Selasa, 15 Februari 2011
Asuhan keperawatan Benign Prostatic Hypertrophy ( BPH )
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Benign Prostatic Hypertrophy ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat, meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. ( 4 )
Trans Urethral Resection of the Prostat ( TUR-P ) adalah pengangkatan jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra dengan menggunakan sistoskopi/resektoskop yang dimasukkan melalui uretra. Indikasi TUR-P ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TUR-P jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremi TUR-P, atau retensi oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd (50-90 % ) atau impotensi (4-40%) . ( 5,6 )
Sindroma TUR-P ditandai dengan klien mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan dapat terjadi bradikardi. Jika tidak segera diatasi, klien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. ( 1 )
Setelah TUR-P, dipasang kateter ( no 24 Fr ) foley tiga saluran yang dilengkapi balon 30 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Boleh dibuat traksi pada kateter foley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga dapat mengendalikan perdarahan. Fungsi kateter yang lain adalah untuk irigasi. Dengan irigasi yang konstan dapat membebaskan kandung kemih dari bekuan darah yang dapat menyumbat aliran urine. Irigasi kandung kemih dihentikan setelah 2 jam bila tidak keluar lagi bekuan darah dari kandung kemih. Kateter biasanya diangkat 3-5 hari setelah operasi. ( 2 )
Penyulit yang terjadi pada TUR-P dibagi menjadi beberapa ahap, sebagai berikut: 1 ) selama operasi: perdarahan, sindroma TURP, dan perforasi; 2 ) pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik, retensio urine, inkontinensia urine; 3) Pasca bedah lanjut : inkontinensia , disfungsi ereksi , ejakulasi retrograd, striktur uretra, stenosa leher buli-buli, osteitis pubis, prostat kambuh.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a. Anatomi fisiologi
Buli-buli
Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas tiga lapis otot destrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot sirkuler, ditengah merupakan otot longitudinal, dan paling luar merupakan otot sirkuler. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. ( 1 )
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas tiga permukaan , yaitu: permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritonium, dua permukaan inferior lateral, dan permukaan posterior. Pemukaan superior adalah merupakan lobus minoris ( daerah terlemah ) dinding buli-buli. ( 1 )
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi ( berkemih ). Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak –anak menurut formula Koff adalah : ( 1 )
Kapasitas buli-buli = { umur (tahun ) + 2 } x 30 ml
Pada saat kosong buli-buli terletak dibelakang simpisis pubis dan pada saat penuh berada diatas simpisis sehingga dapat dipalpasi dan di perkusi. ( 1 )
Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pad syaraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S 2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot destruso, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi. ( 1 )
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. ( 1 )
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keingian seseorang. Panjang uretra dewasa 23-25 cm. ( 1 )
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh spingter uretra eksternal. ( 1 )
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika. ( 1 )
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars pendularis. ( 1 )
Kelenjar prostat
Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskular. Kelenjar ini mulai tumbuh pada kehamilan umur 12 minggu karena pengaruh dari horman androgen yang berasal dari testis janin. Prostat merupakan derivat dari jaringan embrional sinus urogenital. Kelenjar prostat bentuknya seperti konnus terbalik yang terjepit ( kemiri ). ( 7 )
Letak kelenjar prostat disebelah inferior buli-bulu, didepan rektum dan membungkus uretra posterior. Ukuran rata-rata prostat pada pria dewasa 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. ( 1 )
Pada tahun 1972 Mc. NEAL, mengemukakan konsep tantang zona anatomi dari prostat. Menurut Mc. NEAL, komponen kelenjar dari prostat sebagian besar terletak/membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang terkecil merupakan 95 % dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain ( 5% ) membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi ini. Sebagian besar proses keganasan (60-70 % ) bermula di zona perifer, sebagian lagi dapat tumbuh di zona transisi dan zona sentral. (7)
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan 25 % dari volume ejakulat. ( 1 )
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. ( 1 )
b. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesa menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging ( menjadi tua ). ( 1 )
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: ( 1 )
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
b. Peranan dari growth factor ( faktor pertumbuhan ) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan se epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
c. Patofisiologi ( 6 )
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah :
- Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
- Hesistancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
- Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sanpai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli.
- Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
- Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus spingter dan uretra berkurang selama tidur.
- Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
- Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit, urine keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
d. Gejala Klinik
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptom ( LUTS ), dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. ( 6 )
Gejala iritatif yaitu sering miksi ( frekuensi ), terbangun untuk miksi pada malam hari ( nokturia ), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi ( disuria ). Sedangkan gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak lampias atau puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama ( hesitancy ), harus mengedan ( training ), kencing terputus-putus ( intermittency ), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urine dan inkontinen karena overflow. ( 6 )
Gejala lain diluar saluran kemih, yaitu tidak jarang klien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan dari tekanan intraobdominal. (1)
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli/orgnisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh klien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah skor Internasional gejala prostat atau Internaional Prostatic Symptom Score ( I-PSS ). ( 1 )
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: ( 1 )
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Gejala dan tanda pada klien yang lebih lanjut penyakitnya, misalnya gagal ginjal, dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi, foetor uremik, peri karditis, ujung kaki yang pucat, tanda-tanda penurunan mental serta neuropati perifer. Bila sudah terjadi hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba dan ada nyeri di CVA ( Costa Vertebrae Angularis ). ( 6 )
e. Pemeriksaan Diagnostik ( 1,2,3,4,6,13 )
1. a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh / kosong )
b. Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan “Ballottement”.
c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2 . Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba .
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :
- Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
- Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
- Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3. Laboratorium.
- Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita .
- Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
- Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .
- Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih .
- Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
4. Flowmetri :
Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
Penilaian :
Fmak <10ml/detik --------obstruktifFmak 10-15 ml/detik-----borderlineFmak >15 ml/detik-------nonobstruktif
5. Radiologi.
- Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
- Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.
- Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.- Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.6. Kateterisasi: Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .3. Dampak Masalah .Pada klien BPH dengan TUR-P akan timbul beberapa masalah, dengan gejala yang telah diuraikan pada sub bab patofisiologi . Masalah ini dapat berdam pak pada pola pola fungsi kesehatan klien.Dimana klien sebagai mahluk bio, psiko, sosial, spiritual. Dampak masalah yang muncul dapat di bagi menjadi 2 yaitu dampak masalah pre operasi dan post operasi TUR-P.Dampak masalah pre oprasi TUR-P adalah :1. Pola eleminasi .Tanda tanda dan gejala yang berhubungan dengan BPH akibat pembesaran prostat yang berdampak pada penyumbatan parsial atau sepenuhnya pada saluran kemih bagian bawah. Keluhan klien antaralain adalah nokturia, frekuensi, hesistency, disuria, inkontinensia dan rasa tidak lampias sehabis miksi . Dapat pula muncul hernia inguinalis dan hemoroid .2. Pola persepsi dan konsepsi diri. Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Ketidak pastian tentang prosedur pembedahan, nyeri setelah operasi, insisi dan immobilisasi dapat menimbulkan rasa cemas. Klien juga cemas akan ada perubahan pada dirinya setelah operasi.3. Pola tidur dan istirahat. Tanda dan gejala BPH antaralain nokturi dan frekuensi . Bila keluhan ini muncul pada klien maka tidur klien akan terganggu. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga interfal antara miksi lebih pendek. Akibatnya klien akan sering terbangun pada malam hari untuk miksi dan waktu tidur akan berkurang.Dampak masalah post operasi TUR-P adalah: 1. Pola eliminasiKlien post operasi TUR-P dapat mengalami perubahan eliminasi. Hal ini terjadi bila terdapat bekuan darah yang menyumbat kateter, edema dan prosedur pembedahan . Perdarahan dapat terjadi pada klien post operasi TUR-P karena fiksasi dari traksi yang kurang tepat. Infeksi karena pemasangan kateter yang kurang tepat atauperawatan kateter kurangatau tidak aseptik dapat juga terjadi.2. Pola tidur dan istirahat Pada klien post TUR-P dapat mengalami gangguan tidur karena klien merasakan nyeri pada lika operasi atau spasme dari kandung kemih. Karena gangguan ini maka lama/ waktu tidur klien berkurang.3 . Pola aktifitas.Klien post TUR-P aktifitasnya akan berkurang dari aktifitas biasa. Klien cenderung mengurangi aktifitas karena nyeri yang dirasakan akibat dari TUR-P nya. Klien akan banyak memilih di tempat tidur dari pada beraktifitas pada hari pertama dan hari yang kedua post TUR-P Sedangkan kebutuhan klien dibantu.4 Pola reproduksi dan seksual.Klien post TUR-P dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena situasi krisis ( inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter ). Dengan terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri karena perubahan status kesehatan.5. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dirumah dapat menimbulkan masalah dalam perawatan diri selanjutnya. Sehingga klien perlu informasi tentang perawatan selanjutnya khususnya saat dirumah supaya tidak terjadi perdarahan atau tanda tanda infeksi.B. Asuhan KeperawatanPerawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang, pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji ststus kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.1. PENGKAJIANPengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi TUR-P dan penkajian post operasi TUR-P.a) Pengkajian pre operasi TUR-PPengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi : 1. Identitas klienMeliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis. 2 . Riwayat penyakit sekarang Pada klien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.3 . Riwayat penyakit dahulu . Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi .4 Riwayat penyakit keluarga . adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit BPH Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau hipertensi.5. Riwayat psikososiala. Intra personalKebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang sakitnya.b. Inter personalMeliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.6. Pola fungsi kesehatana. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat )b. Pola nutrisi dan metabolisme Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.c. Pola eliminasi Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, menetes - netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.d. Pola tidur dan istirahat . Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur. e. Pola aktifitas . Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri. f. Pola hubungan dan peranKlien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana seharusnya. g. Pola persepsi dan konsep diriMeliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.h. Pola sensori dan kognitifPola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.i. Pola reproduksi seksualKlien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang ( masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.j. Pola penanggulangan stressMenanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor positif atau negatif.k. Pola tata nilai dan kepercayaanKlien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.7. Pemeriksaan fisika. Status kesehatan umumKeadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi. b. KulitApakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien ,c. KepalaBentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau trauma pada kepala.d. MukaBentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.e. MataBagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.f. TelingaAda atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.g. HidungBentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.h. Mulut dan faringAdakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.i. LeherBentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.j. ThoraksBetuknya bagaimana, adakah gynecomasti.k. ParuBentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi , wheezing atau egofoni.l. JantungBagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau getarannya.m. Abdomen Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.n. Genitalia dan anusPada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.o. Ekstrimitas dan tulang belakangApakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.8. Pemeriksaan diagnostikUntuk pemeriksaan diagnostik sudah dijabarkan penulis pada konsep dasar.b) Pengkajian post operasi TUR-PPengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi:1. Keluhan utamaKeluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi TUR-P adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.2. Keadaan umumKesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.3. Sistem respirasiBagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.4. Sistem sirkulasiYang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung ( EKG ).5. Sistem gastrointestinalHal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.6. Sistem neurologyHal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.7. Sistem muskuloskleletalBagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.8. Sistem eliminasiApa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.9. Terapi yang diberikan setelah operasiInfus yang terpasang, obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih.c. Analisa dataData yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan serta akhirnya membuat kesimpulan. Penulis membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum operasi dan analisa setelah operasi. 2. DIAGNOSA KEPERAWATANTahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data diatas dapat dirumuskan suatu diagnosis keperawatan yang dibagi menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.1. Diagnosa sebelum operasia. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat. ( 5,8 )b. Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat. ( 5,9 )c. Cemas sehubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi. ( 5,8,10 )d. Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi, nokturia. ( 11 )2. Diagnosa setelah operasia. Nyeri sehubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P ( 2 ,8,9,10 )b. Perubahan eliminasi urine sehubungandengan obstruksi sekunder dari TUR-P: bekuan darah odema ( 2 , 5 )c. Potensial infeksi sehubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering ( 2 , 5,8,10 )d. Potensial untuk menderita cedera: perdarahan sehubungan dengan tindakan pembedahan ( 2 , 9 , 10 )e. Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P ( 2, 8,10 )f. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P sehubungan dengan kurang informasi . ( 2,8,9 )g. Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan nyeri. (11) 3. PERENCANAAN .Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas keperawatan perlu di tetapkan untuk untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini disebut sebagai perencanaan keperawatan yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran ( goal ), dan tujuan (obyektif ), menetapkan kriteria evaluasi, merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. (5) Selanjutnya dibuat perencanaan dari masing – masing diagnosa keperawatan sebagai berikut : 1 . Sebelum operasi a . Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obtruksi mekanik: pembesaran prostat. Tujuan: Pola eliminasi normal . Kriteria hasil : - Klien dapat berkemih dalam jumlah normal, tidak teraba distensi kandung kemih - Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml- Klien dapat berkemih volunter - Urinalisa dan kultur hasilnya negatif - Hasil laboratorium fungsi ginjal normal Rencana tindakan : 1. Jelaskan pada klien tentang perubahan dari pola eliminasi . 2. Dorong klien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila dirasakan .3. Anjurkan klien minum sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan 4. Perkusi / palpasi area supra pubik 5. Observasi aliran dan kekuatan urine, ukur residu urine pasca berkemih. Jika volume residu urine lebih besar dari 100 cc maka jadwalkan program kateterisasi intermiten.6. monitor laboratorium: urinalisa dan kultur, BUN, kreatinin. 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat: antagonis Alfa - adrenergik (prazosin)Rasional :1 . Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 2 . Meminimalkan retensi urine, distensi yang berlebihan pada kandung kemih 3 . Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri. 4. Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik. 5. - Observasi aliran dan kekuatan urine untuk mengevaluasi adanya obstruksi - Mengukur residu urine untuk mencegah urine statis karena dapat beresiko infeksi 6. Statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK. Pembesaran prostat dapat menyebabkan dilatasi saluran kemih atas (ureter dan ginjal), potensial merusak fungsi ginjal dan menimbulkan uremia.7. Mengurangi obstruksi pada buli-buli, relaksasi didaerah prostat sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.b. Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat.Tujuan : Klien menunjukan bebas dari ketidaknyamananKriteria hasil : - Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol- Ekspresi wajah klien rileks- Klien mampu untuk istirahat dengan cukup- Tanda-tanda vital dalam batas normalRencana tindakan :1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.2. Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi / latihan nafas dalam.3. Beri kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.4. Observasi tanda – tanda vital.5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh: eperidin ( Dumerol )Rasional :1. Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan Intervensi2. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.3 Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis4. Mengetahui perkembangan lebih lanjut5. Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.c. cemas sehubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.Tujuan: Cemas berkurang / hilang sehingga klien mau kooperatif dalam tindakan perawatan.Kriteria hasil : - Klien melaporkan cemas menurun / berkurang.- Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.- Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam menghadapi cemas.- Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup.- Tanda – tanda vital dalam batas normalRencana tindakan :1. Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.2. Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan / masalah.3. Beri informasi tentang prosedur / tindakan yang akan dilakukan, contoh: kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan klien.4. Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.5. Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan : a. tirah baring untuk hari pertama post operasi b.ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post operasi c.hindari aktifitas yang mengencangkan daerah kandung kemih6. Observasi tanda - tanda vital. Rasional :1. Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam mendiskusikan tentang subyek sensitif.2. Mengidentifikasi masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah. 3. Membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan.4. Urine yang encer dapat menghambat pembentukkan klot.5. Pemahaman klien dapat membantu mengurangi cemas yang berhubungan dengan kecemasan akibat ketidaktahuan.6. Perubahan tanda – tanda vital mungkin menunjukkan tingkat kecemasan yang dialami klien. d. Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi, disuria, frekuensi, nokturia.Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.Kriteria hasil:- Klien mampu istirahat / tidur dengan waktu yang cukup.- Klien mengungkapkan sudah bisa tidur.- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.Rencana tindakan:1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur / istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.2. Ciptakan suasana yang mendukung dengan mengurangi kebisingan.3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. 4. Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemihsebelum tidur. 5. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein.Rasional :1. Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien mau kooperatif terhadap tindakan keperawatan.2. Suasana yang tenang akan mendukung istirahat klien.3. Menentukan rencana untuk mengatasi gangguan. 4. Mengurangi frekuensi berkemih malam hari.5. Kafein dapat merangsang untuk sering berkemih.2. Sesudah operasia. Nyeri sehubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-PTujuan: Nyeri berkurang atau hilang.Kriteria hasil : - Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.- Ekspresi wajah klien tenang.- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.- Tanda – tanda vital dalam batas normal.- Keluarnya urine melalui sekitar kateter sedikit.Rencana tindakan :1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.8. Observasi tanda – tanda vital9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan ( analgesik atau anti spasmodik )lRasional :1. Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.2. Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan.3. Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.4. Mengurang kemungkinan spasmus.5. Mengurangi tekanan pada luka insisi6. Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.7. Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.8. Mengetahui perkembangan lebih lanjut.9. Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.b. Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi sekunder dari TUR-P: bekuan darah, edema.Tujuan: Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.Kriteria hasil:- Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.- Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih.- Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.Rencana tindakan:1. Kaji output urine dan karakteristiknya3. Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama4. Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.5. Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.6. Setalah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala – gejala retensi.Rasional:1. Mencegah retensi pada saat dini.2. Mencegah bekuan darah karena dapat menghambat aliran urine.3. Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.4. Melancarkan aliran urine.5. Mendeteksi dini gangguan miksi.c. Potensial infeksi sehubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .Kriteria hasil:- Klien tidak mengalami infeksi.- Dapat mencapai waktu penyembuhan.- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.Rencana tindakan:1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.3. Pertahankan posisi urobag dibawah.4. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.5. Observasi urine: warna, jumlah, bau.6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.Rasional:1. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi .2. Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. 3. Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih. 4. Mencegah sebelum terjadi shock. 5. Mengidentifikasi adanya infeksi. 6. Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. d. Potensial untuk menderita cidera: perdarahan sehubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.Kriteria hasil:- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .- Tanda – tanda vital dalam batas normal .- Urine lancar lewat kateter . Rencana tindakan:1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan . 2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter 3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi 4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu . 5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas 6.Observasi: - Tanda–tanda vital tiap4jam - Masukan dan haluaran - Warna urine Rasional :a. Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan . b. Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih c. Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan . d. Dapat menimbulkan perdarahan prostat . e. Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan . f. Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen . e. Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: - Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.Rencana tindakan :1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual . 2 . Jelaskan tentang : a . Kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula .b . Kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . 4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan . Rasional : 1 . Untuk mengetahui masalah klien .2 . Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual. 3 . Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan 4 . Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik. f . Kurang pengetahuan: tentang TUR-P sehubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .Kriteria hasil:- Klien akan melakukan perubahan perilaku.- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .Rencana tindakan:1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . 2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. 3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. 5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh . Rasional:1. Dapat menimbulkan perdarahan . 2. Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB . 3. Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . 4. Untuk menjamin tidak ada komplikasi . 5. Untuk membantu proses penyembuhan . g . Gangguan tidur sehubungan dengan nyeriTujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.Kriteria hasil:- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .Rencana tindakan:1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ). Rasional:1. meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .2. Suasana tenang akan mendukung istirahat .3. Menentukan rencana mengatasi gangguan .4. Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup . 4. PELAKSANAAN ( 12 ) Pelaksanaan adalah realisasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien, baik sebelum operasi dan sesudah operasi. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut: 1 ) Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah divalidasi; 2 ) Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat; 3 ) Keamanan fisik dan psikologis dilindungi; 4 ) Dokumentasi intervensi dan respon klien.5.EVALUASI Evaluasi adalah bagian akhir dari proses keperawatan . Semua tahap proses keperawatan ( diagnosis, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang .( 12 )Ada tiga alternatif yang dapat dipakai perawat dalam memutuskan, sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai, yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian dan tujuan tidak tercapai. Untuk dapat menilai maka dilihat dari perilaku klien sebagai berikut: ( 13 )1. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan perilaku pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan, sesuai dengan pernyataan tujuan. 2. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan perilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan . 3. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan, sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. DAFTAR PUSTAKA1. Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang: CV Infomedika. 2. Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.3. Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.4. Lap / UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Airlangga.5. Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.6. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.7. Hardjowijoto, Sunaryo. 1999. Benign Prostat Hiperplasia. Surabaya: FK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo. 8. Black, Joyce M ( et al ).1991. Medical Surgical Nursing, A Psychophysiologic Approach, fourth edition.9. Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,volume 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.10. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.11. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.12. Keliat, Budi Anna. 1994. Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.13. Lismidar, H. 1990. Proses Keperawatan. Jakarta: Universitas Indonesia – press.
1. Pengertian
Benign Prostatic Hypertrophy ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat, meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. ( 4 )
Trans Urethral Resection of the Prostat ( TUR-P ) adalah pengangkatan jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra dengan menggunakan sistoskopi/resektoskop yang dimasukkan melalui uretra. Indikasi TUR-P ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TUR-P jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremi TUR-P, atau retensi oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd (50-90 % ) atau impotensi (4-40%) . ( 5,6 )
Sindroma TUR-P ditandai dengan klien mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan dapat terjadi bradikardi. Jika tidak segera diatasi, klien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. ( 1 )
Setelah TUR-P, dipasang kateter ( no 24 Fr ) foley tiga saluran yang dilengkapi balon 30 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Boleh dibuat traksi pada kateter foley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga dapat mengendalikan perdarahan. Fungsi kateter yang lain adalah untuk irigasi. Dengan irigasi yang konstan dapat membebaskan kandung kemih dari bekuan darah yang dapat menyumbat aliran urine. Irigasi kandung kemih dihentikan setelah 2 jam bila tidak keluar lagi bekuan darah dari kandung kemih. Kateter biasanya diangkat 3-5 hari setelah operasi. ( 2 )
Penyulit yang terjadi pada TUR-P dibagi menjadi beberapa ahap, sebagai berikut: 1 ) selama operasi: perdarahan, sindroma TURP, dan perforasi; 2 ) pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik, retensio urine, inkontinensia urine; 3) Pasca bedah lanjut : inkontinensia , disfungsi ereksi , ejakulasi retrograd, striktur uretra, stenosa leher buli-buli, osteitis pubis, prostat kambuh.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a. Anatomi fisiologi
Buli-buli
Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas tiga lapis otot destrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot sirkuler, ditengah merupakan otot longitudinal, dan paling luar merupakan otot sirkuler. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. ( 1 )
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas tiga permukaan , yaitu: permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritonium, dua permukaan inferior lateral, dan permukaan posterior. Pemukaan superior adalah merupakan lobus minoris ( daerah terlemah ) dinding buli-buli. ( 1 )
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi ( berkemih ). Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak –anak menurut formula Koff adalah : ( 1 )
Kapasitas buli-buli = { umur (tahun ) + 2 } x 30 ml
Pada saat kosong buli-buli terletak dibelakang simpisis pubis dan pada saat penuh berada diatas simpisis sehingga dapat dipalpasi dan di perkusi. ( 1 )
Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pad syaraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S 2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot destruso, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi. ( 1 )
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. ( 1 )
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keingian seseorang. Panjang uretra dewasa 23-25 cm. ( 1 )
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh spingter uretra eksternal. ( 1 )
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika. ( 1 )
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars pendularis. ( 1 )
Kelenjar prostat
Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskular. Kelenjar ini mulai tumbuh pada kehamilan umur 12 minggu karena pengaruh dari horman androgen yang berasal dari testis janin. Prostat merupakan derivat dari jaringan embrional sinus urogenital. Kelenjar prostat bentuknya seperti konnus terbalik yang terjepit ( kemiri ). ( 7 )
Letak kelenjar prostat disebelah inferior buli-bulu, didepan rektum dan membungkus uretra posterior. Ukuran rata-rata prostat pada pria dewasa 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. ( 1 )
Pada tahun 1972 Mc. NEAL, mengemukakan konsep tantang zona anatomi dari prostat. Menurut Mc. NEAL, komponen kelenjar dari prostat sebagian besar terletak/membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang terkecil merupakan 95 % dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain ( 5% ) membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi ini. Sebagian besar proses keganasan (60-70 % ) bermula di zona perifer, sebagian lagi dapat tumbuh di zona transisi dan zona sentral. (7)
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan 25 % dari volume ejakulat. ( 1 )
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. ( 1 )
b. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesa menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging ( menjadi tua ). ( 1 )
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: ( 1 )
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
b. Peranan dari growth factor ( faktor pertumbuhan ) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan se epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
c. Patofisiologi ( 6 )
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah :
- Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
- Hesistancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
- Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sanpai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli.
- Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
- Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus spingter dan uretra berkurang selama tidur.
- Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
- Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit, urine keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
d. Gejala Klinik
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptom ( LUTS ), dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. ( 6 )
Gejala iritatif yaitu sering miksi ( frekuensi ), terbangun untuk miksi pada malam hari ( nokturia ), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi ( disuria ). Sedangkan gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak lampias atau puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama ( hesitancy ), harus mengedan ( training ), kencing terputus-putus ( intermittency ), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urine dan inkontinen karena overflow. ( 6 )
Gejala lain diluar saluran kemih, yaitu tidak jarang klien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan dari tekanan intraobdominal. (1)
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli/orgnisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh klien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah skor Internasional gejala prostat atau Internaional Prostatic Symptom Score ( I-PSS ). ( 1 )
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: ( 1 )
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Gejala dan tanda pada klien yang lebih lanjut penyakitnya, misalnya gagal ginjal, dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi, foetor uremik, peri karditis, ujung kaki yang pucat, tanda-tanda penurunan mental serta neuropati perifer. Bila sudah terjadi hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba dan ada nyeri di CVA ( Costa Vertebrae Angularis ). ( 6 )
e. Pemeriksaan Diagnostik ( 1,2,3,4,6,13 )
1. a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh / kosong )
b. Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan “Ballottement”.
c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2 . Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba .
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :
- Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
- Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
- Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3. Laboratorium.
- Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita .
- Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
- Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .
- Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih .
- Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
4. Flowmetri :
Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
Penilaian :
Fmak <10ml/detik --------obstruktifFmak 10-15 ml/detik-----borderlineFmak >15 ml/detik-------nonobstruktif
5. Radiologi.
- Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
- Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.
- Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.- Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.6. Kateterisasi: Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .3. Dampak Masalah .Pada klien BPH dengan TUR-P akan timbul beberapa masalah, dengan gejala yang telah diuraikan pada sub bab patofisiologi . Masalah ini dapat berdam pak pada pola pola fungsi kesehatan klien.Dimana klien sebagai mahluk bio, psiko, sosial, spiritual. Dampak masalah yang muncul dapat di bagi menjadi 2 yaitu dampak masalah pre operasi dan post operasi TUR-P.Dampak masalah pre oprasi TUR-P adalah :1. Pola eleminasi .Tanda tanda dan gejala yang berhubungan dengan BPH akibat pembesaran prostat yang berdampak pada penyumbatan parsial atau sepenuhnya pada saluran kemih bagian bawah. Keluhan klien antaralain adalah nokturia, frekuensi, hesistency, disuria, inkontinensia dan rasa tidak lampias sehabis miksi . Dapat pula muncul hernia inguinalis dan hemoroid .2. Pola persepsi dan konsepsi diri. Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Ketidak pastian tentang prosedur pembedahan, nyeri setelah operasi, insisi dan immobilisasi dapat menimbulkan rasa cemas. Klien juga cemas akan ada perubahan pada dirinya setelah operasi.3. Pola tidur dan istirahat. Tanda dan gejala BPH antaralain nokturi dan frekuensi . Bila keluhan ini muncul pada klien maka tidur klien akan terganggu. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga interfal antara miksi lebih pendek. Akibatnya klien akan sering terbangun pada malam hari untuk miksi dan waktu tidur akan berkurang.Dampak masalah post operasi TUR-P adalah: 1. Pola eliminasiKlien post operasi TUR-P dapat mengalami perubahan eliminasi. Hal ini terjadi bila terdapat bekuan darah yang menyumbat kateter, edema dan prosedur pembedahan . Perdarahan dapat terjadi pada klien post operasi TUR-P karena fiksasi dari traksi yang kurang tepat. Infeksi karena pemasangan kateter yang kurang tepat atauperawatan kateter kurangatau tidak aseptik dapat juga terjadi.2. Pola tidur dan istirahat Pada klien post TUR-P dapat mengalami gangguan tidur karena klien merasakan nyeri pada lika operasi atau spasme dari kandung kemih. Karena gangguan ini maka lama/ waktu tidur klien berkurang.3 . Pola aktifitas.Klien post TUR-P aktifitasnya akan berkurang dari aktifitas biasa. Klien cenderung mengurangi aktifitas karena nyeri yang dirasakan akibat dari TUR-P nya. Klien akan banyak memilih di tempat tidur dari pada beraktifitas pada hari pertama dan hari yang kedua post TUR-P Sedangkan kebutuhan klien dibantu.4 Pola reproduksi dan seksual.Klien post TUR-P dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena situasi krisis ( inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter ). Dengan terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri karena perubahan status kesehatan.5. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dirumah dapat menimbulkan masalah dalam perawatan diri selanjutnya. Sehingga klien perlu informasi tentang perawatan selanjutnya khususnya saat dirumah supaya tidak terjadi perdarahan atau tanda tanda infeksi.B. Asuhan KeperawatanPerawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang, pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji ststus kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.1. PENGKAJIANPengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi TUR-P dan penkajian post operasi TUR-P.a) Pengkajian pre operasi TUR-PPengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi : 1. Identitas klienMeliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis. 2 . Riwayat penyakit sekarang Pada klien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.3 . Riwayat penyakit dahulu . Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi .4 Riwayat penyakit keluarga . adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit BPH Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau hipertensi.5. Riwayat psikososiala. Intra personalKebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang sakitnya.b. Inter personalMeliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.6. Pola fungsi kesehatana. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat )b. Pola nutrisi dan metabolisme Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.c. Pola eliminasi Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, menetes - netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.d. Pola tidur dan istirahat . Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur. e. Pola aktifitas . Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri. f. Pola hubungan dan peranKlien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana seharusnya. g. Pola persepsi dan konsep diriMeliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.h. Pola sensori dan kognitifPola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.i. Pola reproduksi seksualKlien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang ( masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.j. Pola penanggulangan stressMenanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor positif atau negatif.k. Pola tata nilai dan kepercayaanKlien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.7. Pemeriksaan fisika. Status kesehatan umumKeadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi. b. KulitApakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien ,c. KepalaBentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau trauma pada kepala.d. MukaBentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.e. MataBagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.f. TelingaAda atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.g. HidungBentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.h. Mulut dan faringAdakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.i. LeherBentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.j. ThoraksBetuknya bagaimana, adakah gynecomasti.k. ParuBentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi , wheezing atau egofoni.l. JantungBagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau getarannya.m. Abdomen Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.n. Genitalia dan anusPada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.o. Ekstrimitas dan tulang belakangApakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.8. Pemeriksaan diagnostikUntuk pemeriksaan diagnostik sudah dijabarkan penulis pada konsep dasar.b) Pengkajian post operasi TUR-PPengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi:1. Keluhan utamaKeluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi TUR-P adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.2. Keadaan umumKesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.3. Sistem respirasiBagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.4. Sistem sirkulasiYang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung ( EKG ).5. Sistem gastrointestinalHal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.6. Sistem neurologyHal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.7. Sistem muskuloskleletalBagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.8. Sistem eliminasiApa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.9. Terapi yang diberikan setelah operasiInfus yang terpasang, obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih.c. Analisa dataData yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan serta akhirnya membuat kesimpulan. Penulis membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum operasi dan analisa setelah operasi. 2. DIAGNOSA KEPERAWATANTahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data diatas dapat dirumuskan suatu diagnosis keperawatan yang dibagi menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.1. Diagnosa sebelum operasia. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat. ( 5,8 )b. Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat. ( 5,9 )c. Cemas sehubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi. ( 5,8,10 )d. Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi, nokturia. ( 11 )2. Diagnosa setelah operasia. Nyeri sehubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P ( 2 ,8,9,10 )b. Perubahan eliminasi urine sehubungandengan obstruksi sekunder dari TUR-P: bekuan darah odema ( 2 , 5 )c. Potensial infeksi sehubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering ( 2 , 5,8,10 )d. Potensial untuk menderita cedera: perdarahan sehubungan dengan tindakan pembedahan ( 2 , 9 , 10 )e. Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P ( 2, 8,10 )f. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P sehubungan dengan kurang informasi . ( 2,8,9 )g. Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan nyeri. (11) 3. PERENCANAAN .Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas keperawatan perlu di tetapkan untuk untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini disebut sebagai perencanaan keperawatan yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran ( goal ), dan tujuan (obyektif ), menetapkan kriteria evaluasi, merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. (5) Selanjutnya dibuat perencanaan dari masing – masing diagnosa keperawatan sebagai berikut : 1 . Sebelum operasi a . Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obtruksi mekanik: pembesaran prostat. Tujuan: Pola eliminasi normal . Kriteria hasil : - Klien dapat berkemih dalam jumlah normal, tidak teraba distensi kandung kemih - Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml- Klien dapat berkemih volunter - Urinalisa dan kultur hasilnya negatif - Hasil laboratorium fungsi ginjal normal Rencana tindakan : 1. Jelaskan pada klien tentang perubahan dari pola eliminasi . 2. Dorong klien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila dirasakan .3. Anjurkan klien minum sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan 4. Perkusi / palpasi area supra pubik 5. Observasi aliran dan kekuatan urine, ukur residu urine pasca berkemih. Jika volume residu urine lebih besar dari 100 cc maka jadwalkan program kateterisasi intermiten.6. monitor laboratorium: urinalisa dan kultur, BUN, kreatinin. 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat: antagonis Alfa - adrenergik (prazosin)Rasional :1 . Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 2 . Meminimalkan retensi urine, distensi yang berlebihan pada kandung kemih 3 . Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri. 4. Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik. 5. - Observasi aliran dan kekuatan urine untuk mengevaluasi adanya obstruksi - Mengukur residu urine untuk mencegah urine statis karena dapat beresiko infeksi 6. Statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK. Pembesaran prostat dapat menyebabkan dilatasi saluran kemih atas (ureter dan ginjal), potensial merusak fungsi ginjal dan menimbulkan uremia.7. Mengurangi obstruksi pada buli-buli, relaksasi didaerah prostat sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.b. Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat.Tujuan : Klien menunjukan bebas dari ketidaknyamananKriteria hasil : - Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol- Ekspresi wajah klien rileks- Klien mampu untuk istirahat dengan cukup- Tanda-tanda vital dalam batas normalRencana tindakan :1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.2. Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi / latihan nafas dalam.3. Beri kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.4. Observasi tanda – tanda vital.5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh: eperidin ( Dumerol )Rasional :1. Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan Intervensi2. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.3 Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis4. Mengetahui perkembangan lebih lanjut5. Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.c. cemas sehubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.Tujuan: Cemas berkurang / hilang sehingga klien mau kooperatif dalam tindakan perawatan.Kriteria hasil : - Klien melaporkan cemas menurun / berkurang.- Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.- Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam menghadapi cemas.- Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup.- Tanda – tanda vital dalam batas normalRencana tindakan :1. Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.2. Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan / masalah.3. Beri informasi tentang prosedur / tindakan yang akan dilakukan, contoh: kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan klien.4. Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.5. Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan : a. tirah baring untuk hari pertama post operasi b.ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post operasi c.hindari aktifitas yang mengencangkan daerah kandung kemih6. Observasi tanda - tanda vital. Rasional :1. Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam mendiskusikan tentang subyek sensitif.2. Mengidentifikasi masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah. 3. Membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan.4. Urine yang encer dapat menghambat pembentukkan klot.5. Pemahaman klien dapat membantu mengurangi cemas yang berhubungan dengan kecemasan akibat ketidaktahuan.6. Perubahan tanda – tanda vital mungkin menunjukkan tingkat kecemasan yang dialami klien. d. Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi, disuria, frekuensi, nokturia.Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.Kriteria hasil:- Klien mampu istirahat / tidur dengan waktu yang cukup.- Klien mengungkapkan sudah bisa tidur.- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.Rencana tindakan:1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur / istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.2. Ciptakan suasana yang mendukung dengan mengurangi kebisingan.3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. 4. Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemihsebelum tidur. 5. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein.Rasional :1. Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien mau kooperatif terhadap tindakan keperawatan.2. Suasana yang tenang akan mendukung istirahat klien.3. Menentukan rencana untuk mengatasi gangguan. 4. Mengurangi frekuensi berkemih malam hari.5. Kafein dapat merangsang untuk sering berkemih.2. Sesudah operasia. Nyeri sehubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-PTujuan: Nyeri berkurang atau hilang.Kriteria hasil : - Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.- Ekspresi wajah klien tenang.- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.- Tanda – tanda vital dalam batas normal.- Keluarnya urine melalui sekitar kateter sedikit.Rencana tindakan :1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.8. Observasi tanda – tanda vital9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan ( analgesik atau anti spasmodik )lRasional :1. Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.2. Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan.3. Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.4. Mengurang kemungkinan spasmus.5. Mengurangi tekanan pada luka insisi6. Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.7. Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.8. Mengetahui perkembangan lebih lanjut.9. Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.b. Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi sekunder dari TUR-P: bekuan darah, edema.Tujuan: Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.Kriteria hasil:- Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.- Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih.- Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.Rencana tindakan:1. Kaji output urine dan karakteristiknya3. Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama4. Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.5. Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.6. Setalah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala – gejala retensi.Rasional:1. Mencegah retensi pada saat dini.2. Mencegah bekuan darah karena dapat menghambat aliran urine.3. Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.4. Melancarkan aliran urine.5. Mendeteksi dini gangguan miksi.c. Potensial infeksi sehubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .Kriteria hasil:- Klien tidak mengalami infeksi.- Dapat mencapai waktu penyembuhan.- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.Rencana tindakan:1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.3. Pertahankan posisi urobag dibawah.4. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.5. Observasi urine: warna, jumlah, bau.6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.Rasional:1. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi .2. Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. 3. Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih. 4. Mencegah sebelum terjadi shock. 5. Mengidentifikasi adanya infeksi. 6. Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. d. Potensial untuk menderita cidera: perdarahan sehubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.Kriteria hasil:- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .- Tanda – tanda vital dalam batas normal .- Urine lancar lewat kateter . Rencana tindakan:1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan . 2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter 3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi 4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu . 5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas 6.Observasi: - Tanda–tanda vital tiap4jam - Masukan dan haluaran - Warna urine Rasional :a. Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan . b. Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih c. Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan . d. Dapat menimbulkan perdarahan prostat . e. Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan . f. Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen . e. Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: - Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.Rencana tindakan :1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual . 2 . Jelaskan tentang : a . Kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula .b . Kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . 4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan . Rasional : 1 . Untuk mengetahui masalah klien .2 . Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual. 3 . Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan 4 . Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik. f . Kurang pengetahuan: tentang TUR-P sehubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .Kriteria hasil:- Klien akan melakukan perubahan perilaku.- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .Rencana tindakan:1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . 2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. 3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. 5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh . Rasional:1. Dapat menimbulkan perdarahan . 2. Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB . 3. Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . 4. Untuk menjamin tidak ada komplikasi . 5. Untuk membantu proses penyembuhan . g . Gangguan tidur sehubungan dengan nyeriTujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.Kriteria hasil:- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .Rencana tindakan:1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ). Rasional:1. meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .2. Suasana tenang akan mendukung istirahat .3. Menentukan rencana mengatasi gangguan .4. Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup . 4. PELAKSANAAN ( 12 ) Pelaksanaan adalah realisasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien, baik sebelum operasi dan sesudah operasi. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut: 1 ) Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah divalidasi; 2 ) Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat; 3 ) Keamanan fisik dan psikologis dilindungi; 4 ) Dokumentasi intervensi dan respon klien.5.EVALUASI Evaluasi adalah bagian akhir dari proses keperawatan . Semua tahap proses keperawatan ( diagnosis, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang .( 12 )Ada tiga alternatif yang dapat dipakai perawat dalam memutuskan, sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai, yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian dan tujuan tidak tercapai. Untuk dapat menilai maka dilihat dari perilaku klien sebagai berikut: ( 13 )1. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan perilaku pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan, sesuai dengan pernyataan tujuan. 2. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan perilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan . 3. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan, sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. DAFTAR PUSTAKA1. Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang: CV Infomedika. 2. Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.3. Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.4. Lap / UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Airlangga.5. Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.6. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.7. Hardjowijoto, Sunaryo. 1999. Benign Prostat Hiperplasia. Surabaya: FK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo. 8. Black, Joyce M ( et al ).1991. Medical Surgical Nursing, A Psychophysiologic Approach, fourth edition.9. Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,volume 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.10. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.11. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.12. Keliat, Budi Anna. 1994. Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.13. Lismidar, H. 1990. Proses Keperawatan. Jakarta: Universitas Indonesia – press.
Blog Archive
-
2016
(1)
- 09/18 - 09/25 (1)
-
2015
(10)
- 10/11 - 10/18 (1)
- 09/13 - 09/20 (1)
- 09/06 - 09/13 (1)
- 07/05 - 07/12 (1)
- 05/17 - 05/24 (6)
-
2014
(1)
- 04/13 - 04/20 (1)
-
2012
(770)
- 02/19 - 02/26 (5)
- 02/12 - 02/19 (10)
- 02/05 - 02/12 (4)
- 01/29 - 02/05 (27)
- 01/22 - 01/29 (88)
- 01/15 - 01/22 (101)
- 01/08 - 01/15 (169)
- 01/01 - 01/08 (366)
-
2011
(4478)
- 12/25 - 01/01 (336)
- 12/18 - 12/25 (62)
- 12/11 - 12/18 (70)
- 12/04 - 12/11 (77)
- 11/27 - 12/04 (40)
- 11/20 - 11/27 (67)
- 11/13 - 11/20 (198)
- 11/06 - 11/13 (187)
- 10/30 - 11/06 (340)
- 10/23 - 10/30 (32)
- 10/16 - 10/23 (109)
- 10/09 - 10/16 (80)
- 08/14 - 08/21 (75)
- 08/07 - 08/14 (81)
- 07/31 - 08/07 (82)
- 07/24 - 07/31 (66)
- 07/17 - 07/24 (91)
- 07/10 - 07/17 (47)
- 07/03 - 07/10 (44)
- 06/26 - 07/03 (53)
- 06/19 - 06/26 (59)
- 06/12 - 06/19 (47)
- 06/05 - 06/12 (65)
- 05/29 - 06/05 (63)
- 05/22 - 05/29 (77)
- 05/15 - 05/22 (115)
- 05/08 - 05/15 (65)
- 05/01 - 05/08 (104)
- 04/24 - 05/01 (45)
- 04/17 - 04/24 (70)
- 04/10 - 04/17 (134)
- 04/03 - 04/10 (72)
- 03/27 - 04/03 (18)
- 03/20 - 03/27 (47)
- 03/13 - 03/20 (68)
- 03/06 - 03/13 (40)
- 02/27 - 03/06 (56)
- 02/20 - 02/27 (77)
-
02/13 - 02/20
(76)
- Diabetes Melitus [DM]
- Askep Gagal Ginjal Kronik
- Askep Acute Nonlymphoid Leukemia
- Askep Anak Dengue Hemorhagic Fever
- Askep Diare
- Askep Anak Diare
- Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan...
- Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi hepati...
- Pengetahuan ibu tentang imunisasi hepatitis B di p...
- Pengetahuan ibu yang mengalami Abortus Incompletus...
- Pengetahuan ibu hamil tentang HIS palsu di BPS
- Pengetahuan ibu balita tentang status gizi pada ba...
- Pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di r...
- Pengetahuan dan sikap siswa SMU tentang seksualita...
- Pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dal...
- Pengetahuan dan sikap siswa kelas 1 SMP tentang pu...
- Penilaian Diri (Self Assessment)
- Asuhan Keperawatan Meningitis
- Penyakit Muntaber atau Vibrio Parahaemolyticus Ent...
- Pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks b...
- Pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menstru...
- Pengetahuan ibu mengenai kejadian ikutan pasca imu...
- Pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan pemeriksaa...
- Pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah...
- Pemeriksaan Fisik
- Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tan...
- Pengetahuan dan sikap ibu post seksio sesarea tent...
- Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tablet tam...
- Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik pre...
- Pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolon...
- Pengaruh Berat Badan Terhadap Kesehatan Seksual
- Smartphone slowed the Mobile Data Network
- Windows Phone Nokia 2012 Slide
- Pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dampak ...
- Pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan...
- Pengetahuan dan sikap masyarakat usia 15 – 39 tahu...
- Pengetahuan dan sikap ibu tentang pemantauan statu...
- Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan ...
- Google will ' marries ' Gingerbread & Honeycomb
- Apply at Apple AppStore Subscription System
- Contoh Undangan Pernikahan
- Manfaat Vitamin C bagi tubuh
- Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang ...
- Pemantauan perkembangan balita di posyandu …..wila...
- Pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan...
- Pelaksanaan rawat gabung di rumah bersalin handayani
- Pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian...
- Lanjutan debat panas dengan seorang teman di face...
- Asuhan keperawatan Benign Prostatic Hypertrophy ( ...
- Acer Iconia , Smartphones Tangible Tablet
- Pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajem...
- Penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi p...
- Penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh bida...
- Hubungan antara suami perokok dengan bayi berat la...
- Hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang giz...
- Discussions about nursing malpractice in the Faceb...
- Askep Pemasangan Central Venous Pressure; CVP
- Intoksikasi Insektisida
- Hyaline Membrane Disease - Respiratory Distress Si...
- Hipoglikemia
- Oedema Paru
- 295 World Have Eksabit Data Storage Capacity
- SADARI (Periksa Payudara Sendiri)
- Mencegah Gagal Ginjal
- Konsep Perilaku
- Perawat Kecil (PerCil)
- PEMERIKSAAN DARAH RUTIN HEMOGLOBIN (CARA SAHLI)
- ANTENATAL CARE
- KONSEP PUSKESMAS
- cinta aku gak ya ???????
- Praktik Mandiri
- Kyocera Echo , Sailing Android Touch Dual Smartphone
- INQ Cloud Cloud Q & Touch up Android- based phone
- HP Veer and HP Pre 3 Phone Dual GSM - CDMA based w...
- Perilaku
- PERAWATAN ASMA BRONKIAL
- 02/06 - 02/13 (198)
- 01/30 - 02/06 (194)
- 01/23 - 01/30 (132)
- 01/16 - 01/23 (196)
- 01/09 - 01/16 (202)
- 01/02 - 01/09 (121)
-
2010
(2535)
- 12/26 - 01/02 (156)
- 12/19 - 12/26 (65)
- 12/12 - 12/19 (73)
- 12/05 - 12/12 (84)
- 11/28 - 12/05 (80)
- 11/21 - 11/28 (68)
- 11/14 - 11/21 (63)
- 11/07 - 11/14 (50)
- 10/31 - 11/07 (50)
- 10/24 - 10/31 (36)
- 10/17 - 10/24 (58)
- 10/10 - 10/17 (35)
- 10/03 - 10/10 (31)
- 09/26 - 10/03 (21)
- 09/19 - 09/26 (26)
- 09/12 - 09/19 (55)
- 09/05 - 09/12 (65)
- 08/29 - 09/05 (33)
- 08/22 - 08/29 (70)
- 08/15 - 08/22 (45)
- 08/08 - 08/15 (35)
- 08/01 - 08/08 (37)
- 07/25 - 08/01 (27)
- 07/18 - 07/25 (19)
- 07/11 - 07/18 (30)
- 07/04 - 07/11 (56)
- 06/27 - 07/04 (28)
- 06/20 - 06/27 (22)
- 06/13 - 06/20 (30)
- 06/06 - 06/13 (21)
- 05/30 - 06/06 (5)
- 05/16 - 05/23 (6)
- 05/09 - 05/16 (29)
- 05/02 - 05/09 (59)
- 04/25 - 05/02 (28)
- 04/18 - 04/25 (38)
- 04/11 - 04/18 (70)
- 04/04 - 04/11 (59)
- 03/28 - 04/04 (65)
- 03/21 - 03/28 (89)
- 03/14 - 03/21 (218)
- 03/07 - 03/14 (95)
- 02/28 - 03/07 (135)
- 02/21 - 02/28 (102)
- 01/03 - 01/10 (68)
-
2009
(1652)
- 12/27 - 01/03 (36)
- 12/20 - 12/27 (22)
- 12/13 - 12/20 (100)
- 12/06 - 12/13 (45)
- 11/29 - 12/06 (24)
- 11/22 - 11/29 (22)
- 11/15 - 11/22 (19)
- 11/08 - 11/15 (28)
- 11/01 - 11/08 (11)
- 10/25 - 11/01 (17)
- 10/18 - 10/25 (38)
- 10/11 - 10/18 (33)
- 10/04 - 10/11 (15)
- 09/27 - 10/04 (21)
- 09/20 - 09/27 (7)
- 09/13 - 09/20 (84)
- 09/06 - 09/13 (35)
- 08/30 - 09/06 (48)
- 08/23 - 08/30 (118)
- 08/16 - 08/23 (26)
- 08/09 - 08/16 (34)
- 08/02 - 08/09 (35)
- 07/26 - 08/02 (31)
- 07/19 - 07/26 (14)
- 07/12 - 07/19 (16)
- 07/05 - 07/12 (28)
- 06/28 - 07/05 (26)
- 06/21 - 06/28 (76)
- 06/14 - 06/21 (26)
- 06/07 - 06/14 (21)
- 05/31 - 06/07 (43)
- 05/24 - 05/31 (38)
- 05/17 - 05/24 (26)
- 05/10 - 05/17 (52)
- 05/03 - 05/10 (15)
- 04/26 - 05/03 (38)
- 04/19 - 04/26 (32)
- 04/12 - 04/19 (22)
- 04/05 - 04/12 (20)
- 03/29 - 04/05 (40)
- 03/22 - 03/29 (43)
- 03/15 - 03/22 (18)
- 03/08 - 03/15 (14)
- 03/01 - 03/08 (22)
- 02/22 - 03/01 (12)
- 02/15 - 02/22 (9)
- 02/08 - 02/15 (11)
- 02/01 - 02/08 (19)
- 01/25 - 02/01 (37)
- 01/18 - 01/25 (21)
- 01/11 - 01/18 (33)
- 01/04 - 01/11 (31)
-
2008
(700)
- 12/28 - 01/04 (13)
- 12/21 - 12/28 (9)
- 12/14 - 12/21 (57)
- 12/07 - 12/14 (5)
- 11/30 - 12/07 (18)
- 11/23 - 11/30 (33)
- 11/16 - 11/23 (31)
- 11/09 - 11/16 (23)
- 11/02 - 11/09 (18)
- 10/26 - 11/02 (11)
- 10/19 - 10/26 (15)
- 10/12 - 10/19 (13)
- 10/05 - 10/12 (25)
- 09/28 - 10/05 (2)
- 09/21 - 09/28 (14)
- 09/14 - 09/21 (19)
- 09/07 - 09/14 (43)
- 08/31 - 09/07 (3)
- 08/24 - 08/31 (33)
- 08/17 - 08/24 (65)
- 08/10 - 08/17 (4)
- 08/03 - 08/10 (26)
- 07/27 - 08/03 (6)
- 07/20 - 07/27 (19)
- 07/13 - 07/20 (18)
- 07/06 - 07/13 (60)
- 06/29 - 07/06 (53)
- 06/22 - 06/29 (49)
- 06/15 - 06/22 (11)
- 06/08 - 06/15 (4)
Popular Posts
-
ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM A. PengertianPost partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik...
-
KTI KEBIDANAN HUBUNGAN USIA TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan wanita merupakan hal yang s...
-
Setelah beberapa minggu ini cari materi buat postingan baru, mendadak dapat inspirasi setelah rekan Anton Wijaya menulis di buku tamu Keper...
-
PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Asfiksia Neonatorum Via Ziddu Download Askep Asfiksia N...
-
DEFINISI Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pa...
-
Metode Kalender atau Pantang Berkala (Calendar Method Or Periodic Abstinence) Pendahuluan Metode kalender atau pantang berkala merupakan met...
-
Pathway Combustio Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway Download Pathway Combustio Via Ziddu Tag: Pathways combustio , pathways luka baka...
-
Pathway Hematemesis Melena Klik pada gambar untuk melihat pathway Download Pathway Hematemesis Melena Via Ziddu
-
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS Pengertian - Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencana...
-
Metode Suhu Basal Tubuh (Basal Body Temperature Method) Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat atau ...
© ASUHAN KEPERAWATAN 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates