TEMPO Interaktif, Karanganyar – Obat-obatan tradisional sudah sejak lama digunakan sebagai penyembuh untuk berbagai penyakit. Hanya, penggunaannya secara luas berada di bawah bayang-bayang obat-obatan modern. Karena itu, hingga kini belum banyak digunakan dalam praktik pelayanan kesehatan. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui jika obat tradisional belum menjadi salah satu pilihan di bidang penyembuhan kesehatan.
Hal itu disebabkan minimnya penelitian tentang khasiat tanaman obat untuk dijadikan obat tradisional. “Sehingga saya berharap kehadiran Balai Besar ini dapat mendorong pemanfaatan obat tradisional di masyarakat,” katanya kepada wartawan, seusai peresmian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di Tawangmangu, Karanganyar, Rabu (25/8).
Balai besar bertujuan untuk meneliti tanaman obat, untuk dikembangkan ke arah produksi. “Sifatnya memang masih penelitian dan pengembangan. Belum produksi. Kalau sudah menemukan formulanya, baru dibuat dalam skala kecil dan ditawarkan ke pabrik,” ujarnya.
Tidak hanya itu, nantinya di tiap pusat kesehatan masyarakat disediakan pojok jamu dan terserah pasien untuk memilih pengobatan yang cocok. Pengembangan obat tradisional juga didukung dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengobat Tradisional yang mengatur penggunaannya dalam praktik pelayanan kesehatan. “Saat ini konsepnya sudah ada. Kami melibatkan tenaga ahli dari UI (Universitas Indonesia), ITB (Institut Teknologi Bandung), UGM (Universitas Gadjah Mada), dan UNS (Universitas Sebelas Maret),” jelasnya.
Bupati Karanganyar Rina Iriani mengaku sudah mengembangkan klaster biofarmaka di 6 kecamatan, yaitu Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, Kerjo, Mojogedang, dan Ngargoyoso. “Tanaman obat yang ditanam seperti kunyit, kencur, dan jahe,” ujarnya, yang turut menghadiri peresmian. Hasilnya kemudian ditawarkan ke perusahaan jamu skala besar seperti Sido Muncul untuk kunyit.
Dia juga sudah meminta tiap keluarga untuk menanam tanaman obat di pekarangan rumahnya. Tiap poliklinik desa atau puskesmas juga diminta menjual obat tradisional. “Sekarang ini kami memiliki 9.200 kader kesehatan di 177 desa/kelurahan. Salah satu tugasnya sosialisasi tentang penggunaan obat tradisional,” terangnya.
Menteri Endang mengatakan targetnya dalam setahun mampu meneliti minimal dua tanaman obat dan menghasilkan 5 formula obat tradisional. Di Balai Besar sendiri terdapat 1.100 jenis tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan menjadi obat tradisional.
UKKY PRIMARTANTYO