• home

ASUHAN KEPERAWATAN

  • HOME
  • DOWNLOAD ASUHAN KEPERAWATAN
  • Cara Mendapatkan Password
Tampilkan postingan dengan label Hukum Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 November 2010

Belajar dari Kasus Prita dan Rumah Sakit Omni part I

di 07.21 Label: Hukum Kesehatan
ini sebenarnya berita lama namun efeknya masih terasa sampai sekarang dan bisa menjadi pembelajaran kita di masa yang akan datang.

Prita Mulyasari, 32 tahun, ibu dari balita Khairan Ananta Nugroho--3 tahun dan masih memberikan ASI untuk babynya, Ranarya Puandida Nugroho--1 tahun 3 bulan, harus mendekam dibalik jeruji karena didakwa atas pelanggaran Ps 27 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ini semua berawal dari keluhannya dalam sebuah email.....


RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif
Prita Mulyasari - suaraPembaca

Jakarta - Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan. Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah. Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal. Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul. Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali. Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja. Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan. Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri. dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan. Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif. Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000. Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis. Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya. Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan. Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore. Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas. Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah. Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang. Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum. Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami. Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni. Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik. Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini. Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain. Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan. Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan. Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini. Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@yahoo.com
081513100600
sumber: http://suarapembaca.detik.com/


Simpati datang dari berbagai pihak, antara lain melalui beberapa milis dan juga FB--sebuah situs jejaring sosial. Ini adalah pelajaran berharga untuk kita semua........apakah kebenaran berpihak pada yang benar.........mari kita merenung sejenak!!!
Read More

Selasa, 23 November 2010

Belajar dari Kasus Prita dan Rumah Sakit Omni part II

di 08.53 Label: Hukum Kesehatan
Selasa, 02 Juni 2009 | 17:05 WIB

Omni Internasional Merasa
Dicemarkan Nama Baiknya oleh Prita

TEMPO Interaktif, Jakarta: Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra merasa dirugikan atas email yang kirim Prita Mulyasari. Alasannya, surat elektronik pengirim atas nama prita.milyasari@yahoo.com yang ditujukan langsung kepada customer_care@banksinarmas.com itu menyudutkan pihak Rumas Sakit Omni. Isi email tersebut berjudul Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra.

Penasehat Hukum Rumah Sakit Omni, Risma Situmorang mengatakan kliennya keberatan dengan adanya kata-kata penipuan. "Intinya ada pencemaran nama baik terhadap RS Omni,"kata Risma melalui sambungan telepon, Selasa (02/06). Prita, lanjut Risma, menyampaikan agar konsumen berhati-hati terhadap dokter-dokter di Rumah Sakit Omni.

Pihak Rumah Sakit langsung melakukan somasi terhadap Prita, setelah menerima salinan email itu. Isi somasi agar Prita mencabut semua tuduhan yang dilayangkan ke Rumah Sakit Omni yang dilayangkan lewat pesan elektroniknya. "Prita tidak bersedia,"kata Risma Situmorang.

Selanjutnya, manajemen RS Omni terpaksa membuat surat klarifikasi bantahan melalui dua surat kabar nasional yaitu Kompas dan Media Indonesia. Somasi yang tak digubris tersebut, yang membuat manajemen RS Omni menuntut Prita Mulyasari, yang dianggap telah merugikan dan mencemarkan nama baik rumah sakit.

Hasil putusan perdata pada 11 Mei 2009 lalu di Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Hakim memutuskan, Prita untuk membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional. "Dan 100 juta untuk kerugian imateril," katanya.

Sumber: TEMPO Interaktif
Read More

Jumat, 19 November 2010

HUKUM DALAM KEPERAWATAN

di 06.41 Label: Hukum Kesehatan
ASPEK HUKUM DALAM KEPERAWATAN

Pengertian Hukum
² Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
² Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan bersama. Berkembang di dalam masyarakat dalam kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan kultural karena tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
Pengertian hukum kesehatan :
Adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban baik dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu dan masyarakat yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam segala aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta organisasi dan sarana.
Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan
² Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan
² Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
² Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum
Hak – hak pasien
² Memberikan persetujuan (consent)
² Hak untuk memilih mati
² Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya
² Hak pasien dalam penelitian
Hak – hak perawat
² Hak perlindungan wanita
² Hak berserikat dan berkumpul
² Hak mengendalikan praktek keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum
² Hak mendapat upah yang layak
² Hak bekerja di lingkungan yang baik
² Hak terhadap pengembangan profesional
² Hak menyusun standar praktek dan pendidikan keperawatan


Informed Consent
² Ada 3 hal yang menjadi hak mendasar dalam Menyatakan Persetujuan
Rencana Tindakan Medis yaitu hal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (the right to health care), hak untuk mendapatkan informasi (the right to information), dan hak untuk ikut menentukan (the right to determination)
Hak atas informasi
² Sebelum melakukan tindakan medis baik ringan maupun berat.
² Pasien berhak bertanya tentang hal-hal seputar rencana tindakan medis yang akan diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih belum jelas,
² Pasien berhak meminta pendapat atau penjelasan dari dokter lain untuk memperjelas atau membandingkan informasi tentang rencana tindakan medis yang akan dialaminya,
² Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut
² Semua informasi diatas sudah harus diterima pasien SEBELUM rencana tindakan medis dilaksanakan. Pemberian informasi ini selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan tanpa tekanan. Setelah menerima semua informasi tersebut, pasien seharusnya diberi waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan keputusannya.
Informasi yang diperoleh:
² Bentuk tindakan medis
² Prosedur pelaksanaannya
² Tujuan dan keuntungan dari pelaksanaannya
² Resiko dan efek samping dari pelaksanaannya
² Resiko / kerugian apabila rencana tindakan medis itu tidak dilakukan
² Alternatif lain sebagai pengganti rencana tindakan medis itu, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif tersebut
Kriteria pasien yang berhak
² Pasien tersebut sudah dewasa. batas 21 tahun.
² Pasien dalam keadaan sadar.
Pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar.
² Pasien dalam keadaan sehat akal.
Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri. Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia akan diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya.
Hak suami/istri pasien
Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai suami-istri. Misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut.
Dalam keadaan gawat darurat
Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.
Tidak berarti kebal hukum
Pelaksanaan informed consent ini semata-mata menyatakan bahwa pasien (dan/atau walinya yang sah) telah menyetujui rencana tindakan medis yang akan dilakukan. Pelaksanaan tindakan medis itu sendiri tetap harus sesuai dengan standar proferi kedokteran. Setiap kelalaian, kecelakaan, atau bentuk kesalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan tindakan medis itu tetap bisa menyebabkan pasien merasa tidak puas dan berpotensi untuk mengajukan tuntutan hukum. Informed consent tidak menjadikan tenaga medis kebal terhadap hukum atas kejadian yang disebabkan karena kelalaiannya dalam melaksanakan tindakan medis.
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
² UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3)dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.



UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta.
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu.
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
² Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
² Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
² Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya
² Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

Namun kenyataannya sampai sekarang UU praktek keperawatan belum juga disahkan ……
Read More

Minggu, 28 Februari 2010

Kepemimpinan dalam Keperawatan

di 14.26 Label: Hukum Kesehatan , Konsep Dasar
Kepemimpinan dalam Keperawatan
by Ners HarmokoDefinisi kepemimpinan
Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu (Sujak, 1990). Menurut Robbin (1996), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Koonzt (1984), bahwa kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan kemampuan dan antusias. Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut, Manduh (1997) memberikan pengertian singakat tentang kepemimpinan yaitu proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok.
Dalam kepemimpinan terdapat beberapa kegiatan kepemimpinan. Menurut Gillies (1997) untuk mencapai kepemimpinan yang efektif harus dilaksanakan kegiatan penugasan dan memberikan pengarahan, memberikan bimbingan, mendorong kerja sama dan partisipasi, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan, observasi dan supervisi serta evaluasi dari hasil penampilan kerja. Pemimpin yang efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan interaksi yang efektif diantara tenagakerja, bahan dan waktu. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, maka seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia, mempunyai kemampuan hubungan antar manusia terutama dalam mempengaruhi orang lain dan memiliki sekelompok nilai-nilai dalam mengenal orang lain dengan baik. Di samping itu, pemimpin harus mempertimbangkan kewaspadaan diri, karakteristik kelompok, karakteristik individu serta motivasi yang ada dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Pendekatan/Teori Kepemimpinan
Dalam mengembangkan model kepemimpinan terdapat beberapa teori yang mendasari terbentuknya gaya kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada empat macam pendekatan kepemimpinan yaitu:
1) Teori Bakat
Teori bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian. Kemampuan ini merupakan bawaan sejak lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam kepemimpinan. Beberapa hal yang menonjol pada teori bakat adalah kepandaian berbicara, kemampuan/keberanian dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian diri, percaya diri, kreatif, kemampuan interpersonal dan prestasi yang dapat menjadi bekal dalam membentuk kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya.
2) Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai oleh pemimpin dan yang membedakan dirinya dari non pemimpin. Menurut teori ini seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif. Dengan demikian teori perilaku kepemimpinan lebih sesuai dengan pandangan bahwa pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan sejak lahir.
3) Teori Situasi (Contingency)
Teori situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling baik, tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi, kekuasaan atau otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang kompleks dan tingkat kematangan bawahan.
4) Teori Transformasi
Teori transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh krisis. Menurut Bass (Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin transformasional adalah seorang yang dapat menampilkan kepemimpinan yang kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap pengikut diperhitungkan.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Gaya diartikan sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri. Menurut Follet (1940), gaya didefiniskan sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli dengan hasil akhir dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1997), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pemimpin. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya, oleh karena itu kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda. Menurut para ahli ada beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu organisasi antara lain:
1) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warren H. Schmidt.
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus didahulukan dibandingkan kepentingan individu, maka pemimpin akan lebih otoriter. Jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik, menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasi.
Gaya Kepemimpinan menurut Likert
Likert mengelompokan gaya kepemimpinan dalam empat sistem yaitu:
Sistem Otoriter-Eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).

(2) Sistem Benevolent-Authoritative
Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan membolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan meskipun masih melakukan pengawasan yang ketat.
(3) Sistem Konsultatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan terhadap bawahan cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dengan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan membolehkan keputusan spesifik dibuat oleh bawahan.
(4) Sistem Partisipatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, selalu memamfaatkan ide bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.

Gaya Kepemipinan menurut Teori X dan Teori Y
Teori ini di kemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya "The Human Side of Enterprise" (1960), menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat dikelompokan dalam dua kutub utama yaitu sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X diasumsikan bahwa pemimpin itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cendrung menolak perubahan dan lebih suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y diasumsikan bahwa pemimpin itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi dan kreatif. Dari teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam yaitu:
Gaya kepemimpinan ditaktor
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan teori X
(2) Gaya kepemimpinan autokratis
Pada dasarnya hampir sama dengan gaya kepemimpinan ditaktor namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada ditangan pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan, Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari teori X.
(3)Gaya kepemimpinan demokratis
Ditemukan adaya peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan teori Y.
(4) Gaya kepemimpinan santai
Peranan pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan teori Y (Azwar, 1996).

3) Gaya kepemimpinan menurut Robert House
Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu:
(1) Directive
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin berorientasi pada hasil.
(2) Supportive
Pemimpin berusaha mendekatkan diri dengan bawahan dan bersikap ramah terhadap bawahan.
(3) Participative
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran dalam rangka pengambilan keputusan.
Achievement oriented
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut seoptimal mungkin (Sujak, 1990).
4) Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard
Ciri-ciri gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard meliputi:
Instruksi
- Tinggi tugas dan rendah hubungan
- Komunikasi searah
- Pengambilan keputusan berada pada pimpinan,peran bawahan sangat minimal.
- Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat.
(2) Konsultasi
- Tinggi tugas dan tinggi hubungan
- Komunikasi dua arah
- Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, bawahan diberi kesempatan untuk memberi masukan dan menampung keluhan.
(3) Partisipasi
- Tinggi hubungan rendah tugas
- Pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan.
(4) Delegasi
- Rendah hubungan dan rendah tugas
- Komunikasi dua arah terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan .

5) Gaya kepemimpinan menurut Ronald Lippits dan Rapiph K. White
Menurut Ronald Lippith dan Rapiph K. White, ada tiga gaya kepemimpinan yaitu: otoriter, demokrasi dan liberal yang mulai dikembangkan di Universitas Iowa.
Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Wewenang mutlak berada pada pimpinan
Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat
Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat
Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
Lebih banyak kritik daripada pujian
Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
Kasar dalam bertindak
Kaku dalam bersikap
Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
Wewenang pimpinan tidak mutlak
Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
Komunikasi berlangsung timbal-balik
Pengawasan dilakukan secara wajar
Prakarsa dapat datang dari bawahan
Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan
Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
Pujian dan kritik seimbang
Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-masing
Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar
Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan saling menghargai
Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama
(3) Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan yang dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
Prakarsa selalu berasal dari bawahan
Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan

6) Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi 4 yaitu:
(1) Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas/pekerjaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan power dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.
(2) Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf , memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.

(3) Partisipatif
Merupakan gabungan antara otokratik dan demokrasi, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakannya. Staf diminta saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulnya. Keputusan akhir oleh kelompok.
(4) Bebas Tindak
Merupakan pimpinan offisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian minimal.
Lester R. Bitel menyebutkan bahwa semua gaya kepemimpinan ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pemimpin yang sukses adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan yang merupakan gabungan dari teori Hersey dan Blanchard dengan teori Ronald lippits dan Ralph K. White. Kedua teori ini dapat digunakan untuk menilai kecendrungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan memodifikasi pertanyaan sesuai dengan situasi perawatan.

Read More

Sabtu, 27 Februari 2010

STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL DI – INDONESIA

di 14.14 Label: Hukum Kesehatan , Konsep Dasar
by Ners HarmokoPENDAHULUAN

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi suara perawat nasional, mempunyai tanggung jawab utama yaitu melindungi masyarakat / publik, profesi keperawatan dan praktisi perawat.

Praktek keperawatan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan system pengaturan serta pengendaliannya melalui perundang – undangan keperawatan (Nursing Act), dimanapun perawat itu bekerja (PPNI, 2000).

Keperawatan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan, oleh karena berbagai masalah kesehatan actual dan potensial. Keperawatan memandang manusia secara utuh dan unik sehingga praktek keperawatan membutuhkan penerapan ilmu Pengetahuan dan keterampilan yang kompleks sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien/klien. Keunikan hubungan ners dan klien harus dipelihara interaksi dinamikanya dan kontuinitasnya.

Penerimaan dan pengakuan keperawatan sebagai pelayanan professional diberikan dengan perawat professional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di Indonesia. Disisi lain keperawatan di Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh – sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.

Dalam kaitannya dengan tanggungjawab utama dan komitmen tersebut di atas maka PPNI harus memberikan respon, sensitive serta peduli untuk mengembangkan standar praktek keperawatan. Diharapkan dengan pemberlakuan standar praktek keperawatan di Indonesia akan menjadi titik inovasi baru yang dapat digunakan sebagai : pertama falsafah dasar pengembangan aspek – aspek keperawatan di Indonesia, kedua salah satu tolak ukur efektifitas dan efisiensi pelayanan keperawatan dan ketiga perwujudan diri keperawatan professional.

PENGERTIAN DAN SUMBER – SUMBER STANDAR KEPERAWATAN

Standar keperawatan uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan keperawtan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat didnilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan anatara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena malelui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk.

Terjadi kesepakatan antara praktisi terhadap tingkat kinerja dan menawarkan ukuran penilaian agar praktek keperawatan terbaru dapat dibandingkan. Penilaian essensial asuhan keperawatan melalui penataan standar sebagai dasar kesepakatan untuk mencapai asuhan keperawatan optimal. Standar keperawatan dalam prakteknya harus dapat diterima, dimana setiap klien berhak mendapatkan asuhan berkualitas, tanpa membedakan usia dan diagnosa. Dengan demikian standar dapat diharapkan memberikan fondasi dasar dalam mengukur kualitas asuhan keperawatan.

Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi perawat professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan keperawatan professional.

Bertolak dari uaraian sepintas diatas tentang pengertian standar maka secara singkat standar dapat diartikan sebagai : Pedoman, ukuran, criteria, peraturan, keperingkatan, undang-undang, indicator, pengukuran atau penafsiran, etik dan prinsip, prototype atau model, norma dan kegiatan, ada kekhasan, pernyataan kompetensi serta persyaratan akreditasi.

Persyaratan Operasional : - Pedoman (persyaratan kebijakan umum), dan mengukur perbedaan (criteria) dan tingkat keunggulan yang diinginkan (tujuan akhir).

SUMBER STANDAR KEPERAWATAN

Pada dasarnya ada tiga sumber informasi utama, untuk mengembangkan standar yaitu : penelitian, keputusan kelompok ahli/spesialis, observasi cara praktek keperawatan actual. Dalam organisasi pelayanan keperawatan standar bersumber baik dari sumber eksternal maupun internal.

KEGUNAAN STANDAR KEPERAWATAN

Tujuan utama standar memberikan kejelasan dan pedoman untuk mengidentifikasi ukuran dan penilaian hasil akhir, dengan demikian standar dapat meningkatkan dan memfasilitasi perbaikan dan pencapaian kualitas asuhan keperawatan. Criteria kualitas asuhan keperawatan mencakup : aman, akurasi, kontuinitas, efektif biaya, manusiawi dan memberikan harapan yang sama tentang apa yang baik baigi perawat dan pasien. Standar menjamin perawat mengambil keputusan yang layak dan wajar dan melaksanakan intervensi – intervensi yang aman dan akontebel.

Pengembangan dan penetapan standar keperawatan melalui tahapan yaitu : harus diumumkan, diedarkan atau disosialisasikan dan terakhir penerapan dalam bebagai tatanan pelayanan. Pengembangan ini bertujuan pertama, meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, kedua mengurangi biaya asuhan, ketiga dasar untuk menentukan ada tidaknya "negligence" perawat.

Pelayanan keperawatan adalah essensial bagi kehidupan dan kesejahteraan klien oleh karena itu profesi keperawatan harus akontebel terhadap kualitas asuhan yang diberikan. Pengembangan ilmu dan teknologi memungkinkan perawat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka menerapkan asuhan bagi klien dengan kebutuhan yang kompleks. Untuk menjamin efektifitas asuhan keperawatan pada klien, harus tersedia criteria dalam area praktek yang mengarahkan keperawatan mengambil keputusan dan melakukan intervensi keperawatan secara aman.

Pada saat ini biaya asuhan kesehatan telah meningkat tajam walaupun hari rawat singkat. Melalui penataan standar keperawatan, maka tindakan keperawatan sesuai kebutuhan dan harapan pasien tanpa mengurangi kesejahteraan pasien namun biaya lebih terjangkau. Untuk mengeliminasi pemborosan anggaran dan fasilitas dan kesalahan praktek perawat standar asuhan keperawatan hendaknya dapat digunakan dalam semua situasi pelayanan kesehatan. Standar asuhan keperawatan menjadi essensial terutama jika diterapkan dalam unit-unit pelayanan yang secara relatif terdapat sedikit jumlah perawat yang berpengalaman tapi harus memberikan pelayanan untuk berbagai jenis penyakit dan memnuhi kebutuhan kesehatan yang kompleks.

Berdasarkan uraian diatas tadi maka beberapa keuntungan dapat diperoleh dari adanya standar keperawatan sebagai dasar rasional dalam merencanakan keperawatan, mencapai efisiensi organisasi, mengevaluasi membina dan upaya perbaikan, alat komunikasi dan koordinasi asuhan keperawatan diseluruh system pelayanan kesehatan, menentukan kebutuhan perawat dan pola utilitasnya.

Aspek-aspek penting mengapa standar keperawatan harus ditentukan : pertama memebrikan arah kedua mencapai persetujuan sesuai harapan / ekspekstasi ketiga memantau dan menilai hasil memnuhi standar, tidak memenuhi standar atau melampaui standar, dan keempat merupakan petunjuk bagi organisasi/manajemen, profesi dan pasien dalam organisasi tatanan pelayanan untuk memperoleh hasil optimal.

PENGEMBANGAN STANDAR KEPERAWATAN

Dalam menata standar dibutuhkan pertimbangan-perimbangan kerangka kerja yang akan digunakan dan berbagai komponen agara standar terpenuhi, selanjutnya dipertimbangkan siapa yang menata standar dan bagaimana proses tersebut dikoordinasikan.

Kerangka kerja yang lazim dalam penataan standar 1) Donabedian Model – Struktur, proses, hasil, 2) Proses model "crossby" 3) Model kualitas enam dimensi "Maxwell dan 4) Model "Criteria Listing"(Crossby, 1989 dan Maxwell, 1984).

Standar keperawatan secara luas menggunakan dan mengadopsi kerangka kerja Model Donabedian yang dipadukan dengan berbagai konsep keprawatan.

Standar harus tersedia diberbagai tatanan dengan bermacam-macam pengertian dan persyaratan, namun essensial bagi setiap operasional pelayanan kesehatan. Keperawatan profesi yang paling responsive dalam menata standar karena banyak hal-hal yang berperan penting dalam asuhan pasien yang tidak disentuh (intangibles). Oleh karena itu dalam pengembangan standar keperawatan membutuhkan pengertian yang sangat mendasar tentang hakekat keperawatan sebagai persyaratan awal, harus diidentifikasi dengan jelas pengertian multifokal tujuan keperawatan. Selanjutnya perlu diidentifikasi hasil asuhan pasien / klien – hasil yang diharapkan menjadi standar asuhan, kemudian performance kinerja perawat professional berorientasi pada proses keperawatan – menjadi stanar praktek dan berpotensial tidak merugikan – struktur pengelolaan menjadi standar biaya / anggaran. Persyaratan awal diatas tadi untuk menentukan hasil yang spesifik dan kaitannya dengan proses keperawatan dan hasil yang diharapkan.

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Pengembangan standar praktek keperawatan di Indonesia merupakan tanggung jawab PPNI karena tekanan dan tuntutan kebutuhan terhadap kualitas asuhan keperawatan makin tinggi. Pengertian standar sangat luas namun harus dapat diterima dan dicapai. Dalam pengembangan standar dibutuhkan sumber-sumber pengembangan standar keperawatan.

Tujuan dan manfaat standar keperawatan pada dasarnya mengukur kuaitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas menejemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan tersebut.

Berbagai jenis keperawatan dapat dikembangkan dengan focus, orientasi dan pendekatan yang saling mendukung.

Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar finansial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan.

Semoga bermanfaat

Sumber referensi:
-PP PPNI
-Yohana R. Kawonal, SMIP., CVRN.

Read More

Minggu, 13 September 2009

Malpraktik VS Standar Pelayanan Kesehatan

di 15.09 Label: Hukum Kesehatan
KATA PENGANTAR
Puji sykur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Maraknya Malpraktik di Indonesia”..
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun materi dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eravianti, S.SiT, MKM selaku dosen pembimbing dan kepada teman-teman yang sudah memberikan bantuan dan masukan sehinnga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Padang, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................. 2
C. Manfaat .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Standar dan Mutu Pelayanan Kesehatan............................................... 3
B. Malpraktik .......................................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................... 15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Itulah kalimat yang pantas untuk dunia kesehatan saat ini. Malpraktik masih menjadi topic utama dalam dunia kesehatan terutama di Indonesia akhir-akhir ini. Berbagai praktik kesehatan termasuk kedokteran dan keperawatan kini diarahkan untuk mencegah terjadinya malpraktik.
Malpraktik merupakan suatu tindakan tenaga professional yang bertentangan dengan standard operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang –undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Standar Pelayanan Kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari system pelayanan kesehatan.
Kasus tindak pidana malpraktik merupakan kasus yang sangat sering terjadi di Indonesia. Dalam beberapa decade terakhir ini istilah malpraktik cukup terkenal dan banyak dibicarakan masyarakat umum khusunya malpraktik bidang kedokteran dalam transaksiterapeutik antara dokter dan pasien.
Jika kita flashback beberapa decade ke belakang khususnya di Indonesia anggapan banyak orang, dokter adalah professional yang kurang bias disentuh dengan hokum atas profesi yang dia lakukan. Hal ini berbeda seratus delapan puluh derajat saat sekarang banyak tuntutan hukum baik perdata, pidana maupun administrative yang diajukan pasien atau keluarga pasien kepada dokter karena kurang puas atas hasil perawatan atau pengobatan.
Salah satu contoh tindakan malpraktik yang dilakukan oeh dokter adalah kasus tertinggalnya kassa di ruang antar tulang dan otot pasien, sehingga menyebabkan pasien mengalami osteomielitis. Bekas luka operasi mengeluarkan nanah, akibatnya terpaksa pasien menjalani operasi kedua pada tulang femurnya.
Hal ini disebabkan oleh kelalaian dokter pada saat melakukan operasi yang pertama karena fraktur pada tulang femur. Sehingga menyebabkan keluarga korban melakukan somasi dan melayangkan surat dugaan malpraktik kepada dokter yang terkait dan pihak Rumah Sakit melalui kuasa hukumnya. Mereka menuntut ganti rugi senilai 1 milyar rupiah atas kerugian materil dan imateri yang dialami.
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara perdata maupun pidana.
Melihat masih tingginya angka kejadian malpraktik, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini. Untuk pembahasan lebih lanjut penulis tuangkan kedalam Bab II.
B. Tujuan
1. menjelaskan tentang pengertian standar pelayanan kesehatan
2. menjelaskan tentang pengertian malpraktik
3. menjelaskan tentang sanksi hukun malpraktik
4. menjelaskan tentang penanganan kasus malpraktik.
C. Manfaat Penulisan
1) Bagi penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2) Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan standard.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STANDAR DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
1) Standar Pelayanan Kesehatan
Standar adalah:
§ Keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang digunakan sebagai batas penerimaan minimal.
§ Kisaran variasi yang masih dapat diterima.
§ Rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
§ Spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan.
Standar Pelayanan Kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari system pelayanan kesehatan.
Manfaat Standard:
§ Standard adalah hasil consensus semua pihak yang terkait dengan suatu produk, termasuk konsumen.
§ Standard menjamin keseragaman spesifikasi teknis minimal yang harus dipenuhi.
§ Penerapan standard secara wajib akan melindungi konsumen dari produk bermutu rendah yangdapar berakibat fatal.
§ Mempermudah produsen untuk memenuhi persyaratan karena terdeskripsi secara jelas.
§ Aspek kualitas lingkungan dan keselamatan adalah acuan utama penerapan standard.
Suatu standard yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu:
§ Bersifat jelas
§ Masuk akal
§ Mudah dimengerti
§ Dapat dicapai
§ Absah
§ Meyakinkan
§ Mantap, spesifik, dan eksplisit.
Macam-macam standard:
1. Standard Persyaratan Minimal
Yang menunjuk pada keadaan minimal untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yag bermutu. Terdiri dari 3 yaitu:
a. Standard masukan
Ditetapkan persyaratan minimal unsure masukan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu.
b. Standard lingkungan
Ditetapkan persyaratan minimal unsure lingkungan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu.
c. Standard proses
Ditetapkan standard proses untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu.
2. Standar Penampilan Minimal
Menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diteima.
2) Mutu Pelayanan Kesehatan
Pengertian Mutu
§ Mutu berada pada orang yag melihatnya
§ Excellent
§ Produk yang paling ekonomis, paling berguna, dan selalu memuaskan pelanggan
§ Zero defect, defect free
§ Pelanggan yang gembira
§ Produk barang dan jasa inovatif yang sepenuhnya memenuhi persyaratannya
§ Kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
§ Sesuai dengan yag diisyaratkan atau distandarkan.
§ Kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
§ Kepuasan pelanggan sepenuhnya
§ Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
§ Kepatuhan terhadap standard yang telah ditetapkan
§ Tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.
Mutu Pelayanan Kesehatan
§ Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standard dank ode etik profesi yang telah ditetapkan (Azrul Azwar).
§ Memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melelui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses (Mary Z Zimmerman).
§ Tingkatan dimana layanan kesehatan untuk individu atau penduduk mampu meningkatkan hasil kesehatan yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan profesioanl saat ini (Institute of Medicine, USA)
§ Tingkatan dimana layanan yang diberikan sesuai dengan persyaratan bagi layanan yang baik (Avedis Donabedian)
Alasan Pentingnya Mutu Dalam Pelayanan Kesehatan:
§ Perubahan global misalnya perdagangan bebas
§ Mutu adalah masalah hak dan etis
§ Mutu membantu pasien mencapai hasil yang optimal
§ Komitmen terhadap mutu akan mengurangi biaya pengeluaran
§ Kebanggaan staf terhadap organisasi
§ Menghindari rasa frustasi baik dari staf maupun dari pelanggan
§ Lebih mudah memenuhi standar-standar yang ditetapkan.
Perbedaan Definisi Mutu
1. Bagi health consumer
Mutu layanan terkait pada ketanggapan, keranahan petugas serta kesembuhan atas penyakit yang diderita.
2. Bagi health provider
Mutu pelayanan sesuai dengan kemajuan ilmu kesehatan yang mutakhir.
3. Bagi health financing
Mutu pelayanan terkait pada efisiensi sumber daya; kewajaran atas pembiayaan, dan mampu memberikan keuntungan.
Dimensi Mutu
§ Kompetensi teknis (Technical Competence)
§ Akses terhadap pelayanan (Accessibility)
§ Efektivitas (effectiveness)
§ Hubungan Antar Manusia (Interpersonal relation)
§ Efisiensi (efficiency)
§ Kelangsungan pelayanan (Continuity)
§ Keamanan (safety)
§ Kenyamanan (amnieties)
Program Menjaga Mutu
Adalah upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkandengan standard yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk mmperbaiki mutu pelayanan.
Syarat Program Menjaga Mutu
§ Bersifat khas
§ Mampu melaporkan setiap penyimpangan
§ Fleksibel dan berorientasi pada masa depan
§ Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi
§ Mudah dilaksanakan
§ Mudah dimengerti.
Manfaat Program Menjaga Mutu
§ Dapat lebih meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan
§ Dapat lebih meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan
§ Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Bentuk Program Menjaga Mutu
1) Program Menjaga Mutu Prospektif
Adalah yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Prinsipnya yaitu:
§ Standarisasi
Adalah upaya menentukan standard-standar tertentu yang harus dipenuhi.
§ Lisensi (perizinan)
Adalah izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
§ Sertifikasi
Adalah memberikan sertifikat kepada institusi kesehatan yang benar-benar telah dan atau memenhi persyaratan.
§ Akreditasi
Adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi.
2) Program Menjaga Mutu Konkuren
Diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.
3) Program Menjaga Mutu Retrospektif
Diselenggarakan setelah selesainya pelayanan kesehatan.
B. MALPRAKTIK
1) Pengertian Malpraktik
§ Berasal dari kata “mal” yang berarti buruk dan “practice” yang berarti suatu tindakan atau praktik. Malpraktik adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien.
§ Menurut Black’s Law Dictionary, malpraktik adalah “professional misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them”. Pengertian malpraktik diatas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga berlaku bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan, dan lain-lain.
§ Menurut World Medical Association (1992) adalah : “medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.
§ Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950).
§ Menurut Hoekema, 1981, malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama.
§ Pada undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebut sebagai kesalahan atau kelalaian dokter sedangkan dalam undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran dikatakan sebagai pelanggaran disiplin dokter.
§ Pegangan pokok untuk membuktikan malpraktik adalah dengan adanya kesalahan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter ketika melakukan perawatan medik dan ada pihak lain yang dirugikan atas tindakan tersebut.
§ Malpraktik adalah suatu tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan standard operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Menurut Gunadi, J dapat dibedakan antara resiko pasien dengan kelalaian dokter (negligence) yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pada dokter. Resiko yang ditanggung pasien ada tiga macam yaitu :
§ Kecelakaan
§ Resiko tindakan meik (risk of treatment)
§ Kesalahan penilaian (error of judgement).
Masih menurut Gunadi, J masalah hukum sekitar 80% berkisar pada penilaian atau penafsiran. Resiko dalam tindakan medik selalu ada dan jika dokter atau penyedia layanan kesehatan telah melakukan tindakan sesuai dengan standar profesi medik dalam arti bekerja dengan teliti, hati-hati, penuh keseriusan dan juga ada informed consent (persetujuan) dari pasien maka resiko tersebut menjadi tanggungjawab pasien. Dalam undang-undang hukum perdata disana disebutkan dalam hal tuntutan melanggar hukum harus terpenuhi syarat sebagai berikut :
§ Adanya perbuatan (berbuat atau tidak berbuat)
§ Perbuatan itu melanggar hukum
§ Ada kerugian yang diatanggung pasien
§ Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
§ Adanya unsur kesalahan atau kelalaian.
Ada tidaknya Mal Praktik harus dibuktikan dengan empat kriteria hukum berikut ini :
  • Ada duty of care
Artinya dokter atau RS mengaku berkewajiban memberi asuhan ke[ada pasien.
  • Ada breach of duty
Artinya dokter atau RS tidak melakukan kewajiban sebagaimana seharusnya. Wujud breach atau pelanggaran ini adalah:
    1. Kesalahan dalam tindakan medis, seperti kekliruan diagnosa, interpretasi hasil pemeriksaan penunjang, indikasi tindakan, tindakan tidak sesuai dengan standar pelayanan, kesalahan pemberian obat, kekeliruan transfuse, dll
    2. Kelalaian berat. Tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut asas-asas dan standar praktik kedokteran yang baik.
  • Ada cedera pada psien, berupa cedera fisik, psikologis, mental, sampai yang terberat jika pasien cacat tetap atau meninggal.
  • Ada hubungan sebab akibat langsung antara butir 2 dan 3, artinya cedera pada pasien memenag akibat breach of duty pada pemberi asuhan kesehatan. Ini yang paling sukar dibuktikan.
2) Sanksi Hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter sebagaimana contoh kasus yang terjadi yaitu tentang kelalaian, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang .
Serta tidak menutup kemungkinan juga dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa pasien. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), serta Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain ditur dalam pasal 359 yang berbunyi: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun".
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
  • Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orag lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
  • Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembian bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinngi tiga ratus juta rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana pasal 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan."
Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oeh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: "Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya."
3). Kepastian Hukum
Melihat berbagai saksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut diatas dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan, tetapi juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik.
Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum. Azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga untuk diperlakukan sama didepan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jamina kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik tanpa memihak siapa pun.
Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan malpraktik apabila:
§ Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai.
§ Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap kode etik kedokteran Indonesia (kodeki)
§ Melanggar UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (kodeki) sangatlah perlu ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat/pengacara, notaries, akuntan, dll. Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Daam hal ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK).
Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Kodeki. Namun, jika kesalahan tersebut
Ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi dapat juga dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenagan oleh undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut.
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata.
4). Langkah-langkah Penanganan Kasus
§ Dimulai dari langkah pencegahan. Dilakukan perspektif safety disetiap langkah prosedur atau tindakan medis dengan melibatkan proses manajemen resiko.
§ Bila telah terjadi peristiwa yang potensial menjadi kasus tuntutan hukum, maka profesioanl wajib menganalisis peristiwa tersebut untuk meemukan apakah kesalahan yang telah terjadi dan kemudian melakukan koreksi. Untuk melakukan hal itu, ia harus membuat kronologi peristiwa dan menjelaskan alasan masing-masing tindakannya, dan menandatanganinya.
§ Bila tingkat potesial menjadi kasus medikoleganya cukup tinggi, maka kasus tersebut dilaporkanke atasan (ketua KSMF atau Komite Medik) untuk dibahas bersama pakar dari organisasi profesi atau perhimpunan spesialis terkait. Dalam audit klinis tersebut dilakukan pembahasan tentang keadaan pasien, situasi kondisi yang merupakan “tekanan”, diagnosis kerja dan diagnosis banding, indikasi medis dan kontra indikasi, alternative tindakan, informed consent, komunikasi, prosedur tindakan dibandingkan dengan standar, penyebab peristiwa yang menuju ke peristiwa medikolegal, penanganan peristiwa tersebut, diagnosis akhir, dan kesimpulan apakah prosedur medis dan alas an lainnya telah dilakukan sesuai dengan standar profesi atau SOP yang cocok dengan situasi kondisi kasus.
Keseluruhan yang dilakukan di atas juga merupakan langkah-langkah persiapan menghadapi komplain pasien, atau bahkan menghadapi somasi dan gugatan di kemudian hari. Di samping itu profesional terkait kasus tersebut harus melihat kembali dokumen kompetensi (keahlian) dan kewenangan medis (perijinan), serta kompetensi / kewenangan medis khusus (dokumen pelatihan/workshop, pengakuan kompetensi, pengalaman, dll) yang berkaitan dengan kasus.
Pertimbangan apakah kasus akan diselesaikan di pengadilan ataukah dengan cara perdamaian perlu dibahas pada waktu tersebut. Kasus yang secara nyata merupakan kesalahan pihak medis dan dinilai "undefensable" sebaiknya diselesaikan dengan cara non litigasi. Sebaliknya, kasus yang secara nyata tidak memiliki titik lemah di pihak medis dapat dipertimbangkan untuk diselesaikan melalui sidang pengadilan. Kadang-kadang terdapat kasus "abu-abu" atau "kasus ringan" yang penyelesaian cara non litigasi mungkin akan lebih "menguntungkan" dari segi finansial daripada memilih cara penyelesaian litigasi.
Guna menghadapi hal itu, organisasi profesi (PDSp) membentuk semacam "dewan pakar" atau "dewan kehormatan pembina", yang akan menilai kasus dari sisi profesi dan kemudian akan menjadi saksi ahli - menyampaikan hasil pembahasan peer-group tersebut kepada penyidik.
BAB III
PEMBAHASAN
Pelayanan yang berkualitas adalah adalah pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar merupakan tingakat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal.
Standard pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diaharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari system pelayanan kesehatan.
Seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya harus senantiasa melaukan profesinya menurut ukuran tertinggi, memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta menggunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk keperluan pasien.
Dengan demikian, seorang dokter yang memberikan pelayanan di bawah standard merupakan suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP. Malpraktik adalah merupakan suatu tindakan tenaga professional (profesi) yang bertentangan dengan standard, kode etik profesi, undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Suatu pelanggaran merupakan malpraktik hukum pidana atau perdata, maka kasus diteruskan ke pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah oleh karena kuragnya pegetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran sehingga menyebabkan dokter yang ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil. Selain itu pengetahuan masyarakat umum tentang etika kedokteran sangat terbatas sehingga kadang-kadang terjadi ada kasus pelanggaran etika murni keburu dajukan ke pengadilan sebelum ditangani Majelis Kehomatan Etika Murni Kedokteran (MKEK).
Namun bila pelanggaran etika tidak murni, dibahas dulu di Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran sebelum diteruskan kepada penyidik. Jadi awalnya penanganan kasus-kasus tersebut tidak perlu dicampuri pihak luar.
Masalah yang terjadi pada pasien dengan kasus tertinggalnya kassa diruang antar tulang dan otot pasien merupakan kasus malpraktik karena kelalaian dari tenaga kesehatan (dokter) sehingga menyebabkan pasien tersebut harus menjalani operasi kedua pada tulang femurnya.
Keluarga korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini untuk ditindak. Keluarga korban melayangkan somasi kepada dokter yang terkait dan rumah sakit yang bersangkutan serta memnita ganti rugi atas kasus tersebut.
Dalam kasus pidana dugaan kelalaian yang mengakibatkan cedera atau kematian, penanganan awalnya boleh dianggap sama dengan di atas. Selanjutnya proses pemeriksaan oleh penyidik diikuti dengan patuh, dengan memberikan pembelajaran kepada penyidik di bidang medis dan medikolegal. Di wilayah hukum Polda Metro Jaya disepakati untuk mengajukan satu atau dua orang saksi ahli di bidang yang dibutuhkan, satu berasal dari organisasi profesi (MKEK) dan satu dari kalangan akademisi (dosen Fakultas Kedokteran).
Pada dasarnya kelalaian dapat terjadi apabila dokter melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.
Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur dalam Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Layanan kedokteran adalah suatu system yang kompleks dan rentan akan terjadinya kecelakaan, sehingga harus dilakukan dengan penuh hati-hati oleh orang-orang yang kompeten dan memiliki kewenangan khusus untuk itu.
Upaya meminimalkan tuntutan hukum terhadap rumah sakit beserta stafnya pada dasarnya merupakan upaya mencegah terjadinya preventable adverse events yang disebabkan oleh medical errors, atau berarti seluruh upaya mengelola risiko dengan berorientasikan kepada keselamatan pasien.
Dalam Kode etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Bab IV pasal 17 menyatakan bahwa “Seorang dokter hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur ”. Hal ini perlu ditekankan karena jika dokter itu tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya, maka lama kelamaan ia akan ketinggalan ilmunya dan bisa jatuh dibawah standar normal.
Dengan demikian seorang dokter yang memberikan pelayanan di bawah standard merupakan suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP. Suatu pelanggaran merupakan malpraktik hukum.
B. Saran
Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian, kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hukum profesinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, M Jusuf dan Amri Amir.1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC
www.askep-askeb-kita.blogspot.com
Read More
Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan ( Atom )
 photo banner300x250-biru.gif

Blog Archive

  • 2016 (1)
    • 09/18 - 09/25 (1)
      • PENGETAHUAN IBU TENTANG BIANG KERINGAT PADA BAYI 0...
  • 2015 (10)
    • 10/11 - 10/18 (1)
    • 09/13 - 09/20 (1)
    • 09/06 - 09/13 (1)
    • 07/05 - 07/12 (1)
    • 05/17 - 05/24 (6)
  • 2014 (1)
    • 04/13 - 04/20 (1)
  • 2012 (770)
    • 02/19 - 02/26 (5)
    • 02/12 - 02/19 (10)
    • 02/05 - 02/12 (4)
    • 01/29 - 02/05 (27)
    • 01/22 - 01/29 (88)
    • 01/15 - 01/22 (101)
    • 01/08 - 01/15 (169)
    • 01/01 - 01/08 (366)
  • 2011 (4477)
    • 12/25 - 01/01 (336)
    • 12/18 - 12/25 (62)
    • 12/11 - 12/18 (70)
    • 12/04 - 12/11 (77)
    • 11/27 - 12/04 (40)
    • 11/20 - 11/27 (67)
    • 11/13 - 11/20 (198)
    • 11/06 - 11/13 (187)
    • 10/30 - 11/06 (340)
    • 10/23 - 10/30 (32)
    • 10/16 - 10/23 (109)
    • 10/09 - 10/16 (80)
    • 08/14 - 08/21 (75)
    • 08/07 - 08/14 (81)
    • 07/31 - 08/07 (82)
    • 07/24 - 07/31 (65)
    • 07/17 - 07/24 (91)
    • 07/10 - 07/17 (47)
    • 07/03 - 07/10 (44)
    • 06/26 - 07/03 (53)
    • 06/19 - 06/26 (59)
    • 06/12 - 06/19 (47)
    • 06/05 - 06/12 (65)
    • 05/29 - 06/05 (63)
    • 05/22 - 05/29 (77)
    • 05/15 - 05/22 (115)
    • 05/08 - 05/15 (65)
    • 05/01 - 05/08 (104)
    • 04/24 - 05/01 (45)
    • 04/17 - 04/24 (70)
    • 04/10 - 04/17 (134)
    • 04/03 - 04/10 (72)
    • 03/27 - 04/03 (18)
    • 03/20 - 03/27 (47)
    • 03/13 - 03/20 (68)
    • 03/06 - 03/13 (40)
    • 02/27 - 03/06 (56)
    • 02/20 - 02/27 (77)
    • 02/13 - 02/20 (76)
    • 02/06 - 02/13 (198)
    • 01/30 - 02/06 (194)
    • 01/23 - 01/30 (132)
    • 01/16 - 01/23 (196)
    • 01/09 - 01/16 (202)
    • 01/02 - 01/09 (121)
  • 2010 (2535)
    • 12/26 - 01/02 (156)
    • 12/19 - 12/26 (65)
    • 12/12 - 12/19 (73)
    • 12/05 - 12/12 (84)
    • 11/28 - 12/05 (80)
    • 11/21 - 11/28 (68)
    • 11/14 - 11/21 (63)
    • 11/07 - 11/14 (50)
    • 10/31 - 11/07 (50)
    • 10/24 - 10/31 (36)
    • 10/17 - 10/24 (58)
    • 10/10 - 10/17 (35)
    • 10/03 - 10/10 (31)
    • 09/26 - 10/03 (21)
    • 09/19 - 09/26 (26)
    • 09/12 - 09/19 (55)
    • 09/05 - 09/12 (65)
    • 08/29 - 09/05 (33)
    • 08/22 - 08/29 (70)
    • 08/15 - 08/22 (45)
    • 08/08 - 08/15 (35)
    • 08/01 - 08/08 (37)
    • 07/25 - 08/01 (27)
    • 07/18 - 07/25 (19)
    • 07/11 - 07/18 (30)
    • 07/04 - 07/11 (56)
    • 06/27 - 07/04 (28)
    • 06/20 - 06/27 (22)
    • 06/13 - 06/20 (30)
    • 06/06 - 06/13 (21)
    • 05/30 - 06/06 (5)
    • 05/16 - 05/23 (6)
    • 05/09 - 05/16 (29)
    • 05/02 - 05/09 (59)
    • 04/25 - 05/02 (28)
    • 04/18 - 04/25 (38)
    • 04/11 - 04/18 (70)
    • 04/04 - 04/11 (59)
    • 03/28 - 04/04 (65)
    • 03/21 - 03/28 (89)
    • 03/14 - 03/21 (218)
    • 03/07 - 03/14 (95)
    • 02/28 - 03/07 (135)
    • 02/21 - 02/28 (102)
    • 01/03 - 01/10 (68)
  • 2009 (1652)
    • 12/27 - 01/03 (36)
    • 12/20 - 12/27 (22)
    • 12/13 - 12/20 (100)
    • 12/06 - 12/13 (45)
    • 11/29 - 12/06 (24)
    • 11/22 - 11/29 (22)
    • 11/15 - 11/22 (19)
    • 11/08 - 11/15 (28)
    • 11/01 - 11/08 (11)
    • 10/25 - 11/01 (17)
    • 10/18 - 10/25 (38)
    • 10/11 - 10/18 (33)
    • 10/04 - 10/11 (15)
    • 09/27 - 10/04 (21)
    • 09/20 - 09/27 (7)
    • 09/13 - 09/20 (84)
    • 09/06 - 09/13 (35)
    • 08/30 - 09/06 (48)
    • 08/23 - 08/30 (118)
    • 08/16 - 08/23 (26)
    • 08/09 - 08/16 (34)
    • 08/02 - 08/09 (35)
    • 07/26 - 08/02 (31)
    • 07/19 - 07/26 (14)
    • 07/12 - 07/19 (16)
    • 07/05 - 07/12 (28)
    • 06/28 - 07/05 (26)
    • 06/21 - 06/28 (76)
    • 06/14 - 06/21 (26)
    • 06/07 - 06/14 (21)
    • 05/31 - 06/07 (43)
    • 05/24 - 05/31 (38)
    • 05/17 - 05/24 (26)
    • 05/10 - 05/17 (52)
    • 05/03 - 05/10 (15)
    • 04/26 - 05/03 (38)
    • 04/19 - 04/26 (32)
    • 04/12 - 04/19 (22)
    • 04/05 - 04/12 (20)
    • 03/29 - 04/05 (40)
    • 03/22 - 03/29 (43)
    • 03/15 - 03/22 (18)
    • 03/08 - 03/15 (14)
    • 03/01 - 03/08 (22)
    • 02/22 - 03/01 (12)
    • 02/15 - 02/22 (9)
    • 02/08 - 02/15 (11)
    • 02/01 - 02/08 (19)
    • 01/25 - 02/01 (37)
    • 01/18 - 01/25 (21)
    • 01/11 - 01/18 (33)
    • 01/04 - 01/11 (31)
  • 2008 (700)
    • 12/28 - 01/04 (13)
    • 12/21 - 12/28 (9)
    • 12/14 - 12/21 (57)
    • 12/07 - 12/14 (5)
    • 11/30 - 12/07 (18)
    • 11/23 - 11/30 (33)
    • 11/16 - 11/23 (31)
    • 11/09 - 11/16 (23)
    • 11/02 - 11/09 (18)
    • 10/26 - 11/02 (11)
    • 10/19 - 10/26 (15)
    • 10/12 - 10/19 (13)
    • 10/05 - 10/12 (25)
    • 09/28 - 10/05 (2)
    • 09/21 - 09/28 (14)
    • 09/14 - 09/21 (19)
    • 09/07 - 09/14 (43)
    • 08/31 - 09/07 (3)
    • 08/24 - 08/31 (33)
    • 08/17 - 08/24 (65)
    • 08/10 - 08/17 (4)
    • 08/03 - 08/10 (26)
    • 07/27 - 08/03 (6)
    • 07/20 - 07/27 (19)
    • 07/13 - 07/20 (18)
    • 07/06 - 07/13 (60)
    • 06/29 - 07/06 (53)
    • 06/22 - 06/29 (49)
    • 06/15 - 06/22 (11)
    • 06/08 - 06/15 (4)

Popular Posts

  • ASKEP NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM
    ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
  • Hubungan Usia Terhadap Perdarahan Post Partum Di RSUD
    KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
  • PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
    PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
  • PATHWAY HEMATEMESIS MELENA
    Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
  • Ikterus
    DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
  • PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS
    PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
  • Materi Kesehatan: Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ)
     Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ) PERBANDINGAN AKURASI TAKSIRAN BERAT BADAN JANIN MENGGUNAKAN RUMUS JOHNSON TOHSACH DENGAN MODIFIKASI RUMUS...
  • Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence)
    Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
  • Diagnosa Keperawatan Aktual
    Konsep Dasar Diagnosa Keperawatan Aktual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu aspek yang terpenting dalam proses kepera...
  • PATHWAY COMBUSTIO
    Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...

Statistik

© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates