06/15 (4)
Popular Posts
-
ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
-
KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
-
Setelah beberapa minggu ini cari materi buat postingan baru, mendadak dapat inspirasi setelah rekan Anton Wijaya menulis di buku tamu Keper...
-
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
-
DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
-
Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
-
Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...
-
Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
-
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
-
Metode Suhu Basal Tubuh (Basal Body Temperature Method) Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat atau ...
© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates