Sabtu, 12 Juli 2008
Temuan oleh beberapa peneliti Italia tersebut telah mencuatkan keprihatinan baru mengenai bagaimana toksin itu bekerja dan apa konsekuensi tak diinginkan yang mungkin ada.
"Botulinum toxin" memutuskan hubungan antara sel-sel saraf dengan merusak protein yang disebut SNAP-25. Gangguan itu melumpuhkan otot yang dikendalikan oleh sel-sel saraf tersebut. Benda yang lumpuh itu memungkinkan para dokter merawat beberapa penyakit seperti "strabismus" (atau mata juling). Operasi plastik juga menggunakan dosis rendah untuk melumpuhkan otot wajah, sehingga garis dan kerutan jadi tak terlihat.
Satu tim peneliti Italia meneliti penggunaan potensial lain toksin tersebut: untuk merawat epilepsi. Namun saat mempelajari dampaknya pada tikus yang menderita epilepsi, mereka menemukan bukti mengenai toksin pada kedua sisi otak hewan itu, sekalipun mereka hanya telah menyuntiknya di satu sisi.
Dengan menggunakan dosis yang sesuai dengan yang disarankan pada manusia, para peneliti kemudian menyuntikkan "botulinum" ke dalam mata, dagu, dan otak pada tikus normal. Mereka melacak toksin itu --SNAP-25 yang tergantung-- untuk melihat di mana dan bagaimana zat tersebut bergerak melewati sistem saraf.
Dalam kasus "botulinum" jenis A, jenis yang digunakan pada Botox, mereka mendapati bahwa rongsokan di sepanjang saraf berasal dari tempat suntikan dan di saraf yang berdekatan. Toksin itu bahkan mencapai bagian pangkal otak.
"Satu bagian penting toksin itu aktif di tempat yang bukan diperuntukkan baginya," kata Matteo Caleo, pemimpin peneliti tersebut. Percobaan itu adalah yang pertama yang memperlihatkan bahwa "botulinum" bergerak.
Namun, Christopher von Bartheld, ahli saraf dari University of Nevada, mengatakan orang tak perlu takut. "Botox telah digunakan selama lebih dari 25 tahun dengan sangat sedikit komplikasi, kecuali Anda kelebihan dosis."
Ia menambahkan bahwa kemampuan toksin itu untuk menyebar mungkin memiliki sisi positif, sehingga memungkinkan dokter mengobati penyakit yang berpusat di otak seperti epilepsi.
Jumat, 11 Juli 2008
Pengaruh beberapa induser terhadap produksi enzim kolesterol oksidase pada streptomyces violascens pseudomonas putida dan rhodococcus erytropolis.
Pemurnian enzim kolesterol oksidase dari Pseudomonas putida
Farel sebelumnya mengalami kelainan sejak lahir karena tidak memiliki lubang anus. Hampir dua bulan, Farel didampingi kedua orangtuanya menjalani perawatan dan operasi di Jakarta. Kepastian operasi lubang anus Farel akhirnya terwujud berkat bantuan Yayasan Hijau Putih Jakarta bekerja sama dengan DPRD Kabupaten Beltim dan Pemkab Beltim.
Farel menjalani tiga kali operasi. Operasi pertama berlangsung 22 Mei 2008, dilanjutkan operasi kedua pada 29 Mei 2008, dan terakhir pada 5 Juni 2008. Selama menjalani perawatan di rumah sakit, orangtua Farel hanya mengeluarkan dana untuk keperluan membeli obat-obatan, sementara biaya operasi dan kamar ditanggung rumah sakit.
"Syukur Alhamdulillah sekarang Farel sudah bisa buang air besar secara normal setelah menjalani operasi. Kami orangtua Farel sangat berterima kasih kepada pemerintah daerah, bupati, semua pihak yang sudah memberikan bantuan dana maupun kemudahan bagi kami selama ini, sehingga anak saya bisa dioperasi. Kami juga sangat berterima kasih kepada Ibu Heldi dari Yayasan Hijau Putih Jakarta yang sudah banyak membantu kami selama di Jakarta dan kembali lagi ke Belitung," ungkap Anton.
Petugas Gizi Puskemas Manggar Lisa Meilinda AM Keb yang ikut menjenguk Farel mengimbau orangtua Farel agar memberikan asupan makanan tambahan bergizi guna memulihkan kondisi dan berat badan Farel seusai menjalani operasi.
"Jangan dulu beri makanan yang keras-keras, sebaiknya selain diberikan makanan bubur diselingi juga susu supaya berat badannya dapat kembali normal," kata Lisa didampingi rekan kerjanya, Rosina.
Berat badan Farel sempat turun saat diberangkatkan ke Jakarta karena Farel harus menjalani puasa menjelang operasi. "Sekitar 17 hari puasa, enggak boleh makan dan minum karena mau dioperasi hanya dari infus saja. Paling hanya boleh dikasih minum beberapa tetes, sekarang sudah mulai mau makan, tapi hanya boleh makan bubur," Sarinah menjelaskan.
ADA satu kesamaan pada 1.001 wartawan kesehatan: terlalu membesar-besarkan masalah kesehatan. Bahkan melebihi dokter! Wartawan kesehatan begitu percaya diri bahwa mereka lebih banyak tahu soal kesehatan ketimbang dokter–terutama yang sudah spesialis. Faktanya, pengetahuan mereka tidak mendalam dan setengah-setengah. Dan hasilnya, seperti saya, paranoid terhadap penyakit.
Di awal karier sebagai wartawan kesehatan, mendadak saya begitu peka terhadap penderitaan orang lain, menganalisis gejala-gejalanya, kemudian membuat kesimpulan. Persis seperti dokter ahli yang melakukan anamnesis. Saking ahlinya, Mas Joko, Ibu Lili, adik saya, sobat saya, menggigil ketakutan setengah mati akibat diagnosis saya! (Barangkali ada diagnosis yang benar, namun terlalu banyak yang salah).
Tapi percayalah, saya tak berniat menjahili orang lain karena saya sendiri menjadi korban dari pengetahuan setengah-setengah itu. Misalnya, berikan saya satu pak cottonbud (isi 200), maka satu setengah bulan kemudian yang tersisa hanyalah bungkusnya saja. Kadang-kadang, jika kehabisan cottonbud –demi kebersihan telinga, saya kreatif membungkus ujung korek api dengan kapas agar telinga saya tetap bersih. Oya, saya lebih memberikan apresiasi pada Abah Adim di Cariu, Jonggol, yang merem melek membersihkan telinganya dengan bulu ayam, ketimbang bintang sinetron seksi yang kupingnya kotor.
Selalu begitu, hingga suatu ketika saya menderita infeksi telinga. Sakit dan berdenging-denging. Terutama ketika Iyet, pacar sobat saya yang suaranya cempreng, sedang kambuh penyakit nyerocosnya. Karena saya lebih menghargai persahabatan, saya mengalah dan pergi ke dokter spesialis THT. “Ini sih karena terlalu sering membersihkan telinga,” kata dokter spesialis THT itu sambil mengintip lubang telinga saya. “Jangan pernah... ,” katanya seraya mengorek kuping saya dengan benda dingin, ”Membersihkan.. telinga… sejauh… ini!” Wah!
Saya langsung kehilangan simpati pada dokter itu. Saya pilih dokter lain yang bisa memberikan pembenaran soal urusan korek kuping. Ternyata ada, meski dengan tambahan hydrogen peroxide. Tapi di hati kecil saya, saya mengakui bahwa dokter THT pertama saya itu memang benar.
Jadi sobat, berikut adalah trik agar Anda bisa tetap hidup bersih tanpa harus mati dalam keadaan paranoid!
Lubang ini antiinvasi
Membersihkan lubang telinga dapat menimbulkan infeksi dan itu malah menambah buruk masalah. “Bahkan membersihkan telinga dengan cottonbud terlalu dalam bisa membuat gendang telinga pecah,” kata asisten profesor di Otolaryngolog Washington University, Dr. Timothy Hullar. Sarannya, jangan lakukan apa pun pada telinga Anda. Lho?
“Sebenarnya Anda tidak perlu membersihkan lubang telinga,” katanya. Barangkali memang ada sedikit orang yang bermasalah dengan tumpukkan kotoran di lubang telinga, tapi itu bisa diselesaikan dengan memberikan sedikit hydrogen peroxide plus air. Takarannya 50:50 dan lakukan dua kali seminggu. Sebagai pengganti air Anda juga bisa menggunakan minyak mineral. “Olive oil juga oke, cuma mungkin Anda akan berbau seperti salad,” kata Dr Hullar.
Potonglah dengan cinta
Memotong kuku dengan paksa, misalnya menggunakan kuku jari tangan yang lain, bisa membuat kuku yang tersisa masuk ke dalam daging. Pada kasus yang ekstrem, masalah ini bisa berakhir pada infeksi tulang atau luka busuk. Walau jarang, ada pula yang berakhir dengan amputasi. Bahkan, keadaan seperti tumbuhnya bagian kuku ke dalam kulit bisa berakhir dengan “Perubahan sebagian kuku yang bisa merusak akar kuku sehingga tidak dapat lagi tumbuh,“ kata ahli dari Rhineback, New York, Tracey Toback., D.P.M.
Saran : jangan memakai sepatu yang terlalu sempit sebab biasanya akan menekan kuku dengan keras. Dan jangan memotong kuku terlalu pendek, atau terlalu dalam dari batas kuku. Anda bisa lihat kulit di bawah kuku Anda telah memberikan batas alamiahnya.
Mengurangi manuver di lubang hidung
Tahukah Anda jika obat tetes hidung dan spray bisa menimbulkan kecanduan? Suster di Eastern Virginia Ear, Nose & Throat Specialist, Bonnie Dooley, RN, memerhatikan seorang pasien yang tidak dapat pergi sejam saja tanpa spray hidung. Padahal pemakaian yang berlebihan bisa menyebabkan menurunnya kemampuan Anda dalam mencium bebauan, atau malah membuat hidung mampet. Penyemprotan yang ekstrem juga dapat mengacaukan tekanan darah.
Lain kali, jika hidung Anda terasa mampet cobalah dulu air garam. Toko obat-obatan biasanya menjual spray yang berisi larutan saline. Larutan ini akan membasahi bagian rongga hidung yang kering dan tidak akan menimbulkan pemakaian yang berlebihan. Mencoba antihistamin, obat antialergi, dan menghirup inhaler dapat menghilangkan mucus.
Kulit nan bersih
Survey di Ballparks tahun 2005 menunjukkan bahwa 37 persen pria tidak membersihkan tangan mereka setelah ‘menabung’ di toilet. Jijik, tentu saja. Hal sebaliknya terjadi di Surabaya, pemerintah kota meminta warganya mencuci tangan sesering mungkin agar warganya terhindar dari penyakit influenza, diare, SARS, dan infeksi nosokomial (infeksi penyakit yang didapatkan dari rumah sakit). Demikian laporan Koalisi untuk Indonesia Sehat.
Seberapa sering harus cuci tangan? Ada orang yang tak mau berhenti cuci tangan saking khawatirnya. “Mereka mencuci dan mencuci terus tangannya, kemudian menggosok-gosokkan kedua telapak tangan untuk memastikan kebersihannya,” kata dermatolog di California, Dr Julian Omidi.
“Jika dilakukan terus-menerus, hal ini bisa menimbulkan trauma pada kulit bagian atas. Selanjutnya, ujung-ujung saraf akan teriritasi, menjadi penyebab lingkaran setan masalah gatal-gatal dan keinginan untuk terus-menerus menggaruk.”
Bahkan masalah saraf ringan akibat terkikisnya minyak alami pada kulit tangan gara-gara terlalu rajin cuci-tangan bisa membuat telapak tangan Anda dipenuhi bintil-bintil. Kejadian serupa bisa menimpa wajah Anda, terutama jika terlalu boros memakai sabun. Kelenjar minyak akan berproduksi lebih giat, membuat pori-pori kulit dan folikel, lubang tempat tumbuhnya rambut-rambut halus, tersumbat. Akibatnya, gunung-gunung merah akan tumbuh dengan permai di wajah Anda yang tampan.
Gigi secemerlang bintang
“Jangan menggosok gigi keras-keras,” kata dokter gigi dari Klinik DAT, Drg Nuh Talib Hamdani. Menggosok gigi dengan menggunakan tenaga penuh hanya akan membuat email gigi Anda menipis sehingga membuat permukaan gigi lebih terekspos. “Ini alasan mengapa gigi Anda terasa ngilu saat minum air dingin,” katanya.
Pada kasus yang lebih berat, bukan hanya rasa dingin yang membuat gigi ngilu tapi juga rasa panas. Akibat lain dari penipisan email adalah kuningnya gigi. “Ini karena lapisan dentin yang berwarna kuning jadi terlihat,” kata Dr. Nuh. Akibatnya, karena dentin ini lebih rapuh ketimbang email maka gigi Anda mudah patah.
Menggosok gigi keras-keras juga bisa menyebabkan erosi gusi. Efeknya, gigi terlihat lebih panjang karena gusi turun hingga akarnya terlihat. Bukan hanya membuat Anda terlihat makin jelek, kasus ini juga bisa membuat gigi Anda terasa ngilu. Lalu apa ciri Anda biasa menggosok gigi keras-keras? “Sikat gigi Anda akan melebar ke samping, persis bunga. Lalu gigi Anda juga terlihat kuning dan panjang,” kata Dr. Nuh.
Saran: Gosoklah gigi Anda secara vertikal atau dengan gerakan memutar –ini akan mengurangi gesekan yang radikal. “Tapi jika Anda sulit mengubah kebiasaan menggosok gigi penuh tenaga, pilihlah sikat gigi yang bulunya lembut.. bukan yang sedang apalagi yang berbulu keras.”
‘Knalpot’ yang gatal
Gatal-gatal pada –maaf- anus atau rektal yang disebut juga pruritus bisa terjadi akibat kurang bersihnya area tersebut, terutama toilet tempat Anda nongkrong. Umumnya, kasus ini disebabkan adanya sisa kotoran yang melekat pada lipatan-lipatan di dekat rektal.
Tapi gatal-gatal dan iritasi juga bisa terjadi akibat aktivitas menyeka secara berlebihan dengan kertas toilet, atau terlalu bersemangat mencucinya dengan air. Area rektal memiliki minyak alami yang bisa mengurangi kemungkinan iritasi. Menyabuni dan membersihkannya secara berlebihan hanya akan menghilangkan minyak tersebut.
Saran: Jika Anda menderita masalah ini, maka menurut ahli kulit dari Klinik Erha, Dr. Tridia Sudirga., Sp.KK., Anda bisa menggunakan Proctofoam HC –obat yang berisi hydrocortison dalam bentuk aerosol. Lakukan setiap Anda selesai berurusan dengan toilet, tapi penggunaannya jangan melebihi waktu dua minggu. “Hydrocortison mampu mengurangi gatal dan inflamasi,” kata Dr. Tridia. Untuk mendapatkan obat ini Anda harus berkonsultasi dengan dokter.
Hal serupa bisa terjadi dengan ‘semak-semak’ di area terpenting Anda. “Menggosoknya terlalu keras bisa membuat rambut tumbuh ke dalam sehingga menimbulkan jerawat,” kata urolog dari Bradenton, Florida, Dr. G. Bino Rucker. Anda memang harus mencucinya tapi lakukan dengan lembut. Cucilah dengan sedikit sabun sehingga Anda tidak membuang minyak alami yang Anda butuhkan. Jika Anda ragu-ragu: Biarkan semak-semak itu tumbuh dalam damai.
Inilah Hasilnya!
• Si Penggergaji
Dokter gigi Jeffrey Shapiro, DDS pernah mempunyai pasien yang begitu bersemangat melakukan flossing sehingga dia menggergaji salah satu giginya. “Pria itu baru sadar giginya bermasalah ketika tindakannya mengenai saraf di dalam gigi.”
• Penis Ajaib
Dr Michael Abernety, seorang dokter dan bertugas di unit gawat darurat, pernah menangani seorang remaja pria yang ingin memiliki penis berminyak. Dia menggunakan tabung tipis dari kaleng penyemprot WD-40 untuk menyemprotkan sesuatu ke dalam saluran kencingnya. ”Karena bertekanan tingi, WD-40 itu menyemprot demikian keras sehingga jaringan lunak sekaligus kulit penisnya rusak. Dia butuh operasi plastik,” katanya. Dan si remaja takkan bisa menggunakan penisnya lagi…
• Daging Menganga
Dr Abernethy terbiasa melihat orang-orang lapangan menjahit sendiri luka menganga yang mereka peroleh. “Saya menyebutnya Rambo syndrom,” katanya.” Sebab, orang-orang ini menjahit dengan menggunakan benang gigi atau tali pancing. Obat biusnya adalah Jack Daniel’s. Mereka yang beruntung bisa terhindar dari infeksi, walaupun tetap memiliki luka barut yang menyeramkan.
1. Keajaiban Buncis. Bulir-bulir ajaib ini mengandung zat seng yang proporsinya di atas jenis sayuran lain. Mineral ini dikenal sebagai elemen pendongkrak kadar testosteron yang efektif. Bahkan, kandungan zat seng dalam buncis menjadi rival daging merah.
2. Khasiat Gandum. Apa pun jenis makanan yang diolah dari gandum, mengandung komponen Avena sativa. Elemen ini merangsang hormon testosteron untuk melaju melalui aliran darah di tubuh Anda.
3. Kejantanan Keju. Sebuah penelitian yang dilansir di Journal of Applied Physiology menunjukkan, pria yang mengonsumsi lemak jenuh (ditemukan pada keju) dan lemak tak jenuh memiliki kadar testosteron yang tinggi dalam tubuhnya.
4. Ketangguhan Bayam. Daun bayam kaya kandungan vitamin E yang berfungsi memelihara suplai hormon testosteron dalam tubuh. Tapi ingat, jangan mengonsumsi asupan ini lebih dari satu kemasan salad setiap harinya. Porsi bayam yang terlalu banyak dapat meningkatkan tekanan darah Anda.
"Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan program KB di era desentralisasi sekarang ini adalah terhambatnya jalur komunikasi antara pusat dengan petugas di lini lapangan, padahal ujung tombak program KB berada di tangan petugas lapangan tersebut," kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief saat Seminar Information Communication Technology/ICT Update Pengembangan dan Implementasi ICT pada Program KB Nasional di Jakarta, Rabu (9/7).
Sekarang ini menurut Sugiri Syarief, jalur komunikasi dari lini lapangan ke pusat dan sebaliknya terasa begitu lambat. Oleh karena itu salah satu upaya untuk memperpendek waktu tempuh penyebarluasan data dan informasi adalah melalui pendayagunaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.
Sugiri Syarief pun mencanangkan tanggal 9 Juli 2008 sebagai tonggak sejarah Revolusi budaya kerja berbasis Teknologi Informasi dalam manajemen Program KB Nasional .
Revolusi budaya kerja dalam organisasi yang dimaksud di sini antara lain adalah perubahan perilaku dari sesuatu yang sifatnya manual dan paper based menjadi sesuatu yang bersifat elektronik. Sebagai contoh, sub sistem Pencatatan dan Pelaporan yang selama ini dikembangkan masih menggunakan formulir-formulir yang harus dibuat rekapitulasinya pada setiap tingkatan wilayah.
Bisa dibayangkan betapa panjangnya proses yang harus dilalui, padahal di lain pihak ada teknologi yang dapat membantu kita untuk melakukan rekapitulasi pada masing-masing tingkat wilayah, jadi kita cukup memasukkan data dari tingkat yang paling rendah langsung ke pusat kemudian didistribusikan kembali melalui jaring internet, kata Sugiri Syarief.
Dengan cara ini diharapkan pencapaian program KB dapat diikuti secara cepat sehingga apabila terjadi kekeliruan dapat diketahui secara cepat kemudian dilakukan penyesuaian dengan cepat pula.
"Perang di masa mendatang bisa jadi tidak lagi menggunakan misil, tetapi bisa saja menggunakan senjata biologis yang berasal dari data biologis," kata Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari seusai penandatangan Kesepakatan kerja sama bidang kesehatan dengan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo di Jakarta, Kamis (10/7).
Kesepakatan kerja sama ini merupakan lanjutan kesepakatan terakhir yang ditandatangani pada tahun 1999 dan berakhir pada 2004 lalu. Kerja sama melingkupi penyediaan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, penanggulangan bencana massal, kegiatan bakti sosial, penyediaan obat dan alat kesehatan sesuai kebutuhan, pemenuhan tenaga kesehatan di sarana pelayanan dan penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan ilmu peng etahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Pelayanan kesehatan mencakup pula pelayanan di daerah konflik, terpencil, kepulauan dan terasing. Selain itu Depkes dan TNI-AD bekerjasama untuk penyehatan lingkungan, kesehatan matra darat, serta pemberantasan dan penanggulangan penyakit.
"Kesehatan para prajurit TNI itu siapa yang memikirkan mereka? Kalau mereka dimasukkan ke program Jamkesmas, mereka bukan orang miskin, tetapi anggota TNI yang berpangkat prajurit. Kami meminta masukan dari TNI-AD, apa perlu kami dirikan Pos Kesehatan Prajurit?" kata Menkes.
Selain itu, Menkes menegaskan bahwa kerjasama dengan TNI-AD ini memang perlu karena sekarang ini ada beberapa penyakit yang perlu sudut pandang yang tidak sama dengan dulu.
"Indonesia ini negara strategis dan kaya raya yang bisa menjadi sasaran negara lain yang ingin memanfaatkan negara kita, karena itu kerjasama dengan TNI-AD sangat perlu," tutur Menkes.
Menurut Menkes, Indonesia belajar dari keberadaan NAMRU-2 yang berada di bawah Angkatan Laut Amerika Serikat. NAMRU-2 ada di Jakarta itu menunjukkan upaya ketahanan nasional suatu bangsa, dalam hal ini Amerika Serikat. "Ini bisa jadi cermin untuk Depkes dan TNI-AD bekerjasama," kata Menkes.
J. Banyak penyebab terjadinya disfungsi ereksi, termasuk masalah pikiran, sistem sirkulasi dan sistem saraf. Kalau Anda dalam kondisi fit dan sehat, masturbasi 1-2 kali sehari tidak memberi pengaruh buruk, bahkan itu merupakan penyaluran stres yang baik.
Semakin sering masturbasi, semakin lama Anda bisa menahan ereksi, oleh karena itu diperlukan variasi dalam menstimulasi. Mungkin saja Anda perlu melakukan stimulasi baru, sehingga berejakulasi lebih cepat.
Jika Anda merasa terlalu sering masturbasi, cobalah alihkan perhatian dengan dengan berolahraga atau hobi lainnya. Sekali atau dua kali masturbasi seharusnya tidak mempengaruhi aktivitas seksual tapi perlu dilakukan penyesuaian. Cobalah dengar apa kata tubuh Anda dan ciptakan keseimbangan.
J. Tergantung dari penyebab kekeringan tersebut. Vagina kering dapat merupakan gejala datangnya menopause jika kamu berumur 40-an hingga 50-an. Juga terdapat kemungkinan menopause dini jika Anda berusia lebih muda dari itu. Kekeringan vagina juga dapat disebabkan kurangnya rangsangan atau stimulan sebelum melakukan hubungan, jadi sebaiknya lakukan ‘foreplay’ sebelum memulai seks. Banyak kasus kekeringan disebabkan oleh hormon dan kurangnya lubrikasi, bila itu adalah penyebabnya, maka ini bukanlah masalah yang sulit. Periksakan ke dokter kondisi kulit penis suami Anda. Jangan diabaikan karena bisa menimbulkan rasa sakit, bernanah atau luka.
JUMLAH penderita gangguan jiwa di daerah perkotaan terus meningkat seiring dengan makin beratnya tekanan hidup, baik secara ekonomi maupun sosial seiring dengan menaiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Mereka umumnya mengalami gangguan psikologis dan perilaku sehingga menurunkan produktivitas mereka dan menghambat interaksi sosial dengan lingkungan sekitar.
"BBM itu faktor dominonya kemana-mana. Harga-harga makin naik, sehingga banyak orang depresi," kata Sekretaris Rumah Sakit Jiwa/RSJ Menur Provinsi Jawa Timur dr Hendro Riyanto yang sedang berada di Jakarta, Rabu (9/7).
Di RSJ Menur menurut Kepala Sub Bidang Rekam Medik dan Informasi Bambang Nuji, jumlah pasien rawat inap di RSJ mengalami peningkatan terutama pada bulan Mei 2008 yakni mencapai 200 pasien. Ini adalah angka tertinggi selama satu semester 2008 untuk pasien rawat inap. Januari 2008 sebanyak 182 pasien, Februari 2008 158 pasien, Maret 2008 179 pasien, April 2008 188 pasien, Mei 2008 200 pasien dan Juni 2008 165 pasien.
Sedangkan untuk pasien rawat jalan di bulan Januari 2008 sebanyak 2.151 kunjungan, Februari 2008 1.923 kunjungan, Maret 2008 1.958 kunjungan, April 2008 1.152 kunjungan, Mei 2008 2.121 kunjungan, Juni 2008 2.141 kunjungan.
"Total pasien rawat inap Januari-Juni 2008 sebanyak 1.072, dan pasien rawat jalan Januari-Juni 2008 ada 12.445 kunjungan," kata Bambang Nuji. Hendro Riyanto mengatakan, menaiknya jumlah pasien di RSJ juga akibat penggunaan kartu Asuransi Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/Askeskin, sehingga mereka bisa berobat gratis.
"90 persen pasien yang menderita gangguan jiwa ini adalah orang miskin, dan 70 persen di antaranya disebabkan karena masalah ekonomi, seperti menganggur, korban Pemutusan Hubungan Kerja/PHK sehingga keluarganya terlantar dan dia terganggu jiwanya," kata Hendro Riyanto
Selain itu, persoalan yang kini terjadi di Surabaya adalah makin banyaknya gelandangan psikotik yang berkeliaran di kota Surabaya karena tidak diurus keluarga mereka. Mereka ini ditampung di Dinas Sosial. Jumlahnya ada 600 orang. Kalau kondisinya parah, baru mereka dibawa ke RSJ Menur untuk berobat, kata Hendro Riyanto.
Untuk itu, dr Fidiansyah SpKJ, Wakil Direktur Medik Rumah Sakit Jiwa Soeharto Herdjan Jakarta, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (9/7), menyatakan pemerintah seharusnya meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. Hal ini bisa ditempuh dengan menempatkan kesehatan jiwa sebagai salah satu kesehatan dasar yang harus diberikan di setiap pusat kesehatan masyarakat.
Saat ini, jumlah penderita gangguan jiwa ringan dan sedang sangat banyak di kalangan masyarakat. Diperkirakan, 20-30 persen dari total populasi penduduk di perkotaan mengalami gangguan jiwa ringan dan berat. Selain itu, sekitar satu persen dari total jumlah penduduk mengalami gangguan jiwa berat sehingga harus mendapat pengobatan di rumah sakit atau penyedia layanan kesehatan jiwa lain.
Sayangnya, sampai saat ini jumlah penderita gangguan jiwa yang telah mendapat pengobatan masih sangat terbatas. Untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan jiwa, kami mengadakan mobil keliling pelayanan kesehatan jiwa yang mengunjungi puskesmas-puskesmas di Jakarta. Selain mendeteksi warga yang mengalami gangguan jiwa, mobil keliling ini juga untuk mempermudah pasien yang sudah selesai dirawat di rumah sakit jiwa untuk kontrol secara teratur, ujarnya.
Penderita gangguan jiwa harus kontrol secara teratur untuk mengatasi gangguan neurotransmiter di dalam tubuhnya. Jika tidak berobat secara teratur dengan dosis yang sangat kecil, maka penderita bisa mengalami kekambuhan. Penderita gangguan jiwa itu seperti penyakit lain yang membutuhkan pengobatan dalam jangka panjang. "Kondisi kesehatan jiwanya harus terus dikontrol agar bisa beraktivitas sehari-hari secara normal," kata Fidiansyah.
Penyebab gangguan kejiwaan itu multifaktor, bukan hanya karena tekanan ekonomi, ujarnya menambahkan. Jika penderita gangguan jiwa ringan dan berat tidak segera ditangani, maka gejalanya akan bertambah berat dan bisa mengakibatkan munculnya perilaku anarkhis dalam menghadapi persoalan pribadi dan sosial. Hal ini bisa dilihat dalam sejumlah kerusuhan yang dilakukan sekelompok masyarakat.
KEPUTUSAN menunda pengenalan susu sapi sebagai asupan tambahan pada bayi ternyata meningkatkan risiko mengidap alergi pada anak dalam masa dua tahun pertama kehidupannya, demikian klaim sebuah penelitian terbaru di Belanda.
Dr. Bianca E. P. Snijders, peneliti dari Maastricht University, seperti dilansir Reuters, Rabu (9/7) menyatakan bahwa salah satu strategi yang sering direkomendasikan secara luas dalam mencegah alergi adalah menunda pengenalan susu sapi atau pun makanan cair pada bayi. Akan tetapi, faktanya saat ini belum banyak bukti ilmiah yang mendukung rekomendasi tersebut.
Beserta timnya, Dr. Snijders menyelidiki sejauh mana efek penundaan asupan susu sapi ini terhadap bayi. Mereka pun lalu menganalisa data penelitian dari 2.558 bayi. Para ibu dari bayi ini juga memberi informasi tentang kesehatan mereka pada akhir masa kehamilan dan pada usia 3, 7, 12, dan 24 bulan setelah melahirkan. Informasi itu diantaranya termasuk jenis makanan yang dikonsumsi serta gejala alergi yang mereka alami. Selain itu, para bayi juga menjalani tes dan pemeriksaan gejala alergi pada 2 tahun pertama.
Hasil tes menunjukkan bahwa penundaan untuk memperkenalkan susu sapi di atas usia 9 bulan secara signifikan dapat meningkatkan risiko bayi mengidap eczema, kelainan kulit kronis yang ditandai adanya lapisan kering dan gatal pada permukaan kulit.
Penundaan masa pengenalan makanan lain pada bayi melebihi waktu 7 bulan juga ditandai dengan hadirnya peningkatan risiko eczema, atopic dermatitis serta bersin-bersin. "Setelah mencoret para bayi yang dari awalnya menunjukkan gejala awal eczema dan bersin-bersin pun tidak mengubah hasil penelitian,” ungkap Snijders dan timnya yang membuat tulisannya dalam jurnal Pediatrics.
“Meski pemberian ASI tetap menjadi prioritas utama dan secara medis terbukti menguntungan bagi kesehatan bayi, pentingnya untuk perkenalan makanan lain pada bayi untuk mencegah alergi jelas sangat meragukan ”
Walau begitu, Snijders menekan, bila didasarkan atas pengetahuan yang ada saat ini “Mungkin sangat terlalu dini untuk mengubah panduan tentang pengenalan susu sapi pada bayi,” ujarnya.
Merokok adalah faktor risiko utama yang menyebabkan tumor paru-paru. Lebih dari 80 persen tumor paru-paru di seluruh dunia terjadi karena kebiasaan merokok.
Biasanya tumor ini berkembang di saluran napas atau bagian alveolus. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan tumor ini menyebar ke seluruh tubuh jika sudah menjadi kanker paru stadium akut.
Setiap tahun, terdapat lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di seluruh dunia dengan angka kematian 1,1 juta setiap tahunnya. Di Eropa, diperkirakan ada 381.500 kasus kanker paru pada 2004, dengan angka kematian 342.000 atau 936 kematian setiap hari.
Menurut Prof Dr Faisal Yunus, PhD, SpP(K), FCCP, ahli paru dari Rumah Sakit Persahabatan, tumor paru ganas yang dapat berubah menjadi kanker dibagi menjadi dua bagian besar. Pembagiannya adalah tumor paru sel kecil dan tumor paru bukan sel kecil. Membedakan dua jenis tumor ini penting dilakukan untuk mendapatkan pengobatan optimal.
Tumor paru sel kecil jarang terjadi, tapi sifanya sangat cepat menyebar. Namun keuntungannya, sel yang cepat membelah itu biasanya sensitif terhadap sinar. Karenanya, pengobatan tumor jenis ini dapat dilakukan dengan penyinaran radioterapi. Meski demikian, tumor jenis ini juga cepat menyerang kembali.
Tumor bukan sel kecil merupakan jenis tumor yang berpotensi menyebabkan kanker paru. Lebih dari 80 persen dari semua kanker paru diawali dari tumor paru bukan sel kecil ini. Terdapat tiga tipe dari tumor paru bukan sel kecil ini, yaitu adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma sel besar.
Pada tumor paru bukan sel kecil ini derajatnya dibagi berdasarkan TNM, di mana T menujukan ukuran besarnya tumor, N keterlibatan dari kelenjar limfe tubuh, dan M melihat adanya metastase (penyebaran) tumor ke bagian tubuh yang lain.
Ahli medis tidak selalu bisa menjelaskan mengapa ada orang yang mengidap tumor paru-paru, sedangkan orang lain terhindar dari penyakit itu. Namun, orang dengan faktor risiko tertentu lebih besar kemungkinannya terkena tumor paru-paru.
“Risiko terkena tumor paru lebih besar jika orang tersebut adalah kaum pria, usia di atas 40 tahun dan punya kebiasaan merokok yang lama,” ucap Prof Faisal yang juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ini.
Merokok adalah faktor risiko utama yang menyebabkan tumor paru-paru. Lebih dari 80 persen tumor paru-paru di seluruh dunia terjadi karena kebiasaan merokok. Bahan-bahan berbahaya di dalam rokok bisa merusak sel paru-paru. Seiring berjalannya waktu, sel-sel yang rusak ini bisa berubah menjadi tumor, bahkan menjadi kanker. Itulah sebabnya mengapa mengisap rokok, pipa, atau cerutu bisa menyebabkan kanker paru-paru.
Selain itu, perokok pasif atau terpapar asap rokok juga bisa menyebabkan tumor paru-paru pada orang bukan perokok atau perokok pasif. Semakin sering seseorang terpapar asap rokok, semakin besar risikonya terkena tumor paru-paru.
Faktor risiko lain untuk tumor paru-paru, antara lain jika seseorang banyak mengirup zat seperti radon (sebuah gas radioaktif), asbestos, arsenik, krom, nikel, dan polusi udara. Orang dengan riwayat keluarga mengidap tumor paru juga memiliki tingkat risiko yang lebih besar. Orang yang pernah mengidap tumor paru punya risiko yang lebih besar untuk mengidap tumor paru yang kedua.
Gejala
Gejala dari tumor paru bervariasi. Bahkan, jika ukurannya masih kecil, tumor ini tidak menimbulkan gejala. “Ini karena oragan paru itu tidak mempunyai saraf sakit. Jadi walau ada tumor tidak terasa sakit. Saraf sakit ada di bagian plura, selaput tipis yang melapisi paru dan dinding dada. Jika tumor sudah mencapai bagian plura, barulah terasa nyerinya,” papar Prof Faisal.
Gejala yang terjadi jika tumor sudah membesar, antara lain batuk, bahkan bisa batuk darah jika tumor sudah mengenai pembuluh darah. Gejala lainnya, sesak napas dan nyeri dada. Ada juga gejala di luar faktor pernapasan, antara lain nafsu makan berkurang hingga berat badan turun drastis, lemas, dan cepat lelah. Gejala ini mirip dengan TBC, tidak jarang orang keliru menyangka tumor paru sebagai TBC. Cara diagnosis yang tepat akan menentukan penyakit tersebut, apakah TBC atau tumor paru. “Agar pasti dapat dilakukan pemeriksaan dengan CT Scan,” kata Prof Faisal.
Tumor paru merupakan jenis tumor yang paling sulit diobati. Penderita tumor paru bisa dikatakan hampir pasti akan meninggal karena belum ada pengobatan yang tuntas. Kesempatan bertahan pasien tumor paru kurang dari lima tahun. Jarang ada pasien yang bertahan lebih dari lima tahun dengan tumor paru ganas.
Meski demikian, bukan berarti tidak ada harapan sama sekali. Saat ini tersedia beberapa pilihan untuk pengobatan tumor paru pada masing-masing tingkatan. Keputusan pilihan pengobatan sebaiknya dibuat oleh kedua belah pihak, yakni pasien dan dokter yang merawat. Dokter juga harus menjelaskan mengapa suatu pilihan terapi ditawarkan kepada pasien dan keluarganya. Selain itu perlu dijelaskan juga kelebihan dan kekurangan dari pilihan terapi yang akan dijalani, termasuk besarnya kebutuhan biayanya.
Pengobatan tergantung pada jenis sel tumor, perjalanan penyakit, tampilan umum penderita, dan tentunya dengan mempertimbangkan aspek keuangan penderita. Pengobatan yang paling sering dilakukan adalah pembedahan. Pada tindakan bedah, bagian paru yang terkena tumor dibuang. Daerah sekitar bagian yang terkena tumor juga akan dibuang sepanjang 0.5 cm untuk mewaspadai andaikata tumor sudah menyebar.
Pasien dapat dioperasi jika stadium tumornya masih dibawah stadium 3. Jika lebih dari stadium 3, biasanya pasien akan diberi kemoterapi atau radioterapi agar tumornya mengecil dulu. Setelah itu baru dioperasi. Yang perlu diingat, tindakan operasi tidak bisa dilakukan jika tumor sudah menyebar.
Pencegahan
Tumor paru dapat dicegah atau dikurangi faktor risikonya dengan tiga cara, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mencegah seseorang menjadi perokok. Pencegahan sekunder adalah penghentian perokok aktif. Sementara itu, pencegahan tersier dengan menemukan penderita kanker paru stadium dini.
Selain itu dapat juga dengan banyak mengkonsumsi makanan antioksidan seperti jeruk atau wortel, yang mengandung beta karoten yang berkhasiat untuk mencegah kanker.
Oleh karena itulah, edukasi soal seks kini telah mulai diupayakan untuk menjadi bagian dari pendidikan sekolah, meskipun belum bisa menjadi bagian kurikulum. Berkat inisiatif serta dorongan sejumlah lembaga nirlaba, sekitar 20 Sekolah Menengah Atas (SMA) di lima wilayah Jakarta telah menjadikan edukasi seks sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang digelar secara rutin setiap pekannya.
Seperti diugkapkan Direktur Mitra INTI Foundation, Laily Hanifah M.Kes, pihaknya bersama dengan beberapa lembaga non profit lainnya telah berhasil melobi serta mendesak beberapa sekolah menggelar pendidikan seks sebagai kegiatan ekstrakurikuler.
"Ada empat sekolah di tiap wilayah di Jakarta yang telah berinisiatif menjadikan pendidikan seks sebagai bagian ekstrakurikuler. Di antara mereka ada yang sudah mulai, sebagian lain masih dalam persiapan untuk mulai," papar Laily di sela-sela talkshow "Seksualitas di Indonesia : Tabu atau Perlu?" dan acara peluncuran Buku Kesproholic di Jakarta, Kamis (10/7). .
Untuk saat ini, lanjutnya, pendidikan seks sebagai memang belum memungkinkan untuk menjadi bagian kurikulum sekolah menengah mengingat padatnya jadwal serta beban pelajaran. Laily juga menyesalkan pihak pemerintah yang seperti menutup mata terhadap pentingnya pendidikan seks menjadi bagian dari pelajaran di sekolah-sekolah.
"Padahal edukasi seks jelaslah sangat penting mulai SD hingga perguruan tinggi Kenapa pemerintah seperti tidak bertindak apapun. Seharusnya pemerintah yang punya power lebih gencar dalam hal ini. Oleh karena itulah, menjadikannya sebagai kegiatan ekstrakurikuler merupakan langkah awal. Yang penting, ada komitmen dari pihak sekolah dan pendidikan seks di sekolah. Yang memberi materi juga sebaiknya guru sekolah masing-masing supaya berkesinambungan," tambahnya
Bila pilot project ini berhasil, lanjut Laily, diharapkan pemerintah akan semakin terbuka mata. Dengan begitu, pendidikan seks diharapkan akan menjadi mata pelajaran di seluruh sekolah di masa mendatang.
Sementara di Indonesia, seperti dikemukakan Koordinator Pusat Studi Energi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Prasasto Satwiko, vegetarian banyak dianggap berkaitan dengan ajaran agama tertentu. Belum dipandang sebagai gaya hidup.
Kaum vegetarian baru di negara-negara maju sekarang menempatkan lingkungan dan etika sebagai alasan, ujarnya Kamis (10/7). Lingkungan dipakai sebagai alasan karena pemakaian energi untuk menghasilkan daging teramat mahal dan merusak alam.
Sementara etika berhubungan dengan manusia yang mestinya menghargai binatang sebagai sesama. Dalam bingkai perikemanusiaan, binatang jangan diperlakukan semena-mena. Sikap semena-mena, termasuk membunuh binatang secara keji, akan berimbas ke perilaku.
Gaya hidup itu bukan tentang orang yang smakan sayur dan buah karena tak suka mengonsumsi atau membeli daging. "Tapi tentang orang yang memakan sayur dan buah karena mereka suka dan mendapat manfaat, " ujar Prasasto yang juga vegetarian ini.
Proses membunuh hewan dan keterbiasaan manusia melihat penderitaan hewan-apalagi hewan konsumsi-sedikit banyak berdampak pada perilaku. Kenyataan membuktikan kaum vegetarian lebih bisa menjaga kestabilan emosi ketimbang orang yang mengonsumsi daging.
Gaya hidup vegetarian, disampaikan Prasasto, dalam beberapa tahun terakhir, sudah menjadi tren di negara maju seperti Inggris dan Selandia Baru. Namun uniknya, Selandia Baru adalah negara pengekspor daging ke banyak negara, termasuk Indonesia.
Menopause adalah keadaan wanita yang ditandai defisiensi yang dapat mempengaruhi produktivitas serta kualitas hidupnya. Namun, hal ini bisa diatasi dan diobati, kata Dr Blanca de Guia, Profesor dan Konsultan Obstetri dan Ginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi UP College of Medicine, Filipina serta Anggota Federasi Menopause Asia Pasifik.
Konsekuensi jangka panjang yang penting mengenai menopause adalah, kehilangan massa tulang yang progresif atau osteoporosis, yang dapat mengakibatkan patah tulang, seperti pada pergelangan tangan, panggul dan tulang belakang. Sejumlah penelitian menunjukkan, wanita pasca menopause berisiko lebih besar terhadap kejadian penyakit jantung koroner (PJK) dibanding perempuan pra menopause.
Meski hampir setengah dari wanita menopause yang diwawancarai menyadari bahwa menopause meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah, penelitian itu mengungkapkan, hanya tujuh persen dari para wanita yang mengetahui bahwa terapi sulih hormon dapat membantu menurunkan faktor risiko penyakit jantung dan stroke.
Direktur Pusat Eksperimen dan Penelitian Medis IRCCS San Faffaele Dr Guiseppe Rosano di Roma menyatakan, rekomendasi terakhir dari Perhimpunan Menopause Internasional adalah TSH merupakan pilihan terapi utama untuk menghilangkan gejala-gejala menopause. Data yang diperoleh dari penelitian acak menyatakan adanya penurunan kejadian penyakit jantung yang signifikan sebesar 39 persen pada para wanita yang mulai menggunakan TSH sebelum usia 60 tahun.
Pilihan terapi hormon yang baru berisi estradiol dan dro spirenone efektif mengatasi gejala menopause dan memberi nilai tambah bagi para wanita yang mampu menurunkan risiko terserang penyakit jantung dan pembuluh darah, khususnya jiwa memulai pengobatan sejak dini. Obat itu mengandung progestogen baru yaitu drospirenone yang memberi efek penurunan tekanan darah pada perempuan dan mencegah peningkatan berat badan akibat penahanan cairan tubuh yang dipicu estrogen.
Pada saat yang sama, pasien akan mengalami berkurangnya keluhan rasa kembung dan efek samping lain yang berhubungan dengan penahanan cairan tubuh yang kerap dialami pada penggunaan TSH konvensional. Suatu hal penting bahwa para wanita dan dokter mereka perlu mendiskusikan penatalaksanaan menopause agar membuahkan suatu pendekatan individual yang menawarkan pengobatan cepat serta efektif, ujar Blanca de Guia.
Prof dr Ali Baziad dari Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dalam media edukasi, Kamis (10/7), di Jakarta, menjelaskan, kurangnya pengetahuan mengenai menopause ditambah dengan kecenderungan mengabaikan gejala-gejalanya, menyebabkan perempuan Indonesia berisiko serius terhadap kondisi kesehatan jangan panjang seperti keropos tulang dan penyakit jantung.
KAUM lansia yang mengkonsumsi minimal satu tahu setiap hari ternyata kualitas fungsi memorinya lebih rendah daripada lansia yang jarang mengkonsumsi tahu atau lansia yang lebih sering mengkonsumsi tempe. Padahal, tahu dan tempe mengandung phytoestrogen, atau estrogen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai pengganti kadar estrogen yang turun seiring pertambahan usia.
Hal ini terungkap dalam penelitian ahli bidang geriatrik atau kesehatan lanjut usia Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia Prof Tri Budi Rahardjo yang bekerja sama dengan ahli geriatrik lainnya dari Loughborough University, Oxford Institute of Ageing dan Universitas of Respati Health Institute Yogyakarta.
Menurut Tri Budi, awalnya mereka ingin memotret hubungan antara konsumsi tahu tempe dengan fungsi memori pada lansia berumur 65 tahun ke atas dan berharap bahwa lansia yang mengkonsumsi phytoestrogen akan memiliki fungsi otak yang lebih baik. Air liur (saliva) mereka dibawa ke laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diperiksa kandungan estrogennya.
"Ternyata mereka yang di atas 65 tahun, yang konsumsi tahunya itu terlalu sering, cenderung kognitifnya lebih jelek. Artinya (makan tahu) sebetulnya baik, tapi jangan terlalu sering untuk yang sudah di atas 65 tahun ke atas," ujar Tri Budi ketika ditemui Kompas.com di kantornya, Depok (10/7).
Penelitian yang dilakukan kepada 719 lansia di tiga daerah, yaitu Borobudur, Sumedang dan Jakarta, ini juga menemukan bahwa ternyata mereka yang terlalu banyak makan tempe memiliki fungsi memori yang bagus. Tri Budi juga mendapati bahwa mereka yang pendidikannya tinggi, mengkonsumsi buah-buahan dan makanan lain yang mengandung phytoestrogen ternyata juga memiliki fungsi memori yang lebih baik. "Jadi memang harus proporsional," tandas Tri Budi.
Oleh karena itu, Tri Budi membantah pemberitaan atas penelitian yang berlangsung selama enam bulan ini yang menyebutkan bahwa tahu itu berbahaya untuk lansia. Tri menegaskan bahwa hasil penelitian ini tidak meneliti apakah tahu memperburuk fungsi memori pada lansia atau tidak. "Untuk kenapanya, lagi dalam penelitian calon doktor gizi yang kami pimpin. Ada apa sih di tahu, ada apa sih di tempe. Kami tidak bisa mengatakan, 'oh di tahu ada racunnya!'. Kami tidak bisa mengatakan itu sebelum kami mengurai tahunya itu," ujar Tri Budi.
Untuk sementara, Tri Budi mengatakan kemungkinan hasil positif pada tempe karena melalui proses peragian atau fermentasi yang menyebabkan keluarnya asam folat, suatu zat yang baik untuk memproteksi otak dari kerusakan. Belum banyak rekomendasi praktis yang dapat disebut Tri Budi melalui hasil penelitiannya ini, namun Tri Budi berharap agar penelitiannya ini dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian yang lebih dalam untuk membantu lansia dalam menjaga kesehatannya.
Para ilmuwan dari Universitas Aberdeen ini mencoba mempelajari 2000 pria pada para pasangan yang mengalami kesulitan hamil. Para pria ini dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan indeks massa tubuhnya. Para pria yang berat badannya luar biasa, spermanya ternyata abnormal, sama seperti persoalan kesehatan lainnya. Pria yang mempunyai BMI (body mass indeks) antara 20 hingga 25 memiliki kualitas sperma lebih baik dibanding yang BMI nya lebih tinggi.
Mereka juga memiliki volum semen yang lebih banyak. Soal konsentrasi dan aktivitas sperma, tak ada perbedaan berarti yang berarti di antara empat kelompok pria ini. Penelitian ini juga mengungkap bahwa kegemukan bakal menyebabkan kerusakan DNA pada sperma. Kualitas sperma yang buruk menyebabkan tidak suburnya seorang pria bahkan merusak spermanya.
Karena itu, para ilmuwan yang mengungkapkan hal ini dalam Konferensi Fertilitas Eropa menyatakan bahwa menurunkan berat badan dapat meningkatkan kesuburan seorang pria. Menjadi gemuk apalagi kegemukan sejak lama juga sudah diketahui bakal mempengaruhi kesempatan para wanita untuk bisa hamil.
Dr. Ghiyath Shayeb, ketua peneliti mengungkapkan,"Dari temuan kami yang dibuat independen ini kami menyarankan agar para pria menormalkan berat badannya dulu bila ingin punya anak. Ini merupakan manfaat tambahan dengan adanya BMI yang ideal selain kesehatan secara umum."
Dr. Shayeb menambahkan, tentu saja ada faktor lain yang menyebabkan tingkat kesuburan menurun seperti merokok, konsumsi alkohol yang begitu kerap, juga usia seseorang.
Kamis, 10 Juli 2008
ASKEP FRAKTUR
FRAKTUR
I. PENGERTIAN
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
II. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
• Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
• Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).
IV. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
• Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
• Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
• Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
• Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
• Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
• Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri
• Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
• Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
• Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
• Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
V. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
VII. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)
Eksternal Fiksasi
Internal Fiksasi
Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
Imunisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic
Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
MANAJEMEN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
IV. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
ASKEP VERTIGO
Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing. Dari (http://www.kalbefarma.com).
Etiologi
Menurut (Burton, 1990 : 170) yaitu :
a) Lesi vestibular
Fisiologik
Labirinitis
Menière
Obat ; misalnya quinine, salisilat.
Otitis media
“Motion sickness”
“Benign post-traumatic positional vertigo”
b) Lesi saraf vestibularis
Neuroma akustik
Obat ; misalnya streptomycin
Neuronitis vestibular
c) Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal
Infark atau perdarahan pons
Insufisiensi vertebro-basilar
Migraine arteri basilaris
Sklerosi diseminata
Tumor
Siringobulbia
Epilepsy lobus temporal
Menurut(http://www.kalbefarma.com)
1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
a. Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
b. Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
c. Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
d. Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
e. Inti
Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
2. Penyakit SSP :
a. Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
b. Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c. Trauma kepala/ labirin.
d. Tumor.
e. Migren.
f. Epilepsi.
3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.
4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
6. Intoksikasi.
Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya (http://www.kalbefarma.com).
Klasifikasi Vertigo
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok :
1. Vertigo paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
1) Yang disertai keluhan telinga :
Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
2) Yang tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
3) Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, termasuk di sini adalah : Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
2. Vertigo kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:
1) Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
2) Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.
3) Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan menjadi :
1) Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
2) Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi :
1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.
Manifestasi klinik
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
Pemerikasaan Penunjang
1) Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
Pemeriksaan neurologik
Pemeriksaan otologik
Pemeriksaan fisik umum.
2) Pemeriksaan khusus :
ENG
Audiometri dan BAEP
Psikiatrik
3) Pemeriksaan tambahan :
Laboratorium
Radiologik dan Imaging
EEG, EMG, dan EKG.
Penatalaksanaan medis.
Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) :
Terdiri dari :
1. Terapi kausal
2. Terapi simtomatik
3. Terapi rehabilitatif
Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
• Letih, lemah, malaise
• Keterbatasan gerak
• Ketegangan mata, kesulitan membaca
• Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
• Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
b. Sirkulasi
• Riwayat hypertensi
• Denyutan vaskuler, misal daerah temporal
• Pucat, wajah tampak kemerahan.
c. Integritas Ego
• Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
• Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
• Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
• Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
d. Makanan dan cairan
• Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
• Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
• Penurunan berat badan
e. Neurosensoris
• Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
• Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
• Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
• Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
• Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
• Perubahan pada pola bicara/pola pikir
• Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
• Penurunan refleks tendon dalam
• Papiledema.
f. Nyeri/ kenyamanan
• Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
• Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah
• Fokus menyempit
• Fokus pada diri sndiri
• Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
• Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
g. Keamanan
• Riwayat alergi atau reaksi alergi
• Demam (sakit kepala)
• Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
• Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus)
h. Interaksi sosial
• Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.
i. Penyuluhan / pembelajaran
• Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
• Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.
2. Diagnosa Keperawatan (Doengoes, 1999:2021)
1) Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
2) Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
3) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
3. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil : - klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
- tanda-tanda vital normal
- pasien tampak tenang dan rileks
Intervensi/Implementasi
Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.
b) Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil : - mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
- mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di miliki
- megkaji situasi saat ini yang akurat
- menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang tepat.
Intervensi/Implementasi
Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
Rasional : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan
Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang
Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang diharapkan.
Rasional : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.
Rasional : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.
a) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi / Implementasi :
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
Rasional : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.
Rasional : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Carpenito, 1999:28)
Tujuan Pemulangan pada vertigo adalah :
a. Nyeri dapat dihilangkan atau diatasi.
b. Perubahan gaya hidup atau perilaku untuk mengontrol atau mencegah kekambuhan.
c. Memahami kebutuhan atau kondisi proses penyakit dan kebutuhan terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.
2. Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
3. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14415TerapiAkupunkturuntukVertigo.pdf/144_15TerapiAkupunkturuntukVertigo.html
4. Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran No. 144, Jakarta, 2004.
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
A. PENGERTIAN
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001).
Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
B. ETIOLOGI
Gigitan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus).
C. FATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkandemam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).
D. MANIFESTASI KLINIS
Demam tinggi 5-7 hari.
Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis, hematoma.
Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.
Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati.
Sakit kepala.
Pembengkakan sekitar mata.
Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
E. KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
Derajat IV : Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Minum banyak 1,5 liter – 2 liter/24 jam (dengan air teh, gula, susu).
Antipiretik jika terdapat demam.
antikonvulsan jika terdapat kejang.
Pemberian cairan melalui infus, dilakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa (Effendy, 1995).
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
8. Pengkajian Per Sistem
Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS
Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni).
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak.
7. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi.
C. Rencana Asuhan Keperawatan.
DP 1 : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria : - Suhu tubuh antara 36 – 37
- Nyeri otot hilang
Intervensi :
a. Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b. Beri kompres air hangat
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
DP 2 : Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi defisit voume cairan
Kriteria : - Input dan output seimbang
- Vital sign dalam batas normal
- Tidak ada tanda presyok
- Akral hangat
- Capilarry refill < 2 detik
Intervensi :
a. Awasi vital sign tiap 3 jam/sesuai indikasi
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.
DP 3 : Resiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : - Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok /syok.
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
DP 4 : Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : - Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
DP 5 : Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : - TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
- Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
b. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
c. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.
d. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
e. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
DP 6 : Kecemasan orangtua berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria : - klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
- tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
b. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
c. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
d. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
e. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
f. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
g. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
h. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
DP 7 : Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi.
Tujuan : orang tua mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Anjurkan keluarga untuk memperhatikan perawatan diri dan lingkungan bagi anggota keluarga yang sakit. Lakukan/demonstrasikan teknik perawatan diri dan lingkungan klien.
Rasional : perawatan diri (mandi, toileting, berpakaian/berdandan) dan kebersihan lingkungan penting untuk menciptakan perasaan nyaman/rileks klien sakit.
e. Minta klien/keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
D. Evaluasi
1. Suhu tubuh normal
2. Tidak terjadi devisit voume cairan
3. Tidak terjadi syok hipovolemik
4. Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
5. Tidak terjadi perdarahan
6. Ansietas berkurang/terkontrol
7. orang tua memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba Medika : Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan Keperawatan pada Anak. Sagung Seto : Jakarta
Blog Archive
-
2016
(1)
- 09/18 - 09/25 (1)
-
2015
(10)
- 10/11 - 10/18 (1)
- 09/13 - 09/20 (1)
- 09/06 - 09/13 (1)
- 07/05 - 07/12 (1)
- 05/17 - 05/24 (6)
-
2014
(1)
- 04/13 - 04/20 (1)
-
2012
(770)
- 02/19 - 02/26 (5)
- 02/12 - 02/19 (10)
- 02/05 - 02/12 (4)
- 01/29 - 02/05 (27)
- 01/22 - 01/29 (88)
- 01/15 - 01/22 (101)
- 01/08 - 01/15 (169)
- 01/01 - 01/08 (366)
-
2011
(4478)
- 12/25 - 01/01 (336)
- 12/18 - 12/25 (62)
- 12/11 - 12/18 (70)
- 12/04 - 12/11 (77)
- 11/27 - 12/04 (40)
- 11/20 - 11/27 (67)
- 11/13 - 11/20 (198)
- 11/06 - 11/13 (187)
- 10/30 - 11/06 (340)
- 10/23 - 10/30 (32)
- 10/16 - 10/23 (109)
- 10/09 - 10/16 (80)
- 08/14 - 08/21 (75)
- 08/07 - 08/14 (81)
- 07/31 - 08/07 (82)
- 07/24 - 07/31 (66)
- 07/17 - 07/24 (91)
- 07/10 - 07/17 (47)
- 07/03 - 07/10 (44)
- 06/26 - 07/03 (53)
- 06/19 - 06/26 (59)
- 06/12 - 06/19 (47)
- 06/05 - 06/12 (65)
- 05/29 - 06/05 (63)
- 05/22 - 05/29 (77)
- 05/15 - 05/22 (115)
- 05/08 - 05/15 (65)
- 05/01 - 05/08 (104)
- 04/24 - 05/01 (45)
- 04/17 - 04/24 (70)
- 04/10 - 04/17 (134)
- 04/03 - 04/10 (72)
- 03/27 - 04/03 (18)
- 03/20 - 03/27 (47)
- 03/13 - 03/20 (68)
- 03/06 - 03/13 (40)
- 02/27 - 03/06 (56)
- 02/20 - 02/27 (77)
- 02/13 - 02/20 (76)
- 02/06 - 02/13 (198)
- 01/30 - 02/06 (194)
- 01/23 - 01/30 (132)
- 01/16 - 01/23 (196)
- 01/09 - 01/16 (202)
- 01/02 - 01/09 (121)
-
2010
(2535)
- 12/26 - 01/02 (156)
- 12/19 - 12/26 (65)
- 12/12 - 12/19 (73)
- 12/05 - 12/12 (84)
- 11/28 - 12/05 (80)
- 11/21 - 11/28 (68)
- 11/14 - 11/21 (63)
- 11/07 - 11/14 (50)
- 10/31 - 11/07 (50)
- 10/24 - 10/31 (36)
- 10/17 - 10/24 (58)
- 10/10 - 10/17 (35)
- 10/03 - 10/10 (31)
- 09/26 - 10/03 (21)
- 09/19 - 09/26 (26)
- 09/12 - 09/19 (55)
- 09/05 - 09/12 (65)
- 08/29 - 09/05 (33)
- 08/22 - 08/29 (70)
- 08/15 - 08/22 (45)
- 08/08 - 08/15 (35)
- 08/01 - 08/08 (37)
- 07/25 - 08/01 (27)
- 07/18 - 07/25 (19)
- 07/11 - 07/18 (30)
- 07/04 - 07/11 (56)
- 06/27 - 07/04 (28)
- 06/20 - 06/27 (22)
- 06/13 - 06/20 (30)
- 06/06 - 06/13 (21)
- 05/30 - 06/06 (5)
- 05/16 - 05/23 (6)
- 05/09 - 05/16 (29)
- 05/02 - 05/09 (59)
- 04/25 - 05/02 (28)
- 04/18 - 04/25 (38)
- 04/11 - 04/18 (70)
- 04/04 - 04/11 (59)
- 03/28 - 04/04 (65)
- 03/21 - 03/28 (89)
- 03/14 - 03/21 (218)
- 03/07 - 03/14 (95)
- 02/28 - 03/07 (135)
- 02/21 - 02/28 (102)
- 01/03 - 01/10 (68)
-
2009
(1652)
- 12/27 - 01/03 (36)
- 12/20 - 12/27 (22)
- 12/13 - 12/20 (100)
- 12/06 - 12/13 (45)
- 11/29 - 12/06 (24)
- 11/22 - 11/29 (22)
- 11/15 - 11/22 (19)
- 11/08 - 11/15 (28)
- 11/01 - 11/08 (11)
- 10/25 - 11/01 (17)
- 10/18 - 10/25 (38)
- 10/11 - 10/18 (33)
- 10/04 - 10/11 (15)
- 09/27 - 10/04 (21)
- 09/20 - 09/27 (7)
- 09/13 - 09/20 (84)
- 09/06 - 09/13 (35)
- 08/30 - 09/06 (48)
- 08/23 - 08/30 (118)
- 08/16 - 08/23 (26)
- 08/09 - 08/16 (34)
- 08/02 - 08/09 (35)
- 07/26 - 08/02 (31)
- 07/19 - 07/26 (14)
- 07/12 - 07/19 (16)
- 07/05 - 07/12 (28)
- 06/28 - 07/05 (26)
- 06/21 - 06/28 (76)
- 06/14 - 06/21 (26)
- 06/07 - 06/14 (21)
- 05/31 - 06/07 (43)
- 05/24 - 05/31 (38)
- 05/17 - 05/24 (26)
- 05/10 - 05/17 (52)
- 05/03 - 05/10 (15)
- 04/26 - 05/03 (38)
- 04/19 - 04/26 (32)
- 04/12 - 04/19 (22)
- 04/05 - 04/12 (20)
- 03/29 - 04/05 (40)
- 03/22 - 03/29 (43)
- 03/15 - 03/22 (18)
- 03/08 - 03/15 (14)
- 03/01 - 03/08 (22)
- 02/22 - 03/01 (12)
- 02/15 - 02/22 (9)
- 02/08 - 02/15 (11)
- 02/01 - 02/08 (19)
- 01/25 - 02/01 (37)
- 01/18 - 01/25 (21)
- 01/11 - 01/18 (33)
- 01/04 - 01/11 (31)
-
2008
(700)
- 12/28 - 01/04 (13)
- 12/21 - 12/28 (9)
- 12/14 - 12/21 (57)
- 12/07 - 12/14 (5)
- 11/30 - 12/07 (18)
- 11/23 - 11/30 (33)
- 11/16 - 11/23 (31)
- 11/09 - 11/16 (23)
- 11/02 - 11/09 (18)
- 10/26 - 11/02 (11)
- 10/19 - 10/26 (15)
- 10/12 - 10/19 (13)
- 10/05 - 10/12 (25)
- 09/28 - 10/05 (2)
- 09/21 - 09/28 (14)
- 09/14 - 09/21 (19)
- 09/07 - 09/14 (43)
- 08/31 - 09/07 (3)
- 08/24 - 08/31 (33)
- 08/17 - 08/24 (65)
- 08/10 - 08/17 (4)
- 08/03 - 08/10 (26)
- 07/27 - 08/03 (6)
- 07/20 - 07/27 (19)
- 07/13 - 07/20 (18)
-
07/06 - 07/13
(60)
- Botox Pengaruhi Otak?
- Pengaruh beberapa induser terhadap produksi enzim ...
- Pemurnian enzim kolesterol oksidase dari Pseudomon...
- Kisah Bocah Tanpa Lubang Anus Berakhir Bahagia
- Hidup Bersih Tanpa Harus Paranoid!
- 4 Makanan Pendongkrak Kejantanan
- KB pun Butuh Teknologi Informasi
- Kesehatan Terkait Erat dengan Ketahanan Nasional
- Masturbasi Bikin Disfungsi Ereksi?
- Vagina Kering Bikin Lecet Penis Suami
- Awas, Makin Banyak Orang Sakit Jiwa!
- Telat Kenal Susu Sapi Bikin Alergi?
- Rokok Gerbang Menuju Tumor Paru
- Edukasi Seks Jadi Ekstrakurikuler SMA
- Vegetarian, Sekarang Jadi Gaya Hidup
- Penanganan Menopause di Asia Belum Optimal
- Awas Keseringan Makan Tahu! Lansia Bisa Pikun
- Wah, Pria Gemuk Spermanya pun Buruk!
- ASKEP FRAKTUR
- ASKEP VERTIGO
- DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
- Fraktur klavikula
- Nuclear Application in Agriculture, Health Care Pr...
- Evaluasi kandungan flavanol teh hijau jenis super,...
- Efek tempe pada diet rendah Cu terhadap aktivitas ...
- Nenek Lahirkan Kembar Tiga
- TYPHOID ABDOMINALIS
- Prosedur pemeriksaan laboratorium
- Mati Saat Lahir, Bayi Hidup Lagi
- ASKEP ANEMIA
- ASKEP TRAUMA DADA
- ASKEP TRAUMA ABDOMEN
- ASKEP MYOCARDITIS
- ASKEP
- Seks Sehat Meski Menopause
- Loyo di Rumah, Greng di Luar
- Mampukah Musik Mengusik Gairah Seks?
- Kendalikan Stres dan Hipertensi, Raih Produktifitas
- Tip Kurangi Stres Selama Perjalanan
- Tip Percepat Bakar Kalori dan Lemak
- Kurangi Asupan Garam, Cegah Hipertensi
- NFL, Layanan Nutrisi dan Kesehatan di Mall
- Weekend Datang, Lemak Menghadang
- Hepatitis B Bisa Bunuh Anda Diam-diam
- Hepatitis B Lebih Infeksius dari HIV
- Pasien Gagal Jantung Terlalu Optimistis?
- Lima Langkah Cegah HIV/AIDS
- Pemerintah Harus Lebih Maksimal Lindungi Warganya
- Gemuk Bisa Disebabkan Kelainan Gen
- Hadiah Jutaan Rupiah untuk Perokok
- Kolesterol Sebabkan Kepikunan
- Bijak Gunakan Antibiotik
- Lima Jamu Berbahaya Beredar di Yogyakarta
- BPOM "Buru" 54 Jamu Berbahaya
- Kurang Vitamin D Picu Rematik
- Sorafenib Bantu Penderita Kanker Hati
- KPPU Diminta Awasi Promosi dan Etika Bisnis Obat
- Alat Baru Penguji Resistensi Obat TB
- Terapi Metadon Hanya Mengalihkan Saja
- Aspirin Turunkan Risiko Kanker
- 06/29 - 07/06 (53)
- 06/22 - 06/29 (49)
- 06/15 - 06/22 (11)
- 06/08 - 06/15 (4)
Popular Posts
-
ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
-
KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
-
Setelah beberapa minggu ini cari materi buat postingan baru, mendadak dapat inspirasi setelah rekan Anton Wijaya menulis di buku tamu Keper...
-
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
-
DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
-
Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
-
Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...
-
Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
-
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
-
Metode Suhu Basal Tubuh (Basal Body Temperature Method) Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat atau ...
© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates